Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

AL-BA’I
UNTUK MEMENUHI MATA KULIAH FIQIH MUAMALAH
DOSEN PENGAMPU:
BPK. M.AGUS NUR ROHMAN, M.Pd.

Disusun oleh:
M.ABU MANSUR
MURIDAN

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT)


BUSTANUL ULUM JAYA SEKTI
KECAMATAN ANAK TUHA LAMPUNG TENGAH
FEBRUARI 2023

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kami rahmat serta
hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikam makalah yang berjudul “AL-BA’I“ ini
dengan sesuai rencana. Makalah ini bertujuan untuk melatih ketajaman berfikir dan kekompakan dalam
kelompok untuk menyatukan beberapa pemikiran yang berbeda menjadi makalah yang baik

Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak M.AGUS NUR ROHMAN, M. Pd. selaku
pembimbing yang telah banyak memberikan kami pengarahan kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik dan benar.

Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca
sangatlah diharapkan, atas kritik dan sarannya kami mengucapkan terima kasih.

Purwosari,10 maret 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

MAKALAH ..................................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... ii

BAB 1 ............................................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1

1.1.Latar Belakang ...................................................................................................................... 1

1.2.RumusanMasalah .................................................................................................................. 2

1.3.TujuanPenulisan .................................................................................................................... 2

BAB II............................................................................................................................................. 3

PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 3

2.1. Pengertian Jual Beli .............................................................................................................. 3

2.2. Landasan Hukum Jual Beli .................................................................................................. 4

2.3. Syarat dan Rukun Jual Beli .................................................................................................. 5

BAB III ........................................................................................................................................... 7

3.1. Kesimpulan.......................................................................................................................... 7

3.2. Saran .................................................................................................................................... 7

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................... 8

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Agama Islam mengatur setiap segi kehidupan umatnya. Mengatur hubungan seorang
hamba dengan Tuhannya yang biasa disebut dengan muamalah ma’allah dan mengatur pula
hubungan dengan sesamanya yang biasa disebut dengan muamalah ma’annas. Nah, hubungan
dengan sesama inilah yang melahirkan suatu cabang ilmu dalam Islam yang dikenal dengan
Fiqih muamalah. Aspek kajiannya adalah sesuatu yang berhubungan dengan muamalah atau
hubungan antara umat satu dengan umat yang lainnya. Mulai dari jual beli, sewa menyewa,
hutang piutang dan lain-lain.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap hari, setiap muslim pasti melaksanakan suatu
transaksi yang biasa disebut dengan jual beli. Si penjual menjual barangnya, dan si pembeli
membelinya dengan menukarkan barang itu dengan sejumlah uang yang telah disepakati oleh
kedua belah pihak.Jika zaman dahulu transaksi ini dilakukan secara langsung dengan bertemunya
kedua belah pihak, maka pada zaman sekarang jual beli sudah tidak terbatas pada satu ruang
saja.Dengan kemajuan teknologi, dan maraknya penggunaan internet, kartu kredit, ATM, dan
lain-lain sehingga kedua belah pihak dapat bertransaksi dengan lancar.
Dengan cara demikian kehidupan masyarakat menjadi teratur dan subur, pertalian yang
satu dengan yang lainpun menjadi lebih teguh. Akan tetapi sifat loba dan tamak tetap ada pada
manusia, suka mementingkan diri sendiri supaya hak masing-masing jangan sampai tersia-sia,
dan juga menjaga kemaslahatan umum agar pertukaran dapat berjalan dengan lancar dan teratur.
Oleh sebab itu agama memberi peraturan yang sebaik-baiknya; karena dengan teraturnya
muamalat, maka penghidupan manusia jadi terjamin pula dengan sebaik-baiknya sehingga
pembantahan dan dendam-mendendam tidak akan terjadi.
Nasihat Luqmanul Hakim kepada anaknya, “Wahai anakku! Berusahalah untuk
menghilangkan kemiskinan dengan usaha yang halal. Sesungguhnya orang yang berusaha
dengan jalan yang halal itu tidaklah akan mendapat kemiskinan, kecuali apabila dia telah
dihinggapi oleh tiga macam penyakit: (1) tipis kepercayaan agamanya, (2) lemah akalnya, (3)
hilang kesopanannya,”

1
1.2.RumusanMasalah

Dari beberapa uraian diatas tentang Ba’i atau jual beli yang sebagian telah dipaparkan,
maka beberapa pertanyaan yang perlunya untuk di jawab agar tidak ada keraguan lagi.
1. Apa yang Dimaksud dengan Jual Beli ?
2. Bagaimana Hukum Jual beli ?
3. Apa Saja Rukun-rukun dan Syarat-syarat Jual Beli ?

1.3.TujuanPenulisan

Dari beberapa uraian rumusan masalah diatas, maka dapat di spesifikan beberapa tujuan
penulis menyusun makalah ini, diantaranya :
1. Mahasiswa dapat memahami jual beli dalam Fiqih Muamalah.
2. Untuk memperdalam materi jual beli agar bisa menerapkan keluar.
3. Memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Muamalah

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Jual Beli

Arti jual beli secara bahasa adalah menukar sesuatu dengan sesuatu. Jual beli
menurut syara’ adalah akad tukar menukar harta dengan harta yang lain melalui tata cara yang
telah ditentukan oleh hukum islam.1 Yang dimaksud kata “harta” adalah terdiri dari dua
macam. Pertama; harta yang berupa barang, misalnya buku, rumah, mobil dll. Kedua; harta
yang berupa manfaat (jasa), misalnya pulsa telephone, pulsa listrik, dan lain-lain.
Sedangkan menurut istilah, yang dimaksud jual beli adalah :
a. Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik
dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan;2
b. Menurut Syekh Muhammad ibn Qasim Al-Ghazzi : Pengertian jual beli yang tepat ialah,
memiliki suatu harta (uang) dengan mengganti sesuatu atas dasar izin syara, sekedar memiliki
izin manfaatnya saja yang diperbolehkan syara untuk selamanya yang demikian itu harus dengan
melalui pembayaran yang berupa uang;
c. Menurut Imam Taqiyuddin dalam kitab Kiffayatul al-Akhyar : Pengertian jual beli adalah,
saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola (tasharruf) dengan ijab qobul, dengan apa
yang sesuai dengan syara;
d. Menurut Syekh Zakaria al-Anshari dalam kitabnya, Fath al-Wahab: Pengertian jual beli
adalah, Tukar menukar benda lain dengan cara yang khusus (dibolehkan);
e. Menurut Sayyid Sabiq dalam kitabnya Fiqh Sunnah : Pengertian jual beli adalah,
penukaran benda dengan benda lain dengan jalan saling atau memindahkan hak milik dengan ada
penggantinya melalui jalan (cara) yang diperbolehkan;
f. Ada sebagian ulama memberikan pemaknaan tentang julan beli (ba’i) diantaranya; Ulama
Hanafiyah “Jual beli adalah pertukaran harta dengan harta (benda) berdasarkan cara khusus
(yang diperbolehkan) syara’ yang disepakati”. Menurut Imam Nawawi dalam al-majmu’
mengatakan “Jual beli adalah pertukaran harta dengan harta untuk kepemilikan”. Menukar
1
Syafe'i, Rachmat. 2006. Fiqih Muamalah. Bandung : Cv. Pustaka setia
2
Rasjid, Sulaiman. 1994. Fiqh Islam, Bandung : PT. Sinar Baru Algensindo

3
barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik atas dasar
saling merelakan.

2.2. Landasan Hukum Jual Beli

Dasar hukum (landasan syara’) jual beli adalah sebagai berikut :


a. Dasar Al-Qur’an
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamu dengan jalan yang
bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama suka diantara kamu
......... (Q.S. AN-Nisa : 29)
b. Al-Hadits :
“Dari Rifa’ah ibn Rafi’ RA. Nabi Muhammad SAW., Ditanya tentang mata pencaharian yang
paling baik, beliau menjawab, ‘Seseorang yang bekerja dengan tangannya dan setiap jual beli
yang mabrur’.” (HR. Bazzar, hakim menyahihkannya dari Rifa’ah ibn Rafi’)
Maksud Mabrur dalam hadits diatas adalah jual beli yang terhindar dari usaha tipu-menipu, dan
merugikan orang lain.
Berdasarkan dalil-dalil tersebut diatas maka hukum dari jual beli adalah halal atau boleh.

c. Ijma’
Ulama telah sepakat bahwa jual-beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak akan
mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau
barang milik orang lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan barang lainnya yang
sesuai.
d. Hukum-hukum yang bersangkutan paut dengan jual beli :
1. Mubah (boleh), ialah asal hukum jual beli;
2. Wajib, seperti wali menjual harta anak yatim apabila terpaksa, begitu juga qadhi menjua
harta muflis (orang yang lebih banyak utangnya daripada hartanya) sebagaimana akan
datang keterangannya tentang muflis;
3. Haram, sebagaimana yang telah lalu apa-apa jual beli yang terlarang;
4. Sunat, seperti jual beli kepada sahabat atau pamili yang dikasihi, dan kepada orang yang
sangat berhajat kepada barang itu.

4
2.3. Syarat dan Rukun Jual Beli

2.3.1. Syarat Jual Beli

Syarat adalah hal-hal yang harus ada atau dipenuhi sebelum transaksi jual beli

1) Syarat Penjual dan Pembeli atau pihak yang bertransaksi (Aqid) adalah :
a) Berakal, agar dia tidak terkecoh, orang yang gila atau bodoh tidak sah jual belinya.
b) Dengan kehendak sendiri (bukan dipaksa), keterangannya yaitu ayat diatas tentang suka
sama suka.
c) Tidak mubazir (pemboros), sebab harta orang mubazir itu di tangan walinya, sedangkan
dalam jual beli itu harus barang milik sendiri.
d) Balig (berumur 15 tahun ke atas/dewasa), anak kecil tidak sah jual belinya, adapun anak
yang sudah mengerti tetapi belum sampai pada umur dewasa, menurut pendapat sebagian
para ulama mereka diperbolehkan berjual-beli barang yang kecil-kecil; karena kalau tidak
diperbolehkan sudah tentu menjadi kesulitan dan kesukaran, sedangkan agama islam sekali-
kali tidak akan menetapkan peraturan yang mendatangkan kesulitan kepada pemeluknya.

2) Syarat Barang yang diperjual-belikan atau objek jual beli (Ma’qud Alaih)
a) Suci, barang najis tidak sah di jual dan tidak boleh dijadikan uang untuk dibelikan, seperti
kulit binatang atau bangkai yang belum disamak (dikuliti).
b) Ada manfaatnya, tidak boleh menjual sesuatu yang tidak ada manfaatnya. Dilarang pula
mengambil tukarannya karena hal itu termasuk dalam arti menyia-nyiakan (memboroskan)
harta yang terlarang.
c) Barang itu dapat diserahkan, tidak sah menjual suatu barang yang tidak dapat diserahkan
kepada yang membeli, misalnya ikan dalam laut, barang rampasan yang masih berada di
tangan yang merampasnya, barang yang sedang dijaminkan, sebab semua itu mengandung
tipu daya (kecohan).
d) Barang tersebut merupakan kepunyaan si penjual, kepunyaan yang diwakilinya, atau yang
mengusahakan.
e) Barang tersebut diketahui oleh si penjual dan si pembeli, zat, bentuk, kada (ukuran) dan
sifat-sifatnya jelas, sehingga antara keduanya tidak akan terjadi kecoh-mengecoh.

5
3) Syarat ucapan serah terima (Ijab dan Kabul)
Ijab kabul dapat dilakukan dengan kata-kata penyerahan dan penerimaan atau dapat juga
berbentuk tulisan seperti faktur, kuitansi, atau nota dan lain sebagainya.
Ijab adalah perkataan penjual, umpanya, “saya jual barang ini sekian”.
Kabul adalah ucapan si pembeli, “Saya terima (saya beli) dengan harga sekian.” Keterangannya
yaitu ayat yang mengatakan bahwa jual beli itu suka sama suka.
Sedangkan suka sama suka itu tidak dapat diketahui dengan jelas kecuali dengan
perkataan, karena perasaan suka itu bergantung pada hati masing-masing. Ini pendapat
kebanyakan para ulama. Tetapi Imam Nawawi, Mutawali, Bagawi dan beberapa ulama yang
berpendapat bahwa lafaz itu tidak menjadi rukun, hanya menurut adat kebiasaan saja. Apabila
menurut telah berlaku bahwa hal yang seperti itu sudah dipandang sebagai jual beli, maka itu
saja sudah cukup karena tidak ada suatu dalil yang jelas untuk mewajibkan lafaz.
Menurut ulama yang mewajibkan lafaz, lafaz itu diwajibkan memenuhi beberapa syarat :
Keadaan ijab dan kabul berhubungan. Artinya salah satu dari keduanya pantas menjadi jawaban
dari yang lain dan belum berselang lama.
1) Makna keduanya hendaklah mufakat (sama) walau lafaz keduanya berlainan.
2) Keduanya tidak disangkutkan dengan urusan yang lain, seperti katanya “Kalau saya jadi
pergi, saya jual barang ini sekian.”
3) Tidak berwaktu, sebab jual beli berwaktu seperti sebulan atau setahun, tidak sah.

2.3.2. Rukun Jual Beli


Rukun adalah hal-hal yang harus ada dan terpenuhi dalam pelaksanaan transaksi jual beli,
Rukun jual beli ada 3 :
1. Aqid (Pihak yang bertransaksi)
2. Ma’qud Alaih mencakup barang yang jual dan harganya
3. Sighat Ijab Kabul (ucapan serah terima dari penjual dan pembeli)

6
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa jual beli itu diperbolehkan dalam
Islam.Hal ini dikarenakan jual beli adalah sarana manusia dalam mencukupi kebutuhan mereka,
dan menjalin silaturahmi antara mereka.Namun demikian, tidak semua jual beli
diperbolehkan.Ada juga jual beli yang dilarang karena tidak memenuhi rukun atau syarat jual
beli yang sudah disyariatkan. Rukun jual beli adalah adanya akad (ijab kabul), subjek akad dan
objek akad yang kesemuanya mempunyai syarat-syarat yang harus dipenuhi, dan itu semua telah
dijelaskan di atas.Walaupun banyak perbedaan pendapat dari kalangan ulama dalam menentukan
rukun dan syarat jual beli, namun pada intinya terdapat kesamaan, yang berbeda hanyalah
perumusannya saja, tetapi inti dari rukun dan syaratnya hampir sama.

Bagi umat Islam yang melakukan bisnis dan selalu berpegang teguh pada norma-norma
hukum islam, akan mendapat berbagai hikmah diantaranya; (a) bahwa jual beli (bisnis) dalam
islam dapat bernilai sosial atau tolong menolong terhadap sesama, akan menumbuhkan berbagai
pahala, (b) bisnis dalam islam merupakan salah satu cara untuk menjaga kebersihan dan halalnya
harta yang dimakan untuk dirinya dan keluarganya, (c) bisnis dalam islam merupakan cara untuk
memberantas kemalasan, pengangguran dan pemerasan kepada orang lain, (d) berbisnis dengan
jujur, sabar, ramah, memberikan pelayanan yang memuaskan sebagaimana yang diajarkan dalam
islam akan selalu menjalin persahabatan kepada sesama manusia.

3.2. Saran

Jual beli merupakan kegiatan yang sering dilakukan oleh setiap manusia, namun pada zaman
sekarang manusia tidak menghiraukan hukum islam. Oleh karena itu, sering terjadi penipuan
dimana-mana. Untuk menjaga perdamaian dan ketertiban sebaiknya kita berhati-hati dalam
bertransaksi dan alangkah baiknya menerapkan hukum islam dalam interaksinya.

7
DAFTAR PUSTAKA

Syafe'i, Rachmat. 2006. Fiqih Muamalah. Bandung : Cv. Pustaka setia.


Rasjid, Sulaiman. 1994. Fiqh Islam, Bandung : PT. Sinar Baru Algensindo.
Syafe’i, Nurdin. 2016. Buku Siswa Fiqih Madrasah Tsanawiyah Kelas IX.
Jakarta : Kementerian Agama Republik Indonesia.
Zuhdi, Masjfuk. 1997. Masail Fiqhiyah, Jakarta : PT. Toko Gunung Agung.
S Shobirin. (2016). “Jual Beli dalam Pandangan Islam”. [online]. Tersedia :
journal.stainkudus.ac.id/index.php/Bisnis/article/download/1494/1372.

Anda mungkin juga menyukai