Disusun Oleh :
MARET 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan kerunia-Nya,
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Identitas Nasional dan Integrasi
Nasional”. Kami menyadari selesainya makalah ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu kami
menyampaikan ucapan banyak terimakasih kepada
1. Dr. Masduki Ahmad, S.H, M.M. selaku dosen pengampu mata kuliah
Kewarganegaraan
2. Teman-teman sekelas MP 2018 A yang membantu dan mendukung kami
dalam menyelesaikan makalah ini
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kewarganegaraan dan
memberikan manfaat kepada pembaca khususnya untuk kami sendiri. Makalah ini
masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah kami. Akhir kata, kami
berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya civitas
akademika Universitas Negeri Jakarta.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bangsa terbentuk oleh persamaan bahasa, ras, agama, peradaban, wilayah,
Negara dan kewarganegaraan; bangsa bukan suatu ras, bukan pula orang-
orang yang mempunyai kepentingan yang sama, bukan pula dibatasi oleh
batas-batas geografis atau bahasa alamiah. Sedangkan Negara adalah suatu
organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang bersama – sama
mendiami satu wilayah tertentu dan mengakui adanya satu pemerintahan yang
mengurus tata tertib serta keselamatan sekelompok manusia tersebut. Semua
unsur identitas nasional, yaitu suku bangsa, wilayah nusantara, agama, bahasa
dan budaya yang serba majemuk dirangkum menjadi satu dan dijadikan
motivasi perekat bangsa (sesanti) dan identitas nasional, yaitu Bhineka
Tunggal Ika. Hal ini merupakan modal dasar pembangunan nasional dan
enjadi ciri khas bangsa Indonesia diantar bangsa lainnya didunia. Untuk
mewujudkan identitas nasional, diperlukan integrasi nasional yang kokoh.
Integrasi sering disamakan dengan pembauran, padahal kedua istilah tersebut
memiliki perbedaan. Itegrasi ialah integrasi kebudayaan, integrasi sosial yang
berwujud pluralisme, sedangkan pembauran ialah asimilasi dan amalgimasi.
Integrasi kebudayaan berarti penyesuaian antar dua atau lebih kebudayaan.
Interaksi sosial ialah penanggulangan masalah konflik melalui modifikasi dan
koordinasi dari unsur–unsur kebudayaan baru dan lama yang merupakan
penyatupaduan kelompok masyarakat yang asalnya berbeda, menjadi suatu
kelompok besar dengan cara melenyapkan perbedaan dan jati diri masing-
masing. Integrasi nasional adalah penyatuan bagian-bagian yang berbeda dari
suatu masyarakat menjadi suatu keseluruhan yang lebih utuh atau memadukan
masyarakat-masyarakat kecil yang banyak jumlahnya menjadi suatu bangsa.
Selain itu dapat pula diartikan bahwa integrasi bangsa merupakan kemampuan
1
2
1
https://www.scribd.com/document/395411059/Makalah-Identitas-Integrasi-Nasional diunduh
pada 27 Maret 2019 pukul 19.00
BAB II
PEMBAHASAN
A. IDENTITAS NASIONAL
1. Pengertian Identitas Nasional
Terminologi identitas berasal dari bahasa Inggris identity yang
memiliki pengertian ciri-ciri, sifat-sifat khas atau jati diri yang melekat pada
seseorang atau sesuatu yang membedakannya dengan hal-hal lainnya. Dari
sudut antropologi, identitas adalah sifat khas yang menerangkan dan sesuai
dengan kesadaran pribadi sendiri, golongan sendiri, komunitas sendiri, atau
Negara sendiri (Srijani dkkk, 2008:41).
Sedangkan kata nasional berasal dari kata nation yang memiliki arti bangsa,
menunjukkan kesatuan komunitas social cultural tertentu yang memiliki arti
semangat, cita-cita, tujuan serta ideology bersama. Dengan demikian,
identitas nasional adalah ciri atau sifat khas suatu bangsa yang
memebadakannya dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Menurut Srijanti dkk (2008), identitas nasional dapat didefinisikan sebagai
“manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek
kehidupan suatu bangsa (nation) dengan ciri-ciri khas, da dengan ciri-ciri
khas tadi suatu bangsa berbeda degan bangsa yang lain dalam
kehidupannya”.
Terkait konteks Indonesia, identitas nasional dapat diartikan sebagai
manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam
berbagai aspek kehidupan dari ratusan suku yang dihimpun dalam satu
kesatuan Indonesia yang menjadi kebudayaan nasional dengan acuan
pancasila dan jiwa Bhineka Tunggal Ika sebagai dasar dan arah
perkembangannya. Dengan demikian, pada hakikatnya identitas nasional
bangsa Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah
Pancasila yang aktualisasi penerapannya tercermin dalam penataan
kehidupan bangsa Indonesia dalam arti yang luas, termasuk peraturan
3
4
Identitas pribadi
Etnik Agama
IDENTITAS
NASIONAL
12
a. Budaya Nasional
Menurut TAP MPR No. II Tahun 1998 tentang Garis-Garis
Besar Haluan Negara, budaya nasional adalah:
“... perwujudan cipta, karya dan karsa bangsa Indonesia dan
merupakan keseluruhan daya upaya manusia Indonesia untuk
mengembangkan harkat martabat sebagai bangsa, serta diarahkan untuk
memberikan wawasan dan makna pada pembangunan nasional dalam
segenap bidang kehidupan bangsa. Dengan demikian Pembangunan
Nasional merupakan pembangunan yang berbudaya...”
Sementara itu, Ki Hajar Dewantara mengartikan budaya atau
kebudayaan nasional sebagai “puncak-puncak dari kebudayaan daerah".
Sehingga unsur pembentuk budaya nasional adalah budaya daerah, yang
menunjukkan semangat dan paham kesatuan yang semakin mantap.
Sedangkan Koentjaraningrat mendefinisikan budaya nasional sebagai
”yang khas dan bermutu dari suku bangsa mana pun asalnya, asal bisa
mengidentifikasikan diri dan menimbulkan rasa bangga, itulah
kebudayaan nasional”. Pernyataan ini merujuk pada puncak-puncak
kebudayaan daerah dan kebudayaan suku bangsa yang bisa
menimbulkan rasa bangga bagi orang Indonesia jika ditampilkan untuk
mewakili identitas bersama.
Definisi budaya nasional yang tertera dalam GBHN diatas,
merupakan penjabaran dari UUD 1945 Pasał 32. Permasalahan budaya
nasional sekarang ini menjadi sorotan dan diskusi para ahli, terkait
dengan dihapuskannya tiga kalimat penjelasan pada Pasał 32 UUD 1945
dimaksud dan munculnya ayat yang baru. Konsekuensi dari perubahan
ini adalah eksistensi kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional
dipertanyakan, karena adanya kemungkinan perpecahan oleh
kebudayaan daerah jika batasan mengenai kebudayaan nasional tidak
dijelaskan secara jelas dan tegas.
13
Langkah Logan dan Basitian ini diikuti oleh para ahli etnologi,
hukum adat dan bahasa selanjutnya. Guru besar Universitas Leiden seperti
R.A. Kern, Snouck Hurgronye, van Vollen Hove, dan lain-lain, mulai
menggunakan istilah tersebut dengan istilah Indonesie, Indonesier, dan
Indonesisch. Tindakan mereka ini makin mempopulerkan Indonesia untuk
mengambarkan kelompok etnis di Asia Tengara yang menghuni Kepulauan
Melayu/Hindia.
Istilah Indonesia juga dipakai dalam pergerakan nasional yang
dimulai oleh para mahasiswa Indonesia yang belajar di negeri Belanda.
Makin menguatnya penggunan istilah ini terlihat dari penggunaan nama
organisasi yang didirikan mahasiswa Indonesia di negeri Belanda pada
tahun 1908: Indische Vereeniging (Perhimpunan Indonesia). Penggunaan
istilah tersebut terus berkembang, sehingga pada tahun 1922 nama
perhimpunan itu diganti dengan Indonesische Vereeniging, yang kemudian
diganti lagi dengan menggunakan istilah melayu: Perhimpunan Indonesia.
Konsisten dengan penggunaan istilah Indonesia, majalah perhimpunan ini
yang semula berjudul Hindia Poetra diubah menjadi Indonesia Merdeka.
Tindakan ini selanjutnya diikuti oleh organisasi-organisasi pergerakan
lainnya, baik yang berada di negeri Belanda maupun yang berada di tanah
air.
Pada Kongres Pemuda tanggal 28 Oktober 1928, penggunaan istilah
ındonesia sebagai identitas nasional mencapai puncaknya. Penggunaan
istilah Indonesia sebagai representasi wilayah, etnis, dan bahasa tercermin
dalam Sumpah pemuda, yang dengan jelas dan tegas menggunakan istilah
Indonesia dalam ketiga arti tersebut: bertanah air satu Indonesia, berbangsa
satu bangsa Indonesia, dan berbahasa satu bahasa Indonesia.
Sebelum proklamasi tahun 1945, seluruh pergerakan nasional secara
sepakat dan konsisten menggunakan Indonesia baik termasuk dan terutama
dalam artian politik ketatanegaraan. Hal ini ditunjukkan oleh Moh. Husni
Thamrin pada tahun 1930, yang ketika mengajukan mosi kepada Volksraad
(Dewan Rakyat), dimana ia mengganti setiap kata Nederlandsch-lndie dan
19
d. Chauvinisme
Chauvinisme sebagai paham kebangsaan, berlandaskan pada
paham kebangsaan yang sempit didasarkan pada pertimbangan
rasialisme atau etnosentrisme. Menurut arti awalnya, chauvinism
merupakan rasa patriotism dan keyakinan akan superioritas dan
kejayaan suatu bangsa yang lebih dari bangsa lain. Pengertian ini
kemudian di perluas memasukan partisipan yang ekstrim dan tidak
29
yang di tujukan kepada gerakan neo nazi yang belakangan muncul dari
kalangan anak muda, yang hanya menangkap semangat chauvist belaka
tanpa melihat dalam konteks sejarah dan kemanusiaan.
Dalam konteks Indonesia, sikap ini jelas bertentangan dengan
pancasila dan jiwa UUD 1945. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang
menghargai keberagaman, tidak diskrimiintif ataupun merasa diri lebih
baik dari bangsa lain. Indonesia cinta perdamaian dunia,, dimana semua
orang duduk sama rendah, berdiri sama tinggi; mempunyai hak yang
sama sebgai warga dunia. Semangat dan gotong royong justru menjadi
pemicu dan pendorong keaarah pembangunan bersama sehingga
hasilnya pun bisa dinikmati bersama.
1) Kesenjangan social semakin tajam antara yang lain dan yang miskin.
2) Makin banyaknya ragam produk yang mempermudah kehidupan.
3) Kemudahan tekhnologi komunikasi ternyata tidak hanya berdampak
positif saja namun tekhnologi ini juga mempermudah setiap golongan
masyarakat tanpa mandang umur bisa mengakses internet yang
sebetulnya belum pada tempatnya unttuk di akses.
4) Perkembangan budaya, pada kenyataannya tidak menumbuhkan
multikultur.
33
B. INTEGRASI NASIONAL
1. Pengertian integrasi nasional
Menurut Saafroedin Bahar, integrasi nasional adalah upaya
menyatukan seluruh unsur suatu bangsa dengan pemerintah dan
wilayahnya (Bahar, 1998) dalam demikian, makna integrasi ada upaya atau
usaha untuk menyatukan unsur-unsur yang semula terpisah-pisah, yang
dalam konteks kebangsaan berarti penyatuan (suku) bangsa yang berbeda
dari satu komunitas atau masyarakat menjadi suatu bangsa yang utuh ;
sehingga integrasi lebih merupakan peralihan dari masyarakat berskala kecil
menjadi masyarakat yang besar. (wrigins, 1996)
Myron weiner (1971) menjelaskan pengertian integrasi juga terkait
dengan identitas nasional dengan menjelaskan bahwa integrasi menunjukan
pada proses penyatuan berbagai kelompok budaya dan social dalam suatu
wilayah dan proses pembentukan identitas nasional; membangun rasa
kebangsaan dengan cara menghapus kesetiaan kepada ikatan-ikatan yang
lebih sempit; ini di sebut integrasi nasional.
Howard wriggins menjelaskan proses pembentukan integrasi
nasional yang terkait dengan factor yang pada akhirnya menentukan
karakter integrasi nasional di maksud yaitu: Adanya ancaman dari luar
Oleh karena itu, proses integrasi di pengaruhi oleh factor eksternal dan
internal dalam suatu masyarakat bangsa. Menurut Sunyoto usman suatu
masyarakat dapat terintgrasi dengan baik apabila
a. Strategi Asimilasi
Mencampurkan dua macam kebudayaan atau lebih menjadi satu
kebudayaan yang baru, sehingga terjadinya peleburan dan identitas
masing-masing kebudayaan tidak lagi Nampak.
b. Strategi Akulturasi
Penggabungan dua budaya tetapi masing masing budaya masih
terlihat identitasnya.
c. Strategi Pluralis
Strategi menghargai adanya perbedaan dalam masyarakat.
(2) Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat
tinggal di Indonesia.
(3) Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-
undang.
Pasal 28 A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya
Pasal 28 B
(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan
melalui perkawinan yang sah
(2) Setiap orang berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi
Pasal 28 C
(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
40
(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang
merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik
dari negara lain.
Pasal 28 H
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan
mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan.
(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk
memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan
keadilan
(3) Setiap orang berhak atas imbalan jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat
(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut
tidak boleh diambil alih sewenang-wenang oleh siapapun.
Pasal 28 I
(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati
nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai
pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apapun.
(2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yanbg bersifat diskriminatif atas
dasar apaun dan berhak mendapat perlindungan terhadap perlakuan yang
bersifat diskriminatif itu.
(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan
perkembangan zaman dan peradaban.
(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia
adalah tanggung jawab negara terutama pemerintah
(5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asaso manusia sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokrastis, maka pelaksanaan hak asasi manusia
dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 28 J
42
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
(2) Dalam menajlan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-
mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan
orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimabangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam
suatu masyarakat demokrastis.
Pasal 31
(1) Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan
(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah
wajib membiayainya.
2. Integrasi Nasional
a. Pasal 26 Ayat 1-3
b. Pasal 27 ayat 1-3
c. Pasal 28 A-J
d. Pasal 30 Ayat 1
e. Pasal 31 Ayat 1-2
BAB III
A. Kesimpulan
43
44
1. Pencegahan konflik
2. Penyelesaian konflik
3. Pengelolaan konflik
4. Resolusi konflik
5. Tranasformasi konflik untuk mengatasi konflik-konflik
B. Saran
https://www.scribd.com/document/395411059/Makalah-Identitas-Integrasi-Nasional
diunduh pada tanggal 27 Maret 2019 pukul 19.00 WIB
45