Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

LARANGAN DALAM JUAL BELI

Kelompok 4

Sinta Nurjanah (503220051)

Sena Isniati (503220060)

M zikron (503220079)

Nadia tri hab sani parinduri (503220082)

Dosen Pengampu: Aztyara Ismadharliani SE.,MM

AKUNTANSI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SYAIFUDDIN JAMBI

1
2022/2023

Kata Pengantar

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan
terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya. Penulis sangat berharap
semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca.
Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan
dalam kehidupan sehari-hari.Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih
banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan
dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

2
Daftar Isi

Kata Pengantar.............................................................................................................2

Daftar
Isi........................................................................................................................3

BAB I: PENDAHULUAN

1.1 Latar
Belakang..........................................................................................................4

1.2 Rumusan
Masalah.....................................................................................................5

1.3 Tujuan.......................................................................................................................5

BAB II: PEMBAHASAN

2.1 Definsi Jual


Beli........................................................................................................6

2.2 Larangan dalam Jual


Beli………………..................................................................7

BAB III: PENUTUP

3.1 Kesimpulan.............................................................................................................11

Daftar Pustaka............................................................................................................12

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Allah SWT menjadikan manusia sebagai makhluk hidup yang saling membutuhkan
antara satu dengan yang lain untuk bisa memenuhi kebutuhan dan kecukupan hidup,
manusia harus berusaha untuk mencari karunia-Nya berupa sumber daya alam yang
ada dimuka bumi ini untuk mempertahankan dan mencukupi kehidupannya, dan salah
satunya adalah dengan cara jual beli.

Dalam bahsa Arab jual beli terdiri dari dua kata yang mengandung arti yang
berlawanan yaitu Al Bai yang artinya jual dan Asy-Syira yang artinya beli. Menurut
istilah hukum Syarah, jual beli adalah penukaran harta (dalam pengertian luas) atas
dasar saling rela atau tukar menukar suatu benda (barang) yang dilakukan antara
kedua belah pihak dengan kesepakatan akad atau ijab qabul tertentu atas dasar suka
sama suka (QS Az Zumar:39, At Taubah: 103, Hud:93)

Di dalam hukum jual beli ada yang di perbolehkan dan ada juga yang tidak
diperbolehkan atau di larang. Maka dari itu makalah ini akan membahas beberapa hal
tentang larangan larangan dalam aktivitas jual beli.

1.2 Rumusan Masalah

1. Sebutkan definisi dari jual beli?

2. Apa saja larangan larangan dalam jual beli ?

4
1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui apa saja hal hal yang dilarang dalam jual beli

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Jual Beli

Secara etimologi atau bahasa, jual beli terdiri dari dua kata yaitu jual (Al-bai) dan
beli (Al-Syira) berarti menerima dan memberikan sesuatu, hal tersebut merupakan
turunan dari orang Arab, biasanya orang Arab akan mengulurkan tangan
mereka(bersalaman) ketika melaksanakan akad atau ijab qabul jual beli sebagai
tanda bahwa akad elah terlaksana aau ketika mereka saling menukar barang dan
uang.
Adapun secara terminologi, jual beli adalah transaksi tukar menukar yang
berkonsekuensi beralihnya hak kepemilikan, dan hal itu dapat terlaksana dengan
akad atau ijab qabul, baik berupa ucapan maupun perbuatan. Dengan kata lain, jual
beli adalah transaksi antara satu orang dengan orang lain yang berupa kegiatan
tukar menukar suatu barang dengan barangg yang lain dengan cara akad tertentu.
Arti jual beli secara istilah dijelaskan oleh beberapa ulama yaitu sebagai berikut:

 Ulama Hanafiyah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan jual beli


secara istilah adalah pertukaran harta dengan harta secara khusus, atau
pertukaran sesuatu yang diinginkan yang berguna(mufid) dengan cara
khusus, yaitu ijab (ucapan/perbuatan yang menunjukan penawaran) dan
qabul (ucapan/perbuatan yang meunjukan penerimaan).
 Al-Sayyid Sabid menyatakan bahwa jual beli adalah pertukaran harta
dengan harta dengan jalan salinng merelakan atau pemindahan kepemilikan
barang dengan penggantian atas kehendak masing masing pihak.

Mustafa Ahmad al-Zakra (1999) menyampaikan ikhtiar pakar hukum islam dan
menyempurnakan definisi jual beli sebelumnya, yaitu mu`awadhat, beliau
menjelaskan pendapat sejumlah pakar hukum islam yang menegaskan bahwa
definisi jual beli adalah pertukaran harta dengan harta dengan tujuan ikhtisab, yaitu
upaya pemenuhan kebutuhan dengan cara pertukaran.

5
2.1 Larangan larangan dalam jual beli

Ada berbagai macam larangan larangan dalam kegiatan jual beli, jual-beli
dianggap sah apabila memenuhi syarat dan rukunnya. Berikut ini adalah hal hal
yang perlu dihindari saat melakukan aktivitas jual beli.

 Larangan Jual-beli dengan sistem Ijon, yaitu jual-beli atau


memperdagangkan yang belum jelas barangnya, seperti buah-buahan yang
masih muda, padi yang masih hijau yang memungkinkan dapat merugikan
orang lain, dan binatang yang masih dalam kandungan.

Dari Ibnu Umar, Nabi SAW telah melarang para umatnya untuk memperjual
belikan buah-buahan sehingga nyata baiknya buah itu serta memperjual belikan
binatang ternak yang masih dalam kandungan dan belum jelas apakah setelah lahir
anak binatang itu cacat, hidup ataupun mati.
Sesungguhnya Rasulullah SAW melarang jual-beli anak binatang yang masih
dalam kandungan induknya. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
 Larangan Jual beli barang yang belum dimiliki, yaitu memperjual
belikan barang atau benda yang belum ada pada kita. Hakim ibn Hizam r.a
berkata: “Ya Rasulullah, seorang laki-laki datang kepadaku, meminta aku
menjual barang yang belum ada padaku. Kemudian baru aku membelinya di
pasar. Nabi SAW pun bersabda: “Janganlah engkau jual apa yang tidak ada
pada engkau.” (HR. Ahmad, Abu Daud, An-Nasa’I, At-Tirmidzy, dan Ibnu
Majah).

 Larangan Jual Beli Secara Gharar, yaitu aktivitas jual beli yang
mengandung unsur penipuan, seperti menjual ikan yang masih ada di dalam
air, menjual burung dalam angkasa, menjual buah yang masih berada di
pohon, hal hal tersebut termasuk dalam kategori jual beli secara gharar.

Dari Abu Hurairah: “Sesungguhnya Nabi SAW, melarang jual beli dengan cara
jual beli secara gharar.” (HR. jama’ah dan Al-Bukhari).

 Larangan Jual beli barang dengan cara Najasyi, ialah tindakan seorang
pedagang yang sengaja menyuruh orang lain agar memuji barang
dagangannya atau menawarnya dengan harga tawaran yang cukup tinggi,
dengan maksud agar orang lain tertarik ikut-ikutan membelinya karena dia
merasa harganya tidak mahal. Imam Syafi’i mengatakan: “Najasyi ialah
seseorang menawar suatu barang padahal tidak bermaksud membelinya.
Melainkan dia hanya bermaksud agar orang lain ikut menawarnya,
kemudian orang lain itu membelinya dengan harga yang lebih tinggi
daripada harga yang semestinya.”

Dari Abu Hurairah: “Sesungguhnya Nabi SAW, melarang penduduk kota


6
menjual barang yang dititipkan padanya oleh penduduk desa, dan menjual dengan
cara najasyi.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

 Larangan Jual beli secara ‘Arbun, Penjualan yang menyertai


‘arbunadalah seseorang pembeli atau penyewa yang mengatakan: “Saya
berikan terlebih dahulu uang muka kepada anda. Jika pembelian ini tidak
jadi saya teruskan, maka uang muka itu hilang, dan menjadi milik anda. Jika
barang itu jadi dibeli maka uang muka itu diperhitungkan dari harga yang
belum dibayar.

Amar ibnu Syu’aib dari ayah kakeknya berkata: “Nabi SAW, melarang penjualan
dengan lebih dahulu memberikan uang muka dan uang itu hilang, kalau pembelian
tidak diteruskan. (HR. Ahmad, An-Nasa’I, dan Abu Daud).

 Larangan Jual Beli Benda Najis, Maksiat, dan Tidak Bermanfaat, yaitu
memperjual belikan binatang yang sudah kehilangan nyawanya(bangkai),
namun tidak melalui penyembelihan yang diakui oleh agama, kecuali
bangkai ikan dan belalang.

Dari Atha’ ibn Abi Rabbah menerangkan: “Bahwasannya Jabir r.a. mendengar
Nabi SAW, bersabda: Sesungguhnya Allah telah mengharamkan penjualan arak,
bangkai, babi dan patung-patung (berhala). Seorang berkata: Ya Rasulullah,
bagaimana pendapat engkau tentang lemak bangkai? Lemak itu biasanya digunakan
untuk mengecat perahu, untuk menggosok kulit dan dijadikan penerang oleh
manusia? Maka beliau menjawab: Tidak boleh, itu haram. Kemudian beliau
bersabda: Semoga orang-orang Yahudi itu dikutuk Allah, sesungguhnya ketika
Allah mengharamkan lemaknya, mereka semua menghancurkannya, kemudian
mereka menjualnya dan memakan uangnya.” (HR. Jama’ah)

 Larangan Jual Beli Dengan Mengecualikan Sebagian Dari Barang yang


Dijual, contohnya jika seseorang menjual sepetak kebun dan dia
mengecualikan sebatang pohon yang terletak di dalamnya dengan tidak
secara jelas menentukan pohon yang dikecualikannya. Begitu pula dengan
seseorang yang menjual salah satu rumah dari sekian buah rumahnya (tanpa
menentukan secara jelas rumah yang akan dijualnya). Namun jika secara
tegas disebutkan pengecualiannya, penjualan tersebut sah.

Dari Jabir berkata : “Sesungguhnya Nabi SAW melarang penjualan muhaqalah


(menjual gandum yang masih dalam tangkalnya) dan penjualan muzabanah
(menjual secara sukatan, menjual anggur yang masih putik dengan yang sudah
kering dengan sukatan) dan penjualan yang pengecualiannya desebut secara samar
(kabur, tidak jelas), terkecuali disebutkan degnan jelas.” (HR. An-Nasa’I dan At-
Turmudzy). Hadist ini menyatakan bahwa penjualan secara muhaqalah dan
muzabanah, dan menjual dengan menyebutkan pengecualian secara samar
7
hukumnya adalah tidak sah. Asy-Syafi’y juga pernah berkata: jika
pengecualiannya secara tegas dan disebutkan dalam penjualan, maka hukum
penjualannya sah. Jika pengecualiannya disebutkan secara samar, hukum
penjualannya tersebut tidak sah. Sebagian ulama berkata: jika pengecualian itu
dilakukan dengan meminta jangka waktu tertentu (untuk menentukan mana yang
dikecualikan), penjualan seperti itu sah. Dhahir hadits ini, dengan jelas
menerangkan bahwasannya setiap pengecualian yang samar, membatalkan akan
akad jual beli.

 Larangan Menerima Bayaran Untuk Hewan Pejantan, menurut


pendapat Jumhur dan para ulama-ulama dari kalangan madzhab Syafi`i dan
madzhab Hambali mengemukakan, bahwa sesungguhnya menjual air
(mani) atau sperma pejantan dengan tujuan mengkawinkannya dengan
hewan betina itu hukumnya haram, soalnya ia tidak bisa dinilai, tidak bisa
diketahui dan tidak kuasa untuk diserahkan.

Dari Ibnu Umar r.a menerangkan: “Nabi SAW melarang kita menerima harga
mani (sperma) hewan pejantan (landuk)”. (HR. Ahmad, Al-Bukhary, An Nasa’I).

 Larangan Jual Beli Di Masjid, pendapat para ahli fikih mengenai aktivitas
jual beli di masjid secara umumnya dibedakan menjadi tiga, yaitu:

 Jumhur Ulama, sebagaimana dijelaskan dalam kitab Al-mughni, Al-


Jami`i Ahkam Al-Quran, dan Nail Al-Authar, berpendapat bahwa
hukum jual beli di masid adalah makruh (sah jual-belinya, tetapi
dibenci). Pendapat tersebut dikrmukakan oleh Ahmad Ibn Hanbal,
`Atha` Ibn, dan Imam al-Baghawi.
 Syekh Salim al-Hilali, dalam kitab al-Manahi al-Syar`iyyah (1/371),
menyimpulkan bahwa hukum jual beli di dalam masjid adalah haram
karena masjid adalah pasar akhirat.
 Imam al-Shan`ani, dalam kitab Subul al-Salam, menyatakan bahwa
hadis mengenai larangan jual beli di masjid menunjukan haramnya jual
beli (jual-belinya tidak sah).

Dalam hadist riwayat al-tirmidzi(3/610: nomor: 1321) dari Abu Hurairah r.a.,
dipaparkan bahwa Rasulullah Saw. Bersabda: “Apabila kalian mendapati orang yang
menjual atau membeli barang di masjid: ‘Allah tidak akan memberikan keuntungan
atas jual beli yang kalian lakukan’. Dan apabila kamu melihat atau mendengar orang
yang mengumumkan barangnya yang hilang, katakanlah: ‘Semoga Allah tidak
mengembalikan barangmu yang hilang’”.

8
 Larangan Jual Beli Senjata di Daerah Konflik, beberapa pendapat para
ulama mengenai jual beli senjata di daerah konflik:

 Ibn Hajar,dalam kitab Fath al-Bahri (4/378), menjelaskan bahhwa yang


dimaksud terlarangnya jual beli senjata di daerah umat islam yang
sedang berperang atau saling memerangi karena menjual senjata
kepada umat islam yang saling memerangi berarti memberikan bantuan
kepada pembelinya(pembeli senjata) untuk memerangi muslim yang
lainnya. Akan tetapi, apabila yang berperang secara nyata dapat
dibedakan antara pemberontak dan pemerintah maka hukum jual beli
tersebut sah, diperbolehkan menjual senjata kepada pemerintah yang
sedang menumpas pemberontak tersebut.
 Ibn Bitthal, dalam kitab Fath al-Bahri (4/378), menjelaskan bahwa
dilarangnya jual beli senjata di daerah konflik termasuk makruh karena
termasuk saling menolong dalam permusuhan dosa. Makruhnya jual-
beli senjata di daerah konflik sama dengan imam Malik, Syafi`i,
Ahmad, dan Ishaq yang memakruhkan menjual anggur kepada orang
yang memproduksi minuman keras(khamr).
 Ibn Qayyim al-aJauziyyah, sebgaimana dimuat dalam kitab Zad al-
Ma’ad(5/763), berpendapat bahwa hukum jual beli senjata bergantung
pada tujuan dan niatnya. Apabila senjata dijual kepada pihak yang
memusuhi dan memerangi umat muslim, hukumnya haram(dan
batal)karena termasuk menolomg dalam dosa dan permusuhan. Akan
tetapi apabila senjata dijual kepada pihak Mujahid(pejuang islam),
hukumnya sah karena termasuk bagian dari ketaatan(beragama).
 Khalid Ibn Abd al-aziz al-Batali menegaskan bahwa menjual senjata
kepada pihak yang memerangi umat islam adalah haram berdasarkan
ijma’ ulama, sebagaimana dijelaskan oleh imam Al-Nawawi dalam
kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab(9/432).

Larangan memperjual belikan senjata di daerah konflik didasarkan pada hadist


yang diriwayatkan oleh Ahmad Ibn Mani’ dalam Musnad(5/14), Imam al-Bazzar
dalam kitab Kasyf al-Astyar(4117), dari Imran Ibn Husnairah r.a., beliau
berkata:”Rasulullah Saw. melarang jual beli senjata di daerah konflik”.

9
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Makalah ini menjelaskan mengenai apa saja larangan-larangan dalam aktivittas jual
beli, ada banyak hadits-hadits yang membahas dan memuat penjelasan tentang
larangan larangan apa saja dalam aktivitas jual beli. Setiap apa apa saja yang dilarang
oleh Allah SWT dan Rasul-Nya tentunya akan membawa kemaslahatan bagi
kehidupan di dunia dan kelak di akhirat nanti, karena di dalam Al-Qur’an Surat Al-
Hasyr ayat 7 sudah jelas-jelas di sebutkan, “Apa yang diberikan Rasul kepadamu
maka terimalah, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan
bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah sangat keras hukumannya.” Oleh karena
itu, sebagai umat Islam tentunya harus paham terhadap apa apa saja yang dilarang
dalam aktivitas jual beli.

10
Daftar Pustaka

Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy. 2001. Koleksi Hadits-Hadits Hukum.


Semarang: PT. Petraya Mitrajaya.

Prof. Dr.H. Jaih Mubarok, S.E,M.H,M.Ag dan Dr. Hassanudin, M.Ag. 2017. Fikih
Mu`amalah Maliyah Akad Jual Beli.

11

Anda mungkin juga menyukai