Anda di halaman 1dari 20

Kelompok 1

IDENTITAS DAN INTEGRASI NASIONAL

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah : Pendidikan Kewargnegaraan dan Moderasi Beragama

Dosen Prngampu : Muhammad Redha Anshari, S.E.I., M.H.

Disusun oleh :

Yuna Yulianti

(2111110338)

Sulistia Wati

(2111110342)

Reza

(2111110489)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI PALANGKA RAYA


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2022-2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah subhanahuwata’alla, karena
dengan rahmat karunia-Nya kami masih diberikan kesempatan untuk menyelesaikan makalah
ini. Tidak lupa selawat serta salam kita curahkan kepada Nabi Muhammad
shallallahualaihiwasallam, semoga kita bisa bersama dengan beliau di akhirat kelak.

Rasa terima kasih kami ucapkan kepada dosen pengajar khususnya Muhammad
Redha Anshari, S.E.I., M.H. Selaku dosen pengampu mata kuliah Kewarganegaraan dan
Moderasi Beragama yang selalu membimbing dan memberikan semangat untuk kami yang
pada akhirnya kami mendapat wawasan yang lebih luas sehingga terselesaikannya makalah
yang telah kami buat yang berjudulkan “Identitas dan Integrasi Nasional”.

Tim penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Oleh sebab itu, tim penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang dapat membangun agar makalah
selanjutnya bisa menjadi lebih baik.

Wassalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh

Palangka Raya, 5 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan ................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Hakikat Bangsa dan Identitas ............................................................. 2
B. Identitas Nasional Indonesia............................................................... 4
C. Negara kebangsaan Indonesia ............................................................ 7
D. Makna dan pentingnya Integrasi ...................................................... 12

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ....................................................................................... 16
B. Saran ................................................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hakikat bangsa Indonesia di persatukan karena memiliki latar belakang
sejararah, cita-cita, dan keinginan bernegara. Dalam hal ini tentunya banyak
mengorbankan jiwa, tenaga, harta, bahkan nyawa dalam mencapai yang namanya
identitas negara. Pada umumnya, sebuah negara akan di akui negara lain apabila telah
mempunyai identitas dan mempunyai wilayah dan masyarakat yang bersatu,
mempunyai pemerintahan yang berdaulat, dan mendapatkan pengakuan dari negara
lain terhadap negara tersebut. Namun, proses dalam pengembangan dalam sebuah
negara tidaklah mudah, para pejuang dan pemerintah harus rela mengorbankan
tenaga, pikiran, dan nyawa nya sekalipun untuk kepentingan bangsa dan negara ini.
Kontribusi para pejuang dan pemerintah harus kita akui perjuangannya untuk
menyatukan berbagai kelompok budaya dan sosial di dalam kesatuan wilayah
nasional yang mempunyai potensi besar untuk membentuk suatu pemerintahan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga mendapatkan yang namanya identitas
nasional.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Bangsa dan Identitas?
2. Apa yang dimaksud Identitas Nasional Indonesia?
3. Bagaimana bentuk Negara Kebangsaan Indonesia?
4. Bagaimana makna dan pentingnya Integrasi?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui arti dari Bangsa dan Idetitas.
2. Untuk mengetahui arti Identitas Nasional Indonesia.
3. Untuk memahami bagaimana bentuk Negara Kebagsaan Indonesia.
4. Untuk memahami bagaimana Makna dan Pentingnya Integrasi.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hakikat Bangsa dan Identitas


Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, bangsa adalah orang-orang yang
memiliki kesamaan asal, keturunan, adat, bahasa dan sejarah serta
berpemerintahan sendiri. Bangsa adalah kumpulan manusia yang biasanya terikat
karena kesatuan bahasa dan wilayah tertentu di muka bumi.1
Istilah bangsa (nation) memiliki arti sejumlah orang yang dipersatukan
karena memiliki persamaan latar belakang sejarah, cita-cita, dan keinginan untuk
bernegara. Bangsa merupakan kesatuan masyarakat yang mempunyai cita-cita
yang sama dalam kehidupannya didasarkan pada persamaan ras, sejarah, dan
wilayah.
Menurut Ernest Renan, bangsa (nation) adalah kehendak untuk bersatu
dan bernegara. Adapun menurut Otto Bauar, bangsa adalah suatu kesatuan
perangai atau karakter yang timbul karena perasaan senasib.
Berdasarkan pengertian tersebut, bangsa pada hakikatnya mempunyai
unsur-unsur sebagai berikut.2
a. Sekelompok manusia yang memiliki cita-cita bersama dan mengikat warga
negara menjadi satu kesatuan.
b. Sekelompok manusia yang mempunyai sejarah hidup bersama sehingga
tercipta perasaan senasib sepenanggungan.
c. Sekelompok manusia yang memiliki adat budaya serta kebiasaan yang
sama sebagai akibat pengalaman hidup bersama.
d. Sekelompok manusia yang menempati suatu wilayah tertentu dan
merupakan kesatuan wilayah.
e. Sekelompok manusia yang terorganisasi dalam suatu pemerintahan dan
berdaulat sehingga mereka terikat dalam suatu masyarakat hukum.

Dalam Ilmu Tata Negara terdapat berbagai pengertian mengenai istilah


bangsa. Mengenai pengertian bangsa berikut ini oleh Budiyanto (1997),
dikemukakan pendapat bebrapa pakar kenegaraan yang ternama seperti:
1
Dewi Triwahyuni, Bangsa dan Negara, UNIKOM-Refository, 2010
https://repository.unikom.ac.id/33213/
2
Dr. Aim Abdulkarim, M.Pd., Pendidikan Kewarganegaraan, Bandung: Grafindo Media Pratama, Cet. 1, 2006,
hal. 4.

2
1. Ernest Renan (Prancis)
Bangsa terbentuk karena adanya keinginan untuk hidup bersama
(hasrat bersatu) dengan perasaan setia kawan yang agung.
2. Otto Bauer (Jerman)
Bangsa adalah kelompok manusia yang mempuyai persamaan karakter.
Karakteristik tumbuh karena adanya persamaan nasib.
3. F. Ratzel (Jerman)
Bangsa terbentuk karena adanya hasrat bersatu. Hasrat itu timbul
karena adanya rasa kesatuan antara manusia dan tempat tinggalnya (paham
geopolitik, komunikasi, dan solidaritas).
4. Hans Kohn (Jerman)
Bangsa adalah buah hasil hidup manusia dalam sejarah. Suatu bangsa
merupakan golongan yang beraneka ragam dan tidak bisa dirumuskan
secara eksak. Kebanyakan bangsa memiliki faktor-faktor objektif tertentu
yang membedakannya dengan bangsa lain. Faktor-faktor itu berupa
persamaan keturunan, wilayah, bahasa, adat istiadat, kesamaan politik,
perasaan, dan agama.3

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya


bangsa adalah rakyat yang telah mempunyai kesatuan tekad untuk membangun
masa depan bersama. Caranya ialah dengan mendirikan negara yang akan
mengurus terwujudnya aspirasi dan kepentingan bersama secara adil.4

Setiap bangsa memiliki karakter dan identitasnya masing-masing. Salah


satu cara untuk memahami identitas suatu bangsa adalah dengan cara
membandingkan bangsa satu dengan bangsa yang lain dengan cara mencari sis-sisi
umum yang ada pada bangsa itu.
Identitas secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu
bangsa yang membedakan dengan bangsaa lain. Hal ini juga sangat ditentukan
oleh prosees bagaimana bangsa tersebut terbentuk secara historis.5 Istilah identitas

3
Budiyanto, Dasar-dasar Ilmu Tatanegara, 1997.
4
Idup Suhandy & A.M. Sinaga, Wawasan Kebangsaan dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia,
Jakarta: Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, 2006, hal. 12-13.
5
Hendrizal, Mengulas Identitas Nasional Bangsa Indonesia Terkini, Jurnal PPKn & Hukum, Vol. 15, No. 1,
April 2020, hal. 1.

3
nasional (national identity) berasal dari kata identitas dan nasional. Identitas
(identity) secara harfiah berarti ciri-ciri, tanda-tanda atau jati diri yang melekat
pada seseorang atau sesuatu yang membedakannya dengan yang lain. 6 Sedangkan
kata nasional (national) merupakan identitas yang melekat pada kelompok-
kelompok yang lebih besar yang diikat oleh kesamaan-kesamaan, baik fisik
seperti budaya, agama, bahasa maupun non fisik seperti keinginan, cita-cita dan
tujuan. Istilah identitas nasional atau identitas bangsa melahirkan tindakan
kelompok (collective action yang diberi atribut nasional) yang diwujudkan dalam
bentuk-bentuk organisasi atau pergerakan-pergerakan yang diberi atribut-atribut
nasional.7
Menurut Kaelan, identitas nasional pada hakikatnya adalah manifestasi
nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan satu
bangsa (nation) dengan ciri-ciri khas, dan dengan ciri-ciri yang khas tadi suatu
bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam kehidupannya. 8 Implikasinya adalah
bahwa identitas nasional merupakan sesuatu yang terbuka untuk diberi makna
baru agar tetap relevan dan fungsional dalam kondisi aktual yang berkembang
dalam masyarakat. Artinya, bahwa identitas nasional merupakan konsep yang
terus menerus direkonstruksi atau dekonstruksi tergantung dari jalannya sejarah.

B. Identitas Nasional Indonesia


Seperti yang telah dijelas di atas identitas nasional merupakan manifestasi
dari nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang di suatu negara dan menjadi
ciri khas suatu bangsa sehingga dapat berbeda dari bangsa lain. Negara merdeka
dan berdaulat tentunya sudah pasti berusaha untuk memiliki identitas nasional
sehingga negara tersebut dapat diakui oleh negara-bangsa lain dan dibedakan dari
negara-negara lain. Indentitas nasional dapat mempertahankan eksistensi dan
kelangsungan hidup bangsa. Negara-bangsa memiliki otoritas dan kehormatan
sebagai bangsa yang setara dengan bangsa lain dan akan mempersatukan bangsa
yang dimaksud.

6
TIM ICCE UIN, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, Jakarta: Kerjasama ICCE UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dengan Prenada Media, 2005, hal. 23.
7
Ibid, hal 25.
8
Kaelan, Pedidikan Kewarganegaraan, Yogyakarta: Paradigma, 2007.

4
Menurut Soemarno Soedarsono9, Identitas Nasional (Karakter Bangsa)
tersebut tampil dalam tiga fungsi, yaitu:
1. Sebagai penanda keberadaan atau eksistensinya. Bangsa yang tidak
mempunyai jati diri tidak akan eksis dalam kehidupan Bangsa dan Negara.
2. Sebagai pencerminan kondisi bangsaa yang menampilkan kematangan jiwa,
daya juang, dan kekuatan bangsa ini. hal ini tercermin dalam kondisi bangsa
pada umumnya dan kondisi ketahanan bangsa pada khususnya.
3. Sebagai pembeda dengan bangsa lain di dunia.
4. Identitas nasional merupakan sesuatu yang terbuka untuk diberi makna baru
agar tetap relevan dan fungsional dalam kondisi yang berkembang dalam
masyarakat.

Kelahiran identitas nassional suatu bangsa ditentukan oleh beberapa faktor


yang mendukung.10 Adapun hal (keadaan, peristiwa) yang memengaruhi
lahir/terbentuknya identitas nasional yaitu:11
1. Faktor objektif yang meliputi faktor geografis-ekologis dan demografi;
2. Faktor subjektif yang meliputi historis, sosial, politik dan kebudayaan.
Seperti halnya lahirnya identitas nasional Indonesia. Kondisi geografis-
ekologis yang membentuk bangsa Indonesia sebagai wilayah kepulauan yang
beriklim tropis dan terletak di persimpangan jalan komunikasi antarwilayah dunia
di Asia Tenggara, ikut mempengaruhi perkembangan kehidupan demografis
(kependudukan), sosial dan kebudayaan/kultur bangsa Indonesia.12 Selain itu,
faktor historis yang dimiliki Indonesia ikut mempengaruhi proses pembentukan
masyarakat dan bangsa Indonesia beserta identitasnya melalui interaksi berbagai
faktor yang ada di dalamnya.13
Sementara menurut Robert de Vnatos, kemunculan identitas nassional
merupakan hasil interaksi historis antara empat faktor penting, yaitu:
1. Faktor primer, mencakup etnisitas, teritorial bangsa, bahasa, agama.

9
Soemarno Soedarsono, sebagaimana dikutip dalam Muhammad Erwin, Pendidikan Kewarganegaraan
Republik Indonesia, hal. 42.
10
Kaelan dan Achmad Zubaidi, Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi, Paradigma,
Yogyakarta, 2012, hal. 49.
11
Ibid, hal. 42.
12
Ibid, hal 42.
13
Tim Nasional Dosen Penddidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Kewarganegaraan Paradigma Terbaru
Untuk Mahasiswa, Alfabeta, 2011, hal. 67.

5
2. Faktor pendorong, meliputi pembangunan komunikasi, teknologi, kekuatan
militer, dan pembangunan dalam berbagai aspek kehidupan. Faktor ini
senantiasa bersifat dinamis, bergerak terus mengikuti perkembangan zaman
dan kebutuhan masyarakatnya.
3. Faktor penarik, terdapat pada kodifikasi bahasa yang resmi dan bagaimana
sistem pendidikannya.
4. Faktor reaktif, meliputi penindasan, dominasi, dan kolektivitas rakyatnya.14

Keempat faktor ini pada adasarnya tercakup dalam proses pembentukan


identitas nasional bangsa Indonesia, di mana pencarian identitas nasional
Indonesia pada dasarnya melekat erat dengan perjuangan bangsa Indonesia untuk
membangun bangsa dan negara dengan konsep nama Indonesia.15

Identitas nasional Indonesia ditandai ketika munculnya kesadaran rakyat


Indonesia sebagai bangsa yang sedang sedang dijajah oleh bangsa asing pada
tahun 1908 yang dikenal dengan masa Kebangkitan Nasional (Budi Utomo).
Keberhasilan Gerakan ini, memunculkkan sikap pemuda Indonesia yang gagah
berani dan dengan tegas mengikrarkan Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928).
Sumpah Pemuda mencerminkan wawasan geografi (tanah air), wawasan
kebangsaan (bangsa), wawasan budaya (bahasa) yang hakikatnya adalah awal
tumbuhnya wawasan kebangsaan Indonesia.16

Indentitas nasional Indonesia merujuk pada keadaan bangsa yang


majemuk. Kemajemukan atau keanekaragaman itu merupakan gabungan unsur-
unsur pembentukan identitas (Winoto, 2012) yaitu:
1. Suku Bangsa, adalah sosial yang ada sejak lahir, yang sama coraknya dengan
golongan umur dan jenis kelamin.
2. Agama, agama-agam yang tumbuh dan berkembang di Nusantara adalah
agama Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha dan Kong Hu Cu.

14
Robert de Vantos, sebagaimana dikutip dalam Muhammad Erwin, hal. 43.
15
Kaelan dan Achmad Zubaidi, Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi, Paradigma,
Yogyakarta, 2012, hal. 51.
16
Ismail & Sri Hartati, Pendidikan Kewarganegaraan (Konsep Dasar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara di
Indonesia), Pasuruan: CV. Penerbit Qiara Media, Cet. 1, 2020, hal. 8.

6
3. Kebudayaan, pengetahuan yang isinya perangkat-perangkat atau model-model
pengetahuan digunakan untuk menafsirkan dan memahami lingkungan dan
sebagai pedoman bertindak.
4. Bahasa, bahasa sebagai sistem perlambangan secara arbiter dibentuk atas
unsur-unsur bunyi ucapan manusia dan digunakan sebagai sarana interaksi.17

Identitas nasional Indonesia dapat dirumuskan pembidangannya dalam tida


bidang sebagai berikut:18
1. Identitas fundamental, yakni Pancasila sebagai filsafat bangsa, hukum dasar,
pandangan hidup, etika politik, paradigma pembangunan.
2. Identitas instrumental, yaitu meliputi UUD 1945 sebagai konstitusi negara,
bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu, Garuda Pancasila sebagi lambang
negara, Sang Saka Merah Putih sebagai bendera negara, Bhineka Tunggal Ika
sebagai semboyan negara, dan Indonesia Raya sebagi lagu kebangsaan.
3. Identias alamiah, yaitu meliputi Indonesia sebagai negara kepulauan dan
kemajemukan terhadap sukunya, budayanya, dna agamanya.

C. Negara Kebangsaan Indonesia


Secara etimologi, istilah "Negara" muncul dari terjemahan bahasa asing
Staat (Belanda, Jerman) dan State (Inggris). Kata Staat maupun State berakar dari
bahasa Latin, yaitu status atau statuni, yang berarti menempatkan dalam keadaan
berdiri, membuat berdiri, dan menempatkan. Kata status juga dapat diartikan
sebagai suatu keadaan yang menunjukkan sifat atau keadaan tegak dan tetap.
Dalam hubungan dengan uraian di atas, Kansil (1978)19 menyatakan
bahwa "Negara adalah suatu organisasi kekuasaan dari pada manusia-manusia
(masyarakat) dan merupakan alat yang akan dipergunakan untuk mencapai tujuan
bersama. Berikut dikemukakan mengenai pengertian negara dari pendapat
beberapa pakar, antara lain
1. George Jellinek
Negara ialah organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang
telah berkediaman di wilayah tertentu.

17
Yosephus Sudiantara, Kewargaan Negara Indonesia, Semarang: Universitas Katolik Soegijapranata, 2021,
hal. 6.
18
Muhammad Erwin, hal. 46-48.
19
Kansil, Sistem Pemerintahan Indonesia, 1987.

7
2. George Wilhelm Fredrich Hegel
Negara merupakan organisasi kesusilaan yang muncul sebagai sintesa
dari kemerdekaan invidual dan kemerdekaan universal.
3. Kranenburg
Negara adalah suatu organisasi yang timbul karena kehendak dari
suatu golongan atau bangsanya sendiri.
4. Roger F. Soltau
Negara adalah alat (agency) atau wewenang (authority) yang mengatur
atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat.
5. R. Djokosoetono
Negara ialah suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia yang
berada di bawah suatu pemerintahan yang sama.
6. Soenarko
Negara ialah organisasi masyarakat yang mempunyai daerah tertentu di
mana kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai souvereign
(kedaulatan).

Dari beberapa pendapat mengenai negara tersebut, dapat disimpulkan


pengertian sebagai berikut: "Negara adalah organisasi yang di dalamnya harus
ada rakyat, wilayah yang permanen, dan pemerintah yang berdaulat (baik ke
dalam maupun ke luar)".20
Menurut teori-teori modern, bentuk Negara yang terpenting ialah
Negara Kesatuan (Unitarisme) dan Negara Serikat (Federasi).
1. Negara Kesatuan ialah suatu negara yang merdeka dan berdaulat dimana di
seluruh negara yang berkuasa hanya satu Pemerintah (Pusat) yang
mengatur seluruh daerah. Di dalam negara kesatuan, pemerintah pusat
mempunyai wewenang untuk mengatur seluruh wilayahnya melalui
pembentukan daerah-daerah dalam wilayah negara. Dalam Negara
Kesatuan pelaksanaan pemerintahan negara dapat dilaksanakan dengan
sistem sentralisasi dan desentralisasi.

20
Idup Suhandy & A.M. Sinaga, Wawasan Kebangsaan dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia,
Jakarta: Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, 2006, hal. 6.

8
a. Sistem sentralisasi, yaitu segala sesuatu dalam negara itu langsung
diatur dan diurus oleh Pemerintah Pusat, sedang daerah-daerah
tinggal melaksanakannya.
b. Sistem desentralisasi, di mana kepada daerah diberikan kesempatan
dan kewenangan untuk mengurus urusan rumah tangganya sendiri
(otonomi daerah) yang dinamakan daerah otonom.

Bentuk negara kesatuan pada umumnya mempunyai sifat- sifat berikut:


a. Kedaulatan negara mencakup ke dalam dan ke luar yang ditangani
pemerintah pusat.
b. Negara hanya mempunyai satu UUD, satu Kepala Negara, satu
Dewan Menteri, dan satu Dewan Perwakilan Rakyat.
c. Hanya ada satu kebijakan yang menyangkut persoalan politik,
ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan.
2. Negara Serikat (Federasi) ialah suatu negara yang merupakan gabungan
beberapa negara, yang menjadi negara-negara bagian dan negara serikat
itu. Negara-negara bagian itu semula merupakan suatu negara yang
merdeka dan berdaulat serta berdiri sendiri. Dengan menggabungkan diri
dalam suatu negara serikat, maka negara yang tadinya berdiri sendiri itu
dan kemudian menjadi negara bagian, melepaskan sebagian dari
kekuasaannya dan menyerahkannya kepada negara serikat. Kekuasaan
yang diserahkan itu disebutkan satu demi satu (liminatif), hanya kekuasaan
yang disebutkan itulah yang diserahkan kepada negara serikat (delegated
powers).
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa suatu negara itu harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: (1) rakyat yang bersatu; (2) daerah
atau wilayah; (3) pemerintah yang berdaulat, dan mendapat pengakuan dari
negara lain (Oppen-heimer dan Lauterpacht, dalam Budiyanto 1997).
Konvensi Montevideo pada tahun 1933 menyebutkan unsur-unsur
berdirinya suatu negara antara lain berupa rakyat, wilayah yang tetap dari
pemerintah yang mampu mengadakan hubungan internasional. Dari pendapat

9
tersebut, unsur rakyat, wilayah dan pemerintah yang berdaulat merupakan
unsur konstitutif karena keberadaannya mutlak harus ada. Sedangkan
pengakuan dari negara lain merupakan unsur deklaratif yang bersifat
formalitas, karena diperlukan dalam rangka memenuhi unsur tata aturan
pergaulan internasional.
Kansil (1978) menyatakan bahwa pada umumnya negara itu harus
memenuhi unsur-unsur atau syarat: (a) harus ada wilayahnya; (b) harus ada
rakyatnya; (c) harus ada pemerintahannya yang berkuasa terhadap seluruh
daerah dan rakyatnya dan (d) harus ada tujuannya.21
Konsepsi tentang bentuk Negara Indonesia menganut bentuk negara
kesatuan yang menjunjung tinggi otonomi dan kekhususan daerah sesuai
dengan budaya dan adat istiadatnya. Bentuk negara yang oleh sebagian besar
pendiri bangsa dipercaya bisa menjamin persatuan yang kuat bagi negara
kepulauan Indonesia adalah Negara Kesatuan (unitary). Meskipun memilih
bentuk negara kesatuan, para pendiri bangsa sepakat bahwa untuk mengelola
negara sebesar, seluas dan semajemuk Indonesia tidak bisa tersentralisasi.
Negara seperti ini sepatutnya dikelola, dalam ungkapan Mohammad Hatta
“secara bergotong-royong”, dengan melibatkan peran serta daerah dalam
pemberdayaan ekonomi, politik dan sosial-budaya sesuai dengan keragaman
potensi daerah masing-masing. Itulah makna dari apa yang disebut
Muhammad Yamin sebagai negara kesatuan yang dapat melangsungkan
beberapa sifat pengelolaan negara federal lewat prinsip dekonsentrasi dan
desentralisasi (AB Kusuma, 2004).
Sejalan dengan itu, konsepsi tentang semboyan negara dirumuskan
dalam “Bhinneka Tunggal Ika”, meskipun berbedabeda, tetap satu jua (unity
in diversity, diversity in unity). Di satu sisi, ada wawasan ”ke-eka-an” yang
berusaha mencari titik-temu dari segala kebhinnekaan yang terkristalisasikan
dalam dasar negara (Pancasila), Undang-Undang Dasar dan segala turunan
perundang-undangannya, negara persatuan, bahasa persatuan, dan simbol-
simbol kenegaraan lainnya.
Keempat konsepsi pokok itu disebut empat pilar kehidupan berbangsa
dan bernegara. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian pilar

21
Idup Suhandy & A.M. Sinaga, Wawasan Kebangsaan dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia,
Jakarta: Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, 2006, hal. 10-12.

10
adalah tiang penguat, dasar, yang pokok, atau induk. Penyebutan Empat Pilar
kehidupan berbangsa dan bernegara tidaklah dimaksudkan bahwa keempat
pilar tersebut memiliki kedudukan yang sederajat.22 Bangsa Indonesia harus
bangga memiliki Pancasila sebagai ideologi yang bisa mengikat bangsa
Indonesia yang demikian besar dan majemuk. Pancasila adalah konsensus
nasional yang dapat diterima semua paham, golongan, dan kelompok
masyarakat di Indonesia. Pancasila adalah dasar negara yang mempersatukan
bangsa sekaligus bintang penuntun (leitstar) yang dinamis, yang mengarahkan
bangsa dalam mencapai tujuannya. Dalam posisinya seperti itu, Pancasila
merupakan sumber jati diri, kepribadian, moralitas, dan haluan keselamatan
bangsa.23
Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara harus menjadi jiwa yang
menginspirasi seluruh pengaturan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Nilai-nilai Pancasila baik sebagai ideologi dan dasar negara sampai
hari ini tetap kokoh menjadi landasan dalam bernegara. Pancasila terbukti
mampu memberi kekuatan kepada bangsa Indonesia, sehingga perlu dimaknai,
direnungkan, dan diingat oleh seluruh komponen bangsa.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah
konstitusi negara sebagai landasan konstitusional bangsa Indonesia yang
menjadi hukum dasar bagi setiap peraturan perundang-undangan di bawahnya.
Oleh karena itu, dalam negara yang menganut paham konstitusional tidak ada
satu pun perilaku penyelenggara negara dan masyarakat yang tidak
berlandaskan konstitusi.
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan bentuk negara yang
dipilih sebagai komitmen bersama. Negara Kesatuan Republik Indonesia
adalah pilihan yang tepat untuk mewadahi kemajemukan bangsa. Oleh karena
itu komitmen kebangsaan akan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
menjadi suatu “keniscayaan” yang harus dipahami oleh seluruh komponen
bangsa. Dalam Pasal 37 ayat (5) secara tegas menyatakan bahwa khusus
mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan
perubahan karena merupakan landasan hukum yang kuat bahwa Negara
Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat diganggu gugat.

22
Sekjen MPR RI, Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. 2012, hal. 5-6.
23
Ibid, hal. 11.

11
Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan negara sebagai modal untuk
bersatu. Kemajemukan bangsa merupakan kekayaan kita, kekuatan kita, yang
sekaligus juga menjadi tantangan bagi kita bangsa Indonesia, baik kini
maupun yang akan datang. Oleh karena itu kemajemukan itu harus kita hargai,
kita junjung tinggi, kita terima dan kita hormati serta kita wujudkan dalam
semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

Empat pilar dari konsepsi kenegaraan Indonesia tersebut merupakan


prasyarat minimal, di samping pilar-pilar lain, bagi bangsa ini untuk bisa
berdiri kukuh dan meraih kemajuan berlandaskan karakter kepribadian bangsa
Indonesia sendiri.

D. Makna dan Pentingnya Integrasi


Integrasi berasal dari Bahasa Inggris “integrate” yang artinya
menyatupadukan, mempersatukan atau menggabungkan. Biasanya kata integrasi
selalu disandingkan dengan kata nasional (Integrasi Nasional. Kata nasional
berasal dari Basa Inggris “nation” yang artinya bangsa. Dengan kata lain, integrasi
nasional adalah hasrat dan kesadaran untuk Bersatu sebagai suatu bangsa yaitu
bangsa Indonesia.
Integrasi bangsa dapat dilihat secara politis dan antropologis. Secara
politis, integrasi nasional adalah proses penyatuan berbagai kelompok budaya dan
sosial di dalam kesatuan wilayah nasional yang kemudian membentuk identitas
nasional. Sedangkan secara antropologis, integrasi nasional adalah proses
penyesuaian berbagai unsur-unsur kebudayaan yang berbeda sehingga terjadi
keserasian fungsi dalam kehidupan bermasyarakat.
Beberapa ahli mendefinisikan pengertian integrasi nasional sebagai
berikut:
1. Safroedin Bahar
Integrasi nasional adalah upaya menyatukan seluruh unsur suatu
negara dengan pemerintah dan wilayahnya.
2. Riza Noer Arfani
Integrasi nasional adalah pembentukan suatu identitas nasional dan
penyatuan berbagai kelompok sosial dan budaya ke dalam suatu kesatuan
wilayah.

12
3. Nazarudin Sjamsuddin
Integrasi nasional adalah proses penyatuan suatu bangsa yang
mencakup semua aspek kehidupan yaitu sosial, politik, ekonomi, dan
budaya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa secara terminologi,


istilah integrasi nasional memiliki keragaman pengertian, sesuai dengan sudut
pandang para ahli. Namun demikian kita dapat menemukan titik kesamaaannya
bahwa integrasi dapat berarti penyatuan, pembauran, keterpaduan, sebagai
kebulatan dari unsur atau aspek aspeknya.24
Menurut Suroyono (2002), integrasi nasional mencerminkan proses
persatuan orang-orang dari berbagai wilayah yang berbeda, atau memiliki
berbagai perbedaan baik etnisitas, sosial budaya, atau latar belakang ekonomi,
menjadi satu bangsa (nation) terutama karena pengalaman sejarah dan politik
yang relatif sama. Berdasarkan pendapat ini, integrasi nasional meliputi:
a. Integrasi Politik
Dalam tataran integrasi politik terdapat dimensi vertikal dan
horizontal. Dimensi yang bersifat vertikal menyangkut hubungan elit dan
massa, baik antara elit politik dengan massa pengikut, atau antara
penguasa dan rakyat guna menjembatani celah perbedaan dalam rangka
pengembangan proses politik yang partisipatif. Dimensi horizontal
meliputi hubungan yang berkaitan dengan masalah teritorial, antara
daerah, antar suku, umat beragama dan golongan masyarakat Indonesia.
b. Integrasi Ekonomi
Berarti terjadinya saling ketergantungan antar daerah dalam upaya
memenuhi kebutuhan hidup rakyat. Adanya saling ketergantungan
menjadikan wilayah dan orang-orang dari berbagai latar akan mengadakan
kerjasama yang saling menguntungkan dan sinergis. Di sisi lain, integrasi
ekonomi adalah penghapusan (pencabutan) hambatan-hambatan antar
daerah yang memungkinkan ketidaklancaran hubungan antar keduanya,
misal peraturan, norma dan prosedur dan pembuatan aturan bersama yang
mampu menciptakan keterpaduan di bidang ekonomi.

24
Ismail & Sri Hartati, Pendidikan Kewarganegaraan (Konsep Dasar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara di
Indonesia), Pasuruan: CV. Penerbit Qiara Media, Cet. 1, 2020, hal. 47-48.

13
c. Integrasi Sosial-Budaya
Integrasi ini merupakan proses penyesuaian unsur-unsur yang berbeda
dalam masyarakat sehingga menjadi satu kesatuan. Unsur-unsur yang
berbeda tersebut dapat meliputi ras, etnis, agama, bahasa, kebiasaan,
sistem nilai. Integrasi sosial budaya juga berarti kesediaan bersatu bagi
kelompok-kelompok sosial budaya di masyarakat, misal suku, agama, dan
ras.25

Ditinjau dari keragaman etnik dan ikatan primordial inilah pembangunan


integrasi bangsa menjadi semakin penting. Ironisnya bahwa pembangunan
integrasi nasional selalu menghadapi situasi dilematis seperti terurai di depan.
Setiap penciptaan negara yang berdaulat dan kuat juga akan semakin
membangkitkan sentimen primordial yang dapat berbentuk gerakan separatis,
rasialis atau gerakan keagamaan. Integrasi diperlukan guna menciptakan
kesetiaan baru terhadap identitas-identitas baru yang diciptakan (identitas
nasional), misal, bahasa nasional, simbol negara, semboyan nasional, ideologi
nasional.26
Integrasi masyarakat yang sepenuhnya memang sesuatu yang tidak
mungkin diwujudkan, karena setiap masyarakat disamping membawakan potensi
integrasi juga menyimpan potensi konflik atau pertentangan. Persamaan
kepentingan, kebutuhan untuk bekerja sama, serta konsensus tentang nilai-nilai
tertentu dalam masyarakat, merupakan potensi yang mengintegrasikan.
Sebaliknya perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat seperti perbedaan
suku, perbedaan agama, perbedaan budaya dan perbedaan kepentingan adalah
menyimpan potensi konflik, terlebih apabila perbedaan-perbedaan itu tidak
dikelola dan disikapi dengan cara dan sikap yang tepat. Namun apapun kondisi
integrasi masyarakat merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan untuk
membangun kejayaan bangsa dan negara dan oleh karena itu perlu senantiasa
diupayakan. Kegagalan dalam mewujudkan integrasi masyarakat berarti

25
Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta, Cet. 1, 2016, hal. 60-62.
26
Ismail & Sri Hartati, Pendidikan Kewarganegaraan (Konsep Dasar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara di
Indonesia), Pasuruan: CV. Penerbit Qiara Media, Cet. 1, 2020, hal. 52.

14
kegagalan untuk membangun kejayaan nasional, bahkan dapat mengancam
kelangsungan hidup bangsa dan negara yang bersangkutan. 27
Al Hakim (2001) mengemukana ada beberapa faktor yang perlu
diperhatikan untuk membangun wawasan kebangsaan Indonesia yang “solid” dan
integrasi yang mantap serta kokoh. (1) kemampuan dan kesadaran bangsa dalam
mengelola perbedaan-perbedaan SARA dan keanekaragaman budaya dari adat
istiadat yang tumbuh dan berkembang di wilayah nusantara. Perbedaan-
perbedaan itu bukanlah sebagai suatu hal yang harus dipertentangkan, akan tetapi
harus diartikan sebagai kekayaan dan potens bangsa. (2) kemampuan mereaksi
penyebaran ideologi asing, dominasi ekonomi asing serta penyebaran globalisasi
dalam berbagai aspeknya dunia memang selalu berubah seirama dengan
perubahan masyarakat dunia.28

27
Andi Aco Agus, Integrasi Nasional Sebagai Salah Satu Parameter Persatuan Dan Kesatuan Bangsa Negara
Republik Indonesia, Jurnal Sosialisasi Pendidikan Sosiologi-FIS UNM, Vol. 3, No. 3, 2016, hal. 22-23.
28
Ibid, hal. 23.

15
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hakikat bangsa Indonesia dipersatukan karena memiliki latar belakang
sejarah, cita cita, dan keinginan untuk bernegara. Dalam hal ini bangsa Indonesia
mempunyai ciri khas atau yang menjadi indentitas bangsa negara yang merdeka agar
bisa di akui oleh negara dan bangsa lain. Pada umumnya negara dapat dikatakan
sebagai suatu negara apabila dapat memenuhi syarat seperti rakyat yang bersatu,
mempunyai daerah atau wilayah, pemerintah yang berdaulat, dan mendapatkan
pengakuan dari negara lain. Hal ini tidak lepas dari pentingnya makna integrasi yang
berarti proses penyatuan berbagai kelompok budaya dan sosial di dalam kesatuan
wilayah nasional yang kemudia mendapatkan dan membentuk identitas nasional.

B. SARAN
Penulis hanya bisa menyarankan bahwa mempelajari tentang ilmu hakikat
bangsa Indonesia itu harus di lakukan dengan sungguh-sungguh, karena ini berkenaan
dan menyangkut tentang bagaimana bangsa Indonesia ini kedepannya. Hal ini penulis
juga mengingatkan bahwa Indonesia tidak lepas dari ciri khas atau identitas bangsa
yang berhubungan erat dengan pentingnya integrasi yang berproses penyatuan
berbagai kelompok budaya dan sosial di setiap wilayah Indonesia. Penulis hanya bisa
menyarankan bahwa kemerdekaan Republik Indonesia tidak lepas dari yang namanya
keyakinan masyarakat terhadap adanya tuhan, terkhusus sebagai umat muslim yang
selalu mentaati perintah Nya dan selalu taat terhadap aturan pemerintah, karena
muslim yang baik juga muslim yang mempunyai jiwa cinta tanah air.

16
DAFTAR PUSTAKA

Agus Andi Aco, Integrasi Nasional Sebagai Salah Satu Parameter Persatuan Dan Kesatuan
Bangsa Negara Republik Indonesia, Jurnal Sosialisasi Pendidikan Sosiologi-FIS
UNM, Vol. 3, No. 3, 2016, hal. 22-23.

Abdulkarim Aim, Pendidikan Kewarganegaraan, Bandung: Grafindo Media Pratama, Cet. 1,


2006, hal. 4.

Budiyanto, Dasar-dasar Ilmu Tatanegara, 1997

Hendrizal, Mengulas Identitas Nasional Bangsa Indonesia Terkini, Jurnal PPKn & Hukum, Vol. 15,
No. 1, April 2020, hal. 1.

Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta, Cet. 1, 2016, hal.
60-62

Ismail, Hartati Sri, Pendidikan Kewarganegaraan (Konsep Dasar Kehidupan Berbangsa dan
Bernegara di Indonesia), Pasuruan: CV. Penerbit Qiara Media, Cet. 1, 2020.

Kansil, Sistem Pemerintahan Indonesia, 1987.

Kaelan, Zubaidi Achmad, Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi, Paradigma,


Yogyakarta, 2012.

Sudiantara Yosephus, Kewargaan Negara Indonesia, Semarang: Universitas Katolik Soegijapranata,


2021, hal. 6.

Suhandy Idup, Sinaga A.M., Wawasan Kebangsaan dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia, Jakarta: Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, 2006.

Soedarsono Soemarno, sebagaimana dikutip dalam Muhammad Erwin, Pendidikan Kewarganegaraan


Republik Indonesia, hal. 42

Sekjen MPR RI, Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. 2012, hal. 5-6.

TIM ICCE UIN, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, Jakarta: Kerjasama ICCE UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dengan Prenada Media, 2005, hal. 23.

Tim Nasional Dosen Penddidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Kewarganegaraan Paradigma


Terbaru Untuk Mahasiswa, Alfabeta, 2011, hal. 67

Triwahyuni Dewi Bangsa dan Negara, UNIKOM-Refository, 2010


https://repository.unikom.ac.id/33213/

17

Anda mungkin juga menyukai