Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

FIQIH II (MUAMALAH)
TENTANG

JUAL BELI DAN KHIYAR


DOSEN PENGAMPU : MUHAMMAD ZAKI AKHBAR HASAN, M.Pd.

DISUSUN OLEH
ANDRI IRMAWAN

PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYYAH
STAI MIFTAHUL HUDA SUBANG
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dengan berkat, rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini yang membahas tentang“Jual Beli dan
Khiyas”.

Sholawat serta salam semoga senantiasa dihaturkan kepada junjungan kita Nabi Besar
Muhammad SAW, para sahabat dan para pengikutnya sampai di hari kiamat.

Tentunya dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu
sangat diharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun dari forumdiskusi
ini.Semoga dengan adanya kritik dan saran tersebut dapat bermanfaat dan menjadi pedoman
bagi penulis dalam penyusunan makalah ini pada khususnya dan para pembaca pada
umumnya, segala kelebihan hanyamilik Allah dan segala kekurangan milikhambanya.

Subang, 10 Oktober 2020


Penyusun

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... I


DAFTAR ISI ............................................................................................................. II
BAB I PENDAHLUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... 2


A. Pengertian Jual Beli ....................................................................................... 2
B. Dasar Hukum Jual Beli .................................................................................. 2
C. Hukum Jual Beli ............................................................................................ 2
D. Rukun dan Syarat Jual Beli............................................................................ 3
E. Macam-macam Jual Beli ............................................................................... 5
F. Jual Beli Terlarang ......................................................................................... 6
G. Jual Beli Yang Sah Tapi Dilarang ................................................................. 7
H. Pengertian Khiyar .......................................................................................... 10
I. Dasar Hukum Khiyar ..................................................................................... 10
J. Macam-Macam Khiyar .................................................................................. 11

BAB III PENUTUP ................................................................................................. 12


A. Kesimpulan .................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 13

II
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang sangat memperhatikan
kebutuhan hamba-Nya. Sebagai makhluk sosial tentu manusia memerlukan interaksi
sosial (Mu‟amalah) dalam memenuhi kebutuhannya seperti makanan, minum,
pakaian dan lain-lain. Dalam Kitab-Nya dan Sunnah Rasul-Nya telah ditetapkan
hukum-hukum mu‟amalah, salah satunya jual beli adalah hal yang dibolehkan
menurut Syara‟.
Jual beli adalah bentuk interaksi sosial dengan syarat dan rukun yang telah
ditentukan. Karena manusia juga merupakan makhluk memilih maka dalam jual beli
dibolehkan adanya Khiyar (memilih) untuk melanjutkan jual beli atau
membatalkannya, hal ini memberi kebebasan kepada manusia dalam melakukan jual
beli sehingga tidak ada unsur paksaan dalam jual beli.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini yaitu:
1. Apakah Definisi Jual Beli?
2. Apakah Syarat dan Rukun Jual Beli?
3. Apakah Macam-macam Jual Beli?
4. Apakah Hal-hal yang Dilarang dalam Jual Beli?
5. Ada Berapakah Macam-macam Jual Beli yang Dilarang?
6. Apakah Definisi Khiyar?
7. Berapakah macam-macam Khiyar?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Jual Beli


Al-Bai‟adalah menjual, menukar (sesuatu yang lain), kata Bai‟ dalam bahasa Arab
sering diartikan yang berlawanan yakni As-Syira‟, “beli”. Dengan demikian maka
kata Bai‟ berarti “Jual” sekaligus “Beli”. Menurut Mazhab Hanafi memiliki arti;1.
saling menukar harta dengan harta melalui cara tertentu, 2. tukar-menukar sesuatu
yang diingini dengan yang sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat, sedangkan
mazhab Maliki, Syafi‟I, dan Hambali, jual beli adalah saling tukar-menukar harta
dengan harta dalam bentuk pemindahan milik dan pemilikan.
Jadi jual beli adalah bentuk mu‟amalah dengan cara saling tukar-menukar barang atau
harta menggunkan benda tukar yang saling bermafaat dan terjadi perpindahan milik
dan kepemilikan denga syarat dan rukun tertentu.

B. Dasar Hukum Jual Beli


Firman Allah SWT,

‫الربَا‬
ِّ َّ‫َحلََّّاللهََّّالْبَ ْي ََّعَّ َو َحرََّم‬
َ ‫َوأ‬
“Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (QS Al-Baqarah/2:275)

َّ‫لَّ ِم َّْنَّ َربِّك ْم‬


ًَّ ‫ض‬
ْ َ‫سَّ َعلَْيك َّْمَّجنَاحََّّأَ َّْنَّتَ ْبتَ غواَّف‬
ََّ ‫لَْي‬
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rizki hasil perniagaan) dari
Tuhanmu”.(QS Al-Baqarah/2:198)

Sabda Rasulullah SAW,


“Usaha paling afdhol (lebih utama) adalah hasil karya tangan seseorang dan jual beli
yang mabrur”.

Qiyas, dari satu sisi manusia menunjukkan kebutuhan sehari-hari dengan adanya jual
beli, maka Qiyas membolehkan jual beli, dilihat hikmah yang bermanfaat bagi
manusia itu sendiri.

C. Hukum Jual Beli


1. Hukum awal jual beli adalah mubah atau boleh (QS Al-Baqarah/2:275)
2. Wajib, umpamanya wali menjual harta anak yatim apabila terpaksa, begitu juga
Kadi menjual harta muflis (orang yang lebih banyak uangnya daripada hartanya)
Menurut Asy-Syatibi bisa berubah menjadi wajib, seperti contoh: Penimbunan
barang dari pasar sehingga harga melonjak naik, maka pemerintah boleh memaksa
pedagang tersebut untuk menjual dipasar dengan ketentuan sesuai yang
diperintahkan pemerintah, juga hal mubah bila ditinggalkan sama sekali bisa
berubah menjadi wajib.
3. Haram, sebagaimana jual beli yang terlarang,

2
4. Sunat, misalnya jual beli kepada sahabat atau , dan kepada orang yang sangat
membutuhkan barang itu.

D. Rukun dan Syarat Jual Beli


Sebagai suatu aqad, jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi, yakni
sebagai berikut:
1. Orang yang beraqad atau penjual dan pembeli (Muta‟aqidan) dengan syarat:
1) Keduanya harus saling ridha, tidak ada paksaan
”Sesungguhnya jual beli itu karena keridhaan”. (HR Ibnu Hibban,Ibnu Majjah
dan selainnya)
Bila terpaksa karena Hak (benar), maka jual beli ini sah, sebagaimana jika
dipaksa oleh Hakim untuk menjual hartanya demi melunasi hutang, paksaan
yang demikian adalah paksaan yang Hak.
2) Keduanya adalah sama-sama boleh mngambil sikap masing-masing, yakni:
merdeka, mukallaf dan berakal sehat.
3) Berhak memiliki barang yang di jual atau mewakili sang pemiliknya.
”Janganlah engkau menjual apa-apa yang bukan milikmu”. (HR Ibnu Majjah
dan Tirmidzi)
4) Yang melakukan aqad adalah orang yang berbeda. Artinya tidak dapat
bertindak sebagai penjual sekaligus pembeli dalam waktu yang bersamaan.
2. Barang yang diperjual belikan (Mabi‟) dengan syarat:
1) Suci, barang najis tidak sah diual atau dibeli, seperti bangkai atu kulit binatang
yang belum disamak,
2) Merupakan barang yang boleh dimanfaatkan secara mutlak, sesuatu yang
haram tidak boleh diambil manfaatnya
”Sesungguhnya Allah dan Rasulnya, telah mengharamkan jual beli arak,
bangkai, babi dan patung”.(Muttafaqun ‟Alaih)
3) Harus jelas harga, barang, penyerahan dan peneriamaannya saat aqad
berlangsung.
4) Milik seseorang, barang yang sifatnya belum dimiliki tidak boleh diperjual-
belikan.
”Tidak sah jual beli selain mengenai barang yang dimiliki”. (HR Abu Dawud
dan Tirmidzi)
Tidak sah jual beli denga cara Mulamasah ”mengusap”, misalnya: ”Pakaian
mana yang kamu sentuk, harus engkau beli dengan harga sekian”, ataupun
dengan cara Munabadzah, misal: ”Pakaian manapun yang engkau lempar
kepadaku, harus engkau beli dengan harga sekian”.dengan dasar,

3
”Rasulullah SAW, melarang jual beli dengan cara mulamasah dan
munabadzah”.(Muttafaqun „Alaih)
Juga tidak boleh jual beli dengan cara hashat (kerikil), seperti: ”Lemparkan
kerikil ini hingga mengenai pakaian manapun, maka itu untukmu dengan
harga sekian.
3. Harga atau nilai tukar (Tsaman) dengan syarat:
1) Harga harus jelas, sama-sama diketahui kedua belah pihak penjual dan
pembeli.
2) Bisa diserahkan pada waktu aqad, sekalipun secara hukum. Seperti
pembayaran dengan cek atau kartu kredit.
3) Jika jual beli sudah selesai, maka harga tersebut adalah harga mati, tidak bisa
diubah lagi baik dari pembeli atau penjual.
4) Apabila delakukan barter (Al-Muqayyadah), maka barang yang dijadikan nilai
tukar bukan barang yang diharamkan syara‟.
4. Ijab Qabul (Aqdul Bai‟), syaratnya;
1) Orang yang mengucapkan aqad telah baligh dan berakal sehat.
2) Keseuaian ransaksi dari penjual dan pembeli, misal: penjual, ”Aku jual baju
ini dengan harga Rp 50.000,-”, dan pembeli, ”Aku beli baju ini dengan harga
Rp 50.000,-”.
3) Ijab dan qabul dilakukan dalam satu majelis, artinya kedua belah pihak hadir
dan membicarakan hal yang sama.
Jual beli terlaksana dengan sighat verbal dengan kata-kata atau sighat amal
perbuatan langsung,
Sighat verbal, ijab,”Aku menjual”, dan qabul,”Aku membeli”. Sighat dengan
aksi langsung, adalah saling memberi yang terdiri dari pengambilan dan
penyerahan. Misal; seseorang memberikan barang dagangannya kepada orang
lain dan orang lain itu menyerahkan harganya sebagaimana biasanya.
Terkadang sighat verbal dan sighat aksi langsung. Sayikh Taqiuddin
membedakan sighat jual beli menjadi tiga:
- Muncul ijab dari penjual dengan ucapan saja, lalu pembeli tindakan
pengambilan barang dagangan.
- Muncul dari pembeli ungkapan dan dari penjual penyerahan, baik
harganya telah ditentukan atau menjadi terkadang dalam tanggungan
pembeli.

4
- Penjual dan pembeli tidak mengeluarkan ungkapan. Akan tetapi ada
sebuah tradisi, yaitu dengan meletakkan harganya dan mengambil barang
dagangan dengan harga sekian.
Disamping syarat-syarat yang berkaitan denga rukun jual beli diatas, Ulama‟ Fiqh
juga mengemukakan beberapa syarat lain yakni sebagai berikut:
Syarat sah jual beli,
A) Jual beli terhindar dari cacat,
B) Apabila benda yang diperjual belikan itu benda bergerak, bisa langsung dikuasai
pembeli dan harga barang dikuasai penjual.
Syarat yang terkait dengan pelaksanaan jual beli, jual beli baru bisa terlaksana jika
yang berakad punya kekuasaan untuk melakukan jual beli, adapun wakil harus
mendapat persetujuan dari pemilik.
Syarat yang terkait dengan hukum aqad jual beli. Ulama‟ fiqh sepakat menyatakan
bahwa jual beli baru bersifat mengikat apabila telah terbebas dari khiyar, bila masih
ada khiyar maka jual beli tersebut dapat dibatalkan.10
E. Macam-macam Jual Beli
1. Bai‟us Sharf
“As Sharf adalah jual beli dimana kedua barang (barang yang dibeli dengan alat
untuk membeli) satu jenis”.
Hukum dari Bai‟us Sharf Jika kedua barang sama, maka haram bertafadhul (yang
satu lebih banyak dari yang lain0 dan haram pembayarannya ditunda, artinya
barang tersebut harus sama jumlanya dan harus dibayarkan secara langsung.
Jika kedua barang tersebut berlainan tapi dalam satu jenis, artinya masih berupa
barang yang biasa untuk jual beli, seperti yang satu perak yang satunya emas,
maka juga haram bertafadhul, dan juga haram menunda pembayarannya.

2. Salam (jual beli dengan cara memesan)


“As Salam adalah jual beli dimana salah satu alat tukar diberikan secara langsung
dan yang satu ditunda tapi dengan menyebutkan sifat-sifat dan ciri-ciri barang
yang dipesan dengan memberikan jaminan”.
Firman Allah SWT
”Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu‟amalah tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan, hendakalah kamu menuliskannya”.(QS Al-
Baqarah/2:282)

5
Sabda Rasulullah SAW
”Barangsiapa meminjamkan sesuatu(dalam lafadz lain: buah), hendaklah
meminjamkan dengan takaran yang diketahui, timbangan yang diketahui dan
tempo yang diketahui”.(Muttafaqun‟Alaih)
Adapun syarat jual beli dengan memesan yakni:
1) Membayar uang muka dengan langsung dan menunda penyerahan
pemesanan,
2) Barang yang dipesan disebutkan ciri-ciri, sifat-sifatnya.
3) Kalau diantara syarat-syarat barang pesanan itu adalah harus bisa ditentukan
sifat-sifatnya, maka disyaratkan juga bahwa sifat-sifat itu harus ada saat
transaksi selesai.
Serah terima barang yang dijual dengan pesan haruslah di majelis
dielenggarakannya aqad jual beli jika memungkinkan. Namun, jika tidak
memungkinkan, seperti jika keduanya mengadakan aqad didarat atau dilautan,
haruslah menyebutkan penepatan janji.

3. Bai‟ul Wafa‟
“Bai‟ul Wafa‟ adalah jual beli dengan syarat jika penjual mengembalikan uangnya
kepada pembeli, maka pembeli juga harus mengembalikan barang yang telah
dibelinya kepada penjual”.
Umar ra, menggolongkan jual beli semacam ini termasuk jual beli yang rusak atau
tidak sah, karena mengandung satu syarat diluar aqad, dan tidak adanya keserasia
transaksi, dan juga manfaatnya hanya bisa diambil oleh satu pihak saja.
F. Jual Beli Terlarang
Allah membolehkan jual beli selama kegiatan tersebut tidak menghilangkan segala
yang lebih bermanfaat dan lebih penting. Misalnya jika kegiatan itu mendesak
pelaksanaan ibadah yang wajib hukumnya, atau jual beli yang menimbulkan bahaya
bagi orang lain.
Adapun jual beli yang dilarang adalah:
a. Jual Beli Ketika Panggilan Adzan,
“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseur untuk menuneikan shalat Jum‟at,
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, yang
demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”. (QS Al-AJumu‟ah/62:9)
Demikian juga jual beli yang berhubungan dengan shalat fardhu yang lain.

6
b. Jual beli dengan cara Cinah
Yaitu menjual sebuah barang kepada seseorang dengan harga kredit, kemudian
dia membelinya lagi dengan harga kontan akan tetapi lebih rendah dari harga
kredit. Misalnya, seseorang menjual barang seharga Rp 20.000 dengan cara kredit.
Kemudian (setelah dijual) dia membelinya lagi dengan harga Rp 15.000 kontan.14
c. Mempermainkan harga
Islam memberikan kebebasan pasar, menyerahkannya kepada hokum naluri yang
kiranya dapat melaksanakan fungsinya selaras dengan penawaran dan permintaan,
“Allahlah yang menentukan harga, yang mencabut, yang meluaskan dan memberi
rezeki. Saya berharab ingin bertemu Allah sedang tidak ada seorangpun diantara
kamu yang meminta saya supaya berbuat zalim baik terhadap darah maupun harta
benda”. (HR Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Ad-Damiri, dan Abu Ya‟la)
d. Haram menjual sesuatu yang menjadikan penolong oleh pembelinya untuk
bermaksiat kepada Allah adan melakukan hal-hal yang dilarang syara‟,
“...Dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”. (QS Al
Maidah/5:2)
e. Haram menjual persenjataan pada waktu terjadi peperangan antara kaum
muslimin, agar muslim yang satu tidak menggunakannya untuk membunuh
muslim yang lain,
f. Bai‟ul Iinah, yaitu menjual sesuatu kepada orang lain dengan pembayaran
harganya ditangguhkan, lalu penjual itu membeli kembali barang itu darinya
kontan dengan harga yang lebih murah dari harga pertamanya.16 Sabda
Rasulullah SAW:
”Jika kalian berjual beli dengan cara Iinah, hanya mengikuti di belakang sapi, dan
ridha dengan tanaman sehingga meninggalkan jihad, Allah akan membelitkan
kepada kalian semua kehinaan yang tidak kan ditanggalkan-Nya, hingga kalian
kembali kepada Agama kalian”. (Ditakhrij oleh Abu Dawud dari hadits Ibnu
Umar)
G. Jual Beli Yang Sah Tapi Dilarang
Untuk menjaga hak-hak sesama manusia, dan mu‟amalah khususnya, jual beli ada
beberapa hal yang dilarang dilakukan didalamnya, yang menjadi pokok timbulnya
larangan yakni1 menyakiti penjual, pembeli atau orang lain, yakni:
1. Menipu dan membelit,

7
Pada suatu hari Nabi SAW menemui seorang penjual makanan, kemudian
disentuh makanan itu dengan jarinya, didapatinya sebelah dalamnya makana itu
basah. Maka Nabi SAW bertanya kepada si penjual makanan itu,”Apa ini?”,
jawab si penjual,”Itu kena hujan tadi”, jawab Nabi,”Mengapa tidak kamu letakkan
diatas supaya tampak oleh pembeli.
2. Jual Beli Dengan Cara Cinah
Yaitu menjual sebuah barang kepada seseorang dengan harga kredit, kemudian
dia membelinya lagi dengan harga kontan akan tetapi lebih rendah dari harga
kredit. Misalnya, seseorang menjual barang seharga Rp 20.000 dengan cara kredit.
Kemudian (setelah dijual) dia membelinya lagi dengan harga Rp 15.000 kontan
3. Menjual barang dengan sumpah palsu,
”Sumpah itu menguntungkan perdagangan , tetapi menghapuskan barakah”.(HR
Bukhari)
4. Mengurangi takaran,
”Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menukar dan timbanglah
dengan neraca yang benar, itulah yang lebih utama dan lebih baik akibatnya”. (QS
Al Isra‟/17:35)
5. Membeli barang rampasan, rampokan atau curian,
”Barangsiapa yang membeli barang curian, sedang dia tahu barang itu curian,
maka berarti dia turut serta mendapatkan dosa”. (HR Baihaqi)
6. Menjual anggur kepada orang yang akan menjadikannya khamer dan senjata
untuk menfitnah,
”Rasulullah SAW melarang menjual senjata selama berlangsungnya fitnah”. (HR
Baihaqi)
7. Menimbun barang,
”Sejelek-jeleknya hamba adalah si penimbun, jika dia mendengar barang murah
dia marah, dan jika mendengar barang menjadi mahal dia bergembira”. (dalam
Jami‟ Razlim)
Para ahli fiqh berpendapat bahwa yang dimaksud penimbunan yang terlarang
dengan syarat berikut ini:
- Barang yang ditimbun adalah kelebihan dari kebutuhannya, berikut
tanggungan untuk persediaan setahun penuh. Karena seseorang boleh
menimbun persediaan nafkah untuk dirinya dan keluarganya untuk persediaan
selama satu tahun.

8
- Bahwa orang tersebut menunggu saat memuncaknya harga barang agar ia
dapat menjual dengan harga yang tinggi, karena orang-orang
membutuhkannya.
- Penimbunan dilakukan pada saat dimana manusia sangat membutuhkan
barang yang ditimbun, seperti makanan, pakaian dan lain-lain.
8. Menjual barang yang sudah dijual kepada orang lain,
”Janganlah menjual barang yang telah dijual saudaranya”. (HR Ahma, Nasa‟i,
Abu Daid dan Tirmidzi)
9. Menjual sesuatu yang haram,
”Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan sesuatu, maka Ia mengharamkan
juga harganya”. (HR Ahmad dan Anu Dawud)
10. Menjual barang yang masih samar,
Dilarang menjual biji-bijian yang masih di tangkainya, hingga terlihat jelas
memutih dan terhindar dari musibah, atupun dilarang menjual anak binatang yang
masih dalam kendungan induknya, hingga lahir dan jelas-jelas hidup.
11. Mencampuri situasi pasar dengan memalsu,
“Kami dilarang menjual barang orang dusun , sekalipun dia itu saudara kandung
sendiri”.(HR Bukhori dari Abu Hurairah)
12. Berdagang dengan jalan riba,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan
suka sama-suka di antara kamu...”.(QS An Nisa‟/4:29)
13. Mencegat kafilah pedagang dijalan,
“Janganlah kamu Mencegat (menghadang) kafilah yang membawa dagangannya
di jalan, sipa yang melakukan itu dan membeli darinya. Jika (kafilah) tersebut tiba
di pasar, ia boleh berkhiyar”. (HR Muslim dari Abu Hurairah)
14. Jual beli bentuk Tanajusy,
Yaitu dimana seseorang menambah harga barang melalui orang lain yang sudah
ditatar (dihubungi) sebelumnya.
15. Jual beli buah basah dengan dicampur yang kering,
“Apakah ruthab (kurma basah) akan mengurangi jika yang telah kering?” orang
itu menjawab,”Ya”, Rasulullah lalu mencegahnya”. (HR Imam Malik dan Amu
Dawud)
16. Jual beli secara Ayyinah.

9
Seseorang membeli dari orang yang membutuhkan dengan harga tertentu dengan
pembayaran waktu tertentu, kemudian barang itu dijual kembali kpeda orang tadi
dengan harga yang lebih rendah.
17. Jual beli secara Ta‟jilah,
Seseorang yang menjual barangnya kepada orang yang zalim karena takut akan
gangguannya, dengan mengikuti ketentuan-ketentuan yang berlaku darinya.
18. Muzaro‟ah yang tidak sah.
Menyewakan tanah dengan menetapkan hasil darinya dari bagian tanah tertentu,
atau menentukan dari luar. Misal pembayaran satu kwintal atau dua kwintal.
Dilarangnya cara seperti ini karena tidak tahu tanah tersebut akan menghasilkan
berapa, bisa jadi pihak penyewa akan merugi.
H. Pengertian Khiyar
Al Khiyar, pilihan. Dalam fiqh berarti hak pilih bagi salah satu atau kedua belah pihak
yang melaksanakan transaksi jual beli, untuk melangsungkan atau membatalkan
transaksi yang disepakati disebabkan hal-hal tertentu yang membuat masing-masing
atu salah satu pihak melakukan pilihan tersebut.
Jadi khiyar adalah pilihan untuk melanjutkan atau membatalkan jual belidengan
syarat-syarat tertentu atau cacat atau dikarenakan hal lain.

I. Dasar Hukum
Firman Allah SWT,

ََّّ‫اط َِّلَّإِلََّّأَ َّْنَّتَكو ََّنَّ ِِتَ َارةًََّّ َع َّْنَّتَ َراض‬


ِ ‫ينَّآمنواَََّّلَّتَأْكلواَّأَموالَك َّمَّب ي نَك َّمَّبِالْب‬ ِ
َ ْ َْ ْ َ ْ َ ََّ ‫يَاَّأَيُّ َهاَّالذ‬
‫يما‬ ِ‫ِمْنك َّمََّّۚوََّلَّتَ ْقت لواَّأَنْفسك َّمََّّۚإِنََّّالل َّهَّ َكا ََّنَّبِك َّمَّر‬
‫ح‬
ً َْ َ ْ َ َ ْ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS An Nisa‟/4:29)

Sabda Rasulullah SAW,


”Kedua Penjual dan pembeli itu ada masa memilih selama keduanya belum
berpisah....”.(Muttafaqun‟Alaih)

10
J. Macam-macam Khiyar
1. Khiyar Majelis
“Khiyar Majelis adalah masing-masing orang yang melakukan transaksi jual beli
(penjual dan pembeli) masih mempunyai hak untuk membatalkan transaksi,
selama mereka berdua masih berada di tempat pelaksanaan transaksi tersebut”.
Rasulullah SAW bersabda,
“Jika dua orang terlibat dalam kegiatan jual beli, bagi keduanya berkesampatan
memilih selama keduanya belum berpisah”. (Muttafaqun‟Alaih)
2. Khiyar Syarat
Kedua penjual dan pembeli menetapkan syarat untuk khiyar, memilih ketika aqad
atau setelah aqad selama waktu untuk khiyar majelis, selama waktu yang
diketahui keduanya, firman Allah SWT,
”Engkau boleh berkhiyar pada segala barang yang engkau beli selama tiga hari
tiga malam”. (HR Baihaqi danIbnu Majjah)
3. Khiyar „Aib,
Yaitu hak untuk membatalkan atau melangsungkan jual beli bagio kedua belah
pihak, apabila ada cacat pada benda atau obek yang dijual belikan, dan cacat itu
tidak diketahui oleh pemiliknya ketika aqad berlangsung.
Sabda Rasulullah SAW,
“Sesama muslim itu bersaudara, tidak halal bagi seorang muslim menjual
barangnya kepada muslim lain, padahal barang itu terdapa cacat”. (HR Ibnu
Majjah dari Uqbah bin Amir)
4. Khiyar Al Ghasni
Jika terjadi penipuan dalam jual beli, dengan penipuan yang keluar dari kebiasaan,
yang merasa dirugikan diantara keduanya diberi hak khiyar antara tetap menahan
barang yang dibeli atau mengembalikannya lagi.
Sabda Rasulullah SAW,
“Tidak halal seseorang muslim, kecuali dengan kelapangan dada darinya”.
5. Khiyar At Tadlis
Khiyar yang ditetapkan karena tindakan yang disebut tadlis, menunjukkan barang
yang cacat seakan-akan bagus dan utuh. Kata-kata tadlis diambil dari kat ad-
dalsah yang berari pezaliman.
6. Khiyar At Takhbir bi As Tsaman
Yaitu menjual barang dagangan dengan harga belinya, lalu ia menyampaikan
besarnya harga itu, kemudian, terlihat bahwa ia menyampailkan hal itu tidak
sesuai dengan kenyataannya, seperti keejelasan bahwa harganya lebih besar aau
lebih kecil daripada yang ia sampaikan.
7. Hak khiyar yang ada karena ada perselisihan antara pihak pembeli dengan penjual
dalam suatu hal.
8. Khiyar yang menjadi hak pembeli jika membeli sesuatu dengan dasar
penglihatannya yang terdahulu, ternyata setelah itu ia melihat sifatnya berbeda.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Jual beli adalah bentuk mu‟amalah dengan cara saling tukar-menukar barang atau
harta menggunkan benda tukar yang saling bermafaat dan terjadi perpindahan milik
dan kepemilikan denga syarat dan rukun tertentu.
Rukun Jual Beli:
a.) Orang yang beraqad atau penjual dan pembeli (Muta‟aqidan),
b.) Barang yang diperjual belikan (Mabi‟),
c.) Harga atau nilai tukar (Tsaman),
d.) Ijab Qabul (Aqdul Bai‟).
Macam-macam Jual Beli:
a) Bai‟us Sharf, b)
b) Salam (jual beli dengan cara memesan),
Khiyar adalah pilihan untuk melanjutkan atau membatalkan jual belidengan syarat-
syarat tertentu atau cacat atau dikarenakan hal lain.
Khiyar yang menjadi hak pembeli jika membeli sesuatu dengan dasar penglihatannya
yang terdahulu, ternyata setelah itu ia melihat sifatnya berbeda.

12
DAFTAR PUSTAKA

Dahlan,Abdul Azis.Ensiklopesi Hukum Islam.Jakarta:Ichtiar Baru van Hoeve.1996.


Fadly,“Bab Khiyar”,11 May 2007 (http://alislamu.com/index.php?option=com
_content&task=view&id=262&Itemid=22),Diakses 19 Oktober 2009
Fauzan,Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-.Ringkasan Fiqh Lengkap, Terjemah oleh
Asmuni.Jakarta: PT Darul Falah.2005.
Ghazali,Imam Al-..Benang Tipis Antara Halal dan Haram disunting oleh Ahmad Siddiq
.Surabaya: Putra Pelajar.2002.
”Jual Beli Terlarang“, MediaMuslim.Info,22 06 2007(http//Fiqihislam.Wordpress. Com/
Tentang/),diakses 19 Oktober 2009
“Khiyar dalam Jual Beli”,(http://islamwiki.blogspot.com/2009/06/khiyar-dalam-jual-
beli.html) , Diakses 19 Oktober 2009

13

Anda mungkin juga menyukai