Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH FIQIH MUAMALAH

ISTISNA

Dosen Pengampu: ZURAIDAH,M.Ag

Disusun Oleh:

1.Khusnul Hotimah (12220220738)


2. M.Zaky Eka Yanza (12220212434)
3. Rizky Ardiansyah (12220213757)

PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SUSKA RIAU
Th.2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Istisna" dengan tepat waktu. Makalah
disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran Fiqih Muamalah. Selain itu, makalah ini
bertujuan menambah wawasan tentang makalah bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dosen selaku yang memberikan arahan. Ucapan
terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan
makalah ini.Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Pekanbaru,26 September 2023

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................. 1

1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Istisna...................................................................................................................... 3

2.2 Dasar Hukum Istisna ............................................................................................................. 4

2.3 Rukun dan syarat Istisna ....................................................................................................... 6

2.4 Pelaksaan Istisna dalam Perbankan ....................................................................................... 7

2.5 Penghentian Kontrak Istisna.................................................................................................. 9

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................... 12

3.2 Saran .................................................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jual beli atau bermua’malah dalam kehidupan sehari-hari tidak bisa kita
pungkiri, islam memberikan garis besar sebuah kebijaksanaan perekonomian yang
jelas. Bertransaksi dalam bisnis itu ialah hal yang sangat di perhatikandan
dimuliakan dalam islam. Sering nya terjadi perbedaan pendapat dalammenetapkan
pengertian praktek-praktek transaksi telah terjadi sejak masasahabat dan diduga
akan terus berlangsung hinga sekarang sesuaiperkembangan zaman.Ekonomi
islam dan hukum islam yang berlaku secara umum sesuai denganperkembangan
duinia yang bertujuan agar mewujudkan kemaslahatan danmenolak apa-apa yang
menolak nya. Perniagaan ialah salah satu aspekkehidupan yang bersifat horizontal
maksud nya ibadah karena memberikankemudahan kepada orang yang
membutuhkan.Nabi Muhammad SAW telah menyebarkan agama islam dengan
caraberdagang, sejak berumur 12 tahun beliau telah memulai pengalaman
berdagang yang di ajak oleh pamannya Abu Thalib, beliau juga seorangpedagang
yang professional yang menjunjung tinggi kejujuran.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari Istisna?
2. Apa landasan hukum Istisna?
3. Apa saja Rukun dan Syarat Istisna
4. Bagaimana Pelaksanaan Istisna dalam Perbankan?
5. Bagaimana Penghentian kontrak Istisna?

1
1.3 Tujuan Penulisan

1.Untuk mengetahui definisi Istisna

2.Untuk mengetahui landsan hukum Istisna

3.Untuk mengetahui apa saja syarat dan rukun Istisna

4.Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan istisna dalam Perbankan


5.Untuk mengetahui bagaimana penghentian kontrak Istisna

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Istisna

Istishna' secara etimologis adalah meminta membuat sesuatu.


Yaknimeminta kepada seorang pembuat untuk mengerjakan sesuatu. Sedangkan
secara terminologis istishna’ adalah transaksi terhadap barang dagangandalam
tanggungan yang yang disyaratkan untuk mengerjakannya. Objek transaksinya
adalah barang yang harus dikerjakan dan pekerjaan pembuatanbarang
tersebut.Adapun menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, istishna'adalah
jual beli barang atau jasa dalam bentuk pemesanan dengan kriteria dan
persyaratan tertentu yang disepakati antara pihak pemesan dan pihak
penjual.Istishna' (‫( اسحصُاع‬adalah bentuk ism mashdar dari kata dasar istashna'a-
yastashni'u (‫ اجصُغ‬- ‫(يسحصُغ‬. Artinya meminta orang lain untuk membuatkan
sesuatu untuknya. Dikatakan : istashna'a fulan baitan,meminta seseorang untuk
membuatkan rumah untuknya.1

Sedangkan menurut sebagian kalangan ulama dari mazhab sebuah


,Artinya .(‫ )ػقد ػهى يبيغ في انذية شزط فيّ انؼًم‬adalah' istishna ,Hanafiakad untuk
sesuatu yang tertanggung dengan syarat mengerjakaannya.Sehingga bila
seseorang berkata kepada orang lain yang punya keahlian dalam membuat
sesuatu, "buatkan untuk aku sesuatu dengan harga sekian dirham", dan orang itu
menerimanya, maka akad istishna' telah terjadi dalam pandangan mazhab ini.2

Senada dengan definisi di atas, kalangan ulama mazhab Hambali beli jual
adalah Maknanya(‫ )بيغ سهؼة نيسث ػُدِ ػهى وجّ غيز انسهى‬menyebutkan barang yang
tidak (belum) dimilikinya yang tidak termasuk akad salam.Dalam hal ini akad
istishna' mereka samakan dengan jual beli dengan.(‫ )بيغ بانصُؼة‬pembuatan Namun
kalangan Al-Malikiyah dan Asy-Syafi'iyah mengaitkan akad istishna' ini dengan
akad salam. Sehingga definisinya juga terkait,yaitu (‫)انصُاػات يٍ نهغيز انًسهى انشيء‬
yaitu suatu barang yang diserahkan kepada orang lain dengan cara

1
GitaDana Pranata,Manajemen Perbankan Syaria,(Jakarta:Salemba Empat,2013),112
2
Dimyyaudin Djuwaini,Pengantar Fiqih Muamalah ,(Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2008),115

3
membuatnya.Jadi secara sederhana, istishna' boleh disebut akad yang terjalin
antara pemesan sebagai pihak 1 dengan seorang produsen suatu barang atau yang
serupa sebagai pihak ke-2, agar pihak ke-2 membuatkan suatu barang sesuai yang
diinginkan oleh pihak 1 dengan harga yangdisepakati antara keduanya.3

2.2 Dasar Hukum Istisna

Dasar Hukum Jual Beli Istishna Akad istishna' adalah akad yang halal dan
didasarkan secara sayr'i di atas petunjuk Al-Quran, As-Sunnah dan Al-Ijma' di
kalangan muslimin.
1 Dasar hukum menurut al-Quran:

ّ ِ ‫ّٰللاُ ْانبَ ْي َغ َو َح َّز َو‬


‫انز ٰبوا‬ ‫َوا َ َح َّم ه‬

Artinya:

“Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. (Qs. al-


Baqarah: 275)4

Tafsir Ibnu Katsir dari surat al-Baqarah ayat 275 bahwa Orang-orang yang
memakan riba), artinya mengambilnya. Riba itu ialah tambahan dalam muamalah
dengan uang dan bahan makanan, baik mengenai banyaknya maupun mengenai
waktunya, (tidaklah bangkit) dari kubur-kubur mereka (seperti bangkitnya orang
yang kemasukan setan disebabkan penyakit gila) yang menyerang mereka; minal
massi berkaitan dengan yaquumuuna. (Demikian itu), maksudnya yang menimpa
mereka itu (adalah karena), maksudnya disebabkan mereka (mengatakan bahwa
jual-beli itu seperti riba) dalam soal diperbolehkannya. Berikut ini kebalikan
daripersamaan yang mereka katakan itu secara bertolak belakang, maka firman
Allah menolaknya, (padahal Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan
riba. Maka barang siapa yang datang kepadanya), maksudnya sampai kepadanya
(pelajaran) atau nasihat (dari Tuhannya, lalu ia menghentikannya), artinya tidak
memakan riba lagi (maka baginya apa yang telah berlalu), artinya sebelum
datangnya larangan dan doa tidak diminta untuk mengembalikannya (dan
3
Dimyyaudin Djuwaini,Pengantar Fiqih Muamalah,115
4
Al-Quran Al-Karim

4
urusannya) dalam memaafkannya terserah (kepada Allah. Dan orang-orang yang
mengulangi) memakannya dan tetap menyamakannya dengan jual beli tentang
halalnya, (maka mereka adalah penghuni neraka, kekal mereka di
dalamnya).5Berdasarkan ayat ini dan lainnya para ulama' menyatakan bahwa
hukum asal setiap perniagaan adalah halal, kecuali yang nyata-nyata diharamkan
dalam dalil yang kuat dan shahih.

2 Dasar hukum menurut as-Sunnah:

ٌَّ ‫ب ِإنَى ْان َؼ َج ِى فَ ِقي َم نَُّ ِإ‬َ ُ ‫ّٰللاِ صهى هللا ػهيّ و سهى َكاٌَ أَر َادَ أ َ ٌْ يَ ْكح‬ َّ ‫ى‬َّ ‫َػ ٍْ أََ ٍَس رضي هللا ػُّ أ َ ٌَّ ََ ِب‬
.ِِ‫اض ِّ فِى َي ِد‬ ِ ‫ظ ُز ِإنَى َب َي‬ ُ َْ َ‫ قَا َل َكأََِّى أ‬.ٍ‫ضة‬ ْ ‫ فَا‬.‫ْان َؼ َج َى الَ َي ْق َبم ُوٌَ ِإالَّ ِكح َابًا َػهَ ْي ِّ خَاجِ ٌى‬
َ ‫ص‬
َّ ِ‫طَُ َغ خَاج َ ًًا ِي ٍْ ف‬
(‫)رواِ يسهى‬

Artinya:

“Dari Anas RA bahwa Nabi SAW hendak menuliskan surat kepada raja non-
Arab, lalu dikabarkan kepada beliau bahwa raja-raja non-Arab tidak sudi
menerima surat yang tidak distempel. Maka beliau pun memesan agar ia
dibuatkan cincin stempel dari bahan perak. Anas menisahkan: Seakan-akan
sekarang ini aku dapat menyaksikan kemilau putih di tangan beliau" (HR.
Muslim)

Perbuatan nabi ini menjadi bukti nyata bahwa akad istishna' adalah akad yang
dibolehkan.5
3. Dasar hukum al-Ijma’

Sebagian ulama menyatakan bahwa pada dasarnya umat Islam secara de-
facto telah bersepakat merajut konsensus (ijma') bahwa akad istishna' adalah akad
yang dibenarkan dan telah dijalankan sejak dahulu kala tanpa ada seorang sahabat
atau ulama pun yang mengingkarinya. Dengan demikian, tidak ada alasan untuk
melarangnya.6

5
Ahmad Sarwat,Seri Fiqih Islam Kitab Muamalat,(Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada 2007),89
6
Ibid,89

5
1. Dasar hukum kaidah fiqhiyah

Para ulama di sepanjang masa dan di setiap mazhab fiqih yang ada di tengah
umat Islam telah menggariskan kaedah dalam segala hal selain ibadah:

ِ ْ ‫ت ْان ِح ُّم َو‬


‫اْل َبا َحةُ ِإالَّ ِبدَ ِن ْي ٍم‬ ِ َ‫ش ُز ْو ِط فِي ْان ًُ َؼا َيال‬ ْ َ ‫اْأل‬
ُّ ‫ص ُم فِي ان‬
Artinya :
“Hukum asal dalam segala hal adalah boleh, hingga ada dalil
yang menunjukkan akan keharamannya”7

2.3 Rukun dan syarat Istisna

Rukun dari akad Istishna' yang harus dipenuhi dalamtransaksi ada beberapa hal,
yaitu:8

1. Pelaku akad, mustasni" (pembeli) adalah pihak uyang membutuhkan dan


memesan barang, dan shani' (penjual) adalah pihak yang memproduksi barang
pesanan.

2. Objek akad, yaitu barang atau jasa (mashnu) dengan spesifikasinya dan harga
(tsaman), dan

3. Shighah, yaitu ijab dan qobul

Di samping segenap rukun harus terpenuhi, ba'i istishna' juga mengharuskan


tercukupinya segenap syarat pada masing-masing rukun. Di bawah ini akan di
uraikan di antara dua rukun terpenting.yaitu modal dan barang.

7
Ibid,89
8
Sanawiyah,Ariyandi,Fiqih Muamalah Menggagas Pemahaman Fiqih Kontemporer,(Yogyakarta:K-Media
2021),51

6
1. Modal transaksi ba i istishna'

a. Modal harus di ketahui

b. Penerimaan pembayaran salam

2. Al-muslam fiihi (barang)

a. Harus spesifik dan dapat diakui sebagai utang

b. Harus bisa di identifikasi secara jelas

c. Penyerahan barang harus di lakukan di kemudian hari

d. Kebanyakan ulama mensyaratkan penyerahan barang harus di tunda pada suatu


waktu kemudian, tetapi madzhab syafi'i

e. Boleh menentukan tanggal waktu di masa yang akan datang untuk penyerahan
barang

f. Tempat penyerahanpenggantian muslam fihi dengan barang lain.

2.4 Pelaksaan Istisna dalam Perbankan

Dalam praktik pada bank syariah, akad istishna’ diterapkan dalam


beberapa produk seperti perumahan, apartemen, serta gedung perkantoran. Bank
syariah adalah perantara yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah
dalam transaksi muamalah. Artinya bank syariah bukan merupakan sektor rill
melainkan sektor moneter. Oleh karena itu, bank syariah tidak dapat
mempraktekkan akad istishna secara mandiri dalam pembiayaan mereka tanpa
adanya akad istishna’ parallel, karena bank syariah menyediakan barang
melainkan hanya perantara.9

Ketentuan tentang pembiayaan istishna’ bank syariah dengan akad paralel


tertuang dalam fatwa DSN No. 22/DSN-MUI/III/2002 tentang Jual Beli Istishna’
Paralel. Dalam fatwa tersebut dijelaskan mengenai kebolehan akad istishna’

9
Risma Alif Kinanti,Ekonomi dan Bisnis,(Malang:UM 2021),11

7
dengan cara paralel dan larangan pemungutanMargin While Construction (MDC)
dari pembeli, sedangkan ketentuan teknisnya diatur dalamfatwa DSN No.
06/DSN-MUI/IV/2000 Jual Beli Istishna’ Fatwa itu sendiri dibagi menjadi 3
bagian yaitu ketentuan tentang pembayaran, ketentuan tentang barang dan
ketentuan lain.Perbedaan antara pembiayaan adalah bank syariah dan praktik
perbankan tradisional terletak pada hubungan langsung antara subkontraktor dan
bank syariah dan penghindaran margin keuntungan oleh pelanggan. Praktik ishna’
di bank syariah lebih banyak tersedia dalam transaksi utang dan kredit daripada
dalam aktivitas perdagangan.

Penerapan Akad Istishna’ pada bank syariah yaitu konsumen melakukan


pembayaran cicilan pembiayaan objek istishna atas pemesanan barang sejak
ditandatangani atau dengan cara pembayaran lain yang disepakati. Sementara itu,
penetapan harga atas objek istishna’ wajib ditetapkan berdasarkan kesepakatan
antara perusahaan pembiayaan dan konsumen sebagai pembeli atau pemesan di
awal perjanjian dan tidak boleh berubah-ubah selama masih istishna’. Sedangkan
pemberian dana diserahkan kepada nasabah.Lebih detailnya, nasabah mengajukan
pembiayaan Bai’ Al-istishna’ kepada bank sehingga terjadilah akad perjanjian
pembiayaan Bai’ Al-istishna’ antara nasabah dengan pihak bank. Kemudian pihak
bank mencairkan dana kepada kontraktor untuk mempersiapkan kebutuhan
nasabah. Sementara tiap bulan pihak pemasok/kontraktor harus menyerahkan
dokumen prosentase/progress penyelesaian barang kepada bank. Setelah pihak
pemasok/kontraktor menyelesaikan barang pesanan, maka pihak
pemasok/kontraktor meyerahkannya langsung kepada nasabah.
Bank bukanlah pemilik material yang digunakan oleh developer (produsen
dan subkontraktor) untuk memproduksi aset pada kasus istishna paralel, sehingga
bank tidak memiliki hak klaim atas aset jika terjadi kasus wanprestasi. Cara
mitigasi risikonya yaitu bank perlu mengikat produsen atau subkontaktor untuk
memaksanya memenuhi kontrak.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Ahmad Baehaqi, SEI
dengan judul “KENDALA DAN TANTANGAN PENERAPAN PSAK 104

8
AKUNTANSI Istishna’ PADA BANK SYARIAH” menyatakan bahwa
penerapan istishna’ pada bank syariah mengalami beberapa kendala diantarnya
yaitu Penerapan PSAK Syariah 104 tentang akuntansi istishna di bank syariah
masih terbatas.Keterbatasan penerapan PSAK 104 terkait dengan pengakuan laba.
Hal ini merupakan celah dalam kenyataan bahwa PSAK Syariah yang relevan
dengan sektor riil perbankan syariah adalah lembaga intermediasi keuangan.
Kedua jenis pola pengakuan pendapatan atau laba dalam PSAK 104 ini rumit dan
membebani back office serta membutuhkan investasi tinggi di bidang TI dan
sumber daya manusia.Solusi yang ditawarkan penulis adalah dengan melibatkan
Dewan Syariah dalam penyusunan PSAK Syariah dan juga mempertimbangkan
bisnis yang berlaku di Indonesia.

2.5 Penghentian Kontrak Istisna

Kontrak istishna biasa berakhir berdasarkan kondisi-kondisi sebagai berikut :


1. Dipenuhinya kewajiban secara normal oleh kedua belah pihak.
2. Persetujuan bersama kedua belah pihak untuk menghentikan kontrak.
3. Pembatalan hokum kontrak, jika muncul sebab yang masuk akal untuk.
mencegah dilaksanakan kontrak atau penyelesaiannya, dan masing-masing
pihak bisa menuntut pembatalannya.
Islam dalam transaksi jual beli, kadang-kadang terjadi penyesalan
yang dialami oleh salah satupihak yang bertransaksi atas transaksi yang
telah sah dan ingin membatalkannya. Untuk mengakomodir kejadian-
kejadian seperti ini, perlu adanya aturan tentang pemutusan transaksi(fasakh
akad). Tentu saja dalam pemutusan akad ini kadang-kadang menimbulkan
kerugian disalah satu pihak, untuk menjamin tergantinya kerugian itu dan agar
pihak yang berakad tidak seenaknya sendiri membatalkan akad, maka
diperlukan semacam jaminan berupa uang muka(urbun). Dalam pembahasan
kali ini, akan membahas pemutusan akad (kontrak) dan urbun.a. Pembatalan
transaksiYang dimaksud dengan pembatalan transaksi adalah tindakan
mengakhiri transaksiyang telah disepakati sebelum dilaksanakan atau sebelum

9
selesai pelaksanaanya. Dari definisi ini bisa diketahui bahwa maka pembatalan
akad berbeda dengan berakhirnyaakad, dimana yang terakhir ini berarti telah
selesainya pelaksanaan akad karena parapihak telah memenuhi segala perikatan
yang timbul dari akad tersebut sehingga akadtelah mewujudkan tujuan yang
hendak dicapai oleh para pihak.Pembatalan transaksi dalam literature fiqih
sering disebut dengan istilah fasakh.Hanya saja penggunaan kata fasakh
masih beragam dalam literature fiqih, karena katafasakh kadang-kadang
digunakan untuk menyebut berbagai bentuk pemutusan akad, dankadang-kadang
dibatasi untuk menyebut beberapa bentuk pemutusan akad saja.. Pembatalan akad
melalui kesepakatan bersama (iqalah)Suatu akad yang telah memenuhi rukun-
rukun dan syarat-syaratnya akan mengikatkedua belah pihak yang berakad.
Oleh karena itu dengan mengikatnya akad tersebut,maka tidak seorangpun
dari kedua belah pihak yang berakad bisa memutuskan akadsecara sepihak
kecuali ada hal-hal yang membenarkannya. Diantaranya adalah
melaluikesepakatan antara kedua belah pihak untuk membatalkan atau
memutuskan akad.

Atau dapat dikatakan pembatalan akad jual beli diperbolehkan kecuali


disebabkan oleh hal-hal yang dibenarkan syara' seperti terdapat cacat pada objek
akad atau tidak memenuhi salah satu rukun atau syarat akad. Hal ini sudah
tercantum pada fatwa DSN MUI NO: 06/DSN-MUVIV/2000. Dalam Islam,
berakhirnya kontrak yang dibenarkan jika:10

1. Salah satu pihak kehilangan kecakapan untuk bertasharruf (keahlian mengelola


harta), baikkarena gila maupun karena alasan lainnya.karena gila ataupun alas an
lainya

2. Salah satu pihak meninggal dunia, tetapi apabila anggota yang terlibat dalam
kontrak tersebut lebih dari dua orang yang batal hanyalah yang meninggal dunia
saja. Kontrak tetap berjalan sebagaimana kesepakatan yang telah dilakukan bagi
anggota-anggota yang masih hidup. Apabila ahli waris anggota yang meninggal

10
Ahmad Azhar Basyari,Riba,Utang Piutang dan Gadai(Bandung:Al-Maarif,1983),65

10
dunia menghendaki turut serta dalam kontrak tersebut, maka dilakukan perjanjian
baru bagi ahli waris yang bersangkutan.

3. Salah satu pihak berada di bawah pengampuan, baik karena dikhawatirkan


terjadinya sikap boros pada waktu pelaksanaan kontrak tengah berjalan maupun
sebab lainnya.

4. Salah satu pihak jatuh bangkrut yang berakibat tidak berkuasa lagi atas harta
yang menjadi saham dalm kontrak Pendapat ini dikemukakan oleh mazhab
Maliki, Syafi'i dan Hambali. Hanafi berpendapat bahwa keadaan bangkrut itu
tidak membatalkan perjanjian yang dilakukan oleh yang bersangkutan.

Modal para anggota yang terlibat dalam kontrak lenyap atau hilang
sebelum dibelanjakan atas nama kontrak yang disepakati Bila modal tersebut
lenyap sebelum terjadi pencampuran harta hingga tidak dapat dipisah-pisahkan
lagi yang menanggung resiko adalah para pemiliknya sendiri. Apabila harta
lenyap setelah terjadinya pecampuran yang tidak bisa dipisah-pisahkan lagi, maka
menjadirisiko bersama. Kerusakan yang terjadi setelah dibelanjakan, juga menjadi
risiko yang ditanggung bersama. Apabila masih ada sisa harta, kontrak dapat
berlangsung dengan kekayaan yang masih ada.

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Secara terminologis istishna’ adalah transaksi terhadap barang


dagangandalam tanggungan yang yang disyaratkan untuk mengerjakannya. Objek
transaksinya adalah barang yang harus dikerjakan dan pekerjaan
pembuatanbarang tersebut.Adapun menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah,
istishna'adalah jual beli barang atau jasa dalam bentuk pemesanan dengan kriteria
dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pihak pemesan dan pihak penjual.
Dasar Hukum Jual Beli Istishna Akad istishna' adalah akad yang halal dan
didasarkan secara sayr'i di atas petunjuk Al-Quran, As-Sunnah dan Al-Ijma' di
kalangan muslimin. Rukun dari akad Istishna' yang harus dipenuhi dalamtransaksi
ada beberapa hal, yaitu . Pelaku akad, mustasni,Objek akad, Shighah, yaitu ijab
dan qobul dan rukun istisna Modal transaksi ba i istishna', Al-muslam fiihi
(barang).

Dalam praktik pada bank syariah, akad istishna’ diterapkan dalam


beberapa produk seperti perumahan, apartemen, serta gedung perkantoran. Bank
syariah adalah perantara yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah
dalam transaksi muamalah. Artinya bank syariah bukan merupakan sektor rill
melainkan sektor moneter. Oleh karena itu, bank syariah tidak dapat
mempraktekkan akad istishna secara mandiri dalam pembiayaan mereka tanpa
adanya akad istishna’ parallel, karena bank syariah menyediakan barang
melainkan hanya perantara.

Kontrak istishna biasa berakhir berdasarkan kondisi-kondisi sebagai


berikut :Dipenuhinya kewajiban secara normal oleh kedua belah pihak,
Persetujuan bersama kedua belah pihak untuk menghentikan kontrak, Pembatalan
hukum kontrak, jika muncul sebab yang masuk akal untuk mencegah
dilaksanakan kontrak atau penyelesaiannya, dan masing-masing pihak bisa
menuntut pembatalannya.

12
Pembatalan akad jual beli Istishna diperbolehkan kecuali disebabkan oleh
hal-hal yang dibenarkan syara' seperti terdapat cacat pada objek akad atau tidak
memenuhi salah satu rukun atau syarat akad. Hal ini sesuai dengan fatwa DSN
MUI NO: 06/DSN-MUL/IV/2000. Serta pembatalan akad harus persetujuan
kedua belah pihak tanpa merugikan sepihak. Hal ini dipertegas pada Al-Quran
surat An-Nisa ayat 29.

3.2 Saran

Setelah diuraikannya makalah ini dengan pembahasan mengenai


wakalah,diharapkan dapat menambah pengetahuan pembaca sehingga dapat
mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam melakukan
kegiatan bermuamalah aga kegiatan tersebut dapat sejalan dengan prinsip prinsip
syariah dan memperoleh ridho dari Allah SWT.

13
DAFTAR PUSTAKA

Pranata Dana Gita,Manajemen Perbankan Syariah:Jakarta:Salemba Empat.2013

Djuwaini Dimyyaudin,Pengantar Fiqih Muamalah:Yogyakarta:Pustaka Pelajar.2008

Sarwat Ahmad,Seri Fiqih Islam Kitab Muamalat,:Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada 2007

Ariyandi Sanawiyah,Fiqih Muamalah Menggagas Pemahaman Fiqih


Kontemporer:Yogyakarta:K-Media 2021

Sanawiyah,Ariyandi,Fiqih Muamalah mengagags pemahaman fiqih


kontemporer.Yogyakarta :K-media .2021

Kinanti Alif Risma,Ekonomi dan Bisnis:Malang:UM 2021

14

Anda mungkin juga menyukai