Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah “Studi Ekonomi Islam”
Dosen Pengampu :
Disusun oleh :
Kelompok 11
NIM : 12403193116
Presensi :
i
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena telah memberikan
kelancaran dan kemurahan-Nya terhadap kami, sehingga dapat menyelesaikan tugas
mata kuliah “Studi Ekonomi Islam” dalam bentuk makalah, Sholawat serta salam
semoga senantiasa terlimpahkan kepada junjungan kita Nabiyullah Muhammad, SAW.
Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari bahwa sesuai dengan
kemampuan dan pengetahuan yang terbatas, maka makalah yang berjudul “Konsep dan
Mekanisme Tijarah” ini, masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu kritik dan saran dari
semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini, kami
berharap dari makalah yang kami susun ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan
bagi kami maupun pembaca.Amin.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
PENYUSUN………….………………………………………………………. i
KATA PENGANTAR……………………………………………………....... ii
BAB I : PENDAHULUAN
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………...17
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tijarah
1
M. Masykur Khoir, Abdulloh, Risalatuz Zakat, (Kediri: Duta Karya Mandiri, 2010)
hlm. 60
2
Wahbah Al-Zuhayliy, Zakat Kajian Berbagai Mazhab,(Bandung: PT. Remaja Ronda
Karya, 2000) hlm .163
3
Ibid, hlm.164
2
َو َأ َح اَّلل الهُا ْلب َ ْي َع َى َح از َمال ِّزبَا
Artinya: Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.(QS. Al-
Baqarah: 275)4
Juga terdapat dalam surat an-Nisa‟ ayat 29 yang berbunyi:
ٍیَا َأیُّهَاا ال ِذی َنآ َم ُنىاال َت ْؤ ُآ ُلىا َأ ْم َىا َل ُك ْمبَ ْي َن ُك ْمبِا ْلبَا ِط ِِلِال َأ ْن َت ُكى َنتِ َجا َر ًة َع ْن َت َزاض
ِم ْن ُك ْم َىال َت ْق ُت ُلىا َأ ْن ُف َس ُك ْمإ ِ انال اله َ َآا َنب ِ ُك ْم َز ِحي ًما
Artinya: Orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh
dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (An-
Nisa‟:29)5
B. Rukun Tijarah
Jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi sehingga jual beli itu
dapat dikatakan sah oleh syara‟.Menurut jumhur ulama‟, rukun jual beli ada 4
yaitu:6
4
Sugiyarto, Untung.2015. “Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Baqarah ayat 275”,
(https://alquranmulia.wordpress.com/2015/04/30/tafsir-ibnu-katsir-surat-al-baqarah-
ayat-275/) diakses pada 6 September 2019, pukul 08.03
5
Gulen, Fethullah.2015. “Surah An-Nisa‟[4]:29”, (https://fgulen.com/id/karya-
karya/tafsir-al-quran/1892-surah-an-nisa/49581-surah-an-nisa-4-29) diakses pada 6
September 2019, pukul 08.44
6
Sa‟adah Yuliana, Nurlina Tarmizi, Maya Panaroma, Panaroma Transaksi Ekonomi dan
Bisnis dalam Tinjauan Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Idea Press, 2017) hlm. 64
3
a. Kewajiban menyerahkan hak milik atas barang yang diperjualbelikan yakni
meliputi segala perbuatan yang menurut hukum diperlukan untuk
mengalihkan hak milik atas barang yang diperjualbelikan itu dari si
penjual dan pembeli.
b. Memberikan jaminan atas barang tersebut dan menanggung apabila
tercacat yang tersembunyi.
2. Ijab dan qabul
Dalam artian kalimat transaksi jual beli tidak disela oleh pembicaraan lain,
tidak disela oleh terdiam yang lama, ada persesuaian antara ijab dan qabul,
tidak digantungkan kepada sesuatu yang lin dan tidak ada batasan masa.
3. Ada barang
Ma‟uqud „alaih, yakni barang yang diperjualbelikan.Syaratnya harus suci,
bermanfaat menurut kriteria syari‟at, dapat diserahterimakan, dalam
kekuasaan pelaku akad dan teridentifikasi oleh pelaku akad.
4.Ada nilai tukar pengganti barang
7
Ibid,hlm. 66
4
Tentang obyeknya adalah benda yang menjadi sebab terjadinya perjanjian
jual beli. Benda tersebut haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut8:
8
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta Selatan: Gaya Media Pratama, 2013) hlm.73
5
Adapun transaksi dengan penjual yang bukan wali atau wakil, maka
transaksi itu batil, karena pada hakikatnya dia bukan pemilik barang yang berhak
untuk menjualbarang itu.
4. Barang Yang Diperjualbelikan Harus Bisa Diserahkan
Maka menjual unta yang hilang termasuk akad yang tidak sah, karena
tidak jelas apakah unta masih bias ditemukan atau tidak. Demikian juga tidak
sah menjual burung burung yang terbang di alam bebas yang tidak bias
diserahkan, baik secara fisik maupun hokum. Demikian juga ikan ikan yang
berenang bebas di laut,tidak sah diperjualbelikan, kecual setelah ditangkap atau
bias dipastikan penyerahannya.
Para ahli fiqih di masa lalu mengatakan bahwa tidak sah menjual
setengah bagian dari pedang, karena tidak bias diserahkan kecuali dengan jalan
merusak pedang itu.
5. Barang Yang Diperjualbelikan Harus Diketahui Keadaannya
Barang yang tidak diketahui keadaannya, tidak sah untuk
diperjualbelikan, kecuali setelah kedua belah pihak mengetahuinya.Baik dari
segi kuantitasnya maupun kualitasnya.
Dari segi kuantitasnya, barang itu harus bisa ditetapkan ukurannya, baik
beratnya, panjangnya, volumenya, atau pun ukuran ukuran lainnya. Sedangkan
dari segi kualitasnya, barang itu harus dilihat oleh penjual dan pembeli sebelum
akad jual beli dilakukan.
Di masa modern dan dunia industri, umumnya barang yang dijual sudah
dikemas dan disegel sejak dari pabrik. Tujuannya antara lain agar terjamin
barang itu agar tidak cepat rusak dan dijamin keasliannya. Cara ini tidak
menghalangi terpenuhinya syarat syarat jual beli. Sehingga untuk mengetahui
keadaan suatu produk yang seperti ini bisa dipenuhi dengan beberapa teknik,
misalnya :
a. Dengan membuat daftar spesifikasi barang secara lengkap. Misalnya tertera
di brosur atau kemasan tentang data data produk secara rinci. Sepertiukuran,
berat, fasilitas, daya, konsumsi listrik, dan lainnya.
6
b. Dengan membuka bungkus contoh barang yang bisa dilakukan demo
atasnya, seperti umumnya sample barang.
c. Garansi yang memastikan pembeli terpuaskan bila mengalami masalah.
C. HUKUM TIJARAH
Rasulullah SAW suatu ketika pernah ditanya oleh seseorang tentang usaha
yang terbaik. Dia menjawab, yaitu "Seseorang yang bekerja dengan tangannya
sendiri dan berdagang secara baik".(HR Al-Bazzar dan disahihkan oleh Al-Hakim
dari Rifaah bin Rafi). Ayat Alquran dan sunnah Rasulullah SAW telah
menjelaskan bahwa hukum tijarah diperbolehkan9.
D. AKAD TIJARAH
Akad tijarah adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan
komersial, yaitu akad yang ditujukan untuk memperoleh keuntungan. Berdasarkan
pada tingkat kepastian dari hasil yang diperolehnya, akad tijarah secara umum
dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu natural uncertainty contracts dan natural
certainty contracts.
I. Natural Uncertainty Contracts (NUC)
9
Hidayatullah, Rully. 2018. “Tijarah”,
(https://id.m.wikipedia.org/w/index.php?title=Tijarah&oldid=14041627) diakses pada 6
September 2019 pukul 21.18
7
Akad tijarah yang masuk dalam kategori NUC ini umumnya terbagi lagi menjadi
5 (lima) jenis, yaitu musyarakah, mudharabah, muzara‟ah,
musaqah, dan mukharabah10.
10
Dr.Mardani, Hukum Sistem Ekonomi Islam,(Depok: PT. Raja Grafindo Persada,
2015) hlm.177
8
e. Syirkah Mudharabah, yaitu kerjasama atau percampuran dana antara
pihak pemilik dana dengan pihak lain yang memiliki profesionalisme atau
tenaga.
2. Mudharabah
Menurut fiqh, mudharabah atau disebut juga muqaradhah berarti
bepergian untuk urusan dagang. Secara muamalah berarti pemilik
modal (shahibul maal) menyerahkan modalnya kepada
pekerja/pedagang (mudharib) untuk diperdagangkan/diusahakan, sedangkan
keuntungan dagang itu dibagi menurut kesepakatan bersama.
Landasan syar‟i Al-Qur‟an dan Al-Hadits untuk akad mudharabah ini
antara lain: “Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling
memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di
antaramu…” (QS. An-Nisa‟: 29)
3. Muzara’ah
Muzara‟ah adalah akad kerjasama pengolahan pertanian antara
pemilik lahan dan penggarap dimana pemilik lahan menyerahkan lahan
pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan
imbalan tertentu (nisbah) dari hasil panen yang benihnya berasal dari
pemilik lahan.
Aplikasi dalam lembaga keuangansyariah, muzara‟ah merupakan produk
khusus yang dikembangkan di sektor pertanian atau agribisnis.
4. Mukhabarah
Kerjasama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan
penggarap, dimana pemilik lajan memberikan lahan pertanian kepada si
penggarap untuk ditanami dan diperlihara dengan imbalan tertentu
(persentase) dari hasil panen yang benihnya berasal dari penggarap.
9
Bentuk akad kerjasama antara pemilik sawah/ tanah dan penggarap dengan
perjanjan bahwa hasilnya akan dibagi antara pemilik tanah dan penggarap
menurut kesepakatan bersama. Sedangkan biaya dan benihnya dari pemilik
tanah, Oleh sebagian ulama, akad mukhabarah ini diperbolehkan,
berdasarkan hadits Nabi saw, artinya: “Sesungguhnya Nabi telah
menyerahkan tanah kepada penduduk Khaibar agar ditanami dan
diperlihara, dengan perjanjian bahwa mereka akan diberi sebagian
hasilnya.” (HR Muslim dari Ibnu Umar ra.)
5. Musaqah
Musaqah ini merupakan bentuk sederhana dari muzara‟ah karena
penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan
lahan saja. Musaqah adalah akad kerjasama dalam pengolahan
pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan
memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan
dipelihara dengan imbalan tertentu berdasarkan nisbah yang disepakati dari
hasil panen yang benihnya berasal dari pemilik lahan; Aplikasi dalam
lembaga keuangan syariah, musaqah merupakan produk khusus yang
dikembangkan di sektor pertanian atau agribisnis dimana si penggarap
hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan.
10
dalam 6 (enam) jenis, yaitu Al-Bai‟, Al-Murabahah, As-Salam, Al-Istishna‟,
Ijarah, dan Ijarah Muntahiya Bit-Tamlik (IMBT).11
1. Al-Bai’
Menurut Sunarto Zulkifli (2007), Bai‟ adalah transaksi pertukaran
antara „ayn yang berbentuk barang dengan dayn yang berbentuk uang, lazimnya
disebut sebagai transaksi jual-beli. Dalam transaksi ini, keuntungan penjualan
sudah dimasukkan dalam harga jual sehingga penjual tidak perlu
memberitahukan tingkat keuntungan yang diinginkan.
Pada dasarnya, al-bai‟ terbagi menjadi 3 (tiga) bentuk, yaitu:
a. Al-Bai‟ Naqdan, yaitu akad jual-beli atas suatu barang atau jasa yang
pembayaran serta penyerahan barang atau jasanya dilakukan secara tunai atau
saat ini juga
b. Al-Bai‟ Muajjal, yaitu akad jual-beli atas suatu barang atau jasa yang
pembayarannya dilakukan tidak secara tunai atau dilakukan dikemudian hari
(hutang) tetapi barang atau jasanya diterima saat ini (awal periode).
c. Al-Bai‟ Taqsith, yaitu akad jual-beli atas suatu barang atau jasa yang
pembayarannya dilakukan secara cicilan selama periode hutang sedangkan
barang atau jasanya diterima di awal periode.
2. Al-Murabahah
Menurut Drs. Zainul Arifin, MBA (2006), al-murabahah adalah akad
jual-beli antara penjual dengan pembeli barang. Dalam transaksi jual-beli
tersebut penjual harus menyebutkan dengan jelas barang yang diperjualbelikan
dan tidak termasuk barang haram, demikian juga dengan harga pembelian dan
keuntungan yang diambil serta cara pembayarannya.
Melalui akad murabahah, nasabah dapat memenuhi kebutuhannya untuk
memperoleh dan memiliki barang yang dibutuhkan tanpa harus menyediakan
11
Ibid, hlm. 182
11
uang tunai lebih dulu. Dengan kata lain nasabah telah memperoleh
pembiayaan dari bank syariah untuk pengadaan barang tersebut.
Dari Shaleh bin Suhaib, dari bapaknya, Rasulullah SAW bersabda, “Tiga
perkara yang di dalamnya terdapat keberkahan: menjual dengan pembayaran
secara tangguh, muqaradah (nama lain mudharabah), dan mencampur
gandum dengan tepung untuk keperluan rumah dan tidak untuk dijual” (HR.
Ibnu Majah).
3. As-Salam
Menurut Drs. Zainul Arifin, MBA (2006), bai‟ as salam adalah akad
jual-beli suatu barang yang harganya dibayar dengan segera sedangkan
barangnya akan diserahkan kemudian dalam jangka waktu yang disepakati.
Dalam teknis perbankan syariah, salam berarti pembelian yang dilakukan oleh
bank syariah dari nasabah dengan pembayaran di muka dengan jangka waktu
penyerahan yang disepakati bersama. Harga yang dibayarkan
dalam salam tidak boleh dalam bentuk utang melainkan dalam bentuk tunai
yang dibayarkan segera. Tentu saja bank syariah tidak bermaksud hanya
melakukan salam untuk memperoleh barang. Barang itu harus dijual lagi untuk
memperoleh keuntungan. Oleh karena itu dalam prakteknya transaksi
pembelian salam oleh bank syariah selalu diikuti atau dibarengi dengan
transaksi penjualan kepada pihak atau nasabah lainnya. Apabila penjualan
barang itu juga dilakukan dalam bentuk salam, maka transaksi itu
menjadi paralel salam. Bank syariah dapat juga melakukan penjualan barang
itu dengan menggunakan skema murabahah.
4. Al-Istishna’
Pada dasarnya bai‟ al-Istishna‟ adalah salah satu pengembangan
prinsip bai‟ as-salam dimana waktu penyerahan barang dilakukan dikemudian
hari sementara pembayaran dapat dilakukan melalui cicilan atau ditangguhkan.
Oleh karena al-istishna‟ merupakan jenis khusus dari bai‟ as-salam, maka
12
ketentuan dan landasan hukum syariah bai‟ al-istishna‟ mengikuti ketentuan
dan landasan hukum syariah bai‟ as-salam.
5. Ijarah
Ijarah merupakan transaksi pertukaran antara „ayn berbentuk jasa atau
manfaat dengan dayn. Dalam istilah lain, ijarah dapat juga didefinisikan
sebagai akad pemindahan hak guna atau manfaat atas barang/jasa melalui upah
sewa tanpa diikuti pemindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri.
Jenis ijarah dapat dibagi berdasarkan objeknya, yaitu ijarah yang objek
manfaatnya dari barang (misalnya sewa mobil, sewa rumah, dan lain-lain)
dan ijarah yang objek manfaatnya dari tenaga seseorang (misalnya jasa taksi,
jasa guru, dan lain-lain). Pendapatan yang diterima dari
transaksi ijarah disebut ujrah.
a. Hibah (pemberian atau gift), yaitu transaksi ijarah yang diakhiri dengan
perpindahan kepemilikan barang dengan cara hibah dari pemilik objek sewa
kepada penyewa.
13
b. Promis to sell (janji menjual), yaitu transaksi ijarah yang diikuti denga janji
menjual barang objek sewa dari pemilik objek sewa kepada penyewa dengan
harga tertentu.
7. Sharf
Sharf dapat juga didefinisikan sebagai prinsip jual-beli valuta dengan
valuta lainnya yang berbeda. Dalam transaksi sharf, penyerahan valuta harus
dilakukan secara tunai (naqdan) dan tidak dapat dilakukan secara tangguh.
Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No. 28/DSN-MUI/III/2002 Tentang
Jual-beli Mata uang (Al-Sharf) menyatakan bahwa transaksi jual beli mata uang
pada prinsipnya boleh dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
Fatwa DSN tersebut juga telah membagi transaksi sharf atau valuta asing
menjadi 4 (empat) jenis, yaitu12:
12
Ahmad, Farhan.2008. “Aqad Sharf”,
(https://www.academia.edu/31572071/Aqad_Sharf) diakses pada 7 September 2019
pukul 14.35
14
dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari
dan merupakan transaksi internasional.
2. Transaksi Forward, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang
nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk jangka
waktu yang akan datang, antara 2 x 24 jam sampai dengan satu tahun.
Hukumnya adalah HARAM, karena harga yang digunakan adalah harga
yang diperjanjikan (muwa‟dah) dan penyerahannya dilakukan
dikemudian hari, padahal harga pada waktu penyerahan tersebut belum
3. tentu sama dengan nilai yang disepakati, kecuali dilakukan dalam
bentuk forward agreement untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari
(lil hajah).
4. Transaksi Swap, yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas
dengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara
penjualan valas yang sama dengan harga forward.
Hukumnya HARAM, karena mengandung unsur maisir (spekulasi).
5. Transaksi Option, yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka
membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas
sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal
akhir tertentu. Hukumnya HARAM, karena mengandung
unsur maisir (spekulasi).
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Yang dinamakan harta dagangan (tijarah) adalah harta yang
dimiliki dengan akad tukar dengan tujuan untuk memperoleh laba dan
harta yang dimilikinya harus merupakan hasil usahanya sendiri.
Tijarah dalam Islam merupakan salah satu profesi yang
dianjurkan bahkan diperintahkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya kepada
umat muslim. Bahkan Rasulullah dalam sebuah hadistnya memberikan
penghormatan kepada orang yang berdagang (pedagang) sejajar dengan
para Nabi, syuhada, dan solihin.
B. Saran
Hendaknya dalam melakukan kegiatan ekonomi didasarkan atas
kejujuran tanpa melakukan kecurangan yang mungkin bisa merugikan
pihak lain, serta mampu menjamin barang atas kelayakan atau kualitas
yang diperjualbelikan sesuai dengan ajaran Islam.
16
DAFTAR PUSTAKA
M. Masykur Khoir, Abdulloh, Risalatuz Zakat, (Kediri: Duta Karya Mandiri, 2010)
hlm. 60
Sa‟adah Yuliana, Nurlina Tarmizi, Maya Panaroma, Panaroma Transaksi Ekonomi dan
Bisnis dalam Tinjauan Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Idea Press, 2017) hlm. 64
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta Selatan: Gaya Media Pratama, 2013) hlm.73
Dr.Mardani, Hukum Sistem Ekonomi Islam,(Depok: PT. Raja Grafindo Persada, 2015)
hlm.177
17