Anda di halaman 1dari 18

ISTISHNA DAN IJARAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Pada Mata Kuliah:


Ekonomi Internasional

Disusun Oleh:
Kelompok 5
1. Nur Aini Nasution Nim: 20080035
2. Sulaiman Lubis Nim: 20080051

Dosen Pengampu:
Jureid M.E.I

PRODI EKONOMI SYARIAH


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
MANDAILING NATAL
(STAIN MADINA)
T. A 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kesehatan kepada kita. Sholawat serta salam semoga senantiasa
tercurah kepada Baginda Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga, para
sahabat dan umatnya,Amin.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok yang judul :
“Istishna dan Ijarah”. Namun demikian penulis menyadari makalah ini
belumlah dikatakan sempurna karena minimnya pengetahuan penulis dan
terbatasnya waktu oleh karena itu saya harapkan kritik dan saran untuk
kekurangan-kekurangan di dalam makalah ini. Cukup sekian yang dapat penulis
ungkapkan dalam kata pengantar ini, semoga bermanfaat, terima kasih.

Billahittaufiq Wal Hidayah

Panyabungan, Oktober 2022

Penulis,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1


A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................. 1
C. Tujuan Masalah .................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 2


A. Istishna dan Istishna Paralel .................................................................. 2
B. Ijarah dan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik ................................................ 6
C. Ilustrasi Implementasi Ijarah ................................................................ 12

BAB III PENUTUP ...................................................................................... 14


A. Kesimpulan ........................................................................................... 14
B. Saran .................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain
baik untuk bersosialisasi ataupun untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti
kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Sebagai makhluk ciptaan Allah SWT,
manusia tidak hanya diperintahkan untuk beribadah, akan tetapi juga untuk
bermuamalah agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut. Untuk itu
lahirlah fiqh muamalah yang merupakan aturan atau tata cara yang bisa dijadikan
pedoman bagi manusia untuk berhubungan dengan manusia lainnya dalam sebuah
masyarakat. Segala tindakan manusia yang bukan merupakan ibadah masuk
kedalam kategori ini termasuk kegiatan perekonomian masyarakat.
Seperti halnya mengenai istishna dan ijarah yang terjadi dalam kehidupan
sehari-hari yang tidak terlepas dalam kehidupan perekonomian dan yang akan
dibahas dalam makalah ini tentang mengenai istishna dan ijarah.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Istishna dan Istishna Paralel?
2. Bagaimanakah Ijarah dan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik?
3. Bagaimanakah Ilustrasi Implementasi Ijarah?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui Istishna dan Istishna Paralel.
2. Untuk mengetahui Ijarah dan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik.
3. Untuk mengetahui Ilustrasi Implementasi Ijarah.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Istishna dan Istishna Paralel
1. Pengertian dan Rukun Istishna
Istishna' secara etimologis adalah meminta membuat sesuatu. Yakni
meminta kepada seorang pembuat untuk mengerjakan sesuatu. Sedangkan
secara terminologis istishna’ adalah transaksi terhadap barang dagangan dalam
tanggungan yang yang disyaratkan untuk mengerjakannya. Objek transaksinya
adalah barang yang harus dikerjakan dan pekerjaan pembuatan barang tersebut.
Adapun menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, istishna' adalah jual beli
barang atau jasa dalam bentuk pemesanan dengan kriteria dan persyaratan
tertentu yang disepakati antara pihak pemesan dan pihak penjual.
Sedangkan menurut sebagian kalangan ulama dari mazhab sebuah,
Artinya). ‫ )العمل فيه شرط الذمة في مبيع على عقد‬adalah' istishna, Hanafi akad untuk
sesuatu yang tertanggung dengan syarat mengerjakaannya. Sehingga bila
seseorang berkata kepada orang lain yang punya keahlian dalam membuat
sesuatu, "buatkan untuk aku sesuatu dengan harga sekian dirham", dan orang
itu menerimanya, maka akad istishna' telah terjadi dalam pandangan mazhab
ini. 1
Dan adapun rukun istishna menurut Hanafiyah adalah ijab dan qabul.
Akan tetapi menurut jumhur ulama, rukun istishna ada empat, yaitu sebagai
berikut:
a. Aqid yaitu shani‟ (orang yang membuat atau produsen) atau penjual.
b. Mustashni‟ (orang yang memesan atau konsumen), atau pembeli.
c. Ma‟qud‟alaih, yaitu „amal (pekerjaan), barang yang dipesan, dan harga atau
alat pembayaran.
d. Shighat atau ijab dan qabul

1
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm.
17.

2
2. Kedudukan Bank Syariah dalam Istishna
Transaksi istishna’ pada saat ini telah dipraktikkan oleh lembaga
keuangan syariah, seperti perbankan syariah. Kontrak yang melibatkan sub-
kontrak (bank) dewasa ini dikenal sebagai istishna’ pararel. Istishna’ pararel
dapat di lakukan dengan syarat; akad kedua antara bank dan sub-kontraktor
terpisah dari akad pertama antara bank dan pembeli akhir dan; akad kedua di
lakukan setelah akad pertama sah. Dalam sebuah kontrak istishna’, bisa saja
pembeli mengizinkan pembuat menggunakan sub-kontrakator untuk
melaksanakan kontrak tersebut.
Dengan demikian, pembuat dapat membuat kontrak istishna’ kedua untuk
memenuhi kewajibannya kepada kontrak pertama. Dalam aplikasinya bank
syariah melakukan istishna’ paralel, yaitu bank (sebagai penerima
pesanan/shani’) menerima pesanan barang dari nasabah
(pemesan/mushtashni’), kemudian bank memesankan permintaan barang
nasabah kepada produsen penjual dengan pembayaran dimuka, cicil atau
dibelakang dengan jangka waktu penyerahan yang disepakati bersama. Bank
syariah dapat menggunakan istishna’ sebagai seorang pembeli dari suatu
perusaaan atau institusi pabrik atau kepada ahli pengrajin dari pabrik untuk
memesan barang-barang hanya dengan konsep atau gambaran spesifik dari
barang tersebut. Maka, perusahaan dapat menjual kepada mereka setelah
adanya pemesanan dengan pembayaran tunai, ciclan atau ditunda melalui akad
murabahah atau ba’y bi al thaman al-ajil.
Dengan demikian bank syariah akan terlibat dalam investasi langsung,
akan tetapi metode ini terkait dengan batas tertentu untuk posisi bank syariah
dimana dalam prakteknya beberapa bank syariah tidak diperbolehkan untuk
terlibat langsung dalam perdagangan. Disamping itu, metode ini mungkin akan
terhambat oleh kurangnya keahlian yang dibutuhkan dari orang yang ahli
dibidangnya, kemudian masalah selanjutnya adalah masih kurangnya sistem
yang dipakai oleh bank syariah itu sendiri. Bank syariah diperbolehkan untuk
melakukan kontrak istishna’ dalam kapasitas dari penjual kepada nasabah yang
menuntut pembelian barang-barang tertentu. Maka, kontrak tersebut

3
menggambarkan istishna’ paralel dalam kapasitas pembeli dengan pihak lain
untuk membuat barang-barang yang disepakati dalam kontrak pertama.

3. Ketentuan Istishna
Adapun ketentuan-ketentuan terjadinya akad istishna adalah sebagai
berikut.
a. Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati oleh pembeli dan penjual
pada awal akad. Harga barang tidak dapat berubah selama jangka waktu
akad, kecuali telah disepakati oleh kedua belah pihak.
b. Spesifikasi arang pesanan harus jelas dan sesuai dengan karakteristik yang
telah disepakati antara pembeli dan penjual, seperti jenis, macam ukuran,
mutu, dan jumlahnya.
c. Jika nasabah dalam akad istiahna tidak mewajibkan bank untuk membuat
sendiri barang pesanan, maka untuk memenuhi kewajiban pada akad
pertama, bank dapat mengadakan akad istishna paralel.
d. Istishna tidak dapat dibatalkan, kecuali kedua belah pihak setuju untuk
menghentikannya atau akad batal demi hukum, di mana terjadi kondisi
hukum yang dapat menghalangi pelaksanaan akad.
e. Metode pengakuan pendapatan istishna dapat dilakukan dengan metode
presentase penyelesaian dan metode akad selesai.
f. Jika estimasi penyelesaian akad dan biaya untuk penyelesaiannya tidak
dapat ditentukan secara rasional pada akhir periode Laporan Keuangan,
maka digunakan metode akad selesai.
g. Pada pembiayaan istishna, bank melakukan pesanan barang kepada supplier
atas pesanan dari nasabah.
h. Nasabah dapat membayar uang muka barang pesanan kepada bank sebelum
barang diserahkan kepada nasabah dan bank juga dapat membayar uang
muka barang pesanan kepada supplier.
i. Bank dapat menagih kepada nasabah atas barang pesanan yang telah
diserahkan dan supplier dapat menagih kepada bank atas barang pesanan
yang telah diserahkan.

4
j. Selama barang pesanan masih dibuat, bank akan menggunakan rekening
Aset Istishna Dalam Penyelesaian ketika melakukan pembayaran kepada
supplier dan menggunakan rekening Termin Istishna ketika melakukan
penagihan kepada nasabah.
k. Pengakuan pendapatan untuk transaksi istishna menggunakan metode
sebagaimana pengakuan pendapatan pada transaksi murabahah.
l. Dalam hal nasabah mengalami tunggakan pembayaran angsuran, bank wajib
membentuk Penyisihan Penghapusan Aset untuk piutang istishna sesuai
dengan ketentuan yang berlaku mengenai kualitas aset

4. Ilustrasi Implementasi Istishna


Implementasi Jual Beli Istishna dalam Lembaga Keuangan Syariah
(LKS)
Jual beli istishna dalam praktik LKS adalah istishna pararel. Istishna
pararel merupakan transaksi pembelian atas barang tertentu oleh nasabah
kepada LKS. Pembelian tidak secara langsung dengan melakukan penyerahan
barang, akan tetapi nasabah hanya memberikan spesifikasi barang, kemudian
LKS memesan barang yang diminta nasabah kepada pihak ketiga atau
produsen. Biasanya LKS melakukan pembayaran atas barang tersebut secara
tunai. Barang tersebut kemudian di jual kepada konsumen atau nasabah, bias
secara tunai atau secara angsuran. 2
Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat dalam gambar berikut:

2
Imam Mustofa, Fiqh Mu’amalah Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), hlm. 91.

5
Keterangan:
1. Nasabah memesan barang kepada bank selaku penjual melalui negosiasi dan
akad istishna’. Dalam pemesanan barang telah di jelaskan spesifikasinya,
LKS akan menyediakan barang sesuaidengan pemesanan nasabah.
2. Setelah menerima pesanan nasabah, maka LKS segera memesan barang
kepada pembuat/produsen. Produsen membuat barang sesuai pesanan bank
syariah.
3. Bank menjual barang kepada pembeli/pemesan dengan harga sesuai dengan
kesepakatan.
4. Setelah barang selesai dibuat, maka diserahkan oleh produsen kepada
nasabah atas perintah LKS.3

B. Ijarah dan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik


1. Pengertian dan Rukun Ijarah
Menurut bahasa kata ijarah berasal dari kata “alajru”yang berarti “al-
iwadu” (ganti) dan oleh sebab itu “ath-thawab”atau (pahala) dinamakan ajru
(upah).4 Sedangkan Secara terminology, ada beberapa definisi al-ijarah yang
dikemukakan para ulama fiqh. Menurut ulama Syafi‟iyah, ijarah adalah akad
atas suatu kemanfaatan dengan pengganti. Menurut Hanafiyah bahwa ijarah
adalah akad untuk membolehkan pemilikan manfaat yang di ketahui dan di
sengaja dari suatu zat yang disewa dengan imbalan. Sedangkan ulama
Malikiyah dan Hanabilah, ijarah adalah menjadikan milik suatu kemanfaatan
yang mubah dalam waktu tertentu dengan pengganti.5
Dan rukun Ijarah Menurut Hanafiyah, rukan dan syarat ijarah hanya ada
satu, yaitu ijab dan qabul, yaitu pernyataan dari orang yang menyewa dan
meyewakan. Sedangkan menurut jumhur ulama, Rukun-rukun dan syarat ijarah
ada empat, yaitu Aqid (orang yang berakad), sighat, upah, dan manfaat.
Ada beberapa rukun ijarah di atas akan di uraikan sebagai berikut:
a. Aqid (Orang yang berakad)

3
Ibid, hlm. 99.
4
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 13, (Jakarta: Pena Pundi Aksara,, 2006), hlm. 203.
5
Rahmat Syafei, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hlm. 12.

6
Orang yang melakukan akad ijarah ada dua orang yaitu mu’jir dan mustajir.
b. Sighat Akad
Yaitu suatu ungkapan para pihak yang melakukan akad berupa ijab dan
qabul adalah permulaan penjelasan yang keluar dari salah seorang yang
berakad sebagai gambaran kehendaknya dalam mengadakan akad ijarah. 6
d. Ujroh (upah)
Ujroh yaitu sesuatu yang diberikan kepada musta’jir atas jasa yang telah
diberikan atau diambil manfaatnya oleh mu’jir.
e. Manfaat
Di antara cara untuk mengetahui ma’qud alaih (barang) adalah dengan
menjelaskan manfaatnya, pembatasan waktu, atau menjelaskan jenis
pekerjaan jika ijarah atas pekerjaan atau jasa seseorang.7

2. Kedudukan Bank Syariah dalam Ijarah


Akad-akad yang dipergunakan oleh lembaga keuangan syariah, terutama
perbankan syari‟ah di Indonesia dalam operasinya merupakan akad-akad yang
tidak menimbulkan kontroversi yang disepakati oleh sebagian besar ulama dan
sudah sesuai dengan ketentuan syari‟ah untuk diterapkan dalam produk dan
instrumen keuangan syari‟ah. Akad-akad tersebut meliputi akad-akad untuk
pendanaan, pembiayaan, jasa produk, jasa operasional, dan jasa investasi.
Menurut surat edaran No. 10/14/DPBS yang dikeluarkan Bank Indonesia
tertanggal 17 Maret 2008, dalam memberikan pembiayaan ijarah Bank
Syari‟ah atau Unit Usaha Syariah (UUS) harus memenuhi langkah berikut ini :
e. Bank bertindak sebagai pemilik dan/atau pihak yang mempunyai hak
penguasaan atas objek sewa baik berupa barang atau jasa, yang
menyewakan objek sewa dimaksud kepada nasabah sesuai kesepakatan.
f. Barang dalam transaksi ijarah adalah barang bergerak atau tidak bergerak
yang dapat diambil manfaat sewanya

6
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta,: Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 116.
7
Rachmat Syafe‟I, Op.cit., hlm. 126.

7
g. Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik produk
pembiayaan atas dasar ijarah, serta hak dan kewajiban nasabah sebagaimana
diatur dalam ketentuan Bank Indonesiapribadi nasabah
h. Bank wajib melakukan analisis atas rencana pembiayaan atas dasar ijarah
kepada nasabah.
i. Objek sewa harus dapat dinilai dan diidentifikasi secara spesifik dan
dinyatakan dengan jelas termasuk besarnya nilai sewa dan jangka waktunya,
j. Bank sebagai pihak yang menyediakan objek sewa, wajib menjamin
pemenuhan kualitas maupun kuantitas objek sewa serta ketepatan waktu
penyediaan objek sewa sesuai kesepakatan
k. Bank wajib menyediakan dan untuk merealisasikan penyediaan objek sewa
yang dipesan nasabah
l. Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk perjanjian
tertulis berupa akad pembiayaan atas dasar ijarah
m. Pembayaran sewa dapat dilakukan baik dengan angsuran maupun sekaligus
n. Pembayaran sewa tidak dapat dilakukan dalam bentuk piutang maupun
dalam bentuk pembebasan utang
o. Bank dapat meminta nasabah untuk menjaga keutuhan objek sewa, dan
menanggung biaya pemeliharaan objek sewa sesuai dengan kesepakatan.

3. Ketentuan Ijarah
Adapun ketentuan Objek Ijarah Ketentuan objek ijarah adalah sebagai
berikut:

a. Objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa.


b. Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak.
c. Pemenuhan manfaat harus yang bersifat dibolehkan.
d. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah.
e. Manfaat harus dikenal secara spesifik sedemikian rupa untuk
menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa.
f. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka
waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.

8
g. Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS
sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam
jual beli dapat pula dijadikan sewa dalam ijarah.
h. Pembayaran sewa boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama
dengan objek kontrak.
i. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa dapat diwujudkan dalam
ukuran waktu, tempat, dan jarak.

4. Unsur-Unsur dalam Ijarah


Adapun unsur dalam transaksi Ijarah ialah sebagai berikut:
a. Al-„aqidayn (kedua orang yang bertransaksi)
b. Shigat al-„akad (ijab dan qobul)
c. Al-ujrah (upah atau imbalan)
d. Al-manafi‟ (manfaat sewa)
Transaksi Ijarah dianggap sah apabila memenuhi rukun diatas, di samping
rukun juga harus memenuhi syarat-syaratnya. Adapun syarat-syarat yang
dimaksud ialah:
a. Sighat akad ijarah harus berupa pernyataan kehendak kedua belah pihak
yang mengadakan akad, baik secara formal maupun sebaliknya.
b. Kedua belah pihak yang mengadakan akad harus dapat bertindak secara
hukum, dalam hal ini yang berwenang dengan hak menggunakan uang
mempunyai wewenang untuk mengadakan akad, dan harus ada keinginan
masing-masing pihak.
c. Subjek sewa dapat digunakan untuk tujuan yang dimaksudkan.
d. Subjek sewa dapat disajikan.
e. Sewa adalah apa yang dijanjikan dan dibayar oleh penyewa sebagai
konpensasi atau pembayaran atas manfaat yang dinikmatinya.

5. Ijarah Muntahiya Bit Tamlik


Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT) Di atas telah disebutkan bahwa
produk pembiayaan perbankan syariah berdasarkan akad sewa-menyewa terdiri
dari sewa murni dan sewa yang diakhiri dengan pemindahan hak kepemilikan

9
atau dikenal dengan ijarah muntahiya bit tamlik. 8 Ijarah muntahia bit tamlik
(IMBT) pada dasarnya merupakan perpaduan antara sewa menyewa dengan
jual beli. Semakin jelas dan kuat komitmen untuk membeli barang di awal
akad, maka hakikat IMBT pada dasarnya lebih bernuansa jual beli.
Secara teknis, implementasi IMBT juga diatur dalam Surat Edaran Bank
Indonesia (SEBI) No. 10/14/DPBS pada tanggal 17 Maret 2008 yaitu:
a. Bank sebagai pemilik objek sewa juga bertindak sebagai pemberi janji
(wa`ad) untuk memberikan opsi pengalihan kepemilikan dan/atau hak
penguasaan objek sewa kepada nasabah penyewa sesuai kesepakatan,
b. Bank hanya dapat memberikan janji (wa`ad) untuk mengalihkan
kepemilikan dan/atau hak penguasaan objek sewa setelah objek sewa secara
prinsip dimiliki oleh bank,
c. Bank dan nasabah harus menuangkan kesepakatan adanya opsi pengalihan
kepemilikan dan/atau hak penguasaan objek sewa dalam bentuk tertulis,
d. Pelaksanaan pengalihan kepemilikan dan/atau hak penguasaan objek sewa
dapat dilakukan setelah masa sewa disepakati selesai oleh Bank dan nasabah
penyewa, dan
e. Dalam hal nasabah penyewa mengambil opsi pengalihan kepemilikan
dan/atau hak penguasaan objek sewa, maka bank wajib mengalihkan
kepemilikan dan/atau hak penguasaan objek sewa kepada nasabah yang
dilakukan pada saat tertentu dalam periode atau pada akhir periode.

6. Multijasa dengan Akad Ijarah


Menurut fatwa Dewan Syariah Nasional N0.44/DSNMUI/VII/2004,
tentang pembiayaan multijasa, bahwa salah satu bentuk pelayanan jasa
keuangan yang menjadi kebutuhan masyarakat adalah pembiayaan multijasa,
yaitu pembiayaan yang diberikan LKS kepada nasabah dalam memperoleh
manfaat atas suatu jasa, 9 dalam pembiayaan multijasa lembaga keuangan
syariah dapat memperoleh imbalan jasa (ujrah) atau fee.

8
Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perjanjian Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2010), hlm. 79.
9
Fatwa Dewan Syariah Nasional, Tentang Pembiayaan Multijasa, Az-Zarqa’ Vol.1, Juni 2014.

10
Praktik yang terjadi dilapangan adalah anggota yang mengajukan
pembiayaan pendidikan, langkah yang ditempuh adalah pertama anggota
datang ke LKS kemudian mengajukan pembiayaan dengan sejumlah dana
untuk keperluannya tersebut lalu anggota diwajibkan mengisi formulir
pengajuan pembiayaan dengan melengkapi persyaratan-persyaratan yang telah
ditentukan, setelah anggota memenuhi persyaratan-persyaratan pembiayaan
jika disetujui oleh LKS, maka dalam jangka maksimal satu minggu barulah
LKS memanggil anggota untuk melaksanakan akad dan mencairkan dana
pembiayaan yang kemudian dana tersebut diserahkan melalui dua cara, yang
pertama pihak LKS menyertai anggota untuk melaksanakan pembayaran hal ini
belum bisa LKS lakukan karena berbenturan dengan waktu dan SDM yang
begitu terbatas, maka pembayaran dilakukan dengan cara anggota langsung
membayarkan dana yang diberikan oleh LKS kepada pihak sekolah.
a. Tinjauan hukum Islam terhadap akad ijarah dalam pembiayaan multijasa di
Lembaga Keuangan Syariah
Dalam perjanjian atau akad ijarah untuk pembiayaan multijasa di LKS,
para pihak pembuat akadnya yaitu LKS selaku pemberi sewa (mu’ajjir),
anggota selaku penyewa (musta’jir), dan fee (ujrah) atau biaya tambahan
sebagai upah yang diperoleh LKS, sigat al-aqd dibuat secara tertulis dalam
bentuk sebuah draft kontrak, yang didalamnya memuat Pasal-pasal yang
menerangkan segala hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh LKS
maupun oleh anggota yang pada akhirnya ditandatangani oleh para pihak
yaitu LKS dengan anggota beserta saksi yang dilangsungkan di dalam satu
majelis yakni di kantor LKS. Namun dari segi kesesuaian jenis akad dengan
pelaksanaan di lapangan terdapat ketidaksesuaian.

7. Jual dan Ijarah


Menurut Ahmad Azhar Basyir dalam bukunya wakaf, al-ijarah syirkah
mengemukakan, ijarah secara bahasa berarti balasan atau timbangan yang
diberikan sebagai upah atas pekerjaan. Secara istilah ijarah berarti suatu
perjanjian tentang pemakaian atau pemungutan hasil suatu benda, binatang atau
tenaga manusia. Misalnya menyewa rumah untuk tinggal, menyewa kerbau

11
untuk membajak sawah, menyewa manusia untuk mengerjakan suatu pekerjaan
dan sebagainya.10
Menurut Helmi Karim, ijarah secara bahasa berarti upah atau ganti atau
imbalan, karena itu lafadz ijarah mempunyai pengertian umum yang meliputi
upah atas kemanfaatan suatu benda atau imbalan suatu kegiatan atau upah
karena melakukan aktifitas.10 Dalam arti luas, ijarah bermakna suatu akad
yang berisi penukaran manfaat sesuatu dengan jalan memberikan imbalan
dalam jumlah tertentu, hal ini sama artinya dengan menjual manfaat suatu
benda, bukan menjual „ain dari suatu benda itu sendiri.

C. Ilustrasi Implementasi Ijarah

Keterangan:
1. Nasabah mengajukan pembiayaan ijarah kebank syariah
2. Bank kemudian memberi/menyewa barang yang diinginkan nasabah
3. Setelah dicapai kesepakatan maka akad ijarah ditandatangani dan nasabah
wajib membrikan jaminan yang dimiliki
4. Bank menyerahkan objek ijarah kepada nasabah sesuai akad yang telah
disepakati
5. Bila bank membeli objek tersebut setelah periode ijarah berakhir, objek
tersebut disimpan oleh bank sebagai aset yang dapat disewakan kembali
6. Bila bank menyewa objek ijarah tersebut setelah periode ijarah berakhir,
objek ijarah tersebut dikembalikan oleh bank kepadapenjual/pemilik.

10
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam Tentang Wakaf, Ijarah Syirkah, Al-ma’rif, (Bandung,
1995), hlm. 24.

12
Dan adapun jenis barang yang dapat disewakan adalah sebagai berikut:
a. Barang modal: aset tetap, seperti, bangunan, gedung, ruko, dan lain-lain
b. Barang produksi: mesin, alat berat dan lain-lain
c. Barang kendaraan transportasi: darat, laut dan udara
d. Jasa untuk membayar ongkos: uang sekolah, tenaga kerja, hotel, angkuta
dan lain-lainnya.

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Istishna' secara etimologis adalah meminta membuat sesuatu. Yakni
meminta kepada seorang pembuat untuk mengerjakan sesuatu. Sedangkan secara
terminologis istishna’ adalah transaksi terhadap barang dagangan dalam
tanggungan yang yang disyaratkan untuk mengerjakannya. Dan Transaksi
istishna’ pada saat ini telah dipraktikkan oleh lembaga keuangan syariah, seperti
perbankan syariah. Kontrak yang melibatkan sub-kontrak (bank) dewasa ini
dikenal sebagai istishna’ pararel.
Menurut bahasa kata ijarah berasal dari kata “alajru”yang berarti “al-iwadu”
(ganti) dan oleh sebab itu “ath-thawab”atau (pahala) dinamakan ajru (upah).
Sedangkan Secara terminology, ada beberapa definisi al-ijarah yang dikemukakan
para ulama fiqh. Menurut ulama Syafi‟iyah, ijarah adalah akad atas suatu
kemanfaatan dengan pengganti. Dan ada beberapa rukun ijarah di atas akan di
uraikan sebagai berikut:
1. Aqid (Orang yang berakad)
2. Sighat Akad
3. Ujroh (upah)
4. Manfaat

B. Saran
Semoga dengan adanya makalah ini akan menambah pengetahuan para
pembaca serta dapat dipelajari lebih detai lagi, sebagai persiapan di masa yang
akan datang, terutama kawan-kawan satu jurusan. Dan tentunya dalam penulisan
terdapat banyak kesalahan, penulis mohon maaf, dan menunggu kritik dan saran
yang membangun dari pembaca sekalian demi perbaikan makalah selanjutnya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Azhar Basyir, Ahmad. 1995. Hukum Islam Tentang Wakaf, Ijarah Syirkah,
Al-ma’rif, .Bandung.
Djuwaini, Dimyauddin. 2008. Pengantar Fiqh Muamalah. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Fatwa Dewan Syariah Nasional. 2014. Tentang Pembiayaan Multijasa, Az-
Zarqa’ Vol.1.
Ghofur Anshori, Abdul. 2010. Hukum Perjanjian Islam di Indonesia.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Mustofa, Imam. 2016. Fiqh Mu’amalah Kontemporer. Jakarta: Rajawali
Pers.
Sabiq, Sayyid. 2006. Fiqih Sunnah 13. Jakarta: Pena Pundi Aksara.
Suhadi, Hendi. 2010. Fiqih Muamalah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Syafei, Rahmat. 2001. Fiqih Muamalah. Bandung: Pustaka Setia.

15

Anda mungkin juga menyukai