Disusun Oleh :
Alda Marzya 191010501854
Dimas 191010500429
Kresna Hadi Wijaya 191010500618
Ma’mun Suryana 191010505491
Mochamad Yudho Prawiro 191010500401
Reny Agustin 191010505741
Syelvia Eka Saputri 191010500655
Saya berharap semoga makalah ini dapat diterima dengan baik dan dapat
berguna bagi seluruh pembaca juga bagi kemajuan Pendidikan di negara Indonesia.
Atas perhatiaan nya saya ucapkan terima kasih.
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Akad Bank Syariah
2. Untuk Mengetahui Macam-macam Akad Bank Syariah
3. Untuk Mengetahui Contoh-contoh Akad Bank Syariah
4. Untuk Mengetahui Pengertian Produk Bank Syariah
5. Untuk Mengetahui Jenis-jenis Produk Bank Syariah
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Akad Bank Syariah
2.1.1 Pengertian Akad
Akad menurut bahasa artinya ikatan atau persetujuan,
sedangkan menurut istilah akad adalah transaksi atau kesepakatan
antara seseorang (yang menyerahkan) dengan orang lain (yang
menerima) untuk pelaksanaan suatu perbuatan. Contohnya : akad
jual beli, akad sewa menyewa, akad pernikahan. Dasar hukum
dilakukannya akad adalah :“Hai orang-orang yang beriman,
penuhilah akad-akad itu.” (QS. Al-Maidah : 1)
Berdasarkan ayat tersebut dapat dipahami bahwa melakukan
isi perjanjian atau akad itu hukumnya wajib. Menurut Misbahuddin
dalam bukunya yang dikutip dari buku sabri samin menjeleaskan
bahwa akad dapat dilakukan dengan cara lisan maupun tulisan, yang
penting adalah ijab dengan qabulnya jelas, pasti dan dapat dipahami
oleh kedua belah pihak yang mengadakan perikatan.1 Akad adalah
perjanjian tertulis yang memuat ijab (penawaran) dan qabul
(penerimaan). Istilah al-aqdu (akad) dapat disamakan dengan istilah
verbintenis (perikatan) dalam KUHPerdata. Sedangkan istilah al-
ahdu (janji) dapat disamakan dengan istilah perjanjian.
3
3. dan lain-lain. Sedangkan akad yang belum dinamai syara’, tetapi
disesuaikan dengan perkembangan jaman.
4. Berdasarkan barang diserahkan atau tidak , ( dibaca: zatnya), baik
berupa benda yang berwujud (al-‘ain) maupun tidak berwujud
(ghair al-‘ain).3 Dalam transaksi lembaga keuangan syariah dibagi
dalam beberapa bagian yaitu:
1) Tabungan/penghimpun dana (Funding)
a. Wadi’ah artinya Titipan, dalam terminologi, artinya
menitipkan barang kepada orang lain tanpa ada upah. Jika
Bank meminta imbalan (ujrah) atau mensyaratkan upah,
maka akad berubah menjadi ijaroh. Pada bank Syariah
seperti Giro berdasarkan prinsif wadi’ah
b. Mudharobah adalah Kerja sama antara dua pihak di mana
yang satu sebagai penyandang dana (shohib al-maal) dan
yang kedua sebagai pengusaha (mudhorib) sementara
keuntungan dibagi bersama sesuai nisbah yang disepakati
dan kerugian finansial ditanggung pihak penyandang dana.
Dalam bank syariah seperti Tabungan maunpun Deposito
berdasarkan prinsip mudharobah
2) Berbasis jual beli (al- bay) seperti murabahan, salam dan
istishna.
a. Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan
tambahan keuntungan yang disepakati
b. Salam adalah pembelian barang yang diserahkan di
kemudian hari, sementara pembayarannya dilakukan di
muka
c. Istishna, adalah merupakan suatu jenis khusus dari bai’ as-
salam yang merupakan akad penjualan antara pembeli dan
pembuat barang. Dalam akad ini pembuat barang menerima
pesanan dari pembeli, pembuat barang lalu berusaha melalui
orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut
4
spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada
pembeli akhir.
3) Berbasis Sewa Menyewa, seperti Ijarah dan Ijarah Muntahiiyah
Bit-Tamlik
a. Ijarah adalah, pembiayaan berupa talangan dana yang
dibutuhkan nasabah untuk memiliki suatu barang/jasa
dengan kewajiban menyewa barang tersebut sampai jangka
waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan akad. Atau kata
istilah lain akad untuk mendapatkan manfaat dengan
pembayaran. Aplikasinya dalam perbankan berupa leasing
b. Ijarah Muntahiiyah Bit-Tamlik, adalah akad sewa menyewa
barang antara bank dengan penyewa yang diikuti janji bahwa
pada saat ditentukan kepemilikan barang sewaan akan
berpindah kepada penyewa, ringkasnya adalah Sewa yang
berakhir dengan kepemilikan.
4) Berbasis Upah/Jasa Pelayanan, seperti Kafalah, Wakalah,
Hiwalah, Rahn dan
Kafalah adalah yaitu jaminan yang diberikan oleh
penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi
kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makfuul ‘anhu,
ashil). Dalam produk perbankan kafalah dipakai untuk LC, Bank
guarantee dll.
Wakalah yaitu pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak
kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Dalam
perbankan wakalah biasanya dengan upah (ujroh) dan dipakai
dalam fee based income seperti pembayaran rekening listrik,
telpon dll.
Hiwalah yaitu akad pengalihan hutang dari satu pihak
yang berhutang kepada pihak lain yang wajib menanggung
(membayar)-nya. Dalam industri perbankan hawalah dengan
5
upah (fee, ujroh) dipergunakan untuk pengalihan utang dan bisa
juga untuk LC.
Rahn (gadai) yaitu adalah menyimpan sementara harta
milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diberikan
oleh si piutang, perbedaan gadai syariah dengan kpnvensional
adalah hal pengenaan bunga. Gadai Syariah menerapkan
beberapa sistem pembiayaan, antara lain qardhun hasan
(pinjaman kebajikan), mudharobah (bagi hasil) dan muqayyadah
(jual beli).
Jualah, yaitu jasa pelayanan pesanan/permintaan
tertentu dari nasabah, misalnya untuk pemesanan tiket pesawat
atau barang dengan menggunakan kartu debit/cek/transfer. Atas
jasa pelayanan ini bank memperoleh fee, Selain di dunia
perbankan, akad juga dikenal dalam perasuransian syariah atau
dikenal dengan akad takaful, yaitu akad dimana saling
menanggung. Para peserta asuransi takaful memiliki rasa
tanggung jawab bersama untuk membantu dan menolong peserta
lain yang mengalami musibah atau kerugian dengan niat ikhlas,
karena memikul tanggung jawab dengan niat ikhlas adalah
ibadah.
6
Dalam transaksi lembaga keuangan syariah, khususnya
perbangkan syariah ada dua jenis yang dikenal yaitu :
7
3. Deposito, baik deposito biasa maupun deposito spesial
(special investment) dimana dana yang dititipkan pada bank
khusus untuk bisnis tertentu. Produk ini didasarkan kepada
Fatwa Dewan Syariah Nasional No : 03/DSN-MUI/IV/2000
tentang deposito. Pada Fatwa ini, yang dimaksud dengan
deposito adalah simpanan dana berjangka yang
penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu
berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank.
4. Pembiayaan Syariah dan Pegadaian Syariah Pada sisi
financing, mudharabah pada perbankan syariah diterapkan
untuk pembiayaan mudharabah, baik pembiayaan modal
kerja, maupun investasi khusus (mudharabah muqqayah).
Produk pembiayaan mudharabah ini didasarkan kepada
Fatwa Dewan Syariah Nasional No : 07/DSN-MUI/IV/2000
tentang pembiayaan mudharabah (Qiradh). Berdasarkan
fatwa ini pihak bank dapat menyalurkan dananya kepada
pihak lain dengan cara mudharabah , yaitu akad kerjasama
suatu usaha antara suatu usaha antara dua belah pihak lain
dengan pihak pertama ( Shahib-mal/bank) menyediakan
seluruh modal, sedang pihak kedua (mudharib/nasabah)
bertindak selaku pengelola dan keuntungan usaha dibagi
antara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam
kontrak. Sesuai dengan prinsip mudharabah, bank sebagai
penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari
mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan
kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian.
Begitu juga dengan jaminan. Begitu juga dengan jaminan,
dalam pembiayaan mudharabah pada prinsipnya tidak ada
jaminan. Namun, agar mudharib tidak melakukan
penyimpangan, bank dapat meminta jaimnan dari mudharib.
8
Jaminan ini tidak dapat dicairkan apabila mudharib
terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah
disepakati bersama dalam akad. Mudharabah secara fiqh
yang dikenal dengan mudharabah klasik dipandang oleh
perbankan syariah sebagai investasi yang beresiko tinggi,
karena dana yang disalurkan 100% dari pihak bank kepada
nasabah. Mudharabah seperti ini sulit diterapkan bank
syariah kepada nasabah secara individu. Oleh karena itu,
bank syariah lebih cenderung menyalurkan danya kepada
lembaga keuangan mikro seperti koperasi.
9
2.2.2 Jenis-jenis Produk Bank Syariah
1. Produk Penghimpunan Dana dari Masyarakat (Funding)
Jenis-jenis produk perbankan syariah yang ditawarkan di
bidang penghimpunan dana dari masyarakat (funding) hampir sama
dengan produk funding yang ada di bank konvensional. Seperti nama
produk yang ditawarkan kedua lembaga perbankan tersebut sama-
sama bernama giro, tabungan dan deposito. Namun perbedaannya
adalah dari segi prinsip dan akad yang digunakan sehingga jenis
keuntungan yang diberikan kepada masyarakat pun juga berbeda.
Untuk lebih jelasnya berikut ini penulis akan menjelaskan berbagai
produk funding yang ada di bank syariah.
a. Giro Syariah
Giro merupakan simpanan pada bank yang penarikannya
dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet
giro, sarana perintah bayar lainnya atau dengan
pemindahbukuan. Pada bank syariah produk giro dikenal dengan
nama giro syariah.
1) Giro Wadiah Yang dimaksud dengan giro wadi’ah adalah
giro yang dijalankan berdasarkan prinsip wadiah, yakni
titipan dana yang berasal dari pihak ketiga (nasabah) pada
bank syariah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat
dengan menggunakan cek, Bilyet Giro, kartu ATM, serta
sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara
pemindahbukuan.
2) Giro Mudharabah Yang dimaksud dengan giro mudharabah
adalah giro yang dijalankan berdasarkan prinsip
mudharabah. Prinsip mudharabah mempunyai dua bentuk,
yakni mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqayyadah.
Perbedaan utama dari kedua bentuk mudharabah itu terletak
pada ada atau tidaknya persyaratan yang diberikan pemilik
10
dana kepada bank dalam mengelola dananya, baik dari sisi
waktu, tempat maupun objek investasinya.
b. Tabungan Syariah
Adapun yang dimaksud dengan tabungan syariah adalah
tabungan yang dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
Dalam hal ini, Dewan Syariah Nasional (DSN) telah
mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa tabungan yang
dibenarkan adalah tabungan yang berdasarkan prinsip wadiah
dan mudharabah.
1) Tabungan wadiah
Tabungan wadiah adalah produk bank syariah berupa
simpanan dari nasabah dalam bentuk rekening tabungan
(saving account) untuk keamanan dan pemakainnnya, seperti
giro wadiah, tetapi tidak sefleksibel giro wadiah, karena
nasabah tidak dapat menarik dananya dengan cek.
2) Tabungan Mudharabah
Tabungan mudharabah merupakan salah satu produk
penghimpunan dana oleh bank syariah yang menggunakan
akad mudharabah muthlaqah. Sama halnya dengan giro
mudharabah, dalam tabungan mudharabah, bank syariah
juga bertindak sebagai mudharib (pengelola dana)
sedangkan nasabahnya bertindak sebagai shahibul maal
(pemilik dana).
c. Deposito Syariah
Deposito syariah adalah deposito yang yang dijalankan
berdasarkan prinsip syariah. Dalam hal ini, Dewan Syariah
Nasional (DSN) MUI telah mengeluarkan fatwa yang
menyatakan bahwa deposito yang dibenarkan adalah deposito
yang berdasarkan prinsip mudharabah. Deposito merupakan
dana nasabah yang ada pada bank yang penarikannya dapat
11
dilakukan pada saat jatuh tempo atau jangka waktu yang
ditentukan. Misalnaya 3 bulan, 6 bulan, dan seterusnya. Pada
produk deposito ini bank menggunakan prinsip bagi hasil.
12
(muslam) dan penjual (muslam ilaih) dengan pembayaran
dimuka dan pengiriman barang oleh penjual dibelakang.
3) Pembiayaan Istishna’
Istishna’ adalah akad jual beli antara pembeli dan
produsen yang juga bertindak sebagai penjual. Cara
pembayarannya dapat berupa pembayaran dimuka, cicilan,
atau ditangguhkan sampai jangka waktu tertentu. Barang
pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum yang
meliputi: jenis, spesifikasi teknis, kualitas, dan kuantitasnya.
b. Produk pembiayaan perbankan syariah berdasarkan prinsip
sewa-menyewa
1) Prinsip sewa menyewa pada dasarnya adalah pemindahan
hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah
sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan hak kepemilikan atas
barang itu sendiri. Ijarah terbagi atas dua macam yaitu:
a) Pembiayaan Ijarah Merupakan akad sewa menyewa
antara pemilik objek sewa (bank syariah) dengan
penyewa (nasabah) untuk mendapatkan imbalan jasa atas
objek sewa yang disewakannya.
b) Pembiayaan Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT)
Merupakan akad sewa menyewa antara pemilik objek
sewa (bank syariah) dengan penyewa (nasabah) untuk
mendapatkan imbalan jasa atas objek sewa yang
disewakannya dengan opsi pemindahan hak milik obyek
sewa pada saat tertentu sesuai dengan akad yang
disepakati di awal.
13
dana. Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara pihak bank
dengan nasabah penyimpan dana maupun antarabank dengan
nasabah penerima dana.15 Bentuk akad yang berdasarkan prinsip
ini adalah:
1) Pembiayaan Mudharabah Mudharabah adalah akad
kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama
pemilik modal (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%)
modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola
(mudharib).
2) Pembiayaan Musyarakah Musyarakah berarti kemitraan
dalam suatu usaha dan dapat diartikan sebagai bentuk
kemitraan antara dua orang atau lebih yang menggabungkan
modal atau kerja mereka untuk berbagi keuntungan, serta
menikmati hak dan tanggung jawab yang sama.
14
a. Wakalah Nasabah memberi kuasa kepada bank untuk mewakili
dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti transfer.
b. Kafalah Jaminan yang diberikan oleh bank syariah
(penanggung) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban
nasabah (pihak kedua atau yang ditanggung). Contoh produknya
adalah garansi bank.
c. Sharf Sharf adalah jual beli atau pertukara mata uang. Asalnya
mata uang hanya emas dan perak, uang emas disebut dinar dan
uang perak disebut dirham. Kedua mata uang tersebut disebut
dengan mata uang intrinsik. Zaman sekarang mata uang juga
berbentuk nikel, tembaga dan kertas yang diberi nilai tertentu.
d. Hawalah Adalah pengalihan utang dari orang yang berutang
kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Kontrak hawalah
dalam perbankan biasanya diterapkan pada factoring (anjak
piutang), post-dated check, dimana bank bertindak sebagai juru
tagih tanpa membayarkan dulu piutang tersebut.
e. Rahn Adalah menahan salah satu harta milik si peminjam
sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang
ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian,
pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat
mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Akad adalah perjanjian tertulis yang memuat ijab (penawaran) dan
qabul (penerimaan). Macam macam akad yaitu: Berdasarkan pemenuhuan
syarat dan rukun, Berdasarkan apakah syara’ telah memberi nama atau
belum, dan Berdasarkan barang diserahkan atau tidak. Dalam transaksi
lembaga keuangan syariah dibagi dalam beberapa bagian yaitu: dalam
bentuk tabungan (wadi'ah, Mudharabah), jual-beli (Murabahah, Istisna,
Salam), sewa-menyewa (Ijarah, IMBT) dan Upah/Jasa Pelayanan,(Kafalah,
Wakalah, Hiwalah, Rahn dan jualah) contoh akad Dalam transaksi lembaga
keuangan syariah, khususnya perbangkan syariah ada dua jenis yang dikenal
yaitu : Wadiah (Pada bank Syariah seperti Giro berdasarkan prinsif wadi’ah)
dan Mudharobah (Dalam bank syariah seperti Tabungan maupun Deposito
berdasarkan prinsip mudharobah).
Produk yang dimaksud secara teknis harus telah mendapat
rekomendasi dari para ulama, atau mendapat persetujuan dari Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSM MUI). Secara garis besar,
produk perbankan syariah dibagi menjadi tiga jenis, yaitu produk
penghimpun dana, produk penyaluran dana, dan produk pelayanan jasa.
3.2 Saran
Setelah membaca makalah ini, diharapkan para pembaca dapat
memahami dan mengerti akan isi dan maksud dari makalah ini. Para pembaca
bisa mendapatkkan pelajaran serta dapat menambah wawasan mengenai
“Akad dan Produk Bank Syariah” . Serta tentunya kami menyadari jika dalam
penyusunan makalah di atas mungkin masih ada kesalahan serta belum
sempurna. Oleh karena itu di harapkan akan kritik dan masukan yang
membangun dari para pembaca.
16
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Ghafur Anshari, Perbankan Syariah di Indonesia, Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press, 2007
Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga : Studi Kritis Larangan Riba dan
Interpretasi Kontemporer, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 2007
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Kencana, 2009
Renaisan, 2005), h. 13
17