Anda di halaman 1dari 11

Makalah: Dosen Pengampu:

Hukum Perbankan Syariah Irwandi, S.Sy,. ME,Sy

MAKALAH KELOMPOK 6
“Jual Beli Muka: Salam Dan Istishna”

DISUSUN OLEH:
Geofani Ananda (12020717131)
Prima Putri (12020726818)

KELAS IH I
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunianya, sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Hukum
Perbankan Syariah, dengan pembahasan tentang Jual Beli Muka: Salam Dan Istishna.

Tugas ini ditulis untuk melengkapi tugas mata kuliah Hukum Perbankan Syariah
yang diberikan oleh dosen pembimbing mata kuliah ini di jurusan Ilmu Hukum, Fakultas
Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau tahun 2022. Tugas
ini diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi tambahan informasi bagi pembaca, terutama
bagi penulis sendiri. Tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu diharapkan
kritik dan saran yang membangun dari semua pihak yang membaca agar tugas ini dapat
menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat

Pekanbaru, 3 Juni 2022

Kelompok 6
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................................................... 4


1.2 Rumusan masalah................................................................................................................ 5
1.3 Tujuan.................................................................................................................................. 5

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Salam Dan Istishna ............................................................................................... 6

2.2 Subjek Salam Dan Istishna.................................................................................................. 6

2.3 Pembayaran Atas Harga: Modal Salam .............................................................................. 6

2.4 Periode Dan Tempet Penyerahan ........................................................................................ 6

2.5 Fatwa DSN Tentang Jual Beli Salam Dan Istishna............................................................6

2.6 Praktek Salam Dan Istishna Dalam Perbankan Syariah.....................................................6

2.7 Harga Dalam Istihna...........................................................................................................6

2.8 Klausul Sanksi: Penundang Dalam Pemenuhan Kewajiban...............................................6

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................... 9

3.2 Saran .................................................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

11. Latar Belakang


Islam telah mengatur segala aspek kehidupan manusia secara lengkap dan
menyeluruh, tidak hanya terbatas pada urusan hamba dengan tuhannya melainkan
antara manusia dengan manusia. Dalam Islam suatu kegiatan atau urusan antara
manusia dengan manusia disebut Muamalah. Muamalah merupakan aturan-aturan
(hukum) Allah untuk mengatur manusia dalam kaitannya dengan urusan duniawi dan
pergaulan soaial, muamalah yang diperbolehkan adalah muamalah yang sesuai
dengan syari’at. Dalam Muamallah terdapat beberapa akad, menurut terminologi fiqh
akad merupakan pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan qabul (pernyataan
penerimaan ikatan) sesuai dengan kehendak syari’at yang berpengaruh pada obyek
perikatan artinya akad merupakan suatu kegitan yang di dalamnya terdapat
pernyataan melakukan suatu perikatan tertentu dan suatu pernyataan penerimaan hal
tertentu yang pada akhirnya melahirkan suatu kesepakatan antara kedua belah pihak
untuk saling mengikat dan mematuhi apa yang menjadi perikatannya. Salah satu
bentuk akad muamallah yang diperbolehkan dalam syari’at adalah akad jual beli
selagi jual beli tersebut ridak bertentangan dengan syari’at islam yaitu tidak
mengandung unsur maisir, ghoror, dan riba yang merupakan perbuatan yang dibenci
oleh Allah SWT. Jual beli adalah perjanjian tukar menukar benda atau barang yang
mempunyai nilai secara sukarela di antara kedua belah pihak, yang satu menerima
benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan
yang telah dibenarkan syara‟ dan disepakati. Jual beli diperbolehkan dalam Islam
berdasarkan firman Allah surat Al-Baqarah ayat 275, yaitu sebagai berikut:1
Artinya: “Orang-orang yang Makan (mengambil) riba, tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai
kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka
baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan
urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka

1
Nasrun Haroen, Fikh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h.97.
orang itu adalah penghunipenghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.( Al-Baqarah
ayat 275)
Dari ayat diatas sudah jelas bahwasannya jual beli diperbolehkan sedangkan
riba diharamkan. Jual beli yang diperbolehkan dalam Islam adalah jual beli yang
sesuai dengan syari’at yang bebas dari maisir, ghoror, dan riba dan cara
memperolehnya harus dengan cara yang baik bukan dengan cara yang bathil. Jual beli
jika ditinjau dari segi benda yang dijadikan objek ada tiga macam diantaranya yaitu
1. jual beli benda yang kelihatan,
2. Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam janji, dan
3. Jual beli benda yang tidak ada. Jika dilihat dari bentuk

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa Pengertian Salam Dan Istishna?
2. Apa yang dimaksud dengan Subjek Salam Dan Istishna?
3. Apa Pembayaran Atas Harga: Modal Salam?
4. Bagaimana Periode Dan Tempet Penyerahan?
5. Apa Fatwa DSN Tentang Jual Beli Salam Dan Istishna?
6. Apa Praktek Salam Dan Istishna Dalam Perbankan Syariah?
7. Apa Saja Harga Dalam Istihna?
8. Apa Klausul Sanksi: Penundang Dalam Pemenuhan Kewajiban?

1.3.Tujuan
1. Untuk Mengetahui Salam Dan Istishna
2. Untuk Mengetahui Subjek Salam Dan Istishna
3. Untuk Mengetahui Pembayaran Atas Harga: Modal Salam
4. Untuk Mengetahui Periode Dan Tempet Penyerahan
5. Untuk Mengetahui Fatwa DSN Tentang Jual Beli Salam Dan Istishna
6. Untuk Mengetahui Praktek Salam Dan Istishna Dalam Perbankan Syariah
7. Untuk Mengetahui Harga Dalam Istihna
8. Untuk Klausul Sanksi: Penundang Dalam Pemenuhan Kewajiban
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Defenisi Salam


Salam adalah akad jual beli barang pesanan (muslam fiih) dengan pengiriman
barang di kemudian hari oleh penjual (muslam illaihi) dan pelunasannya dilakukan
oleh pembeli pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu.
Defenisi Istishna
Istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang
tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan
(pembeli/mustashni') dan penjual (pembuat/shani').
Istishna paralel adalah suatu bentuk akad Istishna antara pemesan
(pembeli/mustashni’) dengan penjual (pembuat/shani’), kemudian untuk memenuhi
kewajibannya kepada mustashni’, penjual memerlukan pihak lain sebagai shani’.
Pembiayaan Istishna adalah penyediaan dana dari Bank kepada nasabah untuk
membeli barang sesuai dengan pesanan nasabah yang menegaskan harga belinya
kepada pembeli (nasabah) dan pembeli (nasabah) membayarnya dengan harga yang
lebih sebagai keuntungan Bank yang disepakati.2

2.2. Subjek Salam Dan Istishna


Salam adalah akad jual beli berdasarkan cara pemesanan. Prosesnya, pembeli
akan memberi uang terlebih dahulu untuk membeli barang yang spesifikasinya sudah
dijelaskan secara rinci, lalu baru produk akan dikirim
Akad salam biasa diterapkan untuk produk-produk pertanian. Dalam prakteknya, akad
Salam menempatkan pihak bank syariah sebagai pembeli dan menyerahkan uangnya
kepada petani sebagai nasabah. Dari uang itu, petani akan memiliki modal untuk
mengelola pertanian dan memberikan kewajibannya kepada bank syariah.
Istishna’ mengatur transaksi produk dalam bentuk pemesanan di mana
pembuatan barang akan diproses berdasarkan kriteria yang disepakati. Akad ini mirip
dengan akad Salam, hanya Istishna’ diterapkan pada perusahaan manufaktur. Dalam
akad ini, proses pembayarannya dilakukan sesuai kesepakatan para pihak yang
berakad, bisa dibayar ketika produk dikirim atau dibayar di awal seperti akad salam.

2
Dimyauddin, Djuwaini. 2010. Pengantar Fiqh Muamalah. (Yogyakarta: Pustaka pelajar)
2.3. Pembayaran Atas Harga: Modal Salam
Jual beli salam adalah akad jual beli barang pesanan diantara pembeli dengan
penjual. Spesifikasi dan harga barang pesanan harus sudah disepakati di awal akad,
sedangkan pembayaran dilakukan di muka secara penuh. Jual beli salam merupakan
akad jual beli yang diperbolehkan. Hal ini berdasarkan atas dalil-dalil yang terdapat
dalam Alquran. Rukun salam adalah penjual dan pembeli, ada barang dan uang, ada
sighat (lafaz akad). Sedangkan syarat jual beli salam menurut kesepakatan para ulama
ada lima, yaitu jenis obyek jual beli salam harus jelas, sifat obyek jual beli salam
harus jelas, kadar atau ukuran obyek jual beli salam harus jelas, jangka waktu
pemesanan objek jual beli salam harus jelas, asumsi modal yang dikeluarkan harus
diketahui masing-masing pihak.

2.4. Periode Dan Tempet Penyerahan


Tentang periode minimum pengiriman, para fuqaha memiliki pendapat berikut:
a. Hanafi menetapkan periode penyerahan barang pada satu bulan. Untuk beberapa
penundaan, selambat-lambatnya adalah tiga hari. Tetapi, jika penjual meninggal
dunia sebelum penundaan berlalu, salam mencapai kematangan. Dalam Ketentuan
Umum tentang Akad, pasal 89 menyebutkan “Jika penjual meninggal dan jatuh
pailit setelah menerima pembayaran tetapi belum menyerahkan barang yang dijual
kepada pembeli, barang tersebut dianggap barang titipan kepunyaan pembeli yang
ada di tangan penjual.
b. Menurut Syafi’i salam dapat segera dan tertunda.
c. Menurut Malik, penundaan tidak boleh kurang dari 15 hari3

2.5. Fatwa DSN Tentang Jual Beli Salam Dan Istishna


 Fatwa DSN Tentang Jual Beli Salam
Ketentuan fatwa DSN MUI Nomor 05/DSN MUI/IV/2000 menetapkan enam hal :
1. Ketentuan Pembayaran a.
a. Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang,
barang, atau manfaat.
b. Dilakukan saat kontrak disepakati (inadvance).

3
Ibid, 2010, hal. 129.
c. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk ibra’ (pembebasan utang).
2. Ketentuan Barang
a. Harus jelas ciri-cirinya/spesifikasi dan dapat diakui sebagai utang.
b. Penyerahan dilakukan kemudian.
c. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan
kesepakatan.
d. Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum barang tersebut
diterimanya (qabadh).
e. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai
kesepakatan.
3. Ketentuan tentang Salam
Paralel Dibolehkan melakukan salam paralel dengan syarat akad kedua
terpisah dari, dan tidak berkaitan dengan akad pertama.
4. Penyerahan Barang
a. Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan
kualitas dan kuantitas sesuai kesepakatan.
b. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih tinggi,
maka penjual tidak boleh meminta tambahan harga sebagai ganti
kualitas yang lebih baik tersebut.4
5. Ketentuan Barang
a. Harus jelas ciri-cirinya/spesifikasi dan dapat diakui sebagai utang.
b. Penyerahan dilakukan kemudian.
c. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan
kesepakatan.
d. Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum barang tersebut
diterimanya (qabadh).
e. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai
kesepakatan.
6. Ketentuan tentang Salam
Paralel Dibolehkan melakukan salam paralel dengan syarat akad kedua
terpisah dari, dan tidak berkaitan dengan akad pertama.
7. Penyerahan Barang

4
Rozalinda. 2016. Fiqih Ekonomi Syariah. (Jakarta: Raja Grapindo Persada) h. 94.
5
Ibid, 2010, hal. 131.
a. Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan
kualitas dan kuantitas sesuai kesepakatan.
b. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih tinggi,
maka penjual tidak boleh meminta tambahan harga sebagai ganti
kualitas yang lebih baik tersebut.
 Fatwa DSN Tentang Jual Beli Istishna
Istishnaâ, menurut Fatwa DSN No. 06/DSN-MUI/IV/2000 adalah akad jual
beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan
persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashniâ) dan
penjual (pembuat, shaniâ). Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui konsep jual
beli istishna menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional, untuk mengetahui pelaksanaan
jual beli rumah dengan menggunakan akad istishna dan untuk mengetahui Tinjauan
Fatwa DSN No.06/DSN-MUI/IV/2000 Tentang jual beli istishna terhadap jual beli
rumah di PT. Huqy Properti Syariah Jambi.5

2.6. Praktek Salam Dan Istishna Dalam Perbankan Syariah.


Akad salam biasa diterapkan untuk produk-produk pertanian. Dalam
prakteknya, akad Salam menempatkan pihak bank syariah sebagai pembeli dan
menyerahkan uangnya kepada petani sebagai nasabah. Dari uang itu, petani akan
memiliki modal untuk mengelola pertanian dan memberikan kewajibannya kepada
bank syariah
Akad istishna memiliki skema transaksi jika dalam pembuatan barang yang
dipesan oleh nasabah, bank syariah membuat sendiri pesanan tersebut sehingga
memiliki skema transaksi yaitu pertama nasabah memesan barang kepada bank
syariah untuk pembuatan suatu barang, kedua bank syariah membuat barang pesanan
tersebut kemudian diserahkan kepada nasabah, ketiga nasabah melakukan
pembayaran kepada bank syariah.

2.7. Harga Dalam Istihna


Akad jual beli istishna
Istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang
tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan

5
Juhaja Pradja. 2012. Ekonomi Syariah. (Bandung : Pustaka Setia) h. 209.
(pembeli/mustashni') dan penjual (pembuat/shani').

2.8. Klausul Sanksi: Penundang Dalam Pemenuhan Kewajiban


Akad istisna’ juga dapat mengandung klausul sanksi yang
menetapkan sejumlah uang yang disetujui untuk mengganti rugi pembeli secara
memadai jika penjual terlambat menyerahkan produk yang dipesan. Kompensasi yang
demikian ini diperbolehkan hanya jika keterlambatannya tidak dikarenakan campur
tangan peristiwa tertentu yang tidak dapat dielakkan. Selain itu tidaklah
diperbolehkan menetapkan klausul sanksi terhadap pembeli untuk kegagalan dalam
pembayaran karena hal ini bersifat riba. Potongan sukarela untuk pembayaran lebih
awal diperbolehkan, asalkan tidak ditentukan dalam akad (kontrak). Dengan kata lain
dapat pula disetujui kedua belah pihak bahwa dalam kasus keterlambatan dalam
penyerahan harga dikurangi dalam jumlah tertentu.
Para ulama dalam hal ini memutuskan berdasarkan analogi. Para fuqaha
memperbolehkan kondisi yang demikian dalam ijarah, misalnya jika seseorang
menyewa jasa seorang penjahit, ia dapat mengatakan kepadanya bahwa upahnya
adalah sebesar 10 dirham jika ia mempersiapkan pakaianya dalam seminggu dan 12
dirham bila selesai dalam waktu dua hari. Berdasarkan analogi, para ahli
memperbolehkan klausul sanksi dalam perjanjian istisna’ dalam kasus keterlambatan
dalam penyerahan, pemasukan, atau pembangunan.6
Subjek istisna’ ada beberapa resiko dalam akad Istisna’, yaitu :
a. Resiko penyerahan
Terjadi keterlambatan penyerahan barang seperti yang telah dijadwalkan atau
disepakati.
b. Resiko harga
Harga komoditas bisa lebih rendah dari harga pasar atau harga yang tadinya
diharapkan/ dianggap sesuai saat penyerahan.
c. Resiko kredit

6
Ibid, 2010. h. 134.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulam
Kegiatan yang dilakukan perbankan syariah antara lain adalah penghimpunan
dana, penyaluran dana, membeli, menjual dan menjamin atas resiko serta kegiatan-
kegiatan lainnya. pada perbankan syariah, prinsip jual beli dilakukan melalui
perpindahan kepemilikan barang. tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan
menjadi salah satu bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual beli dibedakan
berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barang. Secara garis besar,
yang akan dibahas dalam makalah ini adalah terkait salam dan al-istishna. Salam
adalah menjual suatu barang yang penyerahannya ditunda, pembayaran modal lebih
awal. Rukun dan syarat jual beli as-salam yaitu Mu’aqidain yang meliputi Pembeli
dan penjual, Obyek transaksi, Sighat ‘ijab qabul, dan alat tukar. Al-Istishna’ adalah
akad jual beli pesanan dimana bahan baku dan biaya produksi menjadi tanggungjawab
pihak produsen sedangkan sistem pembayaran bisa dilakukan di muka, tengah atau
akhir. Rukun dan syarat istishna’ mengikuti bai’ as-salam. Hanya saja pada bai’ al-
istishna’ pembayaran tidak dilakukan secara kontan dan tidak adanya penentuan
waktu tertentu penyerahan barang, tetapi tergantung selesainya barang pada
umumnya. Adapun perbedaan salam dan istishna’ adalah cara penyelesaian
pembayaran salam dilakukan diawal saat kontrak secara tunai dan cara pembayaran
istishna’ tidak secara kontan bisa dilakukan di awal, tengah atau akhir.

3.2. Saran
Pembiayaan mudharabah, musyarakah, murabahah dan ijarah memiliki
dampak positif terhadap profitabilitas yang diukur dengan Return on 80 Equity bank
umum syariah di Indonesia yang ditunjukkan dengan memiliki pengaruh positif, oleh
karena itu sebaiknya bank umum syariah tetap mengelola pembiayaan yang diberikan
kepada nasabah menjadi lebih baik dengan tetap mengutamakan prinsip kehati-hatian
untuk menghindari adanya pembiayaan bermasalah. Pembiayaan istisna tidak
berpengaruh signifikan terhadap return on equity sehingga diperlukan pengelolaan
yang lebih baik karena pembiayaan jenis ini merupakan pembiayaan yang digunakan
untuk mendapatkan keuntungan secara finansial.

Anda mungkin juga menyukai