(AKAD ISTISHNA)
Diajukan untuk memenuhi tugas makalah dari mata kuliah
Akuntansi
Dosen pengampu :
Syafrul antoni M.SI
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik
materi maupun cara penulisannya. Namun, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan
pengetahuan yang di miliki serta dari buku-buku penunjang dan jurnal yang penulis pakai sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Dengan hati yang terbuka penulis menerima saran
dan kritikan yang bersifat membangun untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
i
DAFTAR ISI
3.1 Kesimpulan...............................................................................................7
3.2 Saran........................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
Akad istisna’ merupakan produk lembaga keuangan syariah, sehingga jual beli ini dapat
dilakukan di lembaga keuangan syariah. Semua lembaga keuangan syariah memberlakukan
produk ini sebagai jasa untuk nasabah, selain memberikan keuntungan kepada produsen
juga memberikan keuntungan pada konsumen atau pemesan yang memesan barang. Sehingga
lembaga keuangan syariah menjadi pihak intermediasi dalam hal ini.
Dalam perkembangannya, ternyata akad istisna’ lebih mungkin banyak di gunakan di
lembaga keuangan syariah dari pada salam. Hal ini di sebabkan karena barang yang di pesan
oleh nasabah attau konsumen lebih banyak barang yang belum jadi dan perlu di buatkan terlebih
dahulu di bandingkan dengan barang yang sudah jadi. Secara sosiologis, barang yang sudah
jadi telah banyak tersedia di pasaran, sehingga tidak perlu di pesan terlebih dahulu pada saat
hendak membelinya. Oleh karena itu pembiayaan yang mengimplementasikan istisna’
menjadi salah satu solusi untuk mengantisipasi masalah pengadaan barang yang belum tersedia.
Akad istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang
tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu. Istishna’ dapat dilakukan langsung antara dua
belah pihak antara pemesan atau penjual seperti atau melalui perantara. Jika dilakukan melalui
perantara maka akad disebut dengan akad istishna’ paralel.
1
1.2. Rumusan Masalah
3. Apa dasar syariah Akad Istishna’? 4. Bagaimana ilustrasi kasus Akad Istishna’?
1.3. Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah diatas dapat dirumuskan beberapa tujuan pembahasan. Adapun tujuannya
yakni sebagai berikut:
2
BAB II PEMBAHASAN
Transaksi istishna’ ini hukumnya boleh(jawaz) dan telah dilakukan oleh masyarakat
muslim sejak awal masa tanpa ada pihak (ulama) yang mengingkarinya. Dalam fatwa DSN-
MUI, dijelaskan bahwa jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan
kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustahi’) dan
penjual (pembuat, shani’).
Pada dasarnya, pembiayaan istishna’ merupakan transaksi jual beli cicilan pula
seperti transaksi murabahah muajjal. Namun, berbeda dengan jual beli murabahah di mana
barang diserahkan di muka sedangkan uangnya di bayar cicilan, dalam jual beli istishna’ barang
diserahkan di belakang, walaupun uangnya sama-sama di bayar secara cicilan.
Dengan demikian, metode pembayaran pada jual beli murabahah muajjal sama pesis
dengan metode pembayaran dalam jual beli istishna’, yakni sama-sama dengan sistem
angsuran(installment). Satu-satunya hal yang membedakan antara keduanya adalah waktu
penyerahan barangnya. Dalam murabahah muajjal, barang di serahkan di muka, sedangkan
dalam istishna’ barang di serahkan di belakang, yakni pada akhir periode pembiayaan. Hal ini
terjadi, karena biasanya barangnya belum di buat/belum wujud.
Seperti halnya praktik salaam, secara praktis pelaksanaan kegiatan istishna’ dalam
perbankan syariah cenderung dilakukan dalam format istishna’ paralel. Hal ini dapat di
pahami karena pertama, kegiatan istishna’ oleh bank syariah merupakan akibat dari adanya
permintaan barang tertentu oleh nasabah, dan kedua bank syariah bukanlah produsen dari
barang dimaksud. Secara umum tahapan praktik istishna’(dan istishna’ paralel) di perbankan
syariah adalah sama dengan tahapan praktik salam. Perbedaannya terletak pada car pembayaran
yang tidak di lakukan secara sekaligus, tetapi dilakukan secara bertahap (angsuran).
3
Secara umum pemahaman bank syariah terhadap akad istishna’ adalah berkaitan dengan
pembelian suatu benda yang memiliki nilai besar dan di produksi secara bertahap, misalnya,
bangunan, pesawat terbang, dan sebagainya.
Sama halnya dengan praktik salam, praktik akad istishna’ di bank syariah hampir selalu
dilakukan dalam format istishna’ paralel. Dengan demikian praktik istishna’ di perbankan
syariah lebih terorientasi pada upaya pencarian marjin antara harga akad I dan akad II.
Sama halnya dengan praktik salam, praktik istishna’ di industri perbankan syariah lebih
mencerminkan kegiatan utang piutang (penyediaan dana) dari pada kegiatan jual beli.
Implikasinya adalah pengakuan piutang istishna’ lebih mencerminkan piutang uang (sebagai
akibat kegiatan penyediaan dana) dari pada piutang barang (sebagai akibat kegiatan penyediaan
dana) dari pada piutang barang (sebagai akibat kegiatan jual beli).
1. Istishna’ yang akad jual belinya dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu
dengan criteria persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan mustashni dan
shani’.
2. Istishna’ pararel adalah suatu bentuk akad istisna’ antara penjual dan pemesan, dimana
untuk memenuhi kewajibannya kepada pemesan, penjual melakukan akad istishna’
dengan pihak lain (subkontraktor) yang dapat memenuhi asset yang dipesan pemesan.
Syarat akad istishna’pararel, pertama(antara penjual dan pemesan) tidak tergantung pada
istishna’ kedua (antara penjual dan pemasok). Selain itu, akad antara pemesan dan penjual
dan akad antara penjual dan pemesan harus terpisah dan penjual tidak boleh mengakui
adanya keuntungan selama kontruksi.
4
2.3. Dasar Syariah Akad Istishna’
Akad istishna' adalah akad yang halal dan didasarkan secara syar'i di atas petunjuk
“Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. (Qs. Al Baqarah: 275)
Berdasarkan ayat ini dan lainnya para ulama' menyatakan bahwa hukum asal
setiap perniagaan adalah halal, kecuali yang nyata-nyata diharamkan dalam dalil yang kuat
dan shahih.
2. As-Sunnah
Dari Anas RA bahwa Nabi SAW hendak menuliskan surat kepada raja non-Arab,
lalu dikabarkan kepada beliau bahwa raja-raja non-Arab tidak sudi menerima surat yang
tidak distempel. Maka beliau pun memesan agar ia dibuatkan cincin stempel dari bahan
perak. Anas mengisahkan: Seakan-akan sekarang ini aku dapat menyaksikan kemilau putih
di tangan beliau" (HR. Muslim).
Perbuatan nabi ini menjadi buktinya tabah wa akad istishna' adalah akad yang
dibolehkan.
3. Al-Ijma'
Sebagian ulama menyatakan bahwa pada dasarnya umat Islam secara de-facto telah
bersepakat merajut konsensus (ijma') bahwa akad istishna' adalah akad yang dibenarkan
dan telah dijalankan sejak dahulu kala tanpa ada seorang sahabat atau ulama pun yang
mengingkarinya. Dengan demikian, tidak ada alasan untuk melarangnya.
5
2.4. Ilustrasi Kasus Akad Istishna’
Wiroso (2005: 168-187) menjelaskan bahwa sesuai dengan pengertian istishna’, maka
mekanisme pembayaran transaksi istishna’ yang disepakati dapat dalam akad dapat
dilakukan dengan tiga cara; yaitu:
1. Pembayaran Dimuka Secara Keseluruhan
Proses pembayaran ini dilakukan dengan cara keseluruhan harga barang pada saat
akad sebelum aktivita istishna’ yang dipesan pada pembelian akhir. Cara pembayaran
seperti ini sama dengan pembayaran dalam transaksi salam.
Proses pembayaran dilakukan oleh pemesan secara bertahap atau secara angsuran
selama proses pembuatan barang. Cara pembayaran memungkinkan adanya pembayaran
dalam beberapa termin sesuai dengan perkembanga proses pembuatan aktiva istishna’.
6
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pembiayaan istishna’ merupakan transaksi jual beli cicilan pula seperti transaksi
murabahah muajjal. Namun, berbeda dengan jual beli murabahah di mana barang
diserahkan di muka sedangkan uangnya di bayar cicilan, dalam jual beli istishna’ barang
diserahkan di belakang, walaupun uangnya sama-sama di bayar secara cicilan. Akad
istishna' adalah akad yang halal dan didasarkan secara syar'i di atas petunjuk Al-Quran,
AsSunnah dan Al-Ijma' di kalangan muslimin.
Jenis Akad Istishna’ antara lain: Istishna’ yang akad jual belinya dalam bentuk
pemesanan pembuatan barang tertentu dengan criteria persyaratan tertentu yang
disepakati antara pemesan mustashni dan shani’. Istishna’ pararel adalah suatu bentuk akad
istisna’ antara penjual dan pemesan, dimana untuk memenuhi kewajibannya kepada
pemesan, penjual melakukan akad istishna’ dengan pihak lain (subkontraktor) yang dapat
memenuhi asset yang dipesan pemesan.
3.2 Saran
Dengan mengetahui lebih dalam tentang Akad Istishna’ diharapkan agar kita dapat
menjadi pribadi yang lebih beriman dan bertaqwa terhadap tuhan Yang Maha Esa, Allah
Subhanahuwata’ala. Serta siap menjadi pelopor dalam memajukan nilai-nilai Keislaman dalam
perekonomian.
Menyadari bahwa saya masih jauh dari kata sempurna, kedepannya saya akan lebih fokus
dan detail dalam menjelaskan tentang makalah diatas dengan sumber-sumber yang lebih banyak
yang tentunya dapat dipertanggung jawabkan.
7
DAFTAR PUSTAKA
Adiwarman karim, Bank Islam analisis fiqih dan keuangan,PT Raja Grafindo, Jakarta, 2006
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Rajawali pers, Jakarta, 2013
MuhammadSyafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori kePraktik/ Penulis, Gema Insani, Jakarta,
2001.
Muhammad, Sistem dan prosedur Operasional Bank Syari’ah, UII Press, Yogjakarta, 2000.
htt ps:/ /s yaf aatm uha ri.wo rdpress.com/2011/ 07/03/ ba’i -ist ishna’/
http://firafairuz.blogspot.com/2013/10/makalah-istishna.html