Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PERJANJIAN JUAL BELI

Tugas untuk Memenuhi Nilai Mata Kuliah Hukum Bisnis Islam


Program Studi Ekonomi Syariah

Dosen Pengampu:
Saijun, S.E., M.M

Kelompok 7:
Alhani Mistlaiha Annur (501200418)
Marliza Safitri (501200421)
M.Darwis (501190182)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah penulis sampaikan puji dan syukur kepada Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Hanya karena izin-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Tidak lupa penulis kirimkan
sholawat serta salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW beserta
keluarganya, para sahabatnya, dan seluruh insan yang dikehendaki-Nya. Penulisan
makalah ini bertujuan untuk memenuhi nilai tugas kelompok dalam mata kuliah
Perpajakan.

Dalam makalah ini penulis menguraikan mengenai “Perjanjian Jual


Beli”. Dalam penyelesaian makalah ini penulis mendapatkan bantuan serta
bimbingan dari beberapa pihak. Oleh karena itu sudah sepantasnya jika penulis
mengucapkan terima kasih kepada:

1. Saijun, S.E., M.M selaku dosen pembimbing mata kuliah Hukum Bisnis
Islam.
2. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini

Penulis cukup menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.
Karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi
perbaikan makalah di masa mendatang. Harapan penulis semoga makalah ini
bermanfaat dan memenuhi harapan berbagai pihak. Aamiin.

Jambi, 6 Juli 2023

Pemakalah

ii
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR ........................................................................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................... 4
A. Latar Belakang ............................................................ 4
B. Identifikasi Masalah .................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN ............................................................. 5
A. Pengertian Jual Beli .................................................... 5
B. Dasar Hukum Jual Beli. .............................................. 6
C. Hak Dan Kewajiban Para Pihak
Dalam Perjanjian Jual Beli ......................................... 8
D. Metode Pembayaran Dalam Transaksi Jual Beli ........ 10
BAB III PENUTUP ...................................................................... 13
A. Kesimpulan ................................................................. 13
B. Saran ........................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jual beli (bisnis) dimasyarakat merupakan kegiatan rutinitas yang


dilakukan setiap waktu oleh semua manusia. Tetapi jual beli yang benar menurut
hukum Islam belum tentu semua orang muslim melaksanakannya. Bahkan ada
pula yang tidak tahu sama sekali tentang ketentutanketentuan yang di tetapkan
oleh hukum Islam dalam hal jual beli (bisnis).

Di dalam al-Qur’an dan Hadist yang merupakan sumber hukum Islam


banyak memberikan contoh atau mengatur bisnis yang benar menurut Islam.
Bukan hanya untuk penjual saja tetapi juga untuk pembeli. Sekarang ini lebih
banyak penjual yang lebih mengutamakan keuntungan individu tanpa berpedoman
pada ketentuan-ketentuan hukum Islam. Mereka cuma mencari keuntungan
duniawi saja tanpa mengharapkan barokah k Sumber hukum perjanjian jual beli
erja dari apa yang sudah dikerjakan.

Setiap manusia yang lahir di dunia ini pasti saling membutuhkan orang
lain, aka selalu melakukan tolong– menolong dalam menghadapi berbagai
kebutuhan yang beraneka ragam, salah satunya dilakukan dengan cara berbisnis
atau jual beli. Jual beli merupakan interaksi sosial antar manusia yang berdasarkan
rukun dan syarat yang telah di tentukan. Jual beli diartikan “al-bai’, al-Tijarah
dan alMubadalah”. Pada intinya jual beli merupakan suatu perjanjian tukar
menukar barang atau benda yang mempunyai manfaat untuk penggunanya, kedua
belah pihak sudah menyepakati perjanjian yang telah dibuat.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perjanjian jual beli dalam Islam?


2. Bagaimana sumber hukum perjanjian jual beli dalam Islam?
3. Apa saja hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian jual beli?
4. Apa saja Metode pembayaran dalam transaksi jual beli
5. Seperti apa konsep jual beli dalam hukum islam?
4
BAB I
PEMBAHASAN

A. Pengertian Jual Beli

Sebelum membahas jual beli secara mendalam, terlebih dahulu diketahui


pengertian jual beli, sehingga pembaca mengetahui dengan jelas apa itu jual beli
dan dapat mengetahui apa yang dimakdsud oleh penulis. Jual beli dalam istilah
fiqh disebut dengan al-bai’ yang berarti menjual, mengganti, dan menukar sesuatu
dengan sesuatu yang lain. Lafal albai’ dalam bahasa Arab terkadang digunakan
untuk pengertian lawannya, yakni kata asysyira (beli). Dengan demikian, kata al-
bai’ berarti jual, tetapi sekaligus juga berarti beli (Haroen, 2000:111).1

Sedangkan menurut istilah yang dimaksud jual beli atau bisnis adalah:

a. Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan
melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling
merelakan (Idris, 1986 :5).2
b. Menurut Syekh Muhammad ibn Qâsim al-Ghazzi

Menurut syara, pengertian jual beli yang paling tepat ialah memiliki
sesuatu harta (uang) dengan mengganti sesuatu atas dasar izin syara,
sekedar memiliki manfaatnya saja yang diperbolehkan syara untuk
selamanya yang demikian itu harus dengan melalui pembayaran yang
berupa uang (alGhazzi, t.th:30).3
c. Menurut Imam Taqiyuddin dalam kitab Kiffayatul alAkhyar

1
Haroen, Nasrun,2000, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama.
2
Ahmad, Idris, 1986. Fiqh al-Syafi’iyah, Jakarta: Karya Indah.
3
Al-Ghazzi, Muhammad ibn Qâsim, t.th, Fath al-Qarîb al-Mujîb, Indonesia: Dâr al-Ihya al-Kitab,
al-Arabiah.
5
Saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola (tasharruf) dengan ijab
qobul, dengan cara yang sesuai dengan syara (Taqiyuddin, t.th:329).
d. Syeikh Zakaria al Anshari dalam kitabnya fath Al Wahab

Tukar-menukar benda lain dengan cara yang khusus (dibolehkan)


(Zakariya, t.th:157)4
e. Menurut Sayyid Sabiq dalam Kitabnya Fiqh Sunnah

Penukaran benda dengan benda lain dengan jalan saling atau


memindahkan hak milik dengan ada penggantinya dengan cara yang
diperbolehkan (Sabiq, t.th:126).5
f. Ada sebagian ulama memberikan pemaknaan tentang jual beli (bisnis),
diantaranya; ulamak Hanafiyah “ Jual beli adalah pertukaran harta dengan
harta (benda) berdasarkan cara khusus (yang di bolehkan) syara’ yang
disepakati”. Menurut Imam nawawi dalam al-majmu’ mengatakan “Jual
beli adalah pertukaran harta dengan harta untuk kepemilikan”. Menukar
barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan
hak milik atas dasar saling merelakan (Suhendi, 2007: 69-70).6
B. Dasar Hukum Jual Beli
Dasar hukum jual beli adalah al-Qur’an dan alhadits, sebagaimana
disebutkan dalam surat al-Baqarah ayat 275:

4
Al-Ansari, Syeikh Abi Zakaria, t.th, Fath al-Wahab, Juz 1, Singapura: Sulaiman Mar’I
5
Sabiq, Sayyid, 1997. Fiqh al-Sunnah. Beirut: Dar al-Fikr
6
Suhendi, Hendi, 2007, Fiqh Muamalah, Jakarta: Raja Grafindo persada
6
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan
mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan
riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan Tuhannya, lalu
terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu
adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya
(Q.S.Al.Baqarah: 275)
Allah mengharamkan kepada umat Islam memakan harta sesama dengan
jalan batil, misalnya dengan cara mencuri, korupsi, menipu, merampok, memeras,
dan dengan jalan lain yang tidak dibenarkan Allah., kecuali dengan jalan
perniagaan atau jual beli dengan didasari atas dasar suka sama suka dan saling
menguntungkan. Nabi SAW bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh imam
Bazzar yang berbunyi:

Dari Rif’ah Ibn Rafi sesungguhnya Rasulullah pernah ditanya “usaha apa
yang paling baik? Rasulullah SAW menjawab “Usaha seseorang dengan
tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur (jujur)”. (H.R. Al-Al-
Bazzar dan disahihkan oleh al Hakim) (al-Shan’ani, t.th: 4).

Berdasarkan dalil tersebut diatas, maka jelaslah bahwa hukum jual beli
adalah jaiz ( boleh ). Namun tidak menutup kemungkinan perubahan status jual
beli itu sendiri, semuanya tergantung pada terpenuhi atau tidaknya syarat dan
rukun jual beli.

7
C. Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Jual Beli

Hak dari Penjual menerima harga barang yang telah dijualnya dari pihak
pembeli sesuai dengan kesepakatan harga antara kedua belah pihak. Sedangkan
Kewajiban Penjual adalah sebagai berikut:

1. Menyerahkan hak milik atas barang yang diperjual belikan


Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenal tiga jenis benda
yaitu benda bergerak, benda tidak bergerak dan benda tidak bertubuh maka
penyerahan hak miliknya juga ada tiga macam yang berlaku untuk masing-
masing barang tersebut yaitu:
a. Penyerahan Benda Bergerak
Mengenai Penyerahan benda bergerak terdapat dalam pasal
612 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan
Penyerahan kebendaan bergerak, terkecuali yang tak bertubuh
dilakukan dengan penyerahan yang nyata akan kebendaan itu oleh
atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kunci dari
bangunan dalam mana kebendaan itu berada.
b. Penyerahan Benda Tidak Bergerak
Mengenai Penyerahan benda tidak bergerak diatur dalam
Pasal 616-620 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
menyebutkan bahwa penyerahan barang tidak bergerak dilakukan
dengan balik nama. Untuk tanah dilakukan dengan Akta PPAT
sedangkan yang lain dilakukan dengan akta notaris.
c. Penyerahan Benda Tidak Bertubuh
Diatur dalam pasal 613 KUH. Perdata yang menyebutkan
penyerahan akan piutang atas nama dilakukan dengan akta notaris
atau aka dibawah tangan yang harus diberitahukan kepada dibitur
secara tertulis, disetujui dan diakuinya. Penyerahan tiap-tiap
piutang karena surat bawa dilakukan dengan penyerahan surat itu,
penverahan tiap-tiap piutang karena surat tunjuk dilakukan dengan
penyerahan surat disertai dengan endosemen.

8
Menanggung kenikmatan tenteram atas barang tersebut dan menanggung
terhadap cacat-cacat tersembunyi. Pasal 30 sampai dengan pasal 52 United
Nations Convention on Contract for the International Sale of Goods mengatur
tentang kewajiban pokok dari penjual yaitu sebagai berikut:

1) Bagi penjual ada kewajiban utama, yaitu:


a. Menyerahkan hak milik atas barang yang diperjual belikan.
Kewajiban menyerahkan hak milik meliputi segala perbuatan yang
menurut hukum diperlukan untuk mengalihkan hak milik atas barang yang
diperjual belikan itu dari si penjual kepada si pembeli.
b. Menanggung kenikmatan tenteram atas barang tersebut dan menanggung
terhadap cacat-cacat tersembunyi.7
Konsekuensi dari jaminan oleh penjual diberikan kepada pembeli bahwa
barang yang dijual itu adalah sungguh-sungguh miliknya sendiri yang
bebas dari sesuatu beban atau tuntutan dari suatu pihak.Dan mengenai
cacat tersembunyi maka penjual menanggung cacat-cacat yang
tersembunyi itu pada barang yang dijualnya meskipun penjual tidak
mengetahui ada cacat yang tersembunyi dalam objek jual beli kecuali telah
diperjanjikan sebelumnya bahwa penjual tidak diwajibkan menanggung
suatu apapun.Tersembunyi berarti bahwa cacat itu tidak mudah dilihat oleh
pembeli yang normal.
2) Kewajiban Pembeli

Menurut Abdulkadir Muhammad, kewajiban pokok pembeli itu ada


dua yaitu menerima barang-barang dan membayar harganya sesuai dengan
perjanjian diaman jumlah pembayaran biasanya ditetapkan dalam
perjanjian.8Sedangkan menurut Subekti, kewajiban utama si pembeli
adalah membayar harga pembelian pada waktu dan di tempat sebagaimana

7
Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1982, hlm. 8.
8
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian, Op.Cit., hlm. 257-258.
9
ditetapkan menurut perjanjian. Harga tersebut haruslah sejumlah uang
meskipun hak ini tidak ditetapkan dalam undangundang.9

Hak dari Pembeli adalah menerima barang yang telah dibelinya,


baik secara nyata maupun secara yuridis.10 Di dalam Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Penjualan barang-barang
Internasional (United Nations Convention on Contract for the International
Sale of Goods) telah diatur tentang kewajiban antara peniual dan nembeli
Pasal 53 samnai 60 lInited Nations Convention on Contract for the
international Sale of Goods mengatur tentang kewajiban pembeli. Ada 3
kewajiban pokok pembeli yaitu:

a. Memeriksa barang-barang yang dikirim oleh Penjual.


b. Membayar harga barang sesuai dengan kontrak
c. Menerima penyerahan barang seperti disebut dalam kontrak.

D. Metode Pembayaran Dalam Transaksi Jual Beli

Cara pembayaran di dalam jual beli ada beberapa macam dalam


melakukan pembayarannya diantaranya sebagai berikut:

1. Jual Beli Tunai Seketika


Metode jual beli dimana pembayaran tunai seketika ini merupakan bentuk
yang sangat klasik, tetapi sangat lazim dilakukan dalam melakukan jual
beli.Dalam hal ini harga rumah diserahkan semuanya, sekaligus pada saat
diserahkannya rumah sebagai objek jual beli kepada pembeli.
2. Jual Beli dengan Cicilan/Kredit
Metode jual beli dimana pembayaran dengan cicilan ini dimaksudkan
bahwa pembayaran yang dilakukan dalam beberapa termin, sementara
penyerahan rumah kepada pembeli dilakukan sekaligus di muka.

9
Subekti, Op.Cit., hlm. 20.
10
Kartini Muljadi dan Gunawan Widijaja, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Jakarta, PT. Raja
Grafindo Persada, 2003, Hal. 92
10
3. Metode Pembayaran dengan Memakai Kart Kredit
Agar pihak pembeli aman dengan tidak membawa uang cash kemana-
mana, sementara membayar dengan uang cek belum begitu membudaya,
maka pembayaran dengan menggunakan kartu kredit marupakan pilihan
yang populer.
4. Metode Pembayaran dengan Memakai Kartu Debit
Metode pembayaran dengan memakai kart debit lebih praktis dari
penggunaan kartu kredit. Hanya saja, dengan kartu kredit, baik pembeli
maupun penjual harus sama-sama mempunyai rekening di satu bank
tertentu, yakni bank yang menyediakan kartu debit tersebut.
5. Metode Pembayaran dengan Memakai Cek
Metode pembayaran dengan memakai cek juga merupakan metode
pembayaran alternatif yang tidak memerlukan pemberian uang cash,
sehingga dianggap relatif lebih aman, meskipun berbagai persoalan bisa
timbul, misal pemalsuan cek, penerbitan cek kosong, dan lain-lain.
6. Metode Pembayaran Terlebih Dahulu
Dengan menggunakan pembayaran terlebih dahulu ini, pihak penjual baru
mengirim barangnya jika dia telah menerima seluruh pembayaran terhadap
harga barang tersebut. Model pembayaran seperti ini sangat tidak aman
bagi pembeli.
7. Metode Pembayaran secara Open Account
Metode in merupakan kebalikan dari metode pembayaran terlebih dahulu.
Dengan metode ini pihak pembeli baru membayar atau mengirim
pembayaran uang harga pembelian. Setelah dia menerima barangnya
secara utuh. Karena itu, sistem pembayaran seperti ini sangat tidak aman
bagi pihak penjual.
8. Metode Pembayaran Atas Dasar Konsinyasi
Metode ini sangat merugikan dan sangat tidak aman bagi pihak penjual.
Dalam hal ini, harga baru dibayar setelah pihak pembeli menjual lagi
barang tersebut kepada pihak ketiga dan setelah pembayaran oleh pihak
ketiga tersebut dilakukan.
9. Metode pembayaran Secara Documentary Collection
11
Metode in merupakan car pembayaran dengan menggunakan bills of
exchange. Dalam hal ini harga baru dibayar jika dokumen pengiriman
barang (shipping documents) tiba di banknya importir. Tapa membayar
harga barang, shipping document tersebut, tidak akan diberikan oleh bank,
dan tapa shipping documents tersebut barang yang bersangkutan tidak
dapat diambil oleh pembeli.
10. Metode pembayaran Hadiah dan voucher
Metode in menggunakan hadiah atau voucher. kartu dengan nominal
tertentu yang bisa digunakan pelanggan Anda untuk membayar, praktiknya
hampir sama dengan metode pembayaran lainnya seperti kart kredit dan
uang tunai.
11. Metode Pembayaran Wesel pos
Metode ini meruapakan jasa pengiriman uang dari seseorang yang
ditujukan ke orang seusai dengan alamat yang diberikan dengan melalui
post. Pengirim memberikan informasi yang akurat mengenai nama dan
alamat yang bear tentang siapa yang akan dikirim uang tersebut.
12. Metode Pembayaran Secara Documentary Credit
Metode in merupakan pembayaran yang sangat populer sat ini khususnya
dalam dune ekspor impor. Metode ini dilakukan dengan menggunakan
instrumen yang disebut dengan Letter of Credits (L/C).
E. Konsep Jual Beli dalam Hukum Islam
Jual beli dalam Islam termasuk pada kajian fikih17, khusunya fikih
muamalah. Fikih lahir dari pemahaman ulama terhadap teks-teks ke-Agamaan,
baik Alqur’an maupun hadis. Setiap ulama memiliki metode tersendiri dalam
menggali sebuah hukum, termasuk di dalamnya jual beli.
Imam Hanafi (Abu Hanifah) seorang ulama mazhab fikih dengan
pendekatan rasional, sehingga terkenal dengan aliran rasiolan. Imam ini dalam
menggali sebuah hukum, langkah-langkah yang ditempuh dengan cara melihat
Alqur’an, kemudian hadis, selanjutnya qiyas, dan terakhir istihsan. Hal ini tentu
berbeda dengan Imam Malik, seorang ulama mazhab fikih yang lahir di Madinah,
besar di Madinah dan belajar di Madinah, sehingga dikenal dengan mazhab
tradisional. Dikatakan mazhab tardisional, karena jika ada hadis yang bertentang
12
dengan tradisi Madinah, maka didahulukan hadis. Langkah-langkah yang
ditawarkan oleh Imam ini dalam menentukan sebuah hukum dengan cara
mendahulukan Alqur’an, hadis, Ijmak amalan orang Madinah, qiyas, dan Masalih
Mursalah.
Imam Syafi’i seorang ulama yang lahir di Palestina (Ghaza) dan pernah
berguru kepada Imam Malik di Madinah, mencoba menggabungkan dua
pendekatan ulama tersebut di atas, yakni antara rasional dan tradisional. Imam
Syafi’i dalam menentukan sebuah hukum menggunakan langkah-langkah sebagai
berikut; pertama Alqur’an, kedua hadis, ketiga Imam-imam Mujtahidin, ke empat
qiyas. Demikian juga dengan Imam Ahmad bin Hanbal dengan terkenal mazhab
Hanbali. Beliau dalam menentukan sebuah hukum menggunakan langkah-
langkah; pertama Alqur’an, kedua Ijmak Sahabat, ketiga Qiyas. (Sirajuddin
Abbas: 2003, 141-142).11
Metode yang digunakan oleh para Mujtahid tersebut di atas satu sama lain
sangat berbeda. Metode yang berbeda sudah tidak bisa dipungkiri akan
melahirkan hasil akhir yang berbeda. Demikian juga dalam menentukan aturan
jual beli dalam Islam, pasti, sekalipun ada kesamaan, tetapi tetap melahirkan
perbedaan. Perbedaan dalam Islam bukan untuk perpecahan, tetapi untuk saling
melengkapi.

11
Abas, Sirajuddin, Sejarah dan Keagungan Mazhab Syafi’i, Jakarta: Pustaka Tarbiayah, 2003
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jual beli dalam istilah fiqh disebut dengan al-bai’ yang berarti menjual,
mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafal albai’ dalam
bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yakni kata asysyira
(beli). Dengan demikian, kata al-bai’ berarti jual, tetapi sekaligus juga berarti beli.
Hukum jual beli adalah jaiz ( boleh ). Namun tidak menutup kemungkinan
perubahan status jual beli itu sendiri, semuanya tergantung pada terpenuhi atau
tidaknya syarat dan rukun jual beli. Hak dari Penjual menerima harga barang yang
telah dijualnya dari pihak pembeli sesuai dengan kesepakatan harga antara kedua
belah pihak.
Jual beli dalam Islam termasuk pada kajian fikih17, khusunya fikih
muamalah. Fikih lahir dari pemahaman ulama terhadap teks-teks ke-Agamaan,
baik Alqur’an maupun hadis. Setiap ulama memiliki metode tersendiri dalam
menggali sebuah hukum, termasuk di dalamnya jual beli. Imam Hanafi (Abu
Hanifah) seorang ulama mazhab fikih dengan pendekatan rasional, sehingga
terkenal dengan aliran rasiolan. Imam Syafi’i dalam menentukan sebuah hukum
menggunakan langkah-langkah sebagai berikut; pertama Alqur’an, kedua hadis,
ketiga Imam-imam Mujtahidin, ke empat qiyas. Demikian juga dengan Imam
Ahmad bin Hanbal dengan terkenal mazhab Hanbali. Beliau dalam menentukan
sebuah hukum menggunakan langkah-langkah; pertama Alqur’an, kedua Ijmak
Sahabat, ketiga Qiyas.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Idris, 1986. Fiqh al-Syafi’iyah, Jakarta: Karya Indah.

Al-Ghazzi, Muhammad ibn Qâsim, t.th, Fath al-Qarîb al-Mujîb, Indonesia: Dâr
al-Ihya al-Kitab, al-Arabiah.

Al-Ansari, Syeikh Abi Zakaria, t.th, Fath al-Wahab, Juz 1, Singapura: Sulaiman
Mar’I

Abdulkadir Muhammad, 1986. “Hukum Perjanjian”¸ Alumni ,Bandung.

Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Perikatan yang Lahir dari Undangundang,
Raja Grafindo Perseda, Jakarta: 2004

Haroen, Nasrun,2000, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama.

R.Subekti, Aneka Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1982.

Sabiq, Sayyid, 1997. Fiqh al-Sunnah. Beirut: Dar al-Fikr

Abas, Sirajuddin, Sejarah dan Keagungan Mazhab Syafi’i, Jakarta: Pustaka


Tarbiayah, 2003

Suhendi, Hendi, 2007, Fiqh Muamalah, Jakarta: Raja Grafindo persada

15

Anda mungkin juga menyukai