Oleh
Vivi Ayunda
NPM 1804102041
Assalamu’alaikum.Wr.Wb
Puji syukur yang tak terkira ke hadirat Allah SWT. yang telah memberikan
kasih dan kemudahan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah yang
berjudul “Ayat Tentang Jual Beli” ini tanpa ada suatu halangan tertentu.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak sekali mendapat bimbingan
ataupun saran serta kritik yang membangun dari berbagai pihak baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari
sempurna adanya kekurangan dan kejanggalan didalam penulisan karena
keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki, oleh karena itu saran dan kritik
sangat penulis harapkan demi kesempurnaan.
Akhirnya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan
pembaca pada umumnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Metro, Maret 2022
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah................................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 2
A. Pengertian jual beli dalam Islam..................................................... 2
B. Macam-macam Jenis Jual Beli....................................................... 4
C. Prinsip Murabahah dalam Perbankan Syariah............................... 5
BAB III PENUTUP.......................................................................................... 8
A. Kesimpulan..................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 9
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan
perniagaan yang tidak akan merugi.”5 (QS. Fathir : 29)
Adapun pengertian jual beli menurut istilah (terminologi) yaitu
“menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan
melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling
merelakan”.6
Menurut syara, pengertian jual beli yang paling tepat ialah memiliki
se-suatu harta (uang) dengan mengganti sesuatu atas dasar izin syara, sekedar
memiliki manfaatnya saja yang diperbolehkan syara untuk selamanya yang
demikian itu harus dengan melalui pembayaran yang berupa uang7
Jual beli didefinisikan dengan :
3
Hukum Ekonomi Syariah, ba’i adalah jual beli antara benda dan benda, atau
pertukaran antar benda dengan uang.10
Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa pengertian jual
beli adalah kesepakatan tukar menukar barang atau barang dengan uang yang
dapat ditasharrufkan, disertai pertukaran hak kepemilikan dari yang satu ke
yang lain secara suka rela sesuai dengan ketentuan syara’.
B. Macam-macam Jenis Jual Beli
Macam–macam jual beli (bisnis) dalam Islam, dapat dilihat pada dua
sudut pandang yaitu dari kaca mata hukum Islam dan dari kaca mata barang
yang diperjual belikan. Bisnis dilihat dari kaca mata hukum Islam di bagi
menjadi dua macam, yaitu jual beli (bisnis) yang sah menurut hukum Islam
dan jual beli yang batal menurut hukum Islam.
Jual beli (bisnis) yang dapat dibatalkan menurut hukum Islam, yaitu
1. Jual beli barang yang diharamkan
2. Jual beli sperma (mani) hewan. Hukum Islam mebolehkan untuk menjual
daging kambing yang belum di kuliti dengan ukuran timbang ,dan sama
halnya dengan dibolehkan menjual ayam sembelihan dengan kotorannya
masih di dalam perut ayam tersebut (Abdurrahman, 2004: 40).
3. Jual beli dengan perantara (al–wasilat), melalui perantara artinya memesan
barang dengan akad jual membeli yang belum sempurna membayarnya
tetapi tiba tiba ia mundur dari hak akad. Para ulama’ memperbolehkan jual
beli dengan membayar dahulu agar barang tersebut tidak di beli oleh orang
lain.
4. Jual beli anak binatang yang masih berada di perut induknya karena
barangnya belum ada jadi tidak dibolehkan.
5. Jual beli muhaqallah / baqallah tanah, sawah dan kebun maksudnya jual
beli tanaman yang masih diladang atau sawah yang belum pasti wujudnya,
hal ini masih diragukan bisa mengakibatkan ketidak rilaan dari pembeli
atau penyesalan dari penjual, termasuk kategori jual beli gharar.
4
6. Jual beli mukhadharah, yaitu menjual buah–buahan yang belum pantas
untuk panen, dilarang karena masih samar karena dapat dimungkinkan
buah itu jatuh tertiup angin sebelum diambil oleh pembelinya atau busuk
dan lain sebaginya.
7. Jual beli muammasah, yaitu jual beli secara sentuh menyantuh kain yang
sedang dipajangkan, orang yang menyentuh kain tersebut harus membeli.
8. Jual beli dengan munabadzah, yaitu jual beli secara lempar melempar,
maksudnya seperti pelelengan barang harga yang paling besar itu yang
akan mendapatkan barang tersebut, hal ini ditakutkan adanya penipuan.
9. Jual beli muzaabanah, yaitu menjual barang yang basah dan yang kering,
maksudnya barang yang diperjual belikan dicampur dan mengakibatkan
tidak adanya keseimbangan barang.
C. Prinsip Murabahah di Perbankan Syariah
Bank syariah di Indonesia pada umumnya dalam memberikan
pembiayaan murabahah, menetapkan syarat-syarat yang dibutuhkan dan
prosedur yang harus ditempuh oleh musytari yang hampir sama dengan syarat
dan prosedur kredit sebagaimana lazimnya yang ditetapkan oleh bank
konvensional.11
Setiap perbankan Islam mempunyai bentuk jual beli murabahah yang
beraneka ragam baik itu murabahah internal, dimana pihak bank membeli
barang dan komoditinya dari pasar dalam negri ataupun murabahah eksternal,
dimana pihak bank membeli barang dan komoditinya dari luar negri (Import).
Dan dibawah ini akan dijelaskan beberapa praktek murabahah dalam
keseharian perbankan Islam dengan catatan ada beberapa bentuk murabahah
yang dipraktekan oleh salah satu bank akan tetapi tidak dipraktekan di bank
lainya (tergantung kondisi dan kebijakan investasi), dan juga ada beberapa
penyimpangan yang telah melanggar norma syariah, tergantung moralitas
pelaku bank tersebut ketika merealisasikan produk murabahah ini.
11 Bagya Agung Prabowo, “Konsep Akad Murabahah Pada Perbankan Syariah (Analisa
Kritis Terhadap Aplikasi Konsep Akad Murabahah Di Indonesia Dan Malaysia)”, dalam JURNAL
HUKUM, Yogyakarta: UII Yogyakarta, NO. 1 VOL. 16 Januari 2009, hlm. 111
5
1) Bentuk Pertama
Terjadinya kesepakatan antar pihak klien (yang ingin membeli barang) dan
pihak bank (yang mempunyai barang dan ingin menjualnya) untuk
melakukan transaksi jual beli dengan harga pembelian awal (harga beli
pertama dan ongkos pengadaan), dan pembayarannya dengan cash atau
kredit (tergantung kesepakatan), ditambah margin sebagai keuntungan
pihak bank
2) Bentuk Kedua
Pihak klien meminta bank untuk membelikan suatu barang dengan sifat,
tanda dan harga yang telah ditentukan (pihak klien), dengan
kompensasinya pihak pembeli (klien) akan membayar harga tambahan
(selain biaya pembelian dan pengiriman) sebagai upah kerja pihak bank
dalam mendatangkan barang yang dipesannya
3) Bentuk Ketiga
Pihak klien meminta pihak bank untuk membelikan suatu barang dengan
sifat, tanda dan jumlah yang telah ditentukan (oleh pihak klien) dan klien
berjanji (Al-Wa’du Ghoiru Muljam) akan membeli barang tersebut apabila
telah datang secara angsuran , ditambah margin untuk pihak bank
4) Bentuk Keempat
Bank membeli barang yang biasa dibutuhkan pasar, atau karena ada
permintaan dari salah seorang relasi bank. Setelah transaksi pembelian
sempurna, kemudian pihak bank menjual kembali barang tersebut kepada
relasi yang memesannya atau kepada siapa saja yang mau
membelinya,dengan cara murabahah, dan pihak bank memberitahukan
pihak pembeli tentang biaya awal dan biaya operasiobalnya secara total,
dan meminta harga tambahan sebagai margin pihak bank
5) Bentuk Kelima
Pihak klien meminta bank untuk membelikan barang dengan sifat, tanda
dan jumlah yang telah ditentukan, dan pihak nasabah berjanji (Al-Wa’du
Muljam) akan membeli barang tersebut dengan cara angsuran apabila
6
barang yang dipesannya tiba, dan ditambah margin sebagai keuntungan
pihak bank.
6) Bentuk Keenam
Khusus pada barang import. Pihak bank dan pihak klien telah sepakat
melakukan transaksi jual beli, dan transaksi tersebut dilakukan ketika
barang pesanan masih berada di tempat pabrik dan sebelum dikirimkan ke
tempat pihak nasabah.
7) Bentuk Ketujuh
Pihak klien menghubungi pihak pabrik yang berada di luar negri secara
langsung untuk mengirimkan barang yang dibutuhkannya atas nama bank.
8) Bentuk Kedelapan
Pihak bank menyuruh relasinya untuk membelikan barang tertentu untuk
bank dari pasar dadakan/musiman.12
Berdasarkan pendapat di atas, dapat diketahui bahwa aplikasi
murabahah dalam perbankan syariah terjadi dalam beberapa bentuk
diantaranya Terjadinya kesepakatan antar pihak klien (yang ingin membeli
barang) dan pihak bank (yang mempunyai barang dan ingin menjualnya)
untuk melakukan transaksi jual beli, pihak klien meminta bank untuk
membelikan suatu barang dengan sifat, tanda dan harga yang telah ditentukan
(pihak klien), pihak klien meminta pihak bank untuk membelikan suatu
barang dengan sifat, tanda dan jumlah yang telah ditentukan.
7
BAB III
KESIMPULAN
Kata perniagaan yang berasal dari kata niaga, yang kadang-kadang disebut
pula dagang atau perdagangan amat luas maksudnya, segala jual beli, sewa
menyewa, import dan eksport, upah mengupah, dan semua yang menimbulkan
peredaran harta benda termasuklah itu dalam bidang niaga.
Yang diperbolehkan dalam memakan harta orang lain adalah dengan jalan
perniagaan yang saling “berkeridhaan” (suka sama suka) di antaramu (kedua
belah pihak). Walaupun kerelaan adalah sesuatu yang tersembunyi di lubuk hati,
tetapi indikator dan tanda-tandanya dapat terlihat. Ijab dan qabul, atau apa saja
yang dikenal dalam adat kebiasaan sebagai serah terima adalah bentuk-bentuk
yang digunakan hukum untuk menunjukkan kerelaan.
Bersandar pada ayat ini, Imam Syafi’i berpendapat bahwa jual beli tidak
sah menurut syari’at melainkan jika ada disertai dengan kata-kata yang
menandakan persetujuan, sedangkan menurut Imam Malik, Abu Hanifah,dan
Imam Ahmad cukup dengan dilakukannya serah terima barang yang bersangkutan
karena perbuatan yang demikian itu sudah dapat menunjukkan atau menandakan
persetujuan dan suka sama suka.
Ulama berbeda pendapat mengenai sampai dimana batas “berkeridhaan”
itu. Satu golongan berkata, sempurnanya berlaku berkeridhaan pada kedua belah
pihak adalah sesudah mereka berpisah setelah dilakukan akad. Menurut
Syaukani,yang dihitung jual beli itu adalah adanya ridha hati, dengan senang, tapi
tidak harus dengan ucapan, bahkan jika perbuatan dan gerak-gerik sudah
menunjukkan yang demikian, maka itu sudah cukup dan memadai. Sedangkan
Imam Sayafi’i dan Imam Hanafi mensyaratkan akad itu sebagai bukti
keridhaanya. Ridha itu adalah suatu tindakan tersembunyi yang tidak dapat
dilihat, sebab itu wajiblah menggantungkannya dengan satu syarat yang dapat
menunjukkan ridha itu ialah dengan akad
8
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Haris Sima, "Pelaksanaan Jual Beli Dengan Menggunakan Akad As-Salam
Ditinjau Dari Prinsip Tabadul Al-Manafi ", Tahkim, Vol. XV, No. 1, Juni
2019.
Abdul Rahman Ghazali, et. Al., Fiqih Muamalat, Jakarta: Kencana, 2010.
Al-Imam Abul Fida Ismail Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasir Juz V,
(Sinar Baru Algensindo)/ Ebook
http://www.asysyariah.com/syariah/tafsir/520-kebatilan-yang-tersamarkan-tafsir-
edisi-53.html
Shobirin, “Jual Beli Dalam Pandangan Islam”, Bisnis, Vol. 3 No. 2, Desember
2015, 241.
Shobirin,Jual Beli dalam Islam, Jurnal Bisnis dan Manajemen Bisnis Islam Vol.
3, no. 2 2015.
Wati Susiawati, “Jual Beli dan Dalam Konteks Kekinian”, Jurnal Ekonomi Islam,
Volume 8, Nomor 2, November 2017.