Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Jual Beli
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kuliah: Fiqh Muamalah

Dosen Pengampu:
Eka Junila Saragih, M.S.I

Disusun Oleh:
Kelompok 4

Albi Khoirul Munawar


Ferdy Hasan Haswin

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONTIANAK TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis


kemudahan dalam menyelesaikan makalah tepat waktu.Tanpa rahmat dan
pertolongan- Nya,penulis tidak akan mampu menyelesaikan makalah ini
dengan baik.Tidak lupa shalawat serta salam tercurahkan kepada Nabi agung
Muhamad SAW yang syafa’atnya kita nantikan kelak dihari kiamat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan
nikmat sehat-Nya,sehingga makalah ‘Jual Beli” dapat
diselesaikan.Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Fiqh
Muamalah.Penulis berharap makalah akta otentik dan akta dibawah tangan
dapat menjadi referensi dalam memahami mata kuliah ini.
Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak terutama kepada dosen pengampu ibu Eka Juliana
Saragih, M.S.I pada mata kuliah FiqhMuamalah yang telah memberikan tugas
ini kepada penulis.
Penulis menyadari makalah ini masih perlu banyak penyempurnaan
karena kesalahan dan kekurangan.Penulis terbuka terhadap kritik dan saran
pembaca agar makalah ini lebih baik.Apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini,baik terkait penulisan maupun konten,penulis mohon maaf.

Demikian yang dapat saya sampaikan.Akhir kata,semoga makalah ini dapat


bermanfaat.

Pontianak, 26 Oktober 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

MAKALAH ................................................................................................................................ 1
Jual Beli......................................................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR .................................................................................................................. 2
DAFTAR ISI ................................................................................................................................. 3
BAB I ............................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN......................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang ..................................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ................................................................................................................ 5
BAB II ........................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ........................................................................................................................... 6
A. Pengertian Jual Beli .............................................................................................................. 6
B. Dasar Hukum Jual Beli ......................................................................................................... 6
C. Syarat dan Rukun Jual Beli .................................................................................................. 7
D. Macam-macam Jual Beli ...................................................................................................... 9
E. Berbagai Hukum Jual Beli .................................................................................................. 11
BAB III........................................................................................................................................ 13
PENUTUP ................................................................................................................................... 13
A. Kesimpulan......................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 14

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Agama Islam mengatur setiap segi kehidupan umatnya. Mengatur hubungan
seorang hamba dengan Tuhannya yang biasa disebut dengan muamalah ma’allah dan
mengatur pula hubungan dengan sesamanya yang biasa disebut dengan muamalah
ma’annas. Nah, hubungan dengan sesama inilah yang melahirkan suatu cabang ilmu
dalam Islam yang dikenal dengan Fiqih muamalah. Aspek kajiannya adalah sesuatu
yang berhubungan dengan muamalah atau hubungan antara umat satu dengan umat
yang lainnya. Mulai dari jual beli, sewa menyewa, hutang piutang dan lain-lain.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap hari, setiap muslim pasti
melaksanakan suatu transaksi yang biasa disebut dengan jual beli. Si penjual menjual
barangnya, dan si pembeli membelinya dengan menukarkan barang itu dengan
sejumlah uang yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.Jika zaman dahulu
transaksi ini dilakukan secara langsung dengan bertemunya kedua belah pihak, maka
pada zaman sekarang jual beli sudah tidak terbatas pada satu ruang saja.Dengan
kemajuan teknologi, dan maraknya penggunaan internet, kartu kredit, ATM, dan lain-
lain sehingga kedua belah pihak dapat bertransaksi dengan lancar.
Dengan cara demikian kehidupan masyarakat menjadi teratur dan subur,
pertalian yang satu dengan yang lainpun menjadi lebih teguh. Akan tetapi sifat loba
dan tamak tetap ada pada manusia, suka mementingkan diri sendiri supaya hak
masing-masing jangan sampai tersia-sia, dan juga menjaga kemaslahatan umum agar
pertukaran dapat berjalan dengan lancar dan teratur. Oleh sebab itu agama memberi
peraturan yang sebaik-baiknya; karena dengan teraturnya muamalat, maka
penghidupan manusia jadi terjamin pula dengan sebaik-baiknya sehingga
pembantahan dan dendam-mendendam tidak akan terjadi.
Nasihat Luqmanul Hakim kepada anaknya, “Wahai anakku! Berusahalah
untuk menghilangkan kemiskinan dengan usaha yang halal. Sesungguhnya orang yang
berusaha dengan jalan yang halal itu tidaklah akan mendapat kemiskinan, kecuali
apabila dia telah dihinggapi oleh tiga macam penyakit: (1) tipis kepercayaan
agamanya, (2) lemah akalnya, (3) hilang kesopanannya,”
Sebenarnya bagaimana pengertian jual beli menurut Fiqih muamalah?Apa saja
syaratnya? Lalu apakah jual beli yang dipraktekkan pada zaman sekarang sah menurut
fiqih muamalah? Tentu ini akan menjadi pambahasan yang menarik untuk dibahas.

4
B. Rumusan Masalah
Dari beberapa uraian diatas tentang Ba’i atau jual beli yang sebagian telah
dipaparkan, maka beberapa pertanyaan yang perlunya untuk di jawab agar tidak ada
keraguan lagi.
1. Apa yang Dimaksud dengan Jual Beli ?
2. Dasar Hukum Jual beli ?
3. Apa Saja Rukun-rukun dan Syarat-syarat Jual Beli ?
4. Praktik Jual Beli ?
5. Apa Saja Jual Beli yang Sah Hukumnya ?

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Jual Beli


Arti jual beli secara bahasa adalah menukar sesuatu dengan sesuatu. Jual beli
menurut syara’ adalah akad tukar menukar harta dengan harta yang lain melalui tata
cara yang telah ditentukan oleh hukum islam. Yang dimaksud kata “harta” adalah
terdiri dari dua macam. Pertama; harta yang berupa barang, misalnya buku, rumah,
mobil dll. Kedua; harta yang berupa manfaat (jasa), misalnya pulsa telephone, pulsa
listrik, dan lain-lain.
Sedangkan menurut istilah, yang dimaksud jual beli adalah :Menukar barang
dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari yang
satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan;
Ada pun sebagian ulama memberikan pemaknaan tentang julan beli (ba’i)
diantaranya; Ulama Hanafiyah “Jual beli adalah pertukaran harta dengan harta (benda)
berdasarkan cara khusus (yang diperbolehkan) syara’ yang disepakati”. Menurut Imam
Nawawi dalam al-majmu’ mengatakan “Jual beli adalah pertukaran harta dengan harta
untuk kepemilikan”. Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan
jalan melepaskan hak milik atas dasar saling merelakan.

B. Dasar Hukum Jual Beli


a. Dasar Al-Quran
Dasar hukum jual beli adalah al-Qur’an dan alhadits, sebagaimana disebutkan
dalam surat al-Baqarah ayat 275:

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila
keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata
(berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai
kepadanya larangan Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka
baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan

6
urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka
orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya
(Q.S.Al.Baqarah: 275)

Berdasarkan ayat tersebut dapat diambil pemahaman bahwa Allah telah


menghalalkan jual beli kepada hamba-hamban-Nya dengan baik dan melarang
praktek jual beli yang mengandung riba.
b. Al-Hadist
“Dari Rifa’ah ibn Rafi’ RA. Nabi Muhammad SAW., Ditanya tentang mata
pencaharian yang paling baik, beliau menjawab, ‘Seseorang yang bekerja dengan
tangannya dan setiap jual beli yang mabrur’.” (HR. Bazzar, hakim
menyahihkannya dari Rifa’ah ibn Rafi’)

Maksud Mabrur dalam hadits diatas adalah jual beli yang terhindar dari usaha
tipu-menipu, dan merugikan orang lain.
Berdasarkan dalil-dalil tersebut diatas maka hukum dari jual beli adalah halal atau
boleh.
c. Ijma’
Ulama telah sepakat bahwa jual-beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia
tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang lain. Namun
demikian, bantuan atau barang milik orang lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti
dengan barang lainnya yang sesuai.

C. Syarat dan Rukun Jual Beli


1. Syarat Jual Beli
Syarat adalah hal-hal yang harus ada atau dipenuhi sebelum transaksi jual beli
1) Syarat Penjual dan Pembeli atau pihak yang bertransaksi (Aqid) adalah :
a. Berakal, agar dia tidak terkecoh, orang yang gila atau bodoh tidak sah jual
belinya.
b. Dengan kehendak sendiri (bukan dipaksa), keterangannya yaitu ayat diatas
tentang suka sama suka.

7
c. Tidak mubazir (pemboros), sebab harta orang mubazir itu di tangan walinya,
sedangkan dalam jual beli itu harus barang milik sendiri.
d. Balig (berumur 15 tahun ke atas/dewasa), anak kecil tidak sah jual belinya,
adapun anak yang sudah mengerti tetapi belum sampai pada umur dewasa,
menurut pendapat sebagian para ulama mereka diperbolehkan berjual-beli
barang yang kecil-kecil; karena kalau tidak diperbolehkan sudah tentu
menjadi kesulitan dan kesukaran, sedangkan agama islam sekali-kali tidak
akan menetapkan peraturan yang mendatangkan kesulitan kepada
pemeluknya.

2) Syarat Barang yang diperjual-belikan atau objek jual beli (Ma’qud Alaih)
a. Suci, barang najis tidak sah di jual dan tidak boleh dijadikan uang untuk
dibelikan, seperti kulit binatang atau bangkai yang belum disamak (dikuliti).
b. Ada manfaatnya, tidak boleh menjual sesuatu yang tidak ada manfaatnya.
Dilarang pula mengambil tukarannya karena hal itu termasuk dalam arti
menyia-nyiakan (memboroskan) harta yang terlarang.
c. Barang itu dapat diserahkan, tidak sah menjual suatu barang yang tidak dapat
diserahkan kepada yang membeli, misalnya ikan dalam laut, barang rampasan
yang masih berada di tangan yang merampasnya, barang yang sedang
dijaminkan, sebab semua itu mengandung tipu daya (kecohan).
d. Barang tersebut merupakan kepunyaan si penjual, kepunyaan yang
diwakilinya, atau yang mengusahakan.
e. Barang tersebut diketahui oleh si penjual dan si pembeli, zat, bentuk, kada
(ukuran) dan sifat-sifatnya jelas, sehingga antara keduanya tidak akan terjadi
kecoh-mengecoh.

3) Syarat ucapan serah terima (Ijab dan Kabul)


Ijab kabul dapat dilakukan dengan kata-kata penyerahan dan penerimaan
atau dapat juga berbentuk tulisan seperti faktur, kuitansi, atau nota dan lain
sebagainya.
Ijab adalah perkataan penjual, umpanya, “saya jual barang ini sekian”.

8
Kabul adalah ucapan si pembeli, “Saya terima (saya beli) dengan harga
sekian.” Keterangannya yaitu ayat yang mengatakan bahwa jual beli itu suka
sama suka.
Sedangkan suka sama suka itu tidak dapat diketahui dengan jelas kecuali
dengan perkataan, karena perasaan suka itu bergantung pada hati masing-
masing. Ini pendapat kebanyakan para ulama. Tetapi Imam Nawawi, Mutawali,
Bagawi dan beberapa ulama yang berpendapat bahwa lafaz itu tidak menjadi
rukun, hanya menurut adat kebiasaan saja. Apabila menurut telah berlaku bahwa
hal yang seperti itu sudah dipandang sebagai jual beli, maka itu saja sudah cukup
karena tidak ada suatu dalil yang jelas untuk mewajibkan lafaz.
Menurut ulama yang mewajibkan lafaz, lafaz itu diwajibkan memenuhi
beberapa syarat :
a) Keadaan ijab dan kabul berhubungan. Artinya salah satu dari keduanya pantas
menjadi jawaban dari yang lain dan belum berselang lama.
b) Makna keduanya hendaklah mufakat (sama) walau lafaz keduanya berlainan.
c) Keduanya tidak disangkutkan dengan urusan yang lain, seperti katanya
“Kalau saya jadi pergi, saya jual barang ini sekian.”
d) Tidak berwaktu, sebab jual beli berwaktu seperti sebulan atau setahun, tidak
sah.
2. Rukun Jual Beli
Rukun adalah hal-hal yang harus ada dan terpenuhi dalam pelaksanaan transaksi
jual beli, Rukun jual beli ada 3 :
1. Aqid (Pihak yang bertransaksi)
2. Ma’qud Alaih mencakup barang yang jual dan harganya
3. Sighat Ijab Kabul (ucapan serah terima dari penjual dan pembeli)

D. Macam-macam Jual Beli


1. Bai’ Sohihah
Yaitu akad jual beli yang telah memenuhi syarat dan rukunnya.
2. Bai Fasidah
Yaitu akad jual yang tidak memenuhi salah satu atau seluruh syarat dan rukunnya .
a. Macam-macam Bai’ Sohihah

9
1. Jual beli barang yang terlihat secara jelas dan ada ditempat terjadinya transaksi.
2. Jual beli barang yang pesanan yang lazim dikenal dengan istilah dengan akad
salam.
3. Jual beli mas atau perak, baik sejenis atau tidak (bai’ sharf).
4. Jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan ditambah keuntungan (bai
murabahah).
5. Jual beli barang secara kerja sama atau serikat (bai isyrak).
6. Jual beli barang dengan cara penjual memberi diskon kepada pembeli (bai
muhatah).
7. Jual beli barang dengan harga pokok, tanpa ada keuntungan (bai’ tauliyah).
8. Jual beli hewan dengan hewan (bai muqabadah).
9. Jual beli barang dengan syarat khiyar, yaitu perjanjian yang telah disepakati
antara penjual dan pembeli, untuk mengembalikan barang yang diperjual
belikan, jika tidak ada kecocokan didalam masa yang telah disepakati oleh
keduanya.
10. Jual beli barang dengan syarat tidak ada cacat (bai bisyarti al baro)
b. Macam-macam bai’ fasidah (terlarang)
Jual beli terlarang artinya jual beli yang tidak memenuhi rukun dan syarat jual
beli, yaitu :
1. Jual Beli Sistem Ijon
Maksud dari jual beli sistem Ijon adalah jual beli hasil tanaman yang masih
belum nyata buahnya, belum ada isinya, belum ada buahnya, seperti jual beli
padi masih muda, jual beli mangga masih berwujud bunga, semua itu
kemungkinan besar masih bisa rusak yang akan dapat merugikan kedua belah
pihak. Rasulullah saw bersabda : “Dari Ibnu Umar, Nabi Muhammad SAW,
telah melarang jual beli buah-buahan sehingga nyata baiknya buah itu (pantas
untuk diambil dan dipetik buahnya)” HR. Bukhori dan Muslim.
2. Jual beli barang haram
Jual beli barang yang diharamkan hukumnya tidak sah atau dilarang serta
karena haram hukumnya. Seperti jual beli minuman keras (khamr), bangkai,
darah, daging babi, patung berhala dan sebagainya.
3. Jual beli sperma hewan

10
Jual beli sperma hewan tidak sah, karena sperma tidak dapat diketahui kadarnya
dan tidak dapat diterima wujudnya, rasulullah saw, bersabda : “rasulullah saw,
telah melarang jual beli kelebihan air (sperma)” (H.R Muslim)
4. Jual beli anak binatang yang masih ada dalam kandungan induknya
Hal ini dilarang karena belum jelas kemungkinannya ketika lahir hidup atau
mati. Rasulullah saw, bersabda : “sesungguhnya rasulullah saw, melarang jual
beli anak binatang yang masih dalam kandungan induknya” (H.R Bukhori dan
Muslim)
5. Jual beli barang yang belum dimiliki
Maksudnya adalah jual beli yang barangnya belum diterima dan masih berada di
tangan penjual pertama. Rasulullah saw, bersabda : “nabi Muhammad saw, telah
bersabda janganlah engkau menjual sesuatu yang baru saja engkau beli,
sehingga engkau menerima (memegang) barang itu” (HR. Ahmad dan Baihaqi)
6. Jual beli barang yang belum jelas
Menjual buah-buahan yang belum nyata buahnya, sabda nabi Muhammad saw,
dari Ibnu Umar Ra : “Nabi Muhammad saw, telah melarang menjual buah-
buahan yang tidak tampak manfaatnya” (HR. Muttafaq Alaih)

E. Berbagai Hukum Jual Beli


1. Mubah (Boleh): Jual beli yang masuk dalam kategori "mubah" adalah yang
dianggap sah dan diperbolehkan dalam Islam tanpa adanya larangan khusus.
Contoh-contoh hukum jual beli mubah termasuk jual beli pakaian, makanan, atau
barang-barang sehari-hari lainnya.
2. Sunnah (Dianjurkan): Jual beli yang termasuk dalam kategori "sunnah" adalah
yang dianjurkan oleh agama, meskipun tidak diwajibkan. Contoh-contoh hukum
jual beli sunnah adalah:
 Memberikan diskon kepada saudara muslim.
 Berbicara dengan jujur dan jelas mengenai barang yang dijual atau dibeli.
3. Makruh (Dilarang, Tapi Tidak Berdosa): Jual beli yang termasuk dalam kategori
"makruh" adalah yang tidak dilarang secara tegas, tetapi lebih baik dihindari.
Contoh-contoh hukum jual beli makruh adalah:
 Mencurangi atau menipu dalam transaksi jual beli.

11
 Membuat spekulasi yang berlebihan dalam jual beli.
4. Haram (Dilarang, Berdosa): Jual beli yang termasuk dalam kategori "haram"
adalah yang dilarang dalam Islam dan dianggap sebagai dosa. Contoh-contoh
hukum jual beli haram adalah:
 Jual beli alkohol, narkotika, atau barang-barang terlarang lainnya.
 Jual beli riba (bunga atau suku bunga) dalam transaksi keuangan.
5. Fard (Wajib): Terkadang, dalam kondisi tertentu, jual beli bisa menjadi kewajiban
(fard), seperti ketika seseorang menjual atau membeli barang untuk kebutuhan
dasar hidupnya. Namun, kategori ini lebih berkaitan dengan tindakan ekonomi
dasar daripada hukum jual beli dalam arti yang lebih umum.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa jual beli itu
diperbolehkan dalam Islam.Hal ini dikarenakan jual beli adalah sarana manusia dalam
mencukupi kebutuhan mereka, dan menjalin silaturahmi antara mereka.Namun
demikian, tidak semua jual beli diperbolehkan.Ada juga jual beli yang dilarang karena
tidak memenuhi rukun atau syarat jual beli yang sudah disyariatkan. Rukun jual beli
adalah adanya akad (ijab kabul), subjek akad dan objek akad yang kesemuanya
mempunyai syarat-syarat yang harus dipenuhi, dan itu semua telah dijelaskan di
atas.Walaupun banyak perbedaan pendapat dari kalangan ulama dalam menentukan
rukun dan syarat jual beli, namun pada intinya terdapat kesamaan, yang berbeda
hanyalah perumusannya saja, tetapi inti dari rukun dan syaratnya hampir sama.
Bagi umat Islam yang melakukan bisnis dan selalu berpegang teguh pada norma-
norma hukum islam, akan mendapat berbagai hikmah diantaranya; (a) bahwa jual beli
(bisnis) dalam islam dapat bernilai sosial atau tolong menolong terhadap sesama, akan
menumbuhkan berbagai pahala, (b) bisnis dalam islam merupakan salah satu cara
untuk menjaga kebersihan dan halalnya harta yang dimakan untuk dirinya dan
keluarganya, (c) bisnis dalam islam merupakan cara untuk memberantas kemalasan,
pengangguran dan pemerasan kepada orang lain, (d) berbisnis dengan jujur, sabar,
ramah, memberikan pelayanan yang memuaskan sebagaimana yang diajarkan dalam
islam akan selalu menjalin persahabatan kepada sesama manusia.

13
DAFTAR PUSTAKA

Syafe'i, Rachmat. 2006. Fiqih Muamalah. Bandung : Cv. Pustaka setia.


Rasjid, Sulaiman. 1994. Fiqh Islam, Bandung : PT. Sinar Baru Algensindo.
Syafe’i, Nurdin. 2016. Buku Siswa Fiqih Madrasah Tsanawiyah Kelas IX.
Jakarta : Kementerian Agama Republik Indonesia.
Zuhdi, Masjfuk. 1997. Masail Fiqhiyah, Jakarta : PT. Toko Gunung Agung.
S Shobirin. (2016). “Jual Beli dalam Pandangan Islam”. [online]. Tersedia :
journal.stainkudus.ac.id/index.php/Bisnis/article/download/1494/1372.

14

Anda mungkin juga menyukai