Anda di halaman 1dari 20

Kelompok XI

PENDIDIKAN SHALAT DAN


ADAB MEMBERI HUKUMAN DALAM PENDIDIKAN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Tafsir & Hadist Tarbawi
Dosen pengampu : Hj. Yuliani Khalfiah, M.Pd.I

Disusun Oleh :
Asrianor
(21111110425)
Yunita Sari
(21111110509)

PRODI PENDDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA

TAHUN AKADEMIK 2022


KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya. Penyusun sangat berharap
semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca.
Kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii


DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................. 2
A. Pendidikan Shalat ................................................................................................. 2
B. Adab Memberi Hukuman dalam Pendidikan...................................................... 10
BAB III PENUTUP ................................................................................................... 15
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 15
B. Saran ................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Rumusan masalah
1. Bagaimana pendidikan shalat dalam Al-Qur’an & Hadist ?
2. Bagaimana adab memberi hukuman dalam pendidikan?

B. Tujuan pembahasan
1. Untuk mengetahui pendidikan shalat dalam Al-Qur’an & Hadist
2. Untuk mengetahui adab memberi hukuman dalam pendidikan

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendidikan Shalat

1. QS. Thaha : 132

‫ك َوال َْعاقِبَة لِلتَّ ْق ٰوى‬ َ ‫اصطَِ ْب َعلَْي َها َل نَ ْسَل‬


َ ‫ك ِرْزقًا ََْنن نَ ْرزق‬ ِ َّ ‫ك ِِب‬
ْ ‫لص ٰلوة َو‬ َ َ‫َوأْم ْر اَ ْهل‬

"Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu


dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, Kamilah yang memberi
rezki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa".

Esensi Pendidikan Dalam Al-Quran Surat Thaha Ayat 132

a. Kepala keluarga diperintahkan oleh Allah untuk mendidik, membina,


membimbing tanggung jawab keluarga nya dalam mendirikan shalat.
b. Dalam mendidik anak atau keluarga untuk shalat diperlukan kesabaran dengan
niat yang sungguh-sungguh.
c. Allah akan memberikan serta mencukupi segala fasilitas dan kebutuhan apabila
orangtua memiliki niat dan kesungguhan dalam mendidik anak.
d. Allah akan memberikan ketakwaan dan memberikan kebijakan kepada manusia
dengan upaya niat dan kesungguhan, karena tujuan yang baik akan memberikan
ketakwaan dan kebajikan-kebajikan yang baik.

Para mufasir menjelaskan bahwa Allah memerintahhkan kepada Rosullullah


SAW agar memerintahkan keluarganya mendirikan shalat sebagai pelaksanaan
perintah ini pada mereka, dan bersabar dalam menjalankannya. Ini khitbah untuk Nabi
Muhammad SAW, dan semua umatnya termasuk dalam keumumannya, lebih khusus
lagi ahli bait (keluarga) beliau. Dalam hal ini perlu diingat bahwa ketaatan pertama
yang harus menjadi perhatian seorang Muslim dan mendidik keluarganya adalah
tauhid dan shalat. Sebab tauhid merupakan kebaikan yang paling baik. Karena
kebaikan dan ibadah yang dikerjakan seorang hamba harus tegak di atas tauhid. Tauhid
merupakan kunci syurga dan jalan keselamatan dari neraka. Bahkan tauhid merupakan
tujuan yang paling utama hidup manusia di dunia ini.

2
Para mufasir menjelaskan bahwa dalam mendirikan sholat diperlukannya
kesabaran. tentunya orang tua harus memiliki kesabaran tinggi dalam mendidik
keluarganya. Terutama dalam hal shalat. Karena sebagaimana yang tertera dalam ayat,
Allah Swt. juga memerintahkan kita untuk sabar dalam menegakkan shalat bersama
keluarga.

Menurut Nugrahaeni:2022 anak adalah ujian bagi orang tuanya. Jika kita
mampu bersabar dalam mendidik mereka tentu akan ada balasan pahala dari Allah,
dan kelak kita akan menuai buah dari kesabaran yang manis bagaikan madu. Yaitu
ketika mereka telah dewasa, kala mereka telah terbiasa dan terdidik dengan kebaikan
yang kita ajarkan dan mereka menjadi manusia yang taat pada Rabbnya.

Sabar dalam mengajarkan kebaikan pada anak. Salah satu bagian dari kesabaran
yang dijelaskan para ulama adalah kesabaran dalam melakukan ketaatan pada Allah.
Sabar dalam mengajarkan kebaikan pada anakpun termasuk dalam kategori ini.
Mengajarkan kebaikan membutuhkan kesabaran seorang ibu. Mengajarkan doa-doa
harian, adab dan akhlak yang baik, menghafal qur’an, dan lain sebagainya.

Shalat adalah tiang agama, shalat adalah pembeda antara orang muslim dan
kafir, shalat adalah ibadah yang pertama kali akan dihisab di akhirat kelak dan shalat
dapat mencegah seseorang dari perbuatan keji dan munkar. Dan kehadiran anakpun di
tengah-tengah keluarga merupakan amanah yang sangat besar bagi ayah bundanya.
Oleh karena itu para orang tua dituntut untuk senantiasa memperhatikan
perkembangan jasmani dan rohani sang buah hati. Untuk itu, sebagai orang tua sangat
bertanggungjawab dalam mendidik dan membiasakan anak-anaknya untuk
melaksanakan shalat sebagai salah satu kebutuhan rohani sang buah hati.

Para mufasir juga menjelaskan bahwa orangtua tidak hanya bertugas mencari
nafkah lahir keluarga, ia juga berkewajiban mendidik agama mereka. Bagaimana
shalatnya, puasanya, zakatnya, dan lain sebagainya. Bahkan sangat keliru sekali bila
kepala keluarga hanya memikirkan asupan gizi keluarga yang bersifat duniawi, karena
hakikatnya urusan rejeki itu adalah otoritas Allah Swt. Tidak dibenarkan apabila gara-
gara persoalan dunia sampai melupakan akhirat.

Nilai-Nilai Pendidikan Dalam Al-Quran Surat Thaha Ayat 132

Tentang tanggung jawab orang tua terjadap pendidikan agama anak:

3
1. Perintah Allah kepada Rasulullah pada ayat ini supaya beliau mengajak seluruh
anggota keluarga untuk menunaikan salat. Setiap Manusia yang lahir di bumi
ini mempunyai tanggung jawabnya masing masing, begitu juga dengan seorang
kepala keluarga, selain mencari nafkah ia juga berkewajiban untuk
memperhatikan dan memerintahkan keluarganya untuk menjaga shalatnya.
seperti dalam surat Thaha Ayat 132 dalam ayat di ini sudah jelas bahwa kepala
keluarga atau yang biasa disebut ayah, untuk bisa dapat menjaga kualitas
agama di keluarganya khususnya shalatnya. Satu-satunya cara menjaga
keluarga dari api neraka adalah membawa atau menggiring mereka ke jalan
taqwa. Salah satu jalan taqwa yang paling utama adalah dengan mindirikan
shalat. Karena hakikat shalat adalah meniti jembatan untuk meraih ridha Allah
SWT. Mengenai hikmah perintah salat sendiri, Allah SWT. menyatakan bahwa
salat merupakan penghalang perbuatan dosa. Barangsiapa yang rutin salat
fardu dan sunah, serta menghayati maknanya, maka ia menjadi pengingat agar
seorang hamba menjauhi perbuatan dosa.
2. Pentingnya bersabar dalam mendidik dan mengajarkan anak untuk shalat.
Dalam mendirikan shalat kepada keluarga terutama anak harus bersabar tidak
boleh bosan, tidak boleh berhenti dan segera mengerjakan jika datang
waktunya. Shalat tidak lah membawa keuntungan materi. Shalat tidaklah akan
segera tampak hasilnya oleh mata. Shalat adalah urusan ketentraman jiwa dan
sekaligus merupakan doa. Anak adalah ujian bagi orang tuanya. Jika kita
mampu bersabar dalam mendidik mereka tentu akan ada balasan pahala dari
Allah, dan kelak kita akan menuai buah dari kesabaran yang manis bagaikan
madu. Yaitu ketika mereka telah dewasa, kala mereka telah terbiasa dan
terdidik dengan kebaikan yang kita ajarkan dan mereka menjadi manusia yang
taat pada Rabbnya. Doa-doa yang selalu mereka panjatkan untuk kita adalah
harta dan investasi yang tak ternilai harganya .
3. Jaminan rezeki yang dijanjikan itu bukan berarti Allah Swt memberinya tanpa
usaha. Kita harus sadar bahwa yang menjamin itu adalah Allah Swt yang
menciptakan makhluk serta hukum-hukum yang mengatur makhluk dan
kehidupannya. Allah Swt sebagai ar-Razzaq (Maha Pemberi Rezeki) menjamin
rezeki dengan menghamparkan bumi dan langit dengan segala isinya.
4. Manusia bertanggungjawab mendidik dan mengasuh keluarga dalam ketaatan
kepada Allah Swt, pasti akan mencicipi nikmat keyakinan dan taqwa yang akan
Allah berikan balasan sebaik-baiknya. Takwa itu merupakan modal, proses,
dan orientasi hidup. Karena itu, menjadi insan bertakwa itu selalu berproses,
berlangsung terusmenerus, dan tidak mengenal kata selesai. Berbekallah,

4
karena sesungguhnya sebaik-baik bekal (modal)adalah takwa. Dan
bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat! (QS
al- Baqarah [2]: 197). Semua amal ibadah, wajib maupun sunah, itu bermuara
kepada pembentukan insan bertakwa Melalui iklan tersebut dan terciptanya
pembeda tersebut dapat memunculkan untuk melakukan keputusan pembelian
dikarenakan konsumen merasa tertarik dengan promosi yang dilakukan
perusahaan. 1

2. HR. Bukhari No. 595

َ َ‫ال َحدَّثَنَا أَيُّوب َع ْن أَِِب قِ ََلبَةَ ق‬


‫ال‬ َ َ‫َّاب ق‬ِ ‫ال َحدَّثَنَا َع ْبد ال َْوه‬ َ َ‫َحدَّثَنَا ُمَ َّمد بْن الْمثَ ََّّن ق‬
‫اَّلل َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َو ََنْن َشبَ بَةٌ متَ َقا ِربو َن فَأَقَ ْمنَا‬ َّ ‫صلَّى‬ ِ
‫ك أَتَ يْ نَا إ ََل النِ ِي‬
َ ‫َّب‬ ٌ ِ‫َحدَّثَنَا َمال‬
‫يما َرفِي ًقا فَ لَ َّما‬ ِ ِ َّ ‫اَّلل صلَّى‬ ِ ِ ِ
ً ‫اَّلل َعلَ ْيه َو َسلَّ َم َرح‬ َ َّ ‫ين يَ ْوًما َولَيْ لَةً َوَكا َن َرسول‬ َ ‫ع ْن َده ع ْش ِر‬
‫ال ْار ِجعوا‬ َ َ‫ظَ َّن أَ ََّّن قَ ْد ا ْشتَ َهيْ نَا أَ ْهلَنَا أ َْو قَ ْد ا ْشتَ ْقنَا َسأَلَنَا َع َّم ْن تَ َرْكنَا بَ ْع َد ََّن فَأَ ْخ َ ْبََّنه ق‬
‫صلُّوا‬ ِ ِ ِ ِ
َ ‫َح َفظ َها َو‬ ْ ‫َح َفظ َها أ َْو َل أ‬ ْ ‫إِ ََل أَ ْهليك ْم فَأَقيموا في ِه ْم َو َعليموه ْم َومروه ْم َوذَ َك َر أَ ْشيَاءَ أ‬
‫َحدك ْم َولْيَ ؤَّمك ْم أَ ْك َبك ْم‬ ِ
َ ‫الص ََلة فَ لْي َؤذي ْن لَك ْم أ‬ َّ ‫ت‬ َ ‫صلِيي فَِإذَا َح‬
ْ ‫ض َر‬ َ ‫َك َما َرأَيْ تم ِوِن أ‬
Artinya :
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna berkata, telah
menceritakan kepada kami 'Abdul Wahhab berkata, telah menceritakan kepada
kami Ayyub dari Abu Qilabah berkata, telah menceritakan kepada kami Malik,
"Kami datang menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, saat itu kami adalah para
pemuda yang usianya sebaya. Maka kami tinggal bersama beliau selama dua puluh
hari dua puluh malam. Beliau adalah seorang yang sangat penuh kasih dan lembut.
Ketika beliau menganggap bahwa kami telah ingin, atau merindukan keluarga kami,
beliau bertanya kepada kami tentang orang yang kami tinggalkan. Maka kami pun
mengabarkannya kepada beliau. Kemudian beliau bersabda: "Kembalilah kepada
keluarga kalian dan tinggallah bersama mereka, ajarilah mereka dan perintahkan

1
Rofiah and Dedih Surana, “Nilai-Nilai Al-Quran Surat Thaha Ayat 132 Terhadap Tanggung Jawab
Orang Tua Dalam Pendidikan Agama Anak,” Bandung Conference Series: Islamic Education 2, no. 2
(2022): 251–58, https://doi.org/10.29313/bcsied.v2i2.3155.

5
(untuk shalat)." Beliau lantas menyebutkan sesuatu yang aku pernah ingat lalu lupa.
Beliau mengatakan: "Shalatlah kalian seperti kalian melihat aku shalat. Maka jika
waktu shalat sudah tiba, hendaklah salah seorang dari kalian mengumandangkan
adzan, dan hendaklah yang menjadi Imam adalah yang paling tua di antara kalian."
Hadis diatas menjelaskan betapa pentingnya keluarga, sehingga tidak
dibenarkan meninggalkan keluarga dalam waktu yang cukup lama, dikarenakan
anggota keluarga memerlukan bimbingan dan pendidikan dari kepala keluarga, hadis
diatas juga mengindikasikan betapa besarnya tanggung jawab kepala keluarga (suami)
dalam mendidik anggota keluarganya terutama istri.

Hadis diatas juga mengindikasikan betapa bersarnya tanggung jawab kepala


keluarga (suami) dalam mendidik anggota keluarganya, baik istri maupun anak-
anaknya (Ahmad al-Misri, 1418H/1997M; terj: 231).

Senada dengan Hadis diatas, yang berkaitan dengan kewajiban mendidik


keluarga bagi kepala rumah tangga atau keluarga (suami).Jika suami tidak
melaksanakan kewajiban tersebut menanggung dosa besar dan dikatakan penghianat
amanah Allah Swt (Nawawi, 2018).

Hadis di atas mengajarkan tanggung jawab kepala keluarga untuk mendidik


anggota keluarga berkaitan dengan ilmu agama, misalnya mengajarkan sholat, dengan
sholat berjamaah bersama keluarga (anggota keluarga), diawal waktu bahkan
kendatipun tidak di masjid Hadis diatas mengajarkan agar kepala keluarga menyuruh
anggota keluarganya untuk azan, Sholat diawal waktu dan berjamaah (Abul Hasan, ,
1428 H/2008M ;)2

3. HR. Abu Daud No. 418

2
Nurhadi Nurhadi, “Pendidikan Keluarga Perspektif Hadis Nabi Muhammad Saw,” INSANIA : Jurnal
Pemikiran Alternatif Kependidikan 24, no. 1 (2019): 1–34,
https://doi.org/10.24090/insania.v24i1.2696.

6
‫ال أَبو َداود‬ َ َ‫ي َحدَّثَنَا إِ ْْسَ ِعيل َع ْن َس َّوار أَِِب ََحْ َزةَ ق‬َّ ‫شام يَ ْع ِن الْيَ ْشك ِر‬ َ ‫َحدَّثَنَا م َؤَّمل بْن ِه‬
ِ‫ف َعن َعم ِرو ب ِن شعيب َعن أَبِ ِيه َعن ج يِده‬
َ ْ ْ ْ َ ْ ْ ْ ُّ ِ‫ْي‬ َّ ُّ‫َوه َو َس َّوار بْن َداو َد أَبو ََحْ َزةَ الْم َزِِن‬
َ ْ ‫الص‬
ِ ِ َّ ‫اَّلل َعلَي ِه وسلَّم مروا أَوَل َدكم ِِب‬ َِّ ‫ال رسول‬
َ ِ‫لص ََلة َوه ْم أَبْ نَاء َس ْب ِع سن‬
‫ي‬ ْ ْ َ َ َ ْ َّ ‫صلى‬
َّ َ ‫اَّلل‬ َ َ َ‫ال ق‬ َ َ‫ق‬
ِ‫ض‬
‫اج ِع َحدَّثَنَا زَه ْْي بْن َح ْرب َحدَّثَنَا‬ َ ‫ض ِربوه ْم َعلَْي َها َوه ْم أَبْ نَاء َع ْشر َوفَ يِرقوا بَ ْي نَ ه ْم ِف ال َْم‬
ْ ‫َوا‬
ِ ‫اد وإِ َذا َزَّوج أَحدكم َخ‬ ِِ ِ
‫اد َمه َع ْب َده أ َْو‬ ْ َ َ َ َ ‫يع َح َّدثَِن َداود بْن َس َّوار الْم َزِِنُّ ِبِِ ْسنَاده َوَم ْعنَاه َوَز‬ ٌ ‫َوك‬
‫اْس ِه َوَرَوى َع ْنه‬
ِْ ‫يع ِف‬ِ ِ ُّ ‫الس َّرةِ َوفَ ْو َق‬
َ َ‫الرْكبَ ِة ق‬ ُّ ‫ْيه فَ ََل يَ ْنظ ْر إِ ََل َما دو َن‬ ِ
ٌ ‫ال أَبو َداود َوه َم َوك‬ َ ‫أَج‬
‫ال‬
َ ‫يث فَ َق‬ َ ‫أَبو َداو َد الطَّيَالِ ِس ُّي َه َذا ا ْْلَ ِد‬

Artinya :

Telah menceritakan kepada kami Mu`ammal bin Hisyam Al-Yasykuri telah


menceritakan kepada kami Isma’il dari Sawwar Abu Hamzah berkata Abu Dawud; Dia
adalah Sawwar bin Dawud Abu Hamzah Al-Muzani Ash-Shairafi dari Amru bin
Syu’aib dari Ayahnya dari Kakeknya dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: Perintahkanlah anak-anak kalian untuk melaksanakan shalat
apabila sudah mencapai umur tujuh tahun, dan apabila sudah mencapai umur sepuluh
tahun maka pukullah dia apabila tidak melaksanakannya, dan pisahkanlah mereka
dalam tempat tidurnya.” Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb telah
menceritakan kepada kami Waki’ telah menceritakan kepadaku Dawud bin Sawwar
Al-Muzani dengan isnadnya dan maknanya dan dia menambahkan; (sabda beliau):
“Dan apabila salah seorang di antara kalian menikahkan sahaya perempuannya dengan
sahaya laki-lakinya atau pembantunya, maka janganlah dia melihat apa yang berada di
bawah pusar dan di atas paha.” Abu Dawud berkata; Waki’ wahm dalam hal nama
Sawwar bin Dawud. Dan hadits ini telah diriwayatkan oleh Abu Dawud Ath-Thayalisi,
dia berkata; Telah menceritakan kepada kami Abu Hamzah Sawwar Ash-Shairafi.

Penjelasan Hadis

Hadis di atas diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dalam


tema/kitab"Salat"bab"Kapan Anak diperintah Untuk Salat". Hadis ini juga

7
diriwayatkan Imam Ahmad, Imam Ad- Daruquthni dan Al-Baghawi dari Amr bin
Syuaib dari ayahnya dari kakeknya (Abdullah bin Amr). Menurut Al-Hakim dalam
Mustadraknya, hadis ini walaupun tidak dicantumkan Imam Bukhari dan Muslim
dalam shahihnya tetapi bernilai shahih berdasarkan persyaratan Muslim.

Hadis di atas menggambarkan bahwa salah satu materi pendidikan yang sangat
penting adalah salat, sehingga anak harus diperintahkan sejak berumur tujuh tahun.
Karena sangat pentingnya salat ini hingga dalam hadis tersebut ada penekanan
memberikan hukuman dalam umur tertentu apabila anak tidak melaksanakan perintah
tersebut. Di samping perintah untuk menyuruh anak salat pada hadis tersebut juga
berisi perintah untuk memisahkan anak laki-laki dengan perempuan bila berumur
sepuluh tahun untuk pisah tempat tidur. Ini menunjukkan betapa sempurnanya ajaran
Islam, bahwa tindakan preventif terhadap perilaku sex menyimpang sudah diantisipasi
sejak dini. Orang tua penting memperhatikan anaknya baik dalam melaksanakan
kewajiban kepada Allah ataupun pendidikan sex. Pendidikan sex di sini antara lain
mengenalkan jenis alat kelamin anak (alat reproduksi); 'aurat anak yang tidak boleh
dilihat orang lain dan bagaimana menutup aurat supaya anak mengenal ajaran Islam
tentang kesopanan yang harus ia perhatikan.

Menurut Ibnu 'Abdus Salam dalam Faidhul Qadir," perintah atau nash ditujukan
kepada para orang tua untuk mengajak anak mereka salat, sedang anak-anak bukan
obyek pembicaraan. Orang tua wajib melaksanakan perintah ini, karena tidak ada
pilihan bagi orang beriman kecuali melaksanakan perintah Allah swt.

Ibnu Qudamah, mengutip Al-Qadhi berkata: Kewajiban orang tua yang


memiliki anak yang masih kecil agar mengajarinya thaharah (bersuci) dan salat jika
telah berumur tujuh tahun. Dan tetap menyuruh dan memberi sangsi hukuman jika telah
berumur sepuluh tahun. Perintah untuk salat dan pemukulan ini wajib dilakukan
seorang wali, baik dia seorang ayah, kakek, atau penanggung jawab yang dipilih oleh
hakim. Ulama-ulama Syafi'iyah menegaskan hal ini, diantaranya penulis Asy-Syamil,
al-'Uddah dan lainnya.

Pada hadis di atas juga menggambarkan metode pembelajaran Rasulullah saw


secara bertahap, yakni metode perintah, pembiasaan, latihan dan hukuman. Perintah
ditujukan pada anak usia tujuh tahun dan dilaksanakan hukuman bila tidak
melaksanakan pada usia sepuluh tahun. Ini menunjukkan bahwa terhadap anak kecil
dibawah umur sepuluh tahun tidak boleh diberikan sangsi hukuman pukulan. Antara

8
usia tujuh tahun sampai sepuluh tahun ada tenggang waktu selama tiga tahun, ini berarti
harus didahului dengan metode perintah, ajakan dan pembiasaan terlebih dahulu.

Analisis kependidikan dari hadis di atas:

a. Orang tua atau wali harus memperhatikan perkembangan anak, diantaranya


tentang usia anak dan pendidikannya seiring berjalannnya umur mereka.
b. Usia anak tujuh tahun wajib disuruh salat dan usia sepuluh tahun wajib diberi
sangsi jika tidak melaksanakan salat
c. Pada usia sepuluh tahun ini juga pisahkan tempat tidur anak laki-laki dengan
anak perempuan sebagai bentuk pembatasan dan pencegahan perilaku sex
menyimpang bagi mereka, sebab usia mereka sudah mulai matang hormon
sexualnya.
d. Kewajiban ditujukan pada kepada orang tua, pendidik atau wali yang
dipercayakan mendidiknya.
e. Tuntunan dan prosedur Nabi saw dalam menerapkan metode hukuman yaitu
bahwa; pertama, metode hukuman hanya digunakan pada penerapan metode
ajar yang sangat urgen/penting dalam Islam, kedua, hanya diberikan sesudah
anak berusia sepuluh tahun atau sudah memasuki jelang usia balig, ketiga,
metode ini setelah melalui tahapan pembiasaan dan latihan selama tiga tahun.
Keempat, harus mengindahkan rambu-rambu dalam melaksanakan sangsi,
karena pukulan dalam hal ini bersifat mendidik (ta'dib).3

3
M.Pd.I. HJ. YULIANI KHALFIAH and M.Ag. AJAHARI, HADIS TARBAWI Eksplorasi Konsep Pendidikan
Perspektif Hadis, 2021.

9
B. Adab Memberi Hukuman dalam Pendidikan

1. Tidak Melebihi Sepuluh Pukulan

HR.Bukhari : 6342

َِّ ‫ف حدَّثَنَا اللَّيث ح َّدثَِن ي ِزيد بن أَِِب حبِيب َعن ب َك ِْْي ب ِن َعب ِد ا‬
‫َّلل َع ْن‬ َِّ ‫حدَّثَنَا َعبد‬
ْ ْ ْ َ ْ َ َ ْ َ َ ‫اَّلل بْن يوس‬ ْ َ
ِ ِ
ِ ‫اَّلل َعن أَِِب ب ردةَ ر‬ َّ ‫سار َع ْن َع ْب ِد‬
‫ال َكا َن‬ َّ ‫ض َي‬
َ َ‫اَّلل َع ْنه ق‬ َ ْ ْ َّ ‫الر َْحَ ِن بْ ِن َجابِ ِر بْ ِن َع ْبد‬ َ َ‫سلَْي َما َن بْ ِن ي‬
َِّ ‫ود‬ ِ ‫اَّلل َعلَي ِه وسلَّم ي قول َل ُْيلَد فَ و َق َع ْش ِر جلَ َدات إَِّل ِف ح يد ِمن حد‬
‫اَّلل‬ ْ َ َ ْ َ َ َ َ ْ َّ ‫صلَّى‬ َ ‫َّب‬ ُّ ِ‫الن‬
Artinya:

"Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf telah menceritakan kepada kami
Al Laits telah menceritakan kepadaku Yazid bin Abu Hubaib dari Bukair bin Abdullah
dari Sulaiman bin Yasar dari Abdurrahman bin Jabir bin Abdullah dari Abu Burdah ra,
mengatakan; Nabi Shallallahu'alaihi wasallam bersabda: "Tak boleh menjilid
(mencambuk) melebihi sepuluh kali selain dalam salah hukuman had (yang) Allah
(tetapkan). "

Penjelasan Hadis

Hadis di atas diriwayatkan oleh Imam Bukhari No. 6342 pada Kitab Hukum Hudud
Bab Hukuman Pendidikan, juga oleh mukharij lainnya, yakni Imam Muslim, Abu
Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Imam Ahmad. Imam Bukhari meriwayatkan pula
dengan redaksi lain:

‫ال عقوبة فوق عشر ضرابت إال ف حد من حدود للا‬

"Tidak boleh ada hukuman melebihi sepuluh kali pukulan selain dalam salah satu
hukuman had Allah. "

Hadis tersebut berisi rambu-rambu dalam memberi hukuman yang ditujukan terhadap
orang dewasa, bukan khusus pendidikan untuk anak, sehingga sangsi yang sifatnya
mendidik dan pengajaran kepada anak, haruslah lebih memperhatikan keadaan anak
selaku manusia yang belum dewasa. Hadis ini berisi tuntunan larangan memukul

10
melebihi dari sepuluh kali pukulan, kecuali pada hukuman yang sudah ditetapkan
Allah, seperti zina, mencuri, minum khamar yang telah jelas dinyatakan dalam al-
Qur'an ataupun hadis. Oleh sebab itu dalam memberi sangsi hukuman kepada anak
tidak boleh lebih dari sepuluh kali, karena dalam pendidikan tidak berhubungan dengan
maksiat, terutama pendidikan dari orang tua kepada anaknya yang belum dewasa atau
masih kecil. Karena anak yang masih kecil itu masih butuh bimbingan, andaipun
hukuman yang diberikan, maka itu haruslah yang bersifat mendidik. Diharafkan dari
sangsi yang diberikan oleh orang tua kepada anak akan membuat anak lebih baik dan
menyadari kesalahannya. Sehingga bisa disimpulkan bahwa sangsi hukuman yang
diberikan dalam rangka ta'dib atau pendidikan tidak boleh lebih dari sepuluh kali.

2. Menghindari Wajah

HR. Bukhari LM: 1678

‫حدثنا ُممد بن عبيد هللا حدثنا ابن وهب قال حدثن مالك بن أنس قال وأخبِن ابن فَلن‬
‫عن سعيد املقبي عن أبيه عن أِب هريرة رضي هللا عنه عن النب صلى هللا عليه وسلم ح و‬
‫حدثنا عبد هللا بن ُممد حدثنا عبد الرزاق أخبَّن معمر عن مهام عن أِب هريرة رضي هللا عنه‬
‫عن النب صلى هللا عليه وسلم قال إذا قاتل أحدكم فليجتنب الوجه‬

Artinya :

"Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ubaidullah telah menceritakan


kepada kami Ibnu Wahb berkata, telah menceritakan kepadaku Malik bin Anas berkata,
telah menceritakan kepadaku Ibnu Fulan dari Said Al Maqburiy dari bapaknya dari
Abu Hurairah ra dari Nabi saw. Dan diriwayatkan pula, telah menceritakan kepada
kami Abdullah bin Muhammad telah menceritakan kepada kami 'Abdur razzaq telah
mengabarkan kepada kami Ma'mar dari Hammam dari Abu Hurairah ra dari Nabi saw.
bersabda: "Jika seorang dari kalian berperang (membunuh) hendaklah dia menghindari
wajah".

Penjelasan Hadis

11
Hadis ini mengandung tuntunan dalam berperang, yakni apabila memukul atau
berperang seseorang hendaklah menghindarkan memukul muka. Masuk dalam
larangan ini orang yang melaksanakan hudud (hukuman yang kadarnya telah
ditentukan), ta'zir (hukuman yang ketetapannya diserahkan kepada kebijakan hakim)
maupun ta’dib (hukuman peringatan)."

Dalam hadis Abu Bakrah dan selainnya yang dinukil Abu Dawud sehubungan
dengan kisah wanita yang berzina, yang diperintahkan Nabi saw untuk dirajam, beliau
bersabda: "Rajamlah ia dan hindari bagian muka". Jika hal ini berlaku bagi orang yang
telah ditetapkan untuk dibunuh, maka bagi orang yang tidak boleh dibunuh lebih patut
lagi."

Imam Nawawi berkata, "Para ulama berpendapat bahwa larangan memukul


wajah itu disebabkan wajah merupakan bagian tubuh yang lembut dan tempat seluruh
keindahan, dan kebanyakan indra manusia itu terdapat di bagian wajah.

Alasan yang dikemukakan Imam Nawawi di atas cukup bagus, namun dalam
riwayat Imam Muslim disebutkan alasan yang lain. Imam Muslim telah meriwayatkan
hadis di atas dari jalur Abu Ayyub al Maraghi, dari Abu Hurairah, disertai tambahan:

‫إذا قاتل أحدكم أخاه فليجتنب الوجة فإن هللا خلق آدم على صورته‬

(Apabila berperang/memukul seseorang terhadap saudaranya hendaklah


menghindari muka, karena sesungguhnya Allah menciptakan Adam sebagaimana
bentuknya). Mayoritas ulama berpendapat bahwa yang dimaksud adalah orang yang
dipukul, berdasarkan kalimat sebelumnya yang memerintahkan memuliakan wajah.

Analisis kependidikan pada hadis di atas bahwa:

a. Ada kebolehan memukul sebagai bagian hukuman dalam pendidikan.


b. Memukul harus memperhatikan rambu-rambu diantaranya jangan
memukul muka.
c. Kasus orang yang harus dibunuh seperti rajam sekalipun dilarang pada
wajah, apalagi untuk pendidikan.
d. Kasus orang dewasa saja tidak boleh mengenai wajah, apalagi untuk
anak yang belum dewasa.

12
3. Keadaan Tidak Marah

HR. Bukhari No. 5651

‫صالِح َع ْن‬ ِ
َ ‫بََّن أَبو بَكْر ه َو ابْن َعيَّاش َع ْن أَِِب َحصي َع ْن أَِِب‬ ََ ‫ف أَ ْخ‬َ ‫َح َّدثَِن ََْي َي بْن يوس‬
ِ ‫اَّلل َعلَْي ِه وسلَّم أَو‬
َّ ‫صلَّى‬ ِ َ َ‫َن رج ًَل ق‬ ِ ‫أَِِب هريْ رةَ ر‬
َ َ‫ص ِن ق‬
‫ال َل‬ ْ َ ََ ‫ال للنِ ِي‬
َ ‫َّب‬ َ َّ ‫اَّلل َع ْنه أ‬
َّ ‫ض َي‬ َ ََ
‫ب‬ْ ‫ض‬َ ْ‫ال َل تَغ‬ َ َ‫َّد ِم َر ًارا ق‬
َ ‫ب فَ َرد‬
ْ ‫ض‬
َ ْ‫تَغ‬
Artinya :

Telah menceritakan kepadaku Yahya bin Yusuf telah mengabarkan kepada kami Abu
Bakr yaitu Ibnu Ayyasy dari Abu Hashin dari Abu Shalih dari Abu Hurairah radliallahu
‘anhu bahwa seorang laki-laki berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam;
“Berilah aku wasiat?” beliau bersabda: “Janganlah kamu marah.” Laki-laki itu
mengulangi kata-katanya, beliau tetap bersabda: “Janganlah kamu marah.”

Penjelasan Hadis Hadis ini berisi larangan marah, lafal "la tagdhab"
dimaksudkan kepada semua orang secara umum agar meninggalkan marah, bukan
dimaksudkan atas orang yang bertanya kepada Nabi itu saja, akan tetapi Nabi
memendekkan. Oleh sebab itu, jawabannya dengan lafadz la tagdhab. walaupun Nabi
menggunakan lafal yang tidak menggunakan bentuk jamak, namun maksud dari lafal
itu adalah secara umum.

Al Khaththabi mengatakan bahwa maksud "jangan marah adalah menjauhi


sebab-sebab yang menimbulkan kemarahan dan jangan mendekati hal-hal yang
mengarah kepadanya. Adapun emosi tidak masuk dalam larangan, karena merupakan
naluri manusia.

Nabi saw dalam sabdanya"jangan marah"mengumpulkan kebaikan dunia dan


akhirat, sebab marah dapat menyebabkan sikap saling memutuskan hubungan dan
menghalangi sikap lemah lembut dengan sesama, bahkan dapat menyakiti orang yang
dimarahi.

13
Marah dapat dihindari dengan cara mengingat keutamaan menahan emosi dan
bahaya dampak marah, kemarahan bisa membawa dampak negatif baik lahir maupun
batin. Nabi saw juga mengajarkan hendaknya berlindung kepada Allah dari syaithan,
seperti disebutkan pada hadis Sulaiman bin Shurad, lalu berwudhu seperti dalam hadis
Athiyyah.4

Pada redaksi hadis Bukhari No. 5651 bahwa seorang pria meminta wasiat
kepada Nabi Saw, adalah Jariyah bin Qudamah sebagaimana diriwayatkan oleh Imam
Ahmad dan Ibn Hiban dan Ath-Thabrani dalam hadisnya. Beberapa dari riwayat tidak
menjelaskan nama pria tersebut, tetapi yang lain menjelaskan namanya. Namun, ada
kemungkinan juga dipahami dengan cara lain (Al-Asqalani, 2010). Dan Nabi pun
bersabda janganlah marah (Saltanera, 2015), laki-laki itu mengulangi pertanyaan
tersebut untuk mencari kalimat yang lebih umum, namun beliau tidak melebih-
lebihkan wasiat. Beliau bersabda jangan marah. Dalam pembahasan sebelumnya yang
dikutip dari hadis Anas mengatakan bahwasannya Nabi Saw, mengulang-ulang kata
sampai tiga kali untuk pemahaman yang benar dan tidak ditanyakan lagi setelah
mengucapkannya (Al-Asqalani, 2010).

Al-Khathabi berpendapat, "Makna sabdanya, “Jangan marah” adalah jauhi


sebab-sebab yang menimbulkan kemarahan dan jangan mendekati halhal yang
mengarah kepadanya. Adapun emosi tidak masuk dalam larangan, karena ia
merupakan naluri yang tidak hilang dari tabi’at seseorang". Ulama lainnya
berpendapat, "Apa yang termasuk tabiat hewani, maka tidak mungkin ditolak. Oleh
karena itu, ia tidak termasuk dalam larangan, karena hal itu termasuk membebani
sesuatu yang mustahil. Sedangkan apa yang termasuk sesuatu yang diutarakan dengan
latihan, maka inilah yang dimaksud larangan itu." Didefinisikan, artinya adalah
"Jangan marah” karena penyebab kemarahan adalah sikap angkuh, dan itu terjadi saat
sesuatu yang tidak diinginkannya, maka keangkuhan itu mendorongnya untuk marah.
Orang yang bersikap rendah hati, maka akan selamat dari pada buruknya kemarahan."
Berdasarkan beberapa ulama adalah “Janganlah melakukan apa yang membuatmu
marah”. 5

4
HJ. YULIANI KHALFIAH and AJAHARI, HADIS TARBAWI Eksplorasi Konsep Pendidikan Perspektif Hadis.
5
dkk Annisa Safira, “Gunung Djati Conference Series, Volume 8 (2022) The 2nd Conference on
Ushuluddin Studies ISSN: 2774-6585 Website: Https://conferences.uinsgd.ac.id/gdcs” 8 (2022): 73–
92.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Shalat adalah tiang agama, shalat adalah pembeda antara orang muslim
dan kafir, shalat adalah ibadah yang pertama kali akan dihisab di akhirat kelak dan
shalat dapat mencegah seseorang dari perbuatan keji dan munkar. Dan kehadiran
anakpun di tengah-tengah keluarga merupakan amanah yang sangat besar bagi ayah
bundanya. Oleh karena itu para orang tua dituntut untuk senantiasa memperhatikan
perkembangan jasmani dan rohani sang buah hati. Untuk itu, sebagai orang tua sangat
bertanggungjawab dalam mendidik dan membiasakan anak-anaknya untuk
melaksanakan shalat sebagai salah satu kebutuhan rohani sang buah hati.

Tanggung jawab kepala keluarga untuk mendidik anggota keluarga berkaitan


dengan ilmu agama, misalnya mengajarkan sholat, dengan sholat berjamaah bersama
keluarga (anggota keluarga), diawal waktu bahkan kendatipun tidak di masjid Hadis
diatas mengajarkan agar kepala keluarga menyuruh anggota keluarganya untuk azan,
Sholat diawal waktu dan berjamaah.

Salah satu materi pendidikan yang sangat penting adalah salat, sehingga anak
harus diperintahkan sejak berumur tujuh tahun. Karena sangat pentingnya salat ini
hingga dalam hadis tersebut ada penekanan memberikan hukuman dalam umur tertentu
apabila anak tidak melaksanakan perintah tersebut.

Dalam memberi sangsi hukuman kepada anak tidak boleh lebih dari sepuluh
kali, karena dalam pendidikan tidak berhubungan dengan maksiat, terutama pendidikan
dari orang tua kepada anaknya yang belum dewasa atau masih kecil. Karena anak yang
masih kecil itu masih butuh bimbingan, andaipun hukuman yang diberikan, maka itu
haruslah yang bersifat mendidik.

Adapun jika hendak menghukum dengan memukul seseorang hendaklah


menghindarkan memukul muka. Masuk dalam larangan ini orang yang melaksanakan
hudud (hukuman yang kadarnya telah ditentukan), ta'zir (hukuman yang ketetapannya
diserahkan kepada kebijakan hakim) maupun ta’dib (hukuman peringatan) dan
hendaknya jangan saat keadaan marah.

15
B. Saran

Kami menyadari kemungkinan besar makalah ini masih belum


sempurna dan masih banyak kekurangan. Namun sedikit banyaknya kami berharap
materi yang ada pada makalah ini dapat menambah pengetahuan dari para pembacanya.
Namun, penyusun tetap menyarankan para pembaca untuk mencari lebih banyak
referensi untuk pembahasan tentang pendidikan shalat dan adab memberi hukuman
dalampendidikan pada Jurnal dan buku yang ada di situs-situs terpercaya.

16
DAFTAR PUSTAKA
Annisa Safira, dkk. “Gunung Djati Conference Series, Volume 8 (2022) The 2nd
Conference on Ushuluddin Studies ISSN: 2774-6585 Website:
Https://conferences.uinsgd.ac.id/gdcs” 8 (2022): 73–92.

HJ. YULIANI KHALFIAH, M.Pd.I., and M.Ag. AJAHARI. HADIS TARBAWI


Eksplorasi Konsep Pendidikan Perspektif Hadis, 2021.

Nurhadi, Nurhadi. “Pendidikan Keluarga Perspektif Hadis Nabi Muhammad Saw.”


INSANIA : Jurnal Pemikiran Alternatif Kependidikan 24, no. 1 (2019): 1–34.
https://doi.org/10.24090/insania.v24i1.2696.

Rofiah, and Dedih Surana. “Nilai-Nilai Al-Quran Surat Thaha Ayat 132 Terhadap
Tanggung Jawab Orang Tua Dalam Pendidikan Agama Anak.” Bandung
Conference Series: Islamic Education 2, no. 2 (2022): 251–58.
https://doi.org/10.29313/bcsied.v2i2.3155.

17

Anda mungkin juga menyukai