ISTISNA
Disusun Oleh:
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Istisna" dengan tepat waktu. Makalah
disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran Fiqih Muamalah. Selain itu, makalah ini
bertujuan menambah wawasan tentang makalah bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dosen selaku yang memberikan arahan. Ucapan
terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan
makalah ini.Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................... 12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Jual beli atau bermua’malah dalam kehidupan sehari-hari tidak bisa kita
pungkiri, islam memberikan garis besar sebuah kebijaksanaan perekonomian yang
jelas. Bertransaksi dalam bisnis itu ialah hal yang sangat di perhatikandan
dimuliakan dalam islam. Sering nya terjadi perbedaan pendapat dalammenetapkan
pengertian praktek-praktek transaksi telah terjadi sejak masasahabat dan diduga
akan terus berlangsung hinga sekarang sesuaiperkembangan zaman.Ekonomi
islam dan hukum islam yang berlaku secara umum sesuai denganperkembangan
duinia yang bertujuan agar mewujudkan kemaslahatan danmenolak apa-apa yang
menolak nya. Perniagaan ialah salah satu aspekkehidupan yang bersifat horizontal
maksud nya ibadah karena memberikankemudahan kepada orang yang
membutuhkan.Nabi Muhammad SAW telah menyebarkan agama islam dengan
caraberdagang, sejak berumur 12 tahun beliau telah memulai pengalaman
berdagang yang di ajak oleh pamannya Abu Thalib, beliau juga seorangpedagang
yang professional yang menjunjung tinggi kejujuran.
1
1.3 Tujuan Penulisan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Senada dengan definisi di atas, kalangan ulama mazhab Hambali beli jual
adalah Maknanya( )بيغ سهؼة نيسث ػُدِ ػهى وجّ غيز انسهىmenyebutkan barang yang
tidak (belum) dimilikinya yang tidak termasuk akad salam.Dalam hal ini akad
istishna' mereka samakan dengan jual beli dengan.( )بيغ بانصُؼةpembuatan Namun
kalangan Al-Malikiyah dan Asy-Syafi'iyah mengaitkan akad istishna' ini dengan
akad salam. Sehingga definisinya juga terkait,yaitu ()انصُاػات يٍ نهغيز انًسهى انشيء
yaitu suatu barang yang diserahkan kepada orang lain dengan cara
1
GitaDana Pranata,Manajemen Perbankan Syaria,(Jakarta:Salemba Empat,2013),112
2
Dimyyaudin Djuwaini,Pengantar Fiqih Muamalah ,(Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2008),115
3
membuatnya.Jadi secara sederhana, istishna' boleh disebut akad yang terjalin
antara pemesan sebagai pihak 1 dengan seorang produsen suatu barang atau yang
serupa sebagai pihak ke-2, agar pihak ke-2 membuatkan suatu barang sesuai yang
diinginkan oleh pihak 1 dengan harga yangdisepakati antara keduanya.3
Dasar Hukum Jual Beli Istishna Akad istishna' adalah akad yang halal dan
didasarkan secara sayr'i di atas petunjuk Al-Quran, As-Sunnah dan Al-Ijma' di
kalangan muslimin.
1 Dasar hukum menurut al-Quran:
Artinya:
Tafsir Ibnu Katsir dari surat al-Baqarah ayat 275 bahwa Orang-orang yang
memakan riba), artinya mengambilnya. Riba itu ialah tambahan dalam muamalah
dengan uang dan bahan makanan, baik mengenai banyaknya maupun mengenai
waktunya, (tidaklah bangkit) dari kubur-kubur mereka (seperti bangkitnya orang
yang kemasukan setan disebabkan penyakit gila) yang menyerang mereka; minal
massi berkaitan dengan yaquumuuna. (Demikian itu), maksudnya yang menimpa
mereka itu (adalah karena), maksudnya disebabkan mereka (mengatakan bahwa
jual-beli itu seperti riba) dalam soal diperbolehkannya. Berikut ini kebalikan
daripersamaan yang mereka katakan itu secara bertolak belakang, maka firman
Allah menolaknya, (padahal Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan
riba. Maka barang siapa yang datang kepadanya), maksudnya sampai kepadanya
(pelajaran) atau nasihat (dari Tuhannya, lalu ia menghentikannya), artinya tidak
memakan riba lagi (maka baginya apa yang telah berlalu), artinya sebelum
datangnya larangan dan doa tidak diminta untuk mengembalikannya (dan
3
Dimyyaudin Djuwaini,Pengantar Fiqih Muamalah,115
4
Al-Quran Al-Karim
4
urusannya) dalam memaafkannya terserah (kepada Allah. Dan orang-orang yang
mengulangi) memakannya dan tetap menyamakannya dengan jual beli tentang
halalnya, (maka mereka adalah penghuni neraka, kekal mereka di
dalamnya).5Berdasarkan ayat ini dan lainnya para ulama' menyatakan bahwa
hukum asal setiap perniagaan adalah halal, kecuali yang nyata-nyata diharamkan
dalam dalil yang kuat dan shahih.
ٌَّ ب ِإنَى ْان َؼ َج ِى فَ ِقي َم نَُّ ِإَ ُ ّٰللاِ صهى هللا ػهيّ و سهى َكاٌَ أَر َادَ أ َ ٌْ يَ ْكح َّ ىَّ َػ ٍْ أََ ٍَس رضي هللا ػُّ أ َ ٌَّ ََ ِب
.ِِاض ِّ فِى َي ِد ِ ظ ُز ِإنَى َب َي ُ َْ َ قَا َل َكأََِّى أ.ٍضة ْ فَا.ْان َؼ َج َى الَ َي ْق َبم ُوٌَ ِإالَّ ِكح َابًا َػهَ ْي ِّ خَاجِ ٌى
َ ص
َّ ِطَُ َغ خَاج َ ًًا ِي ٍْ ف
()رواِ يسهى
Artinya:
“Dari Anas RA bahwa Nabi SAW hendak menuliskan surat kepada raja non-
Arab, lalu dikabarkan kepada beliau bahwa raja-raja non-Arab tidak sudi
menerima surat yang tidak distempel. Maka beliau pun memesan agar ia
dibuatkan cincin stempel dari bahan perak. Anas menisahkan: Seakan-akan
sekarang ini aku dapat menyaksikan kemilau putih di tangan beliau" (HR.
Muslim)
Perbuatan nabi ini menjadi bukti nyata bahwa akad istishna' adalah akad yang
dibolehkan.5
3. Dasar hukum al-Ijma’
Sebagian ulama menyatakan bahwa pada dasarnya umat Islam secara de-
facto telah bersepakat merajut konsensus (ijma') bahwa akad istishna' adalah akad
yang dibenarkan dan telah dijalankan sejak dahulu kala tanpa ada seorang sahabat
atau ulama pun yang mengingkarinya. Dengan demikian, tidak ada alasan untuk
melarangnya.6
5
Ahmad Sarwat,Seri Fiqih Islam Kitab Muamalat,(Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada 2007),89
6
Ibid,89
5
1. Dasar hukum kaidah fiqhiyah
Para ulama di sepanjang masa dan di setiap mazhab fiqih yang ada di tengah
umat Islam telah menggariskan kaedah dalam segala hal selain ibadah:
Rukun dari akad Istishna' yang harus dipenuhi dalamtransaksi ada beberapa hal,
yaitu:8
2. Objek akad, yaitu barang atau jasa (mashnu) dengan spesifikasinya dan harga
(tsaman), dan
7
Ibid,89
8
Sanawiyah,Ariyandi,Fiqih Muamalah Menggagas Pemahaman Fiqih Kontemporer,(Yogyakarta:K-Media
2021),51
6
1. Modal transaksi ba i istishna'
e. Boleh menentukan tanggal waktu di masa yang akan datang untuk penyerahan
barang
9
Risma Alif Kinanti,Ekonomi dan Bisnis,(Malang:UM 2021),11
7
dengan cara paralel dan larangan pemungutanMargin While Construction (MDC)
dari pembeli, sedangkan ketentuan teknisnya diatur dalamfatwa DSN No.
06/DSN-MUI/IV/2000 Jual Beli Istishna’ Fatwa itu sendiri dibagi menjadi 3
bagian yaitu ketentuan tentang pembayaran, ketentuan tentang barang dan
ketentuan lain.Perbedaan antara pembiayaan adalah bank syariah dan praktik
perbankan tradisional terletak pada hubungan langsung antara subkontraktor dan
bank syariah dan penghindaran margin keuntungan oleh pelanggan. Praktik ishna’
di bank syariah lebih banyak tersedia dalam transaksi utang dan kredit daripada
dalam aktivitas perdagangan.
8
AKUNTANSI Istishna’ PADA BANK SYARIAH” menyatakan bahwa
penerapan istishna’ pada bank syariah mengalami beberapa kendala diantarnya
yaitu Penerapan PSAK Syariah 104 tentang akuntansi istishna di bank syariah
masih terbatas.Keterbatasan penerapan PSAK 104 terkait dengan pengakuan laba.
Hal ini merupakan celah dalam kenyataan bahwa PSAK Syariah yang relevan
dengan sektor riil perbankan syariah adalah lembaga intermediasi keuangan.
Kedua jenis pola pengakuan pendapatan atau laba dalam PSAK 104 ini rumit dan
membebani back office serta membutuhkan investasi tinggi di bidang TI dan
sumber daya manusia.Solusi yang ditawarkan penulis adalah dengan melibatkan
Dewan Syariah dalam penyusunan PSAK Syariah dan juga mempertimbangkan
bisnis yang berlaku di Indonesia.
9
selesai pelaksanaanya. Dari definisi ini bisa diketahui bahwa maka pembatalan
akad berbeda dengan berakhirnyaakad, dimana yang terakhir ini berarti telah
selesainya pelaksanaan akad karena parapihak telah memenuhi segala perikatan
yang timbul dari akad tersebut sehingga akadtelah mewujudkan tujuan yang
hendak dicapai oleh para pihak.Pembatalan transaksi dalam literature fiqih
sering disebut dengan istilah fasakh.Hanya saja penggunaan kata fasakh
masih beragam dalam literature fiqih, karena katafasakh kadang-kadang
digunakan untuk menyebut berbagai bentuk pemutusan akad, dankadang-kadang
dibatasi untuk menyebut beberapa bentuk pemutusan akad saja.. Pembatalan akad
melalui kesepakatan bersama (iqalah)Suatu akad yang telah memenuhi rukun-
rukun dan syarat-syaratnya akan mengikatkedua belah pihak yang berakad.
Oleh karena itu dengan mengikatnya akad tersebut,maka tidak seorangpun
dari kedua belah pihak yang berakad bisa memutuskan akadsecara sepihak
kecuali ada hal-hal yang membenarkannya. Diantaranya adalah
melaluikesepakatan antara kedua belah pihak untuk membatalkan atau
memutuskan akad.
2. Salah satu pihak meninggal dunia, tetapi apabila anggota yang terlibat dalam
kontrak tersebut lebih dari dua orang yang batal hanyalah yang meninggal dunia
saja. Kontrak tetap berjalan sebagaimana kesepakatan yang telah dilakukan bagi
anggota-anggota yang masih hidup. Apabila ahli waris anggota yang meninggal
10
Ahmad Azhar Basyari,Riba,Utang Piutang dan Gadai(Bandung:Al-Maarif,1983),65
10
dunia menghendaki turut serta dalam kontrak tersebut, maka dilakukan perjanjian
baru bagi ahli waris yang bersangkutan.
4. Salah satu pihak jatuh bangkrut yang berakibat tidak berkuasa lagi atas harta
yang menjadi saham dalm kontrak Pendapat ini dikemukakan oleh mazhab
Maliki, Syafi'i dan Hambali. Hanafi berpendapat bahwa keadaan bangkrut itu
tidak membatalkan perjanjian yang dilakukan oleh yang bersangkutan.
Modal para anggota yang terlibat dalam kontrak lenyap atau hilang
sebelum dibelanjakan atas nama kontrak yang disepakati Bila modal tersebut
lenyap sebelum terjadi pencampuran harta hingga tidak dapat dipisah-pisahkan
lagi yang menanggung resiko adalah para pemiliknya sendiri. Apabila harta
lenyap setelah terjadinya pecampuran yang tidak bisa dipisah-pisahkan lagi, maka
menjadirisiko bersama. Kerusakan yang terjadi setelah dibelanjakan, juga menjadi
risiko yang ditanggung bersama. Apabila masih ada sisa harta, kontrak dapat
berlangsung dengan kekayaan yang masih ada.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
12
Pembatalan akad jual beli Istishna diperbolehkan kecuali disebabkan oleh
hal-hal yang dibenarkan syara' seperti terdapat cacat pada objek akad atau tidak
memenuhi salah satu rukun atau syarat akad. Hal ini sesuai dengan fatwa DSN
MUI NO: 06/DSN-MUL/IV/2000. Serta pembatalan akad harus persetujuan
kedua belah pihak tanpa merugikan sepihak. Hal ini dipertegas pada Al-Quran
surat An-Nisa ayat 29.
3.2 Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
14