Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

MATA KULIAH FIQIH MUAMALAH TENTANG SYARAT DAN RUKUN


JUAL BELI DALAM ISLAM
KELOMPOK II

Disusun Oleh :
M. Sabiq Bayu Farezaz (632020008)
Zaimatul Munawaroh (632020002)
Dewi Sukma (642020008)

Dosen Pengampu :
Drs. Ruskam Su’aidi M.HI.

FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH


PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena telah memberikan kesempatan pada kami untuk
menyelesaikan makalah ini.Atas rahmat dan Hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul Syarat dan Rukun Jual Beli Dalam Islam.Pada Bidang Studi Fiqih
Muamalah di Universitas Muhammadiyah Palembang.Selain itu penulis juga berharap agar
makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Drs. Ruskam Su’aidi M.HI.
selaku dosen mata kuliah Fiqih Muamalah Semoga tugas yang diberikan ini dapat menambah
wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga menyadari bahwa makalah ini
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis
terima demi kesempurnaan makalah ini.

Palembang, 01 April 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

COVER...................,.................................................................................................................1
KATA PENGANTAR ....................................................,........................................................2
DAFTAR ISI ............................................................................................................................3
BAB I ...................,....................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................4
A. Latar Belakang..............................................................................................................4
B. Rumus Masalah..............................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................................5
A. Pengertian Jual Beli........................................................................................................5
B. Dasar Hukum Jual Beli .................................................................................................5
C. Rukun Jual Beli .............................................................................................................7
D. Syarat Jual Beli .............................................................................................................7
1. Syarat Orang Yang Berakad .............................................................................7
2. Syarat – Syarat yang berkaitan Dengan Ijab Qabul...........................................7
3. Syarat Barang Yang Diperjual Belikan .............................................................8
4. Syarat Sah Nilai Tukar (Harga Barang) ............................................................8
BAB III PENUTUP . ..............................................................................................................9
A. Kesimpulan ...................................................................................................................9
B. Saran .............................................................................................................................9
DAFTARPUSTAKA .............................................................................................................10

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Atas dasar pemenuhan kebutuhan sehari-hari, maka terjadilah suatu kegiatan yang
di namakan jual beli. Jual beli menurut bahasa artinya menukar sesuatu dengan
sesuatu, sedang menurut syara’ artinya menukar harta dengan harta menurut cara-cara
tertentu (‘aqad). Sedangkan riba yaitu memiliki sejarah yang sangat panjang dan
praktiknya sudah dimulai semenjak bangsa Yahudi sampai masa Jahiliyah sebelum
Islam dan awal-awal masa ke-Islaman. Padahal semua agama Samawi mengharamkan
riba karena tidak ada kemaslahatan sedikitpun dalam kehidupan bermasyarakat. Allah
SWT berfirman: “Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan
atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi
mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan
disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang dari
padanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami
telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang
pedih.”(QS an-Nisaa’: 160-161).
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

َ ِ‫اَلَّ ِذ ْينَ يَْأ ُكلُوْ نَ ال ِّر ٰبوا اَل يَقُوْ ُموْ نَ اِاَّل َك َما يَقُوْ ُم الَّ ِذيْ يَتَ َخبَّطُهُ ال َّشي ْٰطنُ ِمنَ ْال َمسِّ   ٰۗ ذل‬
‫ك بِا َ نَّهُ ْم قَا لُ ۤوْ ا اِنَّ َما ْالبَ ْي ُع ِم ْث ُل‬
‫الرِّبوا ۘ  َواَ َح َّل هّٰللا ُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم ال ِّر ٰبوا ۗ فَ َم ْن َجٓا َء ٗه َموْ ِعظَةٌ ِّم ْن َّرب ِّٖه فَا ْنتَ ٰهى فَلَهٗ َما َسلَفَ  ۗ  َواَ ْمر ُٗۤه اِلَى هّٰللا ِ ۗ  َو َم ْن عَا َد‬ ٰ
ُ ٰ
َ‫فَا ُ ولِئكَ ا حبُ النا ِر ۚ ه ْم فِيهَا خلِدوْ ن‬
ْ ُ َّ ٰ ْ‫ص‬ َ ٓ ٰ

Artinya : “orang-Orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakitgila.
Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual-
beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah: 275)
Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa lepas dari bermuamalah antara satu
dengan yang lainnya. Muamalah sesama manusia senantiasa mengalami
perkembangan dan Perubahan sesuai kemajuan dalam kehidupan manusia. Oleh
karena itu aturan Allah yang terdapat dalam Alquran tidak mungkin menjangkau
seluruh segi pergaulan yang berubah itu. Itulah sebabnya ayat-ayat Al-Quran yang
berkaitan dengan hal ini hanya bersifat Prinsip dalam muamalat dan dalam bentuk
umum yang mengatur secara garis besar. Aturan yang lebih khusus datang dari nabi.
Hubungan manusia satu dengan manusia berkaitan dengan harta diatur agama Islam
salah satunya dalam jual beli. Jual beli yang di dalamnya terdapat aturan-aturan yang
seharusnya kita mengerti dan kita pahami. Jual beli seperti apakah yang dibenarkan
oleh syara’ dan jual beli manakah yang tidak diperbolehkan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian jual beli?
2. Apa dasar hukum jual beli?
3. Apa saja rukun jual beli?
4. Apa saja syarat jual beli?

4
BAB II
PEMBAHASAN

A Pengertian Jual Beli


Jual beli dalam istilah fikih disebut dengan al’bai yang berarti menjual,
mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafal al-bai dalam bahasa
arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yakni kata asyi-syira’ (beli).
Dengan kata lain al-bai berarti jual tetapi sekaligus juga berarti beli. Jual beli menurut
bahasa artinya pertukaran atau saling menukar. Sedangkan menurut pengertian fikih,
jual beli adalah menukar suatu barang dengan barang yang lain dengan rukun dan
syarat tertentu.
Jual beli juga dapat diartikan menukar uang dengan barang yang diinginkan sesuai
dengan rukun dan syarat tertentu. Setelah jual beli dilakukan secara sah, barang yang
dijual menjadi milik pembeli sedangkan uang yang dibayarkan pembeli sebagai
pengganti harga barang, menjadi milik penjual. Secara etimologi, jual beli adalah
pertukaran sesuatu dengan sesuatu (yang lain). Kata lain dari jual beli adalah al-ba’i,
asy- syira’, almubadah, dan at-tijarah. Menurut terminologi, para ulama berbeda
pendapat dalam mendefinisikannya, antara lain:
1) Menurut ulama Hanafiyah: Jual beli adalah “pertukaran harta (benda) dengan
harta berdasarkan cara khusus (yang dibolehkan).”
2) Menurut Imam Nawawi dalam Al-Majmu’: Jual Beli adalah “pertukaran harta
dengan harta Untuk kepemilikan.”
3) Menurut Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mugni: Jual beli adalah “pertukaran
harta dengan harta, untuk saling menjadikan milik.”pengertian lainnya jual
beli ialah persetujuan saling mengikat antara penjual (yakni pihak yang
menyerahkan/menjual barang) dan Pembeli (sebagai pihak yang
Membayar/membeli barang yang dijual).
Akad bai’ ini dapat di buat sebagai sarana untuk memiliki barang atau manfaat dari
sebuah barang untuk selama-lamanya.

B Dasar Hukum Jual Beli


Jual beli sudah ada sejak dulu, meskipun bentuknya berbeda. Jual beli juga
dibenarkan dan berlaku sejak zaman Rasulullah Muhammad SAW sampai sekarang.
Jual beli mengalamab perkembangan seiring pemikiran dan pemenuhan kebutuhan
manusia. Jual beli yang ada di masyarakat di antaranya adalah:
1. Jual beli barter (tukar menukar barang dengan barang).
2. Money charger (pertukaran mata uang).
3. Jual beli kontan (langsung dibayar tunai).
4. Jual beli dengan cara mengangsur (kredit).
5. Jual beli dengan cara lelang (ditawarkan kepada masyarakat umum untuk
mendapat harga tertinggi).

5
Berbagai macam bentuk jual beli tersebut harus dilakukan sesuai hukum jual beli
dalam agama Islam. Hukum asal jual beli adalah mubah (boleh). Allah SWT telah
menghalalkan praktik jual beli sesuai ketentuan dan syariat-Nya. Dalam surah al-
Baqarah ayat 275 Allah SWT berfirman:
َ ِ‫اَلَّ ِذ ْينَ يَْأ ُكلُوْ نَ ال ِّر ٰبوا اَل يَقُوْ ُموْ نَ اِاَّل َك َما يَقُوْ ُم الَّ ِذيْ يَتَ َخبَّطُهُ ال َّشي ْٰطنُ ِمنَ ْال َمسِّ   ٰۗ ذل‬
‫ك بِا َ نَّهُ ْم قَا لُ ۤوْ ا اِنَّ َما ْالبَ ْي ُع ِم ْث ُل‬
‫الرِّبوا ۘ  َواَ َح َّل هّٰللا ُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم ال ِّر ٰبوا ۗ فَ َم ْن َجٓا َء ٗه َموْ ِعظَةٌ ِّم ْن َّرب ِّٖه فَا ْنتَ ٰهى فَلَهٗ َما َسلَفَ  ۗ  َواَ ْمر ُٗۤه اِلَى هّٰللا ِ ۗ  َو َم ْن عَا َد‬ ٰ
ٰ
َ‫فَا ُ ولِئكَ اصْ حبُ النا ِر ۚ هُ ْم فِ ْيهَا خلِ ُدوْ ن‬
َّ ٰ َ ٓ ٰ

Artinya : “Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka
berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual-beli
dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia
berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya
(terserah) kepada Allah. Barang siapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka,
mereka kekal di dalamnya.”
Riba’ adalah haram dan jual beli adalah halal. Jadi tidak semua akad jual beli
adalah haram sebagaimana yang disangka oleh sebagian orang berdasarkan ayat ini.
Jual beli yang dilakukan tidak boleh bertentangan dengan syariat agama Islam. Prinsip
jual beli dalam Islam, tidak boleh merugikan salah satu pihak, baik penjual ataupun
pembeli. Jual beli harus dilakukan atas dasar suka sama suka, bukan karena paksaan.
Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam surat an-Nisa’ ayat 29 :
‫ض ِّم ْن ُك ْم ۗ  َواَل تَ ْقتُلُ ۤوْ ا اَ ْنـفُ َس ُك ْم ۗ اِ َّن‬ ۤ ۤ ‫ْأ‬ ٰ ۤ
ٍ ‫ٰيـاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ا َمنُوْ ا اَل تَ ُكلُوْ ا اَ ْم َوا لَـ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِا ْلبَا ِط ِل اِاَّل اَ ْن تَ ُكوْ نَ تِ َجا َرةً ع َْن ت ََرا‬
‫هّٰللا َ َكا نَ بِ ُك ْم َر ِح ْي ًما‬
Artinya : "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang
berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh
dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu."
Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW bersabda “sesungguhnya jual beli itu
didasarkan atas saling meridai.” (H.R. Ibnu Maajah). Hukum jual beli ada 4 macam
yaitu :
1) Mubah (boleh), merupakan hukum asal jual beli.
2) Wajib, apabila menjual merupakan keharusan, misalnya menjual barang untuk
membayar hutang.
3) Sunnah, misalnya menjual barang kepada sahabat atau orang yang sangat
memerlukan barang yang dijual.
4) Haram, misalnya menjual barang yang dilarang untuk diperjualbelikan.
Menjual barang untuk maksiat, jual beli untuk menyakiti seseorang, jual beli
untuk merusak harga pasar, dan jual beli dengan tujuan merusak ketenteraman
masyarakat.

6
C Rukun Jual Beli
Dalam menetapkan rukun jual beli, di antara para ulama terjadi perbedaan pendapat,
menurut ulama Hanafiah rukun jual beli adalah ijab dan kabul yang menunjukkan pertukaran
barang secara rida, baik dengan ucapan maupun perbuatan. Akan tetapi karena unsur kerelaan
itu merupakan unsur hati yang sulit untuk diindra sehingga tidak kelihatan, maka diperlukan
indikasi yang menunjukkan kerelaan kedua belah Pihak. Adapun rukun jual beli menurut
jumhur ulama ada empat, yaitu:
1) Ada orang yang Berakad atau Al- Muta'aqidai (Penjual dan pembeli).
2) Ada Shighat (lafal ijab dan qabul).
3) Ada barang yang dibeli.
4) Ada nilai tukar pengganti barang.
Ijab adalah perkataan penjual dalam menawarkan barang dagangan, misalnya: “Saya jual
barang ini seharga Rp5.000,00”. Sedangkan qabul adalah perkataan pembeli dalam menerima
jual beli, misalnya: “Saya beli barang itu seharga Rp5.000,00”. Imam Nawawi berpendapat,
bahwa ijab dan qabul tidak harus diucapkan, tetapi menurut adat kebiasaan yang sudah
berlaku. Hal ini sangat sesuai dengan transaksi jual beli yang terjadi saat ini di pasar
swalayan. Pembeli cukup mengambil barang yang diperlukan kemudian dibawa ke kasir
untuk dibayar.

D Syarat Jual Beli


Jual beli dikatakan sah, apabila memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Persyaratan itu
untuk menghindari timbulnya perselisihan antara penjual dan pembeli akibat adanya
kecurangan dalam jual beli. Bentuk kecurangan dalam jual beli misalnya dengan mengurangi
timbangan, mencampur barang yang berkualitas baik dengan barang yang berkualitas lebih
rendah kemudian dijual dengan harga barang yang berkualitas baik. Rasulullah Muhammad
SAW melarang jual beli yang mengandung unsur tipuan. Oleh karena itu seorang pedagang
dituntut untuk berlaku jujur dalam menjual dagangannya. Adapun syarat sah jual beli adalah
sebagai berikut:
1. Syarat orang yang berakad
 Berakal
 Yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda, tidak sekaligus menjadi
penjual atau pembeli.

2. Syarat-syarat yang berkaitan dengan ijab Qabul


 Orang yang mengucapkannya telah balig dan berakal
 Qabul sesuai dengan ijab
 Ijab dan qabul dilakukan dalam satu majlis

7
3. Syarat Barang Yang Diperjual Belikan
 Barang yang dijual ada atau tidak ada di tempat, tetapi pihak penjual
menyatakan kesanggupan untuk mengadakan barang itu.
 Barang yang di jual memiliki manfaat
 Barang yang dijual adalah milik penjual atau milik orang lain yang
dipercayakan kepadanya untuk dijual.
 Barang yang dijual dapat diserah terimakan sehingga tidak terjadi penipuan
dalam jual beli.
 Barang yang dijual dapat diketahui dengan jelas baik ukuran, bentuk, sifat dan
bentuknya oleh penjual dan pembeli.

4. Syarat sah Nilai Tukar (Harga Barang)


Termasuk unsur terpenting dalam jual beli adalah nilai tukar dari barang yang di
jual (untuk zaman sekarang adalah uang). Ijab adalah pernyataan penjual barang
sedangkan qabul adalah perkataan pembeli barang. Dengan demikian, ijab qabul
merupakan kesepakatan antara penjual dan pembeli atas dasar suka sama suka. Ijab
dan qabul dikatakan sah apabila memenuhi syarat sebagai berikut:
 Qabul harus sesuai dengan ijab.
 Ada kesepakatan antara ijab dengan qabul pada barang yang di tentukan
mengenai ukuran dan harganya.
 Akad tidak dikaitkan dengan sesuatu yang tiidak ada hubungannya dengan
akad, misalnya: “Buku ini akan saya jual kepadamu Rp10.000,00 jika saya
menemukan uang”.
 Akad tidak boleh berselang lama, karna hal itu masih berupa janji.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Jual beli adalah peralihan kepemilikan dengan cara pergantian menurut bentuk yang
diperbolehkan oleh syara’. Hukum melakukan jual beli adalah boleh (‫ )جواز‬atau (‫)مباح‬. Rukun
jual beli ada tiga yaitu, adanya ‘aqid (penjual dan pembeli), ma’qud ‘alaih (barang yang
diperjual belikan), dan sighat (ijab qobul). Syaratnya ‘aqil baligh dan berakal, islam bagi
pembeli mushaf, dan tidak terpaksa, syarat bagi ma’qud ‘alaih adalah suci atau mungkin
disucikan, bermanfaat, dapat diserah terimakan secara cepat atau lambat, milik sendiri,
diketahui/dapat dilihat. Syarat sah shighat adalah tidak ada yang membatasi (memisahkan),
tidak diselingi kata-kata lain, tidak dita’likkan (digantungkan) dengan hal lain, dan tidak
dibatasi waktu.
Jual beli ada tiga macam yaitu, menjual barang yang bisa dilihat hukumnya boleh/sah,
menjual barang yang disifati (memesan barang) hukumnya boleh/sah jika barang yang dijual
sesuai dengan sifatnya (sesuai promo), menjual barang yang tidak kelihatan Hukumnya tidak
boleh/tidak sah.

B. Saran
Sebagai umat Islam sebaiknya kita selalu melakukan jual beli sesuai dengan syariat hukum
Islam. Dan kami berharap makalah yang kami susun dapat menjadi refrensi untuk memahami
hukum jual beli yang sesuai dengan syariat islam.

9
DAFTAR PUSTAKA

Imran, Ali. 2011. Fikih, Taharah, Ibadah, Muamalah. Bandung: CV. Media
Perintis.
Moh. Rifa’i. 1978. Ilmu Fiqih Islam Lengkap. Semarang: CV. Toha Putra.
Rasyid, Sulaiman. 2010. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

10

Anda mungkin juga menyukai