Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH JUAL BELI

Dosen Pengampu : Dr. Hj. Masniati, S. Ag., M. Pd. I

Oleh :
KELOMPOK 2

ROSNANI 90400119068
TRIYANI LESTARI 90400119057
FAJAR BAHARI 90400119071
ALDI SULAEMAN 90400119082

KELAS AKUNTANSI B 2019

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2020

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

A. Latar Belakang ................................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................................2
C. Tujuan ...............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................ 3

A. Pengertian Jual Beli .......................................................................................... 3


B. Dasar Hukum Jual Beli ...................................................................................... 5
C. Hukum Jual Beli................................................................................................ 12
D. Rukun dan Syarat Jual Beli ................................................................................. 13
E. Macam – Macam Jual Beli..................................................................................14

BAB III PENUTUP ..................................................................................................... 17

A. Kesimpulan ...................................................................................................... 17
B. Saran ................................................................................................................ 17

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................18

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul jual beli
dalam islam ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas pada mata kuliah tafsir mualamah. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang jual beli bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada ibu yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Pinrang, 14 Oktober 2020

Kelompok 2

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Agama Islam mengatur setiap segi kehidupan umatnya. Mengatur
hubungan seorang hamba dengan Tuhannya yang biasa disebut dengan
muamalah ma’allah dan mengatur pula hubungan dengan sesamanya yang
biasa disebut dengan muamalah ma’annas. Nah, hubungan dengan sesama
inilah yang melahirkan suatu cabang ilmu dalam Islam yang dikenal
dengan Fiqih muamalah. Aspek kajiannya adalah sesuatu yang
berhubungan dengan muamalah atau hubungan antara umat satu dengan
umat yang lainnya. Mulai dari jual beli, sewa menyewa, hutang piutang
dan lain-lain.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap hari, setiap muslim pasti
melaksanakan suatu transaksi yang biasa disebut dengan jual beli. Si
penjual menjual barangnya, dan si pembeli membelinya dengan
menukarkan barang itu dengan sejumlah uang yang telah disepakati oleh
kedua belah pihak.Jika zaman dahulu transaksi ini dilakukan secara
langsung dengan bertemunya kedua belah pihak, maka pada zaman
sekarang jual beli sudah tidak terbatas pada satu ruang saja.Dengan
kemajuan teknologi, dan maraknya penggunaan internet, kartu kredit,
ATM, dan lain-lain sehingga kedua belah pihak dapat bertransaksi dengan
lancar.
Dengan cara demikian kehidupan masyarakat menjadi teratur dan
subur, pertalian yang satu dengan yang lainpun menjadi lebih teguh. Akan
tetapi sifat loba dan tamak tetap ada pada manusia, suka mementingkan
diri sendiri supaya hak masing-masing jangan sampai tersia-sia, dan juga
menjaga kemaslahatan umum agar pertukaran dapat berjalan dengan
lancar dan teratur. Oleh sebab itu agama memberi peraturan yang sebaik-
baiknya; karena dengan teraturnya muamalat, maka penghidupan manusia

1
jadi terjamin pula dengan sebaik-baiknya sehingga pembantahan dan
dendam-mendendam tidak akan terjadi.
Nasihat Luqmanul Hakim kepada anaknya, “Wahai anakku!
Berusahalah untuk menghilangkan kemiskinan dengan usaha yang halal.
Sesungguhnya orang yang berusaha dengan jalan yang halal itu tidaklah
akan mendapat kemiskinan, kecuali apabila dia telah dihinggapi oleh tiga
macam penyakit: (1) tipis kepercayaan agamanya, (2) lemah akalnya, (3)
hilang kesopanannya.”
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Jual Beli?
2. Mengemukakan beberapa tafsir mengenai ayat tentang jual beli.
3. Bagaimana dasar hukum dan hukum Jual beli?
4. Apa saja rukun-rukun dan syarat-syarat Jual Beli?
5. Sebutkan macam-macam Jual Beli?
C. Tujuan
1. Mahasiswa dapat memahami ruang lingkup jual beli dalam Tafsir
Muamalah.
2. Untuk memperdalam materi jual beli agar bisa menerapkan keluar.
3. Memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Muamalah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Jual Beli


Jual beli merupakan akad yang umum digunakan oleh masyarakat,
karena dalam setiap pemenuhan kebutuhannya, masyarakat tidak bisa berpaling
untuk meninggalkan akad jual beli. Kata ba‟i ( ‫ ) ال ب ي ع‬dalam bahasa Arab
terkadang digunakan untuk pengertian lawannya yaitu kata (beli). Dengan
demikian kata berarti kata “jual” dan sekaligus juga berarti kata “beli”. Secara
etimologi, jual beli adalah proses tukar menukar barang dengan barang. Namun
secara terminology, terdapat beberapa definisi.
Menurut Ulama :
- Hanafiyah adalah tukar menukar maal (barang atau harta) dengan maal yang
dilakukan dengan cara tertentu. Atau, tukar menukar barang yang bernilai
dengan semacamnya dengan cara yang sah dan khusus, yaitu ijab-qobul.
Dengan demikian, jual beli satu dirham dengan satu dirham tidak termasuk
jual beli, karena tidak sah. Begitu pula jual beli seperti bangkai, debu, dan
darah tidak sah, karena ia termasukjual beli barang yang tidak disenangi.
- Sayyid Sabiq mendefinisikan jual beli sebagai suatu pertukaran harta dengan
harta atas dasar saling merelakan atau memindahkan milik dengan ganti yang
dapat dibenarkan.
- Imam An Nawawi mendefinisikan jual beli adalah saling menukar harta
dengan harta dalam bentuk pemindahan milik.

Dari berbagai macam definisi tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa yang
dinamakan jual beli adalah suatu proses dimana seorang penjual menyerahkan
barangnya kepada pembeli setelah mendapatkan persetujuan mengenai barang
yang akan diperjualbelikan tersebut, dan kemudian barang tersebut diterima oleh
pembelidari penjual sebagai imbalan yang diserahkan. Sebagaimana digambarkan
oleh Allah SWT dalam firman-Nya dalam Surat An-Nisa ayat 29 :

3
Artinya : “29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.”

Menurut beberapa tafsir mengenai Q.S. An Nisa ayat 29

- Tafsir Jalalayn
(Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu makan harta
sesamamu dengan jalan yang batil) artinya jalan yang haram menurut
agama seperti riba dan gasab/merampas (kecuali dengan jalan) atau
terjadi (secara perniagaan) menurut suatu qiraat dengan baris di atas
sedangkan maksudnya ialah hendaklah harta tersebut harta perniagaan
yang berlaku (dengan suka sama suka di antara kamu) berdasar
kerelaan hati masing-masing, maka bolehlah kamu memakannya. (Dan
janganlah kamu membunuh dirimu) artinya dengan melakukan hal-hal
yang menyebabkan kecelakaannya bagaimana pun juga cara dan
gejalanya baik di dunia dan di akhirat. (Sesungguhnya Allah Maha
Penyayang kepadamu) sehingga dilarang-Nya kamu berbuat demikian.
- Tafsir Quraish Shihab
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil harta
orang lain dengan cara tidak benar. Kalian diperbolehkan melakukan
perniagaan yang berlaku secara suka sama suka. Jangan
menjerumuskan diri kalian dengan melanggar perintah-perintah Tuhan.
Jangan pula kalian membunuh orang lain, sebab kalian semua berasal
dari satu nafs. Allah selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada kalian.
- Tafsir Ibnu Katsir
Oleh Ismail bin Umar Al-Quraisyi bin Katsir Al-Bashri Ad-Dimasyqi:
Allah SWT melarang hamba-hamba-Nya yang beriman memakan harta
sebagian dari mereka atas sebagian yang lain dengan cara yang batil,
yakni melalui usaha yang tidak diakui oleh syariat, seperti dengan

4
cara riba dan judi serta cara-cara lainnya yang termasuk ke dalam
kategori tersebut dengan menggunakan berbagai macam tipuan dan
pengelabuan. Sekalipun pada lahiriahnya cara-cara tersebut memakai
cara yang diakui oleh hukum syara’, tetapi Allah lebih mengetahui
bahwa sesungguhnya para pelakunya hanyalah semata-mata
menjalankan riba, tetapi dengan cara hailah (tipu muslihat).
Demikianlah yang terjadi pada kebanyakannya.

B. Dasar Hukum Jual Beli


Jual beli merupakan akad yang diperbolehkan berdasarkan Al Qur’an, Sunnah
dan Ijma “ulama”. Jual beli sebagai saran tolong menolong antara sesama
manusia mempunyai landasan yang amat kuat dalam Islam.
1. Al-Qur’an
Q. S. Al-Baqarah Ayat 282

Artinya : “Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan


janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu
lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu
kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah
mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Menurut beberapa tafsir mengenai Q.S. Al-Baqarah ayat 282
 Tafsir Jalalayn
(hanya persaksikanlah jika kamu berjual beli) karena demikian
itu lebih dapat menghindarkan percekcokan. Maka soal ini dan
yang sebelumnya merupakan soal sunah (dan janganlah penulis
dan saksi -maksudnya yang punya utang dan yang berutang-

5
menyulitkan atau mempersulit), misalnya dengan mengubah
surat tadi atau tak hendak menjadi saksi atau menuliskannya,
begitu pula orang yang punya utang, tidak boleh membebani si
penulis dengan hal-hal yang tidak patut untuk ditulis atau
dipersaksikan. (Dan jika kamu berbuat) apa yang dilarang itu,
(maka sesungguhnya itu suatu kefasikan), artinya keluar dari
taat yang sekali-kali tidak layak (bagi kamu dan bertakwalah
kamu kepada Allah) dalam perintah dan larangan-Nya (Allah
mengajarimu) tentang kepentingan urusanmu. Lafal ini menjadi
hal dari fi`il yang diperkirakan keberadaannya atau sebagai
kalimat baru. (Dan Allah mengetahui segala sesuatu).
 Tafsir Quraish Shihab
Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian melakukan utang
piutang (tidak secara tunai) dengan waktu yang ditentukan,
maka waktunya harus jelas, catatlah waktunya untuk
melindungi hak masing- masing dan menghindari perselisihan.
Yang bertugas mencatat itu hendaknya orang yang adil. Dan
janganlah petugas pencatat itu enggan menuliskannya sebagai
ungkapan rasa syukur atas ilmu yang diajarkan-Nya.
Hendaklah ia mencatat utang tersebut sesuai dengan pengakuan
pihak yang berutang, takut kepada Allah dan tidak mengurangi
jumlah utangnya. Kalau orang yang berutang itu tidak bisa
bertindak dan menilai sesuatu dengan baik, lemah karena masih
kecil, sakit atau sudah tua, tidak bisa mendiktekan karena bisu,
karena gangguan di lidah atau tidak mengerti bahasa transaksi,
hendaknya wali yang ditetapkan agama, pemerintah atau orang
yang dipilih olehnya untuk mendiktekan catatan utang,
mewakilinya dengan jujur. Persaksikanlah dengan dua orang
saksi laki-laki. Kalau tidak ada dua orang laki- laki maka boleh
seorang lelaki dan dua orang perempuan untuk menjadi saksi
ketika terjadi perselisihan. Sehingga, kalau yang satu lupa,

6
yang lain mengingatkan. Kalau diminta bersaksi, mereka tidak
boleh enggan memberi kesaksian. Janganlah bosan-bosan
mencatat segala persoalan dari yang kecil sampai yang besar
selama dilakukan secara tidak tunai. Sebab yang demikian itu
lebih adil menurut syariat Allah, lebih kuat bukti kebenaran
persaksiannya dan lebih dekat kepada penghilangan keraguan
di antara kalian. Kecuali kalau transaksi itu kalian lakukan
dalam perdagangan secara langsung (tunai), kalian tidak perlu
mencatatnya, sebab memang tidak diperlukan. Yang diminta
dari kalian hanyalah persaksian atas transaksi untuk
menyelesaikan perselisihan. Hindarilah tindakan menyakiti
penulis dan saksi. Sebab yang demikian itu berarti tidak taat
kepada Allah. Takutlah kalian kepada-Nya. Dan rasakanlah
keagungan-Nya dalam setiap perintah dan larangan. Dengan
begitu hati kalian dapat memandang sesuatu secara
proporsional dan selalu condong kepada keadilan. Allah
menjelaskan hak dan kewajiban kalian. Dan Dia Maha
Mengetahui segala perbuatan kalian dan yang lainnya(1). (1)
Masalah hukum yang paling pelik di semua perundang-
undangan modern adalah kaidah afirmasi. Yaitu, cara-cara
penetapan hak bagi seseorang jika mengambil jalur hukum
untuk menuntut pihak lain. Al-Qur'ân mewajibkan manusia
untuk bersikap proporsional dan berlaku adil. Jika mereka
sadar akan itu, niscaya akan meringankan pekerjaan para
hakim. Akan tetapi jiwa manusia yang tercipta dengan berbagai
macam tabiat seperti cinta harta, serakah, lupa dan suka balas
dendam, menjadikan hak-hak kedua pihak diperselisihkan.
Maka harus ada kaidah-kaidah penetapan yang membuat
segalanya jelas.

7
 Tafsir Al Maraghi
Dalam ayat di atas dijelaskan; Dan persaksikanlah dengan dua
orang saksi dari orang-orang lelaki di antara kamu.Saksi
tersebut adalah dua orang saksi lelaki untuk menyaksikan
transaksi hutang-piutang. Keduanya diambil dari orang yang
hadir dan harus seorang Islam.Ayat berikutnya“Kalau bukan
dua orang laki-laki maka boleh satu orang laki-laki dan dua
orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai.”Di sini
kesaksian 2 orang perempuan dinilai sama dengan 1 orang
lelaki. Menurut al-Maraghi ini disebabkan karena lemahnya
kesaksian wanita dan kurangnya kepercayaan khalayak
terhadap kesaksian wanita.
Rahasia tasyri’ kesaksian 2 orang perempuan itu menurut
beliau adalah karena dikhawatirkan salah seorang wanita saksi
itu akan lupa atau berlaku salah, di samping tidak mengingat
peristiwa yang sebenarnya maka dibutuhkan kedua wanita
dalam kesaksian. Sebab bila yang seorang lupa maka yang satu
bisa mengingatkan dan melengkapi kesaksiannya. Di samping
itu, menurut kebiasaan, wanita biasanya tidak melibatkan diri
dalam urusan yang berkaitan dengan harta benda dan lainnya
yang masuk dalam lingkup transaksi seingga ingatan mereka
tampak lemah dalam menangani masalah ini. Berbeda dengan
urusan rumah tangga, biasanya mereka kuat ingatannya. Sebab
secara fitrah, manusia akan selalu mengingat hal-hal yang
berkaitan dengan urusannya, dan kesibukan wanitqa zaman
sekarang tidak merubah prinsip dari ketetapan hokum ini,
sebab hukum ditentukan untuk umum dan mayoritas umat.Al-
Maraghi juga mengatakan bahwa dalam masalah kesaksian,
maka hukum menjadi saksi adalah fardu kifayah.
Al-Maraghi menjelaskan bahwa dalam masalah penulisan
hutang, tulisan merupakan bukti yang dapat diterima apabila

8
sudah memenuhi syarat dan penulisan ini diwajibkan untuk
urusan kecil dan besar. Tidak boleh meremehkan hak sehingga
tidak hilang, ini menjadi prinsip ekonomi di zaman modern
sekarang. Jadi, setiap muamalah dan pertukaran mempunyai
daftar-daftar khusus yang di dalamnya disebutkan waktu
menunaikannya. Dalam hal ini, pengadilan menganggap daftar-
daftar itu sebagai bukti. Hukum ini lebih baik dalam rangka
menegakkan keadilan antara dua orang yang bersangkutan di
samping memperjelas kesaksian yang sebenarnya. Ayat ini juga
mengandung isyarat bahwa saksi diharuskan meminta dokumen
perjanjian tertulis apabila diperlukan, untuk mengingat kembali
duduk perkara ketika perjanjian itu terjadi. Semua cara-cara
tersebutlebih baik dalam rangka menghilangkan keraguan antar
para pihak.
Anjuran penulisan (dalam transaksi) menjadi gugur (boleh
tidak dilakukan) jika perniagaan itu dilakukan secara candak
culak/tunai, sebab tidak ada lagi keraguan yang bisa
mendatangkan persengketaan antara kedua pihak yang
bersangkutan. Sedang dalam transaksi jual beli, al-Maraghi
mewajibkan adanya persaksian. Dalam hal penulisan, penulis
dilarang membuat bahaya (celaka) bagi salah satu pihakdengan
cara menyimpangkan atau merubah ketentuan atau tidak mau
menjadi saksi. Ini semua termasuk perbuatan fasik (berdosa)
dan maksiat kepada Allah SWT.
Ayat ini diakhiri dengan firman Allah: “Dan bertaqwalah
kepada Allah, Allah mengajar kamu; dan Allah maha
mengetahui segala sesuatu.” Menutup ayat ini dengan
mengingatkan pengajaran Ilahi, merupakan penutup yang amat
tepat, karena seringkali yang menggunakan pengetahuan yang
dimilikinya dengan berbagai cara terselubung untuk menarik
keuntungan sebanyak mungkin.

9
Q. S. Al-Baqarah Ayat 275

Artinya : “275…Allah telah menghalalkan jual beli dan


mengharamkan riba…”

Menurut Tafsir Quraish Shihab mengenai Q. S. Al Baqarah ayat 275:


Orang-orang yang melakukan praktek riba, usaha, tindakan dan
seluruh keadaan mereka akan mengalami kegoncangan, jiwanya tidak
tenteram. Perumpamaannya seperti orang yang dirusak akalnya oleh
setan sehingga terganggu akibat gila yang dideritanya. Mereka
melakukan itu, sebab mereka mengira jual beli sama dengan riba:
sama-sama mengandung unsur pertukaran dan usaha. Kedua-duanya
halal. Allah membantah dugaan mereka itu dengan menjelaskan bahwa
masalah halal dan haram bukan urusan mereka. Dan persamaan yang
mereka kira tidaklah benar. Allah menghalalkan praktek jual beli dan
mengharamkan praktek riba. Barangsiapa telah sampai kepadanya
larangan praktek riba lalu meninggalkannya, maka baginya riba yang
diambilnya sebelum turun larangan, dengan tidak mengembalikannya.
Dan urusannya terserah kepada ampunan Allah. Dan orang yang
mengulangi melakukan riba setelah diharamkan, mereka itu adalah
penghuni neraka dan akan kekal di dalamnya(1). (1) Riba yang
dimaksud dalam ayat ini adalah riba jahiliah. Prakteknya berupa
pungutan tambahan dari utang yang diberikan sebagai imbalan
menunda pelunasan. Sedikit atau banyak hukumnya tetap haram. Imam
Ahmad mengatakan, "Tidak seorang Muslim pun berhak
mengingkarinya." Kebalikannya adalah riba dalam jual beli. Dalam
sebuah sabda Rasulullah saw. ditegaskan, "Gandum ditukar dengan
gandum yang sejenis dengan kontan, begitu pula emas dengan emas,

10
perak dengan perak, kurma dengan kurma, yang sejenis dan dibayar
kontan. Barangsiapa menambah atau minta ditambah sesungguhnya ia
telah melakukan riba." Para ahli fikih sepakat bahwa hukum
penambahan dalam tukar-menukar barang yang sejenis adalah haram.
Mereka membolehkan penambahan kalau jenisnya berbeda, tetapi
haram menunda pembayarannya. Mereka berselisih dalam masalah
barang-barang yang disebut di atas. Pendapat yang paling bisa
diterima, semua itu dikiaskan dengan bahan makanan yang dapat
disimpan. Dalam hal riba ala jahiliah, ahli fikih menyepakati
keharamannya. Yang mengingkari, berarti telah kafir. Riba tersebut
membuat pihak yang terlibat mengalami depresi atau gangguan jiwa
sebagai akibat terlalu terfokus pada uang yang dipinjamkan atau
diambil. Pihak yang mengutangi gelisah karena jiwanya terbebas dari
kerja. Sementara yang berutang dihantui perasaan was-was dan
khawatir tak bisa melunasinya. Para pakar kedokteran menyimpulkan
banyaknya terjadi tekanan darah tinggi dan serangan jantung adalah
akibat banyaknya praktek riba yang dilakukan. Pengharaman riba
dalam al-Qur'ân dan agama-agama samawi lainnya adalah sebuah
aturan dalam perilaku ekonomi. Ini sesuai dengan pendapat para
filosof yang mengatakan bahwa uang tidak bisa menghasilkan uang.
Para ahli ekonomi menetapkan beberapa cara menghasilkan uang. Di
antara cara yang produktif adalah dengan bekerja di beberapa bidang
usaha seperti industri, pertanian dan perdagangan. Dan yang tidak
produktif adalah bunga atau praktek riba, karena tidak berisiko.
Pinjaman berbunga selamanya tidak akan merugi, bahkan selalu
menghasilkan. Bunga adalah hasil nilai pinjaman. Kalau sebab
penghasilannya pinjaman, maka berarti usahanya melalui perantaraan
orang lain yang tentunya tidak akan rugi. Banyaknya praktek riba juga
menyebabkan dominasi modal di suatu bidang usaha. Dengan begitu,
akan mudah terjadi kekosongan dan pengangguran yang menyebabkan
kehancuran dan kemalasan.

11
Q. S. Al Baqarah ayat 198

Artinya : “198. Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki
hasil perniagaan) dari Tuhanmu….”
Menurut Tafsir Quraish Shihab mengenai Q. S. Al Baqarah ayat 198:
Sebelumnya ada di antara kalian yang merasa bersalah jika melakukan
perniagaan dan mencari rezeki pada musim haji. Sebenarnya, kalian
tidak berdosa melakukan hal itu. Maka berniagalah dengan cara-cara
yang disyariatkan, carilah karunia dan nikmat Allah. Apabila para haji
telah beranjak dari Arafah setelah melakukan wukuf dan mereka tiba
di Muzdalifah pada malam Idul Adha, maka hendaknya mereka
berzikir kepada Allah di al-Masy'ar al-Harâm, di bukit Muzdalifah.
Hendaknya mereka memperbanyak tahlîl (membaca "lâ ilâha illâ
Allâh"), talbiyah (membaca "labbayka Allâhumma labbayk", dst.) dan
takbîr (membaca "Allâhu Akbar"). Agungkan dan pujilah nama
Tuhanmu yang telah memberi hidayah untuk memeluk agama yang
benar dan melakukan ibadah haji. Sebelumnya mereka itu berada
dalam kesesatan.

2. Hadist Rasulullah SAW


Dari Rif’ah Ibn Rafi’ :

Artinya : Dari Rifa‟ah Ibnu Rafi bahwa Nabi ditanya usaha apakah
yang paling baik? Nabi menjawab: Usaha seseorang dengan tangannya
sendiri dan setiap jual beli yang mabrur. (Diriwayatkan oleh al-Bazzar
dan dishahihkan oleh al-Hakim).

12
Dari Ibnu Umar :

Artinya : Dari Ibnu, Umar ia berkata: Rasulullah bersabda: Pedagang


yang benar (jujur), dapat dipercaya dan muslim, beserta para syuhada
pada hari kiamat. (HR. Ibnu Majah)

3. Ijma’
Berdasarkan ijma’ ulama, jual beli dibolehkan dan telah dipraktekkan
sejak masa Rasulullah hingga sekarang. Para ulama dan seluruh umat
Islam sepakat tentang diperbolehkannya jual beli karena hal ini sangat
dibutuhkan oleh manusia pada umumnya. Ijma’ ini memberikan
hikmah bahwa kebutuhan manusia berhubungan dengan sesuatu yang
ada dalam kepemilikan orang lain. Dalam kenyataan kehidupan sehari-
hari tidak semua orang memiliki apa yang dibutuhkannya. Apa yang
dibutuhkannya kadang-kadang berada ditangan orang lain. Dengan
jalan jual beli, maka manusia saling tolong menolong untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Jual beli diperbolehkan dengan alasan bahwa
manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa
bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau barang milik orang
lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan barang lainnya yang
sesuai. Oleh karena itu, hal ini merupakan sebuah bentuk ijma-ijma
umat, karena tidak ada seorangpun yang melarangnya.

13
C. Hukum Jual Beli
Dari kandungan ayat-ayat Al Qur’an, Hadist Rasulullah SAW dan
ijma’ yang dikemukakan diatas sebagai dasar jual beli para ulama-ulama
fiqih mengambil suatu kesimpulan, bahwa jual beli itu hukumnya mubah
(boleh). Jual beli itu harus memenuhi rukun dan syarat yang telah
ditentukan oleh syara-syara. Hukumnya, sesuatu yang diperjual belikan
menjadi milik yang melakukan akad.
Namun menurut Imam Asy-Syatibi (ahli fikih Madzab Imam
Maliki), hukumnya bisa berubah menjadi wajib dalam situasi tertentu.
Sebagai contoh dikemukakannya, bila suatu waktu terjadi praktek ikhtikar,
yaitu penimbunan barang, sehingga persediaan hilang dari pasar dan harga
melonjak naik. Apabila terjadi praktek semacam itu, maka pemerintah
boleh memaksa para pedagang menjual barang-barang sesuai dengan
harga pasar sebelum terjadi pelonjakan harga barang itu. Para pedagang
wajib memenuhi ketentuan pemerintah didalam menentukan harga
dipasaran. Disamping wajib menjual barang dagangannya, dapat juga
dikenakan sanksi hukum karena tindakan tersebutdapat merusak atau
mengacaukan ekonomi rakyat.
Jual beli dikatakan shahih apabila jual beli itu disyari’atkan,
memenuhi rukun dan syarat yang telah ditentukan, barang itu bukan milik
orang lain, dan tidak terikat dengan khiyar lagi, maka jual beli itu shahih
dan telah mengikat kedua pihak.

D. Rukun dan Syarat Jual Beli


Menurut Jumhur Ulama rukun jual beli itu ada empat, yaitu :
1. Orang yang berakad (penjual dan pembeli)
2. Shighot (ijab dan qobul)
3. Ada barang yang dibeli
4. Ada nilai tukar pengganti barang

14
Syarat umum jual beli harus terbebas dari :

a. Jual beli itu terhindar dari cacat, seperti kriteria barang yang
diperjualbelikan itu tidak diketahui, baik jenis, kualis maupun
kuantitasnya, jumlah harga tidak jelas, jual beli itu mengandung unsur
paksaan, tipuan, mudarat, serta adanya syarat-syaratlain yang membuat
jual beli itu rusak.
b. Apabila barang yang diperjualbelikan itu benda bergerak, maka barang
itu boleh langsung dikuasai pembeli dan harga barang dikuasai
penjual. Adapun barang tidak bergerak boleh dikuasai pembeli setelah
surat-menyuratnyadiselesaikan sesuai kebiasaan setempat.
c. Syarat fasid
Penetapan syarat yang akan memberikan nilai manfaat bagi salah satu
pihak dan syarat tersebut bertentangan dengan syara’, urf ataupun
subtansi akad. Misalnya, penjual mensyaratkan untuk menggunakan
mobilnya kembali selama satu bulan.
d. Dlarar
Adanya bahaya atau kerugian yang akan diterima oleh penjual ketika
terjadi serah terima barang. Namun, jika penjual merasa nyaman
dengan penyerahan objek transaksi tersebut maka jual beli akan tetap
sah. Misalnya, menjual lengan baju, pintu mobil, dll.
e. Gharar
Adanya ketidakpastian tentang objek transaksi, baik dari segi kriteria
maupun keberadaan objek tersebut. Sehingga keberadaan objek
tersebut masi diragukan oleh pembeli.
f. Tauqit
Tauqit, yaitu transaksi jual beli yang dibatasi dengan waktu tertentu.
Misalnya, menjual mobil dengan batasan waktu kepemilkan selama
satu tahun, setelah satu tahun lewa maka kepemilkian mobil mobil
kembali keapad penjual. Transaksi jual beli ini fasid adanya.

15
E. Macam-Macam Jual Beli
a. Jual beli ditinjau dari segi hubungannya dengan barang yang
dijual dibagi menjadi empat macam, yaitu:
1. Jual beli Muqayyadah
Jual beli Muqayyadah adalah jual beli barang dengan barang
seperti jual beli binatang dengan binatang. Jual beli seperti
hukumnya shahih, baik barang tersebut jenisnya sama atau
berbeda, baik dua-duanya dari jenis makanan atau bukan. Apabila
barangnya satu jenis, maka disyaratkan tidak boleh ada riba.
2. Jual beli Riba
Jual beli yang mengandung unsur tambahan dalam transaksi jual
belinya yang mana tambahan dalam transaksi jual belinya yang
mana tambahan tersebut tidak diperbolehkan dalam syara’.
3. Jual beli Salam
Penjualan dengan tempo dengan pembayaran tunai. Jual beli salam
dapat dipahami sebagai bentuk jual beli dengan cara memesan
barangterlebih dahulu yang disebutkan sifatnyaatau ukurannya,
sedangkan pembayarannyadilakukan dengan tunai. Orang yang
memesan disebut muslim, orang yang memilki barang disebut
muslam ilaih, barang yang dipesan disebut muslamfih, dan
harganya disebut ra‟su mal as-salam.
4. Jual beli Mutlak
Jual beli yang tidak ada batasannya, yaitu seorang dapat tukar-
menukar dengan uang untuk mendapatkan segala barang yang
dibutuhkan. Pada jual beli inialat yang digunakan untuk
mendapatkan barang yang dikehendakinya berupa uang.
b. Jual beli ditinjau dari segi harga atau ukurannya dibagi menjadi
empat macam, yaitu:
1. Jual beli Murabahah
Jual beli yang dilakukan dengan cara menjual barang dengan harga
semula ditambah dengan keuntungan dengan syarat-syarat tertentu.

16
Dapat dipahami bahwa jual beli Murabah adalah jual beli dimana
penjualmenawarkan harga pembelian ditambah dengan keuntungan
yang diinginkannya.
2. Jual beli Tauliyah
Menurut syara’, jual beli tauliyah adalah jual beli barang sesuai
dengan harga pertama (pembelian) tanpa tambahan.
3. Jual beli wadhi’ah
Jual beli wadhia’ah disebut juga jual beli almahathah adalah jual
beli barang dengan mengurangi harga pembelian.
4. Jual beli Musawamah
Jual beli Musawamah adalah jual beli yang biasa berlaku dimana
para pihak yang melakukan akad jual beli saling menawar sehingga
mereka berdua sepakat atas suatu harga dalam transaksi yang
mereka lakukan.
c. Jual beli berdasarkan sifatnya dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Jual beli shahih
Apabila jual beli itu disyariatkan, memenuhi rukun atau syarat
yang ditentukan, barang itu bukan milik orang lain dan tidak terkait
dengan khiyar lagi, maka jual beli itu shahih dan mengikat kedua
belah pihak.
2. Jual beli batil
Apabila pada jual beli itu salah satu atau seluruh rukunnya tidak
terpenuhi, atau jual beli itu pada dasarnya dan sifatnya tidak
disyari’atkan, maka jual beli itu batil. Apabila rukun dan syaratnya
tidak terpenuhi, maka jual beli tersebut disebut jual beli yang batil.
3. Jual beli yang Fasid
Jual beli yang fasid adalah jual beli yang secara prinsip tidak
bertentangan dengan syara’ namun terdapat sifat-sifat tertentu yang
menghalangi keabsahannya.

17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jual beli merupakan akad yang umum digunakan oleh masyarakat,
karena dalam setiap pemenuhan kebutuhannya, masyarakat tidak bisa
berpaling untuk meninggalkan akad jual beli. Kata ba‟i ( ‫ ) ال ب يع‬dalam
bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya yaitu kata
(beli). Dengan demikian kata berarti kata “jual” dan sekaligus juga berarti
kata “beli”. Secara etimologi, jual beli adalah proses tukar menukar barang
dengan barang.
Manfaat jual beli yaitu, jual beli dapat menata struktur kehidupan
ekonomi masyarakat yang menghargai hak milik orang lain. Penjual dan
pembeli dapat memenuhi kebutuhannya atas dasar kerelaan atau suka sama
suka. Dan masing-masing pihak merasa puas. Penjual melepas barang
dagangannya dengan ikhlas dan menerima uang, sedangkan pembeli
memberikan uang dan menerima barang dagangan dengan puas.
B. Saran

Jual beli merupakan kegiatan yang sering dilakukan oleh setiap


manusia, namun pada zaman sekarang manusia tidak menghiraukan
hukum islam. Oleh karena itu, sering terjadi penipuan dimana-mana.
Untuk menjaga perdamaian dan ketertiban sebaiknya kita berhati-hati
dalam bertransaksi dan alangkah baiknya menerapkan hukum islam dalam
interaksinya.

Allah SWT telah berfirman bahwasannya Allah memperbolehkan


jual beli dan mengharamkan riba.Maka dari itu, jauhilah riba dan jangan
sampai kita melakukun riba. Karena sesungguhnya riba dapat merugikan
orang lain.

18
DAFTAR PUSTAKA

https://eprints.walisongo.ac.id
https://journal.trunojoyo.ac.id
https://risalahmuslim.id/quran/an-nisaa/4-29/
https://tafsirq.com/2-al-baqarah/ayat-198#tafsir-quraish-shihab
https://tafsirq.com/2-al-baqarah/ayat-275#tafsir-quraish-shihab
https://tafsirq.com/2-al-baqarah/ayat-282#tafsir-quraish-shihab
https://tafsirq.com/4-an-nisa/ayat-29#tafsir-quraish-shihab

19

Anda mungkin juga menyukai