Anda di halaman 1dari 16

RIBA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah : Fiqih Muamalat
Dosen pengampu : Norwili. M.H.I

Disusun Oleh :
Muhammad Diky Andreyansyah

(2112140543)

Nadia Khairunisa

(2112140184)

Siti Apriyani Rosu

((211240155)

PRODI HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA


TAHUN AKADEMIK 2022

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya. Penyusun sangat
berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca.

Kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam


penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.

Palangka Raya, 30 Maret 2022

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I.............................................................................................................................1
A.Latar Belakang.......................................................................................................1
B.Rumusan Masalah..................................................................................................1
C.Tujuan pembahasan................................................................................................1
BAB II...........................................................................................................................2
A.Riba........................................................................................................................2
B.Dasar hukum keharaman riba.................................................................................4
C.Macam-macam riba & contoh-contoh riba............................................................7
BAB III........................................................................................................................10
A.Kesimpulan.......................................................................................................10
B.Saran.................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Dalam bingkai ajaran Islam, aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh manusia
untuk dikembangkan memiliki beberapa kaidah dan etika atau moralitas dalam
syari’at Islam. Allah telah menurunkan rezeki ke dunia ini untuk dimanfaatkan oleh
manusiia dengan cara yang telah dihalalkan oleh Allah dan bersih dari segala
perbuatan yang mengandug riba. Diskursus mengenai riba dapat dikatakan telah
“klasik” baik dalam perkembangan pemikiran Islam maupun dalam peradaban Islam
karena riba merupakan permasalahan yang pelik dan sering terjadi pada masyarakat,
hal ini disebabkan perbuatan riba sangat erat kaitannya dengan transaksi-transaksi
dibidang perekonomian (dalam Islam disebut kegiatan muamalah) yang sering
dilakukan oleh manusia dalam aktifitasnya sehari-hari. 1

B.Rumusan Masalah

1.Apa itu riba

2. Bagaimana dasar hukum keharaman riba

3.Apa saja macam-macam riba,beserta contoh riba

C.Tujuan pembahasan

1.Untuk mengetahui pengertian riba

2.Untuk mengetahui dasar hukum keharaman riba

3.Untuk mengetahui macam-macam riba,beserta contoh riba

1
Lihat kamus al-Munawwir, kamus Arab Indonesia, cet. 14. (Yogyakarta: PP. Al-Munawwir, 1997)

1
BAB II

PEMBAHASAN

A.Riba

Riba menurut bahasa Arab sebelum datangnya islam adalah “tambahan” atau
“berkembang, ia juga di artikan “meninggi” sesuatu yang dikatakan riba jika ia
bertambah, demikian juga dengan luka, tanah, dan harta bisa di katakan “riba” jika ia
bertambah atau berkembang, tunas daun juga boleh di katakan “riba” jika ia tumbuh
dan berkembang, ia akan tumbuh berkembang juka dia diberikan makan, sebab dia
mendapat “riba” maka ia akan tumbuh berkembang, Kata “ribaw” berarti ketinggian
sedangkan “ribawah” berarti tempat yang tinggi.
Kata “riba” terdapat kata “alif bada”l penganti “waw” jika di jadikan
Mutsanna (menunjukan bilangan dua) maka menjadi ribawani, menurut pendaoat
sibawaih dan orang Bashrah, sedangakan menurut orang Kufah Kata “riba” terdapat
huruf alif badal dari ya’ bertanda bacaan kasrah, jika di jadikan Mutsanna maka
menjadi ribayanii.
Qurthubi berkata "(kata riba dalam buku ditulis dengan huruf waw bertujuan
untuk membedakan antara kata riba dengan kata zina, belum diberi tanda baca titik.
Namun demikian, kata riba yang ditulis dengan akhir huruf alif lebih baik ketimbang
waw sebab akar katanya. adalah riba (dengan alifl-yarbuw).
Menurut Syara’ Ketika Islam datang, menurut orang Arab indikator makna
riba adalah berdasarkan pada hadisi mereka. Yaitu, "tambahan uang utang sebab ada
tenggang waktu" Definisi ini disebut riba utang. Ibnu Hisyam menceritakan kisah
dari salah satu orang Arab jahiliah, yaitu Aid bin Imran, ketika itu ada renovasi
bangunan ka’bah, Wahai penduduk Quraisy, janganlah kalian memasuki bangunan ini
kecuali pakaian kalian suci. ]anganlah kalian memasukkan mahar tipuan. jangan pula
kalian bertransaksi jual-beli dengan riba dan jangan ada seorang pun yang menzalimi
orang lain.Menurut Abdurrahman aj-Jaiziri yang di maksud dengan riba akad yang
terjadi dengan perkara tertentu.
Setelah islam datang, riba di haramkan oleh al-qur’an dengan mengunakan
kata “Riba” tidak ada makna atau indikator lain selain yang telah di definisikan oleh
orang Arab di zaman itu. kemudian sunnah memperluas penjelsan tentang riba,
selanjutnya munculah penjelasan yang beragam yang belum pernah di kenal oleh
orang Arab pada masa itu. jenis riba yang baru ini disebut dengan riba jual beli, ini

2
akan menjadi pokok pembahsan kita selain itu riba menurut syariah lebih cendrung
kepada riba jual beli. Berikuti ini definisi riba menurut para tokoh mazhab:
Madzhab Hanafi
Muhammad bin Ali Alauddin al Hashkafi riba adalah: kelebihan harta, pada
barang yang diperjual belikan dengan ukuran syara’ (dengan timbangan atau takaran
tertentu). meskipun dalam artian hukum dengan persyaratan tertentu yang di
berlakukan kepada salah satu pihak dari kedua belah pihak dalam bertransaksi. Yang
termasuk riba dalam terminologi mazhab ini adalah: Penyerahan barang tertentu
tampa ada barter yang sepadan.
Fadh adalah tambahan, sedangkan yang dimaksud dengan fadhl hukmi adalah
penambahan massa tenggang, masa ini di berikan karena ada penambahan harga pada
barang yang ditukarkan, terminologi ini di namakan dengan riba fadhl hukmi,
meskipun dalam artian hukum termasuk kategaori riba Nasiah yaitu penundaan
pembayaran, riba ini terjadi jika ada tambahan masa tenggang waktu pelunasan
meskipun tidak ada penambahan nilai harta.
Mazhab Syafi’i, riba adalah transaksi pertukaran barang tertentu yang diukur
dengan takaran syara’ dengan barang lain ketika terjadi akad, atau pertukaran suatu
barang yang penyerahannya di tangguhkan baik kedua pihak atau salah satu pihak,
maksud transaksi disini adalah jual beli barang dengan ganti yang sepadan, menukar
barang tertentu” maknanya adalah harta yang akan di bayarkan lebih, menurut
mazhab ini riba ini terjadi pada jenis makanan., sedangkan barang belum ada barang
barter yang belum di ketahui kadarnya secara pasti, pertukaran barang yang
penyerahnnya ditanguhkan baik oleh kedua belah pihak ataupun oleh salah satu
pihak, masih memungkinkan terjadi kalau penyerahan barang diantara keduanya ada
yang tertunda waktunya, jika penundaan barang itu tertulis dan atau dimaklumi oleh
kedua belah pihak maka di sebut riba Nasihah, akan tetapi jika tidak tertulis disebut
riba yad.
Menurut mazhab Hanbali, Mansur bin Yunus beliou mengatakan bahwa riba
adalah tambahan, tenggang waktu, dan persyaratan tertentu, semua diharamkan oleh
syara’.
Menurut mazhab Maliki
Ali bin Ahmad al-Adawi as-Shuaidi berkata "Wujud riba adalah kelebihan
pada takaran atau timbangan, baik dengan penundaan penyerahan barang barter
tersebut yang waktunya diketahui secara pasti ataupun yang masih meragukan.
Riba menurut bahasa adalah kelebihan atau tambahan, sedangkan menurut
syara’adalah tambahan, atau kelebihan harta tertentu, tampa adanya sesuatu yang
menjadi ganti atau imbalan dalam sebuah penukaran harta dengan harta. Atau sesuatu

3
bentuk kelebihan dalam jumlah atau waktu pembayaran dalam transaksi seperti jual
beli.Riba mengambil kelebihan di atas modal dari yang butuh dengan meng
eksploitasi kebutuhannya.2

B.Dasar hukum keharaman riba

Pada bagian ini akan di bahas dalil-dalil tentang riba, yang di awali dengan
ayat-ayat yang melarang riba dan di jelaskan dengan ayat dan dalil-dalil hadis:

1. Pemberitahuan pengharaman riba


Surah ar-Rum. 39 :

Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta manusia bertambah,
maka tidak bertambah dalam pandangan Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa
zakat yang kamu maksudkan untuk memperoleh keridhaan Allah, maka itulah orang-
orang yang melipatgandakan (pahalanya) Surah ar-Rum. 39.

Riba itu: terbagi menjadi (1) riba halal, dan (2) riba haram. Riba halal adalah
harta yang dihadiahkan demi mendapatkan apa yang lebih baik darinya. Minsalnya :
Ibnu Athiyyah berkata, Dan seumpaanya yang biasa dilakukan oleh manusia agar
diamendapatkan balasan, seperti salam dan lainnya. Ini, sekalipun tidak berdoa
namun tidak ada pahala padanya dan tidak menanbch padas isi Allah SWT.
Diriwayatkan dari Adh-Dhahhak tentang ayat ini,`adalah tentang riba halal
harta yang dihadiahkan untuk mencapai apa yang lebih baik darinya. Tidak Ada
untung baginya dan tidak ada rugi atasnya. Tidak ada pahala baginya Pada
perbuatannya dan tidak ada dosa atasnya pada perbuatarmya.
Dalam kitab An-Nasa`i, diriwayatkan dari Abdurrahman bin Al-qamah,ia
berkata,"suatu ketika delegasi dari Tsaqif datang menemui Rasulullali SAW dengan
membawa hadiah. Rasulullah SAW kemudian bertanya, “Apahah ini hadiah atau
sedekah. Jika ini adalah hadiah maka sesungguhnya diharapkan dengannya keridhaan
Rasulullah SAW dan pemenuhan keperluan. Jika ini adalah sedekah, maka
sesungguhnya diharapkan dengannya keridhaan Allah Azza wa Jalla'. Delegasi
Tsalqif itu lalu menjawab,`ini adalah hadiah'.Lalu beliau menerima hadiah itu dari
mereka dan duduk bersama mereka serta berbincangbincang dengan mereka.

2. Riba diharamkan juga untuk umat terdahulu


An-Nisa. 161
2
Nur, Efa Rodiah. "Riba: Suatu Tinjauan Hukum Dan Etika Dalam Transaksi Bisnis
Modern." Al-'Adalah 12.1 (2015): 647-662.

4
Dan karena mereka menjalankan riba, padahal sungguh mereka telah dilarang
darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan cara tidak sah (batil).
Dan Kami sediakan untuk orang-orang kafir di antara mereka azab yang pedih. An-
Nisa 161.
Ayat ini di tujukan kepada orang-orang yahudi.

3. Riba akan membuahkan ke dzaliman berlipat ganda


Ali-Imran. 130
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan riba dengan berlipat
ganda, dan bertakwalah kalian kepada Allah supaya kamu beruntung." (Ali'-Imran
[3]: 130).
Menurut Al Qurthubi 'Mereka biasa menjual barang sampai jatuh tempo
tertentu. Apabila jatuh tempo, (harga barang belum dilunasi) maka mereka
menambah harga barang tersebut. 'Sesungguhnya yang disebut riba secara khusus
diantara berbagai bentuk kemaksiatan lainnya salah satunya riba, Allah SWT
menyatakan perang terhadap riba.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda” Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka
ketahuilah, bahwa Allah dan RasulNya akan memerangimu (QS. Al-Baqara.278).
(kata perang mengisyaratkan pembunuhan. Maka seakan-akan Allah SWT berfirman
“Jika kalian tidak menjauhi riba niscaya kalian pasti kalah dan terbunuh. Allah SWT
memerintahkan mereka untuk meninggalkan riba karena riba dipraktikan dalam
masyarakat mereka. Wallaahu a'lam.
Hadits dari Abu Sa'id al-Khudri ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: atinya:
“Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum (al-burr) dengan gandur. biji
gandum (asy-sya'i) dengan biji gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam,
(semuanya) harus sama dan tunai. Barang siapa yang menambahkan atau meminta
tambahan maka ia telah berbuat riba. Yang mengambil dan yang memberi dalam
riba adalah sama saia."
Imam Abu Daud juga meriwayatkan dari Ubadah bin Shamit, bahwa
Rasulullah SAW pemah bersabda: "Emas dengan emas (sesuai dengan) kadar
kemurnian dan jenisnya, perak dengan perak (sesuai dengan) kadar kemurnian dan
jenisnya, gandum dengan gandum yang sama mudnya, biji gandum dengan biji
gandum yang sama mudnya, kurma dengan kurma yang sama mudnya, garam dengan
garam yang sama mudnya. Barangsiapa yang melebihkan atau meminta lebih maka ia
telah berbuat riba. Dan tidak mengapa (jika kelebihan itu dalam) jual-beli emas
dengan perak, dengan melebihkan peraknya jika tunai. Sedangkan jika menggunakan
nasi'ah (menggunakan jangka waktu kridit) tidak diperbolehkan. Dan tidak mengapa

5
(jika kelebihan itu dalam) jual beli gandum dengan biji gandum dengan melebihkan
biji gandumnya jika tunai. Sedangkan jika menggunakan nasi' ah (menggunakan
jangka waktu kridit), maka tidak diperbolehkan.
Para ulama sepakat dengan isi hadis ini, begitu pula para ahli ilmu fiqh, rasul
bersabda “ jika salah satu dari jenis ini berbeda maka juallah sebagaimana kamu mau,
jika masih dari tangan-ketangan (bertemu disuatu tempat pada waktu yang sama).
Para imam hadis meriwayatkan dari Ali RA, ia berkata: Rasulullah SAW
bersabda:"Dinar dengan dinar, dirham dengan dirham, keduanya tidak boleh ada yang
dilebihkan. Barangsiapa yang membutuhkan perak maka tukarlah ia dengan emas,
dan barang siapa yang membutuhkan emas maka tukarlah ia dengan perak, secara
tunai (bertemu di satu tempat di waktu yang sama)." Lafazhhadits ini diambil dari
lafazh Ad-Daraquthni.
Pendapat Ulama Tentang Riba Para imam hadis meriwayatkaq dari Ali RA, ia
berkata: Rasulullah SAW bersabdaa: "Dinar dengan dinar, dirham dengan dirham,
keduanya tidak boleh ada yang dilebihkan. Barangsiapa yang membutuhkan perak
maka tukarlah ia dengan emas, dan barangsiapa yang membutuhkan emas maka
tukarlah ia dengan perak, secara tunai (bertemu di satu tempat di waktu yang sama)."
Lafazh hadits ini diambil dari lafazh Ad-Daraquthni.
Para ulama mengatakan: Sabda Rasulullah SAW yang menyebutkan: "Dinar
dengan dinar dirham dengan dirham, keduanya tidak boleh ada yang dilebihkan.-
Hadits ini mengisyaratkan bahwa pertukaran harus dilakukan dengan asal jenis yang
sama. Dalilnya adalah hadits diatas tadi.
Mazhab Maliki Seorang pedagang yang berniat mengadakan perjalan dengan
terburu-buru sedangkan ia membutuhkan uang dirham atau dinar yang dicetak, lalu
pedagang tersebut mendatangi tempat percetakan uang dengan membawa emas dan
peraknya, dan mengatakan kepada ahli cetak uang, ambilah perak atau emasku ini,
dan ambil juga upah dari pekerjaanmu, lalu berikan kepadaku uang dinar atau dirham
yang telah dicetak secukupnya, untuk menggantikan emas dan perak ku ini, aku ingin
cepat-cepat memulai perjalananku karena khawatir akan tertinggal oleh orang-orang
yang berniat mengadakan perjalanan bersamaku, menurut pengikut mazhab maliki,
bahwa hal ini diperbolehkan karena orang tersebut dalam keadaan darurat Abu Umar
mengatakan: Ini adalah inti dari riba yang diharamkan oleh Rasulullah SAW melalui
sabdanya: "Jika ada yang menambahkan atau meminta tambahan maka ia telah
berbuat riba. Yang mengambil dan yang memberi dalam riba adalah sama saja´ Asy-
Syaf i, imam Ahmad Ishag Aa-Tsauri, dan yang diunggulkan dari pendapat imam
malik. Mereka beralasan bahwa riba itu mencakup pertukaran antara satu benda atau
buah dengan benda atau buah lainnya dengan jumlah atau berat yang berbeda entah
benda atau buah itu sedikit ataupun banyak. Sedangkan ulama yang berbeda pendapat
ini beralasan bahwa satu buah kurma atau satu buah anggnr tidaklah berarti sama

6
sekali, dan tidak dikenakan harganya. Ada juga yang beralasan bahwa kelebihan ini
dibolehkan karena tidak ada seorang pun yang menakar satu atau dua buah kurma
atau anggur. pendapat imam malik. Mereka beralasan bahwa riba itu mencakup
pertukaran antara satu benda atau buah dengan benda atau buah lainnya dengan
jumlah atau berat yang berbeda entah benda atau buah itu sedikit ataupun banyak.
Sedangkan ulama yang berbeda pendapat ini beralasan bahwa satu buah kurma atau
satu buah anggnr tidaklah berarti sama sekali, dan tidak dikenakan harganya. Ada
juga yang beralasan bahwa kelebihan ini dibolehkan karena tidak ada seorang pun
yang menakar satu atau dua buah kurma atau anggur.
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa illat dari riba ini adalah jenis yang
dapat ditimbang atau ditakar. Oleh karena itu menurutnya setiap yang dapat
ditimbang dan ditakar serta satu jenis tidak boleh diperjual belikan atau ditukar
dengan cara nasihah ataupun dengan dilebihkan salah satunya Bahkan pertukaran
debu (tanah) sekalipun, tidak boleh ada yang dilebihkan karena tanah termasuk
sesuatu yang bisa di takar, dan dapat dimasuki unsur riba. Sementara Abu Hanifatr
membolehkan pertukaran roti dengan ukuran yang berlainan karena perbedaan yang
ada pada roti tidak termasuk yang dapat ditimbang atau ditakar, yang menjadi ilat
dari riba ini, oleh karena itu roti tidak termasuk jenis yang dapat dimasuki oleh riba.
Sedangkan Asy-Syafi’i berpendapat bahwa yang menjadi illat dari riba ini
adatah jenis yang dapat dimakan. Ini adalah pendapat Asy-Syaf i yang terbaru (qoul
jadid). Karcna itu, menunrutnya, tidak diperbolehkan pembelian terigu deogan roti
dan tidak diperbolehkan pembelian roti dengan cara nasi' ah ataupun dengan
dilebihkan, entah roti ini sudah berbentuk kue ataupun masih menjadi adonan.3

C.Macam-macam riba & contoh-contoh riba

Pada dasarnya riba terbagi menjadi dua macam yaitu riba akibat hutang
piutang yang telah dijelaskan tentang keharamannya dalam al-Qur'an, dan riba jual
beli yang juga telah dijelaskan boleh dan tidaknya dalam bertransaksi dalam as-
Sunnah.

a. Riba akibat hutang-piutang (Riba Ad-duyun)

Riba Qard ( ‫) رر بر ض قر ق‬, yaitu suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang
disyaratkan terhadap yang berhutang (muqtarid), dan Riba Jahiliyah ( ‫ر بر ر ق رهي ل‬

3
Qoriah, Imroatul. "Analisis Terhadap Pertimbangan dan Dasar Hukum Hasil Majelis Tarjih dan
Tajdid Muhammadiyah Mengenai Keharaman Bunga Bank." (2010).

7
), yaitu hutang yangdibayar dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu
membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan.

Contohnya :

Fulan meminjam uang dengan Fulana sebesar Rp 500.000 dengan tempo dua
bulan. Saat waktunya tiba Fulana meminta uang yang dipinjam, akan tetapi Fulan
berkata bahwa ia belum dapat membayar uang yang dipinjam dan meminta waktu
tambahan satu bulan. Fulana menyetujui dengan memberikan syarat bahwa uang yang
harus dibayar menjadi Rp 560.000. Penambahan jumlah tersebut termasuk kategori
Riba Jahiliyah.

Fulan ingin meminjam uang kepada Fulana sebesar Rp 500.000. Fulana


menyetujui namun dengan syarat ketika Fulan hendak mengembalikan uang, maka
uang yang harus dikembalikan Fulan adalah sebesar Rp 550.000. Kelebihan Rp
50.000 tersebut termasuk kedalam Riba Qardh.

b. Riba akibat jual-beli (Riba Al-Buyu’)

Riba Fadl ( ‫)قرض لر ر بر‬, yaitu pertukaran antar barang sejenis dengan kadar
atau takaran yang berbeda dan barang yang dipertukarkan termasuk dalam jenis
barang ribawi, dalam hadits Ubadah bin Shamit dijelaskan bahwa seseorang menukar
barang berupa emas harus dengan emas pula yang sepadan dan beratnya juga harus
sama, perak dengan perak dan harus diserahterimakan secara langsung.Dan Riba
Nasi'ah ( ‫) ر بر ر س ر ق‬, yaitu penangguhan atas penyerahan atau penerimaan jenis
barang ribawi yang diperlukan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba nasi'ah
muncul dan terjadi karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang
diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian.

Contohnya :

Fulana membeli dan mengambil emas seberat 3 gram pada bulan ini, akan
tetapi uangnya diserahkan pada bulan depan. Hal ini termasuk kedalam riba Nasi’ah,

8
hal ini dikarenakan harga emas pada bulan ini belum tentu dan pada umumnya akan
berubah di bulan depan.

Seseorang menukarkan 10 gram emas (jenis 916) dengan 12 gram emas (jenis
750). Pertukaran seperti ini tidak diperbolehkan, walaupun jenis 750 lebih berat
dibandingkan jenis 916. Hal ini dikarenakan sebaiknya dalam pertukaran keduanya
memiliki berat timbangan dan jenis yang sama. Hal ini termasuk dalam riba Fadl.4

4
BAHRI, ENI HARYANI. "TEORI TENTANG RIBA."

9
BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan
Dari uarain makalah di atas, maka dapat disimpulkan bahwa riba merupakan
kegiatan eksploitasi dan tidak memakai konsep etika atau moralitas. Allah
mengharamkan transaksi yang mengandung unsur ribawi, hal ini disebabkan
mendholimi orang lain dan adanya unsur ketidakadilan (unjustice). Para ulama
sepakat dan menyatakan dengan tegas tentang pelarangan riba, dalam hal ini mengacu
pada Kitabullah dan Sunnah Rasul.

Sejak pra-Islam riba telah dikenal bahkan sering dilakukan dalam kegiatan
perekonomian sehari-hari. Pada masa Nabi Muhammad saw riba mulai dilarang
dengan turunnya ayat-ayat al-Qur'an yang menyatakan larangan akan riba, ayat
tersebut turun sesuai dengan masa dan periode turunnya sayat sampai ada ayat yang
melarangnya secara tegas. Tetapi tidak hanya Islam saja yang melarang pengambilan
riba, tetapi aga,a-agama samawi juga melarang dan mengutuk pra pelaku riba.

Secara garis besar riba riba ada dua yaitu: riba akibat hutang piutang dan riba
akibat jual beli.

Islam mengharamkan riba selain telah tercantum secara tegas dalam al-Qur'an
surat al-Baqarah ayat 278-279 yang merupakan ayat terakhir tentang pengharaman
riba, juga mengandung unsur eksploitasi. Dalam surat al-baqarah disebutkan tidak
boleh menganiaya dan tidak (pula) dianiaya, maksudnya adalah tidak boleh melipat
gandakan (ad'afan mudhaafan) uang yang telah dihutangkan, juga karena dalam
kegiatannya cenderung merugikan orang lain. Pengharaman riba juga berdasarkan
pada Fatwa MUI No. 1 Tahun 2004 tentang Bunga. Secara prinsip dasar berbeda
sistem bunga bank dan sistem bagi hasil. Perbankan syariah dan lembaga keuangan
syariah selain itu juga harus mengacu kepada tujuan awal ekonomi islam yakni
mempertimbangkan aspek maqashid syariah.

10
B.Saran
Kami menyadari kemungkinan besar makalah ini masih belum sempurna dan
masih banyak kekurangan. Namun sedikit banyaknya kami berharap materi yang ada
pada makalah ini dapat menambah pengetahuan dari para pembacanya. Namun,
penyusun tetap menyarankan para pembaca untuk mencari lebih banyak referensi
untuk pembahasan tentang Sistem Peradilan pada Jurnal yang ada di situs-situs
terpercaya

11
DAFTAR PUSTAKA

Nur, E. R. (2015). Riba Dan Gharar: Suatu Tinjauan Hukum Dan Etika Dalam
Transaksi Bisnis Modern. Al-'Adalah, 12(1), 647-662.
Qoriah, I. (2010). Analisis Terhadap Pertimbangan dan Dasar Hukum Hasil Majelis
Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah Mengenai Keharaman Bunga Bank.
BAHRI, E. H. TEORI TENTANG RIBA.

12

Anda mungkin juga menyukai