Anda di halaman 1dari 48

IDENTITAS NASIONAL DAN INTEGRASI NASIONAL

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kewarganegaraan

Dosen Pengampu : Dr. Masduki Ahmad, S.H, M.M.

Disusun Oleh :

1. Sela Melanda A. (1103618018)

Manajemen Pendidikan 2018 A

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

MARET 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan kerunia-Nya,
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Identitas Nasional dan Integrasi
Nasional”. Kami menyadari selesainya makalah ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu kami
menyampaikan ucapan banyak terimakasih kepada

1. Dr. Masduki Ahmad, S.H, M.M. selaku dosen pengampu mata kuliah
Kewarganegaraan
2. Teman-teman sekelas MP 2018 A yang membantu dan mendukung kami
dalam menyelesaikan makalah ini
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kewarganegaraan dan
memberikan manfaat kepada pembaca khususnya untuk kami sendiri. Makalah ini
masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah kami. Akhir kata, kami
berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya civitas
akademika Universitas Negeri Jakarta.

Jakarta, Maret 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i


DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 2
C. Tujuan dan Manfaat ............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 3
A. IDENTITAS NASIONAL..................................................................................... 3
1. Pengertian Identitas Nasional.............................................................................. 3
2. Karakteristik Identitas Nasional .......................................................................... 4
3. Proses Pembentukan Identitas Nasional ........................................................... 10
4. Istilah Indonesia Sebagai Identitas Nasional..................................................... 17
5. Paham Identitas Nasional: Patriotisme, Nasionalisme, Dan Chauvinisme ....... 19
6. Identitas nasional Indonesia dan globalisasi ..................................................... 30
B. INTEGRASI NASIONAL .................................................................................. 33
1. Pengertian integrasi nasional ............................................................................ 33
2. Pentingnnya Integrasi Nasional Dalam Masyarakat Pluralitas ......................... 34
3. Strategi Mewujudkan Integrasi Nasional Indonesia ......................................... 37
C. PASAL-PASAL YANG TERKAIT DENGAN IDENTITAS NASIONAL
DAN INTEGRASI NASIONAL ................................................................................ 38
BAB III............................................................................................................................. 43
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................................... 43
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 43
B. Saran .................................................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 45

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bangsa terbentuk oleh persamaan bahasa, ras, agama, peradaban, wilayah,
Negara dan kewarganegaraan; bangsa bukan suatu ras, bukan pula orang-
orang yang mempunyai kepentingan yang sama, bukan pula dibatasi oleh
batas-batas geografis atau bahasa alamiah. Sedangkan Negara adalah suatu
organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang bersama – sama
mendiami satu wilayah tertentu dan mengakui adanya satu pemerintahan yang
mengurus tata tertib serta keselamatan sekelompok manusia tersebut. Semua
unsur identitas nasional, yaitu suku bangsa, wilayah nusantara, agama, bahasa
dan budaya yang serba majemuk dirangkum menjadi satu dan dijadikan
motivasi perekat bangsa (sesanti) dan identitas nasional, yaitu Bhineka
Tunggal Ika. Hal ini merupakan modal dasar pembangunan nasional dan
enjadi ciri khas bangsa Indonesia diantar bangsa lainnya didunia. Untuk
mewujudkan identitas nasional, diperlukan integrasi nasional yang kokoh.
Integrasi sering disamakan dengan pembauran, padahal kedua istilah tersebut
memiliki perbedaan. Itegrasi ialah integrasi kebudayaan, integrasi sosial yang
berwujud pluralisme, sedangkan pembauran ialah asimilasi dan amalgimasi.
Integrasi kebudayaan berarti penyesuaian antar dua atau lebih kebudayaan.
Interaksi sosial ialah penanggulangan masalah konflik melalui modifikasi dan
koordinasi dari unsur–unsur kebudayaan baru dan lama yang merupakan
penyatupaduan kelompok masyarakat yang asalnya berbeda, menjadi suatu
kelompok besar dengan cara melenyapkan perbedaan dan jati diri masing-
masing. Integrasi nasional adalah penyatuan bagian-bagian yang berbeda dari
suatu masyarakat menjadi suatu keseluruhan yang lebih utuh atau memadukan
masyarakat-masyarakat kecil yang banyak jumlahnya menjadi suatu bangsa.
Selain itu dapat pula diartikan bahwa integrasi bangsa merupakan kemampuan

1
2

pemerintah yang semakin meningkat untuk menerapkan kekuasaan diseluruh


wilayah.1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Identitas Nasional?
2. Bagaimana karakteristik Identitas Nasional?
3. Apa itu Integrasi Nasional?
4. Pentingnnya Integrasi Nasional Dalam Masyarakat Pluralitas
C. Tujuan dan Manfaat
Mengetahui pengertian dari Identitas Nasional dan Integrasi Nasional serta
mengetahui karakteristik dan pentingnya Integrasi Nasional dalam
masyarakat.

1
https://www.scribd.com/document/395411059/Makalah-Identitas-Integrasi-Nasional diunduh
pada 27 Maret 2019 pukul 19.00
BAB II
PEMBAHASAN

A. IDENTITAS NASIONAL
1. Pengertian Identitas Nasional
Terminologi identitas berasal dari bahasa Inggris identity yang
memiliki pengertian ciri-ciri, sifat-sifat khas atau jati diri yang melekat pada
seseorang atau sesuatu yang membedakannya dengan hal-hal lainnya. Dari
sudut antropologi, identitas adalah sifat khas yang menerangkan dan sesuai
dengan kesadaran pribadi sendiri, golongan sendiri, komunitas sendiri, atau
Negara sendiri (Srijani dkkk, 2008:41).
Sedangkan kata nasional berasal dari kata nation yang memiliki arti bangsa,
menunjukkan kesatuan komunitas social cultural tertentu yang memiliki arti
semangat, cita-cita, tujuan serta ideology bersama. Dengan demikian,
identitas nasional adalah ciri atau sifat khas suatu bangsa yang
memebadakannya dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Menurut Srijanti dkk (2008), identitas nasional dapat didefinisikan sebagai
“manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek
kehidupan suatu bangsa (nation) dengan ciri-ciri khas, da dengan ciri-ciri
khas tadi suatu bangsa berbeda degan bangsa yang lain dalam
kehidupannya”.
Terkait konteks Indonesia, identitas nasional dapat diartikan sebagai
manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam
berbagai aspek kehidupan dari ratusan suku yang dihimpun dalam satu
kesatuan Indonesia yang menjadi kebudayaan nasional dengan acuan
pancasila dan jiwa Bhineka Tunggal Ika sebagai dasar dan arah
perkembangannya. Dengan demikian, pada hakikatnya identitas nasional
bangsa Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah
Pancasila yang aktualisasi penerapannya tercermin dalam penataan
kehidupan bangsa Indonesia dalam arti yang luas, termasuk peraturan

3
4

perundang-undangan, system pemerintah, nilai-nilai etika dan moral yang


diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Parekh (2008), mendefinisikan identitas nasional pada
masyarakat yang bersifat multicultural seperti Indonesia tidaklah mudah.
Oleh karna itu definisi identitas nasional tidak hanya melibatkan warga
Negarasaja, tetapi juga mencakup penerimaan warga Negara tersebut
sebagai anggota komunitas yang sama-sama sah dan berharga. Walaupun
didalamnya banyak masyarakat multicultural, kelompok maypritas
mem[unyai kerelaan untuk memberikan hak-hak yang sama bagi warga
lainnya (Parekh 2008: 309-310).

2. Karakteristik Identitas Nasional


Esensi identitas nasional itu sendiri berarti budaya yang telah
menjadi ciri khas dari bangsa tersebut. Suatu budaya dapat berproses
menjadi ciri khas dimaksud tentunya harus memenuhi kriteria tertentu dan
disepakati bersama oleh semua unsur masyarakat yang heterogen.
Sebelum mngidentifikasi karakter atau indicator apa saja yang dapat
menjadi identitas nasional, perlu pula dipahami sumber-sumber pembentuk
budaya dan pada giliranya menjadi identitas nasional yang dimaksud.
Dalam kategori ini termasuk sejarah, kebudayaan, suku bangsa, agama, dan
bahasa, ditambah dengan hal yang bersifat fisik seperti letak dan kondisi
geografis.
a. Sejarah
Sejarah menajdi unsur pembentuk identitas nasional yang paling
signifikan. Karena perasaan senasib sepenanggungan dalam
menghadapi gejolak kehidupan di masa lampau, membuat bangsa
dimaksud memiliki “ikatan” yang sama, yang pada akhirnya
membentuk suatu perilaku tertentu yang sama pula. Bangsa Indonesia
secara ekonomis dan politik pernah mencapai era kejayaan di wilayah
Asia Tenggara. Tercatat pada masa kerajaan Majapahit dan Sriwijaya,
rakyat Indonesia pada masa itu telah mencapai taraf kesejahteraan yang
5

lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat Asia Tenggara pada


umumnya. Di bidang politik, kekuasaan Majapahit dan Sriwijaya masa
itu telah meliputi seluruh wilayang nusantara termasuk jajahan Belanda,
meluas sampai ke Filipia, Singapura, Malaysia dan bahkan sebagai
wilayah Thailand (Poesponegoro, M.D., 1990:436).
Ketika Majapahit runtuh akibatperebuta takhta (pecanya
persatuan), muncullah kerajaan-kerajaan kecil di seluruh nusantara.
Kondisi ini memperlemah kerajaan-kerajaan kecil tersebut baik secara
ekonomi maupun secara politik. Hal inilah yang menajdi penyebab
mudahnya masuk para penjajah ke Indonesia. Belanda mejajah
Indonesia selama 350 tahun, dan jepang mejajah selama 3,5 tahun.
Akibat penjajahan yang berlangsung, bagsa Indonesia memiliki
perasaan senasib sepenanggunga karena tekanan pejajah yang
menyebabkan kebodohan, kemikinan, perpecahan, dan kehilangan
sumber daya alam yang diambil oleh para penjajah. Sebagian warga
yang mampu melihat kodisi ini berupaya mencari jalan keluar untuk itu,
dan jawabannya antara lain muncul pada saat berkumpulnya kaum
pemuda pada 28 Oktober 998. Kongres pemuda yang menghasilkan
tekad bulat untuk bebas dari tekanan penjajah diwakilkan dalam sumpah
pemuda: satu bangsa, satu bahasa, satu tanah air: Indonesia.
Tujuh belas tahun kemudian ketika situasi politik dunia sedang
tidak stabil, didukung oleh keinginan kuat dan kesiapan untuk merdeka,
maka Indonesia meyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus
1945. Namun demikian, usaha mempertahakan harga diri, martabat
sebagai bangsa dan untuk mempertahanka sumber daya alam di wilayah
Indonesia masih terus ditantang baik secara politik eksteral (upaya
kembalinya Belanda ke Indonesia) dan politik internal (pencarian
bentuk pemerintahan).
b. Kebudayaan
Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan adalah keseluruhan
system gagasan tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka
6

kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.


Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara, kebudayaan berarti buah budi
manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat,
yakni zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia
untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup dan
penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
pada lahirnya bersifat tertip dan damai (Soekanto, 2005).
Pengetahuan manusia sebagai makhluk social yang berisikan
perangkat-perangkat atau model-model pengetahuan yang secara
kolektif digunakan oleh pendukung-pendukungnnya untuk menafsirkan
dan memahami lingkungan yang dihadapi dan digunakannya sebagai
rujukan atau pedoman untuk bertindak (dalam kelakuan dan benda-
benda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapi.
Oleh karena itu, kebudayaan sebagai factor pembentuk idntitas
nasional dapat dipahami karena bersifat revolusi dan melibatka kondisi
dan alam atau geografi yang harus dihadapi. Sebagai untuk pembentuk
identitas nasional, kebudayaan dapat diturunkan ke dalam tiga hal : akal
budi, peradaban, dan pengetahuan.
1) Akal budi
Akal budi yang juga dinamakan logika merupakan gabungan
dari kata akal dan budi. Akal adalah kemampuan piker manusia
sebagai suatu kodrat alami. Berpikir adalah perbuatan operasional
yang mendorong untuk aktif berbuat demi kepentingan dan
peningkatan hidup manusia. Fungsi akal adalah untuk berfikir,
kemampuan berfikir manusia mempunyai fungsi mengingat kembali
apa yang telah diketahui sebagai tugas dasarnya untuk memecahka
masalah dan akhirnya membentuk tingkah laku. Sedangkan budia
adalah akal yang merupakan unsur rohani dalam kebudayaan. Budi
diartikan sebagai batin manusia, paduan akal dan perasaan yang
dapat menimbang baik dan buruk segala sesuatu.
2) Peradaban
7

Peradaban memiliki berbagai arti dalam kaitannya dengan


masyarakat. Seringkali istilah ini digunakan utuk merujuk pada
suatu masyarakat yang “kompleks”: dicirikan oleh praktik dalam
pertanian, hasil karya dan pemukiman, berbanding dengan budaya
lain, anggota-anggota sebuah peradaban akan disusun dalam
beragam pembagian kerja yang rumit dalam struktur hirarki social.
Peradaban dapat berati “perbaikan pemikiran, tata karma
atau rasa” (Merriam-Webster, 2004: 226) seperti masyarakat yang
mempraktikan pertanian secara intensif, memiliki pembagian kerja,
dan kepadatan penduduk yang mencukupi untuk membentuk kota-
kota.
Peradaban yang menjadi identitas nasional bangsa Indonesia
dapat dilihat dari beberapa aspek yang meliputi aspek ideology,
politik, ekonomi, social, serta pertahanan dan keamanan. Indonesia
mewujudkan aspek peradaban ini dalam bentuk :
a) Ideology : Pancasila
b) Politik : Demokrasi dengan pemilihan langsung
untuk jabatan tertentu
c) Ekonomi : Koperasi, ekonomi kerakyatan
d) Social : Gotong royong, setia kawan, ramah tamah
e) Hankam : Siskamling, gerilya, cinta damai.
3) Pengetahuan
Pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan
diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul
ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda
atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan
sebelumnya. Pengetahuan dapat diperoleh baik melalui pengalaman
(empiris) dan menggunakan akal budi (rasional).
Pengetahuan sebagai identitas nasional tidak lepas dari
kemampuan bangsa Indonesia untuk dikenal masyarakat dunia
melalui saluran pengetahuan. Kemampuan Indonesia
8

mengembangkan pesawat terbang CN 235 menjadi identitas


nasional dibidang ini. Demikian juga kemampuan bangsa indonesia
mengembangka teknologi kapal laut Phinisi, serta prestasi anak-
anak Indonesia dalam olimpiade fisika, kimia, dan matematika.
c. Suku Bangsa
Menurut hasil sensus Badan Pusat Statistik (BPS) terakhir,
diketahui bahwa Indonesia terdiri dari 300 kelompok etnik atau suku
bangsa di Indonesia, atau tepatnya 1.340 suku bangsa (2010). Suku
bangsa sebanyak itu tersebar pada tidak kurang 17.000 pulau.
Menurut Parekh (2008 : 315), pembentukan identitas nasional
pada masyarakat yang multikuktural tidaklah mudah. Diperlukan ikatan
yang kuat untuk dapat menyatukan dan mengembangkan perasaan
saling memiliki diantara komunitas yang beragam. Oleh karena itu,
tahapan yang sudah dicapai oleh bangsa Indonesia dalam menyatukan
dan mengembangkan rasa saling memiliki diantara suku-suku bangsa ini
hendaknya dapat dipelihara dan dipupuk dengan baik sehingga Bhineka
Tunggal Ika menjadi identitas nasional yang memiliki makna
sepenuhnya.
d. Agama
Semenjak mengenal kehidupan beragama, baik agama Budha,
Hindu, Kristen, Islam dan agama lainnya, bangsa Indonesia kuat
keinginannya untuk menjalani hidupnya sesuai dengan tuntutan agama
masing-masing.
Identitas nasional yang dikembangkan dari pelaksanaan agam
terlihat dari pelaksanaan perkawinan, meski sudah diatur secara undang-
undang namun penerimaannya tetap berdasarkan agama. Selain itu hari
libur nasional berdasarkan hari keagamaan juga merupakan wujud
agama menjadi identitas nasional dimaksud.
e. Bahasa
Bahasa merupakan unsur pedukung identitas nasional yang penting.
Bahasa Indonesia berasal dari bahasa melayu, berdasarkan kebutuhan
9

sejarahnya, menajdi bahasa penghubung (lingua farca) pada mulanya.


Pemilihan bahasa melayu tersebut ternyata dirasakan yang paling tepat,
terbukti pada kongres pemudatahun 1928, bahasa melayu dipilih
menjadi Bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa Indoensia menajdi
identitas nasional juga telah diakui oleh bangsa-bangsa lain, yang
menyebutnya sebagai “bahasa”.
Dari unsur-unsur identitas nasional di atas, terbentuklah karakter atau
parameter identitas nasional. Menurut Srijani dkk (2008), indikator atau
parameter identitas nasional sebagai berikut :
1) Identitas nasional menggambarkan pola perilaku yang terwujud
melalui aktivitas masyarakat sehari-hari. Identitas ini
menyangkut adat istiadat, perilaku, dan kebiasaan. Contoh
karakter dimaksud adalah ramati tamah, gotong royong, dan
hormat kepada orang tua. Karakter ini digali dari perilaku
seluruh budaya daerah yang terdapat di Indonesia.
2) Lambang-lambang yang merupakan ciri dari bangsa dan secara
simbolis menggambarkan tujuan dan fungsi bangsa. Lambang-
lambang negara ini biasanya ditetapkan secara formal melalui
peraturan perundang-undangan. Contohnya adalah Garuda
Pancasila, bendera, bahasa, dan lagu kebangsaan.
3) Alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai
tujuan seperti bangunan, teknologi, dan peralatan manusia.
Contoh karakter ini antara lain tempat ibadah termasuk
Borobudur, pakaian adat, cara bercocok tanam, Kapal laut Pinisi,
dan lain sebagainya.
4) Tujuan yang ingin dicapai suatu bangsa. Identitas yang
bersumber dari karakter ini bersifat dan tidak tetap, seperti
budaya unggul/kreatif, prestasi dalam bidang tertentu; seperti
Indonesia dikenal dunia dari prestasi di bidang bulutangkis.

Identitas nasional dapat pula dibagi ke dalam tiga bagian:


10

1) Identitas fundamental adalah Pancasila yang merupakan


falsafah bangsa, dasar Negara, dan Ideologi Negara.
2) Sedangkan identitas instrumental berupa 1945 dan tata
perundang-undangannya, bahasa Indonesia, Iambang
Indonesia. bendera negara, dan lagu kebangsaan ‘Indonesia
Raya’.
3) Identitas alamiah meliputi negara kepulauan (archipelago)
dan pluralisme suku, bahasa, budaya, dan agama serta
kepercayaan.
3. Proses Pembentukan Identitas Nasional
Identitas nasional terbentuk secara evolusioner dengan
mengandalkan elemen-elemen identitas nasional di atas. Identitas nasional
terbentuk dari akumulasi identitas perseorangan. Namun, identitas nasional
bukanlah sesuatu yang telah melekat pada kelahiran. Berbagai penelitian
menunjukkan bahwa identitas nasional seseorang merupakan hasil langsung
dari keberadaan elemen "hal yang sama" dari kehidupan sehari-hari
masyarakat: simbol nasional, bahasa, warna, sejarah bangsa, kesadaran
nasional, ikatan darah, budaya, musik, makanan, radio, televisi, dan lain-
lain.
Menurut Smith (1991: 71) mengatakan bahwa sesungguhnya
nasionalisme lah yang membentuk identitas nasional. Hal ini diperkuat oleh
Gellner yang dikutip Smith, yang mengatakan bahwa "nasionalisme
tidaklah membangunkan suatu bangsa tentang kesadaran dirinya,
nasionalismelah yang menemukan bangsa yang sebelumnya tidak ada,
namun untuk itu diperlukan beberapa kondisi awal yang dapat mendukung
berjalannya nasionalisme...." Kondisi awal vang dimaksud menurut Smith
adalah etnik (1991: 71).
Terkadang identitas nasional bertabrakan dengan identitas pribadi
seseorang. Misalnya, banyak Israel Arab mengasosikan diri mereka atau
diasosiasikan dengan kebangsaan Arab atau Palestina, sementara pada saat
yang sama mereka adalah warga Negara Israel yang sedang konflik dengan
11

bangsa Palestina dan dengan beberapa Negara Arab. Juga terkadang


identitas nasional kelompok tertentu ditekan oleh pemerintah negara dimana
kelompok itu tinggal. Misal yang bisa dicatat adalah Spanyol di bawah
diktator otoriter Francisco Franco (1939-Ι947) yang menghapuskan statute
dan pengakuan resmi untuk bahasa Basque, Galician, dan Catalan untuk
pertama kalinya dalam sejarah Spayol dan menempatkan bahasa Spanyol
sebagai satu-satunya bahasa resmi Negara tersebut dan untuk pendidikan,
walaupun jutaan warga Negara tersebut berbicara bahasa lainnya.
ldentitas nasional dari sebagian besar warga negara dari suatu negara
atau bangsa cenderung tambah kuat ketika negara atau bangsa itu terancam
secara militer. Perasaan memiliki bangsa itu menjadi hal yang pokok seiring
dengan ancaman dari luar itu menjadi lebih jelas.
Proses pembentukan identitas pada dasamya merupakan kolektivitas
banyak unsur. Jika ia seorang raja, maka identitasnya adalah ayah, suami,
raja dan pahlawan, lokasi (asal). ldentitas individualnya dalam tataran yang
lebih luas membentuk peran sosialnya dan pada akhirnya kultur masyarakat
setempat (3-4). Peran raja yang dijadikan contoh di atas, maka pada
perkembangannya idntitas tersebut berkembang menjadi keluarga, teritori,
kelas, agama, etnik dan jender. (Smith, 1991:3-4).
Sebagai suatu proses kristalisasi identitas budaya dan identitas
politik, proses pembentukan identitas nasional dapat digambarkan sebagai
berikut:

Identitas pribadi
Etnik Agama

Teritori Identitas bersama

Identitas budaya Identitas politik

IDENTITAS
NASIONAL
12

a. Budaya Nasional
Menurut TAP MPR No. II Tahun 1998 tentang Garis-Garis
Besar Haluan Negara, budaya nasional adalah:
“... perwujudan cipta, karya dan karsa bangsa Indonesia dan
merupakan keseluruhan daya upaya manusia Indonesia untuk
mengembangkan harkat martabat sebagai bangsa, serta diarahkan untuk
memberikan wawasan dan makna pada pembangunan nasional dalam
segenap bidang kehidupan bangsa. Dengan demikian Pembangunan
Nasional merupakan pembangunan yang berbudaya...”
Sementara itu, Ki Hajar Dewantara mengartikan budaya atau
kebudayaan nasional sebagai “puncak-puncak dari kebudayaan daerah".
Sehingga unsur pembentuk budaya nasional adalah budaya daerah, yang
menunjukkan semangat dan paham kesatuan yang semakin mantap.
Sedangkan Koentjaraningrat mendefinisikan budaya nasional sebagai
”yang khas dan bermutu dari suku bangsa mana pun asalnya, asal bisa
mengidentifikasikan diri dan menimbulkan rasa bangga, itulah
kebudayaan nasional”. Pernyataan ini merujuk pada puncak-puncak
kebudayaan daerah dan kebudayaan suku bangsa yang bisa
menimbulkan rasa bangga bagi orang Indonesia jika ditampilkan untuk
mewakili identitas bersama.
Definisi budaya nasional yang tertera dalam GBHN diatas,
merupakan penjabaran dari UUD 1945 Pasał 32. Permasalahan budaya
nasional sekarang ini menjadi sorotan dan diskusi para ahli, terkait
dengan dihapuskannya tiga kalimat penjelasan pada Pasał 32 UUD 1945
dimaksud dan munculnya ayat yang baru. Konsekuensi dari perubahan
ini adalah eksistensi kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional
dipertanyakan, karena adanya kemungkinan perpecahan oleh
kebudayaan daerah jika batasan mengenai kebudayaan nasional tidak
dijelaskan secara jelas dan tegas.
13

Sebelum perubahan, UUD 1945 menggunakan dua istilah untuk


menggambarkan dan mengekspresikan budaya daerah dan budaya
nasional, yaitu kebudayaan bangsa dan kebudayaan nasional.
Kebudayaan bangsa diartikan sebagai kebudayaan-kebudayaan lama
dan asli yang terdapat di berbagai daerah dan merupakan puncak-puncak
kebudayan di daerah-daerah tersebut yang tersebar di seluruh Indonesia.
Sedangkan kebudayaan nasional diartikan sebagai kebudayaan bangsa
yang sudah berada pada posisi puncak yang memiliki makna bagi
seluruh Bangsa Indonesia. Dalam kebudayaan nasional terdapat unsur
pemersatu dari Banga Indonesia dan telah menyebar secara nasional.
Karena proses evolusi dan akulturasi, tidak mustahil bahwa dalam
kebudayaan nasional selain unsur kebudayaan bangsa, terdapat pula
unsur kebudayaan asing, serta kreasi baru atau hasil invensi nasional di
bidang budaya (Kemenbudpar, 1991).
b. Budaya Politik
Budaya politik adalah budaya yang dibangun terkait dengan
pengembangan sistem dan perilaku politik. Budaya politik merupakan
pola perilaku suatu masyarakat dalam kehidupan benegara,
penyelenggaraan administrasi negara, politik pemerintahan, hukum,
adat istiadat, dan norma kebiasaan yang dihayati oleh seluruh anggota
masyarakat setiap harinya. Budaya polițik juga dapat di artikan sebagai
suatu sistem nilai bersama suatu masyarakat yang memiliki kesadaran
untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan kolektif dan
penentuan kebijakan publik untuk masyarakat seluruhnya. Dengan kata
lain, budaya politik merupakan sistem nilai dan keyakinan yang dimiliki
bersama oleh masyarakat. (Arif, dkk, 2007:45).
Beberapa ahli mendefinisikan budaya politik secara berbeda.
Almond dan Verba mendefinisikan budaya politik sebagai suatu sikap
orientasi yang khas warga negara terhadap sistem politik dan aneka
ragam bagiannya, dan sikap terhadap peranan warga negara yang ada di
dalam sistem itu. Dengan kata lain, bagaimana distribusi pol-pola
14

orientasi khusus menuju tujuan politik diantara masyarakat bangsa itu.


lebih jauh mereka menyatakan, bahwa warga negara senantiasa
mengidentifikasikan diri mereka dengan simbol-simbol dan kenegaraan
berdasarkan orientasi yang mereka miliki. Dengan orientasi itu pula
mereka menilai serta mempertanyakan tempat dan peranan mereka di
dalam sistem politik.
Rusadi sumintapura, mendefinisikan budaya politik sebagai pola
tingkah laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan politik yang
dihayati oleh para anggota suatu sistem politik. Kemudian Alan R. Ball
mengartikan budaya politik sebagai suatu susunan yang terdiri dari
sikap, kepercayaan, emosi dan nilai-nilai masyarakat yang berhubungan
dengan sistem politik dan isu-isu politik .
Dari definisi-definisi di atas, dapatlah ditarik suatu pengertian
bahwa budaya politik dapat diartikan sebagai berikut:
1) Budaya politik adalah aspek politik dari nilai-nilai yang terdiri atas
pengetahuan, adat istiadat, tahayul, dan mitos. Kesemuanya dikenal
dan diakui oleh sebagian besar masyarakat. Budaya politik tersebut
memberikan rasional untuk menolak atau menerima nilai-nilai dan
norma Iain.
2) Budaya politik dapat dilihat dari aspek doktrin dan aspek
generiknya. Yang pertama menekankan pada isi atau materi, seperti
sosialisme, demokrasi atau nasionalisme. Yang kedua (aspek
generik) menganalisis bentuk, peranan, dan ciri-ciri budaya politik,
seperti militan, utopis, terbuka, atau tertutup.
3) Hakikat dan ciri budaya politik yang menyangkut masalah nilai-niIai
adalah prinsip dasar yang melandasi suatu pandangan hidup yang
berhubungan dengan masalah tujuan.
4) Bentuk budaya politik menyangkut sikap dan norma, yaitu sikap
terbuka dan tertutup. tingkat militansi seseorang terhadap orang lain
dalam pergaulan masyarakat. Pola kepemimpinan (konformitas atau
mendorong inisiatif kebebasan), sikap terhadap mobilitas
15

(mempertahankan status quo atau mendorong mobilitas), prioritas


kebijakan (menekankan ekonomi atau politik).

Dengan pengertian budaya politik di atas, nampaknya membawa


kita pada suatu pemahaman konsep yang memadukan dua tingkat
orientasi politik, yaitu sistem dan individu. Dengan orientasi yang
bersifat individual ini, tidaklah berarti bahwa dalam memandang sistem
politiknya kita menganggap masyarakat akan cenderung bergerak ke
arah individualisme. Jauh dari anggapan yang demikian, pandangan ini
melihat aspek individu dalam orientasi politik hanya sebagai pengakuan
akan adanya fenomena dalam masyarakat secara keseluruhan tidak
dapat melepaskan diri dari orientasi individual.

Menurut Smith (1991: 101), karakteristik utama dari budaya


politik yang dapat mendukung pembentukkan identitas nasional, adalah
sebagai berikut:

1) Dasar aristokratnya dalam artian etnik. Walaupun melibatkan


elemen demokratis, Negara dilindungi oleh budaya dan tradisi
aristokrat, seringkali dipengaruhi oleh agama dan para pemuka
agama (pendeta).
2) Memberi tempat bagi etnik minoritas.
3) Birokrasi negara yang modern

Budaya politik indonesia mengalami proses pembentukan yang


panjang dan berliku. Namun sebelum dapat mengambil kesimpulan
mengenai budaya politik Indonesia, perlu diperhatikan beberapa kondisi
yang menjadi pembentuk budaya politik Indonesia dimaksud. Pertama
mengenai konfigurasi subkultur di Indonesia yang masih aneka ragam,
walaupun tidak sekompleks yang dihadapi oleh India misalnya, yang
menghadapi masalah perbedaan bahasa, agama, kelas, kasta yang
semuanya relatif masih rawan/rentan. Kedua, sifat masyarakat
16

Indonesia yang bersifat Parokial-kaula di satu pihak sekaligus bersifat


partisipan.

Satu sisi masyarakat masih ketinggalan dalam mempergunakan


hak dan dalam memikul tanggung jawab politiknya yang mungkin di
sebabkan oleh isolasi dari kebudayaan Iuar, pengaruh penjajahan,
feodalisme. bapakisme, dan ikatan primordial. Ketiga, sikap ikatan
primordial yang masih kuat berakar, yang di kenal melalui indikatornya
berupa sentimen kedaerahan, kesukaan, keagamaan, perbedaan
pendekatan terhadap keagamaan tertentu; purutanisme dan non
puritanisme dan Iain-Iain.

Keempat, kecendrungan budaya politik Indonesja yang masih


mengukuhi sikap paternalisme dan sifat patrimonial; sebagai
indikatornya dapat di sebutkan antara Iain bapakisme, sikap asal bapak
senang. Kelima, dilema interaksi tentang modernisasi (dengan segala
konsekuensinya) dengan pola-pola yang telah lama berakar sebagai
tradisi dalam masyarakat.

Dari sifat-sifat di atas, maka ciri budaya politik Indonesia


adalah:

1) Hirarkis : masyarakat Jawa, dan sebagian besar masyarakat Iain di


Indonesia, pada dasarnya bersifat hirarkis. stratifikasi sosial yang
hirarkis ini tampak dari adanya pemilahan tegas antara penguasa
(wong gedhe) dengan rakyat kebanyakan (wong cilik). Masing-
masing terpisah melalui tatanan hirarkis yang sangat ketat. Alam
pikiran dan tatacara sopan santun diekspresikan sedemikian rupa
sesuai dengan asal-usul kelas masing-masing. Penguasa dapat
menggunakan bahasa ‘kasar’ kepada rakyat kebanyakan.
Sebaliknya, rakyat harus mengekspresikan diri kepada penguasa
dalam bahasa 'halus'. Dalam kehidupan politik, pengaruh stratifikasi
17

sosial semacam itu antara Iain tercemin pada cara penguasa


memandang diri dan rakyatnya.
2) Patronage: pola hubungan patronage merupakan salah satu budaya
politik yang menonjol di Indonesia. Pola hubungan ini bersifat
individual. Dalam kehidupan politik, tumbuhnya budaya politik
semacam ini tampak misalnya di kalangan pelaku politik. Mereka
lebih memilih mencari dukungan dari atas daripada menggali
dukungan dari basisnya.
3) Neo-patrimonialistik: salah satu kecenderungan dalam kehidupan
politik di Indonesia adalah adanya kecendrungan munculnya budaya
politik yang bersifat neo-patrimonialistik; artinya meskipun
memiliki atribut yang bersifat modern dan rasionalistik seperti
birokrasi, perilaku negara masih memperlihatkan tradisi dan budaya
politik yang berkarakter patrimonial.

4. Istilah Indonesia Sebagai Identitas Nasional


Istilah 'Indonesia’ berasal dari kata India (bahasa Latin untuk
Hindia) dan kata nesos (bahasa Yunani untuk kepulauan), sehingga kata
Indonesia berarti Kepulauan Hindia. Istilah Indonesia, Indonesisch dan
Indonesier makin tersebar luas pemakaiannya setelah banyak dipakai oleh
kalangan ilmuwan seperti J.R. Logan, Adolf Bastian, van Vollen Hoven,
Snouck Hurgronje, dan Iain-Iain. J.R. Logan menggunakan istilah Indonesia
untuk menggambarkan Hindia Belanda dalam arti geografi. Istilah
Indonesia untuk pertama kali muncul dalam buku J.R. Logan ‘The
Ethnology of the Indian Archipelago’. Kata Indonesia digunakan untuk
menyebut pulau-pulau atau Kepulauan Hindia yang disebutnya Indonesia
yang dihuni penduduk pribumi. Sedangkan istilah Indonesia dalam artian
etnologi mulai digunakan pada tahun 1884 oleh Basitian dalam karangannya
‘Indonesia Order die Inseln des Malagischen Archipels'. Kata Indonesia
digunakan untuk menggambarkan kelompok etnik di Kepulauan Melayu
atau Kepulauan Hindia.
18

Langkah Logan dan Basitian ini diikuti oleh para ahli etnologi,
hukum adat dan bahasa selanjutnya. Guru besar Universitas Leiden seperti
R.A. Kern, Snouck Hurgronye, van Vollen Hove, dan lain-lain, mulai
menggunakan istilah tersebut dengan istilah Indonesie, Indonesier, dan
Indonesisch. Tindakan mereka ini makin mempopulerkan Indonesia untuk
mengambarkan kelompok etnis di Asia Tengara yang menghuni Kepulauan
Melayu/Hindia.
Istilah Indonesia juga dipakai dalam pergerakan nasional yang
dimulai oleh para mahasiswa Indonesia yang belajar di negeri Belanda.
Makin menguatnya penggunan istilah ini terlihat dari penggunaan nama
organisasi yang didirikan mahasiswa Indonesia di negeri Belanda pada
tahun 1908: Indische Vereeniging (Perhimpunan Indonesia). Penggunaan
istilah tersebut terus berkembang, sehingga pada tahun 1922 nama
perhimpunan itu diganti dengan Indonesische Vereeniging, yang kemudian
diganti lagi dengan menggunakan istilah melayu: Perhimpunan Indonesia.
Konsisten dengan penggunaan istilah Indonesia, majalah perhimpunan ini
yang semula berjudul Hindia Poetra diubah menjadi Indonesia Merdeka.
Tindakan ini selanjutnya diikuti oleh organisasi-organisasi pergerakan
lainnya, baik yang berada di negeri Belanda maupun yang berada di tanah
air.
Pada Kongres Pemuda tanggal 28 Oktober 1928, penggunaan istilah
ındonesia sebagai identitas nasional mencapai puncaknya. Penggunaan
istilah Indonesia sebagai representasi wilayah, etnis, dan bahasa tercermin
dalam Sumpah pemuda, yang dengan jelas dan tegas menggunakan istilah
Indonesia dalam ketiga arti tersebut: bertanah air satu Indonesia, berbangsa
satu bangsa Indonesia, dan berbahasa satu bahasa Indonesia.
Sebelum proklamasi tahun 1945, seluruh pergerakan nasional secara
sepakat dan konsisten menggunakan Indonesia baik termasuk dan terutama
dalam artian politik ketatanegaraan. Hal ini ditunjukkan oleh Moh. Husni
Thamrin pada tahun 1930, yang ketika mengajukan mosi kepada Volksraad
(Dewan Rakyat), dimana ia mengganti setiap kata Nederlandsch-lndie dan
19

Inlander dengan Indonesie, Indonesier, dan Indonesich. Walaupun mosi ini


ditolak oleh Volksraad, namun berkat upaya dan kecaman pedas Thamrin,
maka sejak 1938, bahasa Indonesia digunakan dalam sidang-sidang
Volksraad.
Dunia ilmu pengetahuan pun mulai menggunakan Indonesia.
Sebelumnya, istilah yang sering digunakan dalam konteks ilmu
pengetahuan adalah nusantara. Puncaknya ketika Suwardi Suryaningrat
mendirikan Biro Pers di Belanda yang diberi nama Indonesisch Persbureau
pada tahun 1931. Akhirnya istilah Indonesia sebagai satu kesatuan arti
politik secara resmi mendapatkan legitimasi kuatnya melalui Proklamasi
Indonesia pada 17 Agustus 1945, seperti tercantum dengan jelas dan tegas
dalam naskah proklamasi yang dibacakan oleh Soekarno dan Hatta.

5. Paham Identitas Nasional: Patriotisme, Nasionalisme, Dan


Chauvinisme
Ekspresi positif dari identitas nasional adalah Patriotisme, dan
Nasionalisme; sedangkan bentuk negatifnya adalah Chauvinisme. istilah
patriotisme dikenal lebih dahulu, dan terkadang dipertentangkan dengan
istilah nasionalisme. Untuk mengetahui ekspresi positif dan negatif dari
identitas nasional perlu memahami ketiga istilah di atas.
a. Patriotisme
Patriotisme adalah kecintaan dan pengabdian pada suatu Negara.
Namun demikian, tidak ada satu pengertian yang tetap karena
pengertiannya berubah-ubah sepanjang waktu dan sangat tergantung
pada konteks, geografi, dan filosofi yang dipakai. Patriotisme sangat
terkait dengan nasionalisme, walaupun nasionalisme tidak mesti
menjadi bagian inheren patriotisme.
Pada abad kedelapanbelas, patriotisme yang merupakan
kesetiaan kepada Negara dianggap berlawanan dengan kesetiaan pada
Gereja, dan diperdebatkan bahwa pendeta (cleric) seharusnya tidak
boleh mengajar di sekolah publik karena kecintaan (patrie) mereka
20

adalah surga, sehingga mereka tidak dapat menginspirasikan cinta tanah


air kepada murid-muridnya. Salah satu pendukung yang paling
berpengaruh pada era klasık ini terhadap pemikiran patriotisme adalah
Jean-Jacques Rousseau.
Berlawanan dengan pemikiran adanya pemisahan yang tegas
antara negara dan agama, patriotisme memandang bahwa sikap cinta
tanah air justru bisa diperkuat oleh kepatuhan kepada agama.
Pertentangan yang dilakukan terhadap kedua hal dimaksud
sesungguhnya terletak pada persepsi individu saja, bukan merupakan
konsep yang bisa dibedakan secara tegas. Billig (1995) mengatakan
bahwa perbedaan antara patriotisme dengan takdir (agama) sulit
ditegaskan, dan perbedaan keduanya hanya terletak pada perilaku para
pelabelnya saja.
b. Nasionalisme
Secara etimologis, kata nation berasal dari kata Latin nation,
yang berakar pada kata nascor: 'saya Iahir'. Pada masa kekaisaran
Romawi, kata nation dipakai untuk mengolok-olok orang asing, pada
masa Abad Pertengahan, kata nation digunakan sebagai nama kelompok
pelajar asing di universitas-universitas. Selanjutnya, pada masa
Revolusi Perancis, Parlemen Revolusi Perancis menyebut diri mereka
sebagai assemblee nationale (Dewan Nasional) yang merujuk pada
semua kelas yang memiliki hak yang sama dalam berpolitik. Akhinya,
kata nation menjadi seperti sekarang ini: merujuk pada bangsa atau
kelompok manusia yang menjadi penduduk resmi suatu Negara (Amir,
2004).
Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan
mempertahankan kedaulatan sebuah Nasionalisme berasal dari kata
nation (bangsa) yang berarti suatu masyarakat yang tertib yang muncul
dari kesamaan karakter, atau kesamaan nasib (Hatta dkk, 1980).
Benedict Anderson mengatakan bahwa nation (bangsa) adalah suatu
komunitas politik yang terbatas dan berdaulat yang dibayangkan
21

(immagined communities). Komunitas ini dikatakan sebagai imagined


communities sebab tidak mungkin seluruh warga dalam suatu
komunitas dapat saling mengenal, saling berbicara, dan saling
mendengar. Akan tetapi, mereka memiliki bayangan yang sama tentang
komunitas mereka. Suatu bangsa dapat terbentuk, jika sejumlah warga
dalam suatu komunitas mau menetapkan diri sebagai suatu bangsa yang
mereka angankan atau bayangkan. Dengan demikian bangsa atau
nasional berarti menunjuk pada sifat khas kelompok yang memiliki ciri-
ciri kesamaan, baik fisik seperti, budaya, agama, bahasa, maupun non-
fisik seperti, keinginan, cita-cita, dan tujuan. Sementara nation sebagai
Negara merupakan suatu badan/wadah yang didalamnya terhimpun
orang-orang yang memiliki persamaan keyakinan dan persamaan
lainnya (seperti : ras, etnis, agama, bahasa, dan budaya).
Nasionalisme, yang merupakan kata sifat dari nasional
merupakan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia.
Ikatan nasionalisme pada awalnya tumbuh di tengah masyarakat karena
alasan hidup bersama dalam satu wilayah tertentu. Saat itu, naluri
mempertahankan diri sangat berperan dan mendorong seluruh warga
untuk mempertahankan wilayahnya tersebut, tempatnya hidup dan
menggantungkan diri. Dari sinilah cikal bakal tumbuhnya ikatan ini,
yang memiliki makna mempertahankan kelompok dari serangan pihak
luar. Karena itu, ikatan akan sangat kuat jika ancaman dekat dan intens,
sebaliknya jika ancaman sudah teratasi dan situasi aman, ikatan tersebut
melemah. Sehingga dapatlah dikatakan bahwa nasionalisme muncul
dari rasa keterancaman akan keselamatan hidup kelompok masyarakat
pada suatu wilayah tertentu.
Beberapa ahli mencoba mendefinisikan nasionalisme. Menurut
Ernest Renan, unsur utama dalam nasionalisme adalah le desir de'etre
ensemble (kemauan untuk bersatu). Kemauan bersama ini disebut
nasionalisme yaitu suatu paham yang memberi ilham kepada sebagian
besar penduduk bahwa nation state adalah cita-cita dan merupakan
22

bentuk organisasi politik yang sah, sedangkan bangsa merupakan


sumber semua tenaga kebudayaan dan kesejahteraan ekonomi.
Sementara Hans Kohn mengatakan bahwa nasionalisme adalah salah
satu kekuatan yang menentukan dalam sejarah modern. Paham ini
berasal dari Eropa Barat pada abad ke-18.
Selama abad ke-19 ia telah tersebar di seluruh Eropa dan dalam
abad ke-20,ia telah menjadi suatu pergerakan dunia (Kohn, 1984).
Menurut Kartodirdjo (1993), Nasionalisme adalah ideologi yang
mencakup prinsip kebebasan (liberty), kesatuan (unity), kesamarataan
(equality), serta kepribadian yang menjadi nilai kehidupan kolektif suatu
komunitas untuk merealisasikan tujuan politik yaitu pembentukan dan
pelestarian negara nasional.
Dari sudut Antropologi, nasionalisme dipandang sebagai
sebagai system budaya yang mencakup perasaan, komitmen, dan
kesetiaan kepada bangsa dan negara, serta rasa memiliki terhadap
bangsa dan negara itu. Dengan demikian, nasionalisme berakar dari
timbulnya kesadaran kolektif tentang ikatan tradisi dan deskriminasi
pada masa colonial yang sangat membatasi ruang gerak bangsa
Indonesia. Reaksi terhadap situasi itu merupakan kesadaran untuk
membebaskan diri dari tradisi dan untuk melawan pengingkaran
terhadap identitas bangsa.
Smith (1991:72) mengatakan bahwa terminology nasionalisme
digunakan pada beberapa pengertian, antara lain :
1) Keseluruhan proses pembentukan dan mempertahankan bangsa atau
Negara bangsa.
2) Kesedaran memiliki bangsa, Bersama-sama dengan sentimen dan
aspirasi keamanan dan kesejahteraannya.
3) Bahasa dam symbol bangsa dan peranannya
4) Ideologi, termasuk doktrin budaya tentang bangsa dan keinginan
nasional dan penjelasam tentang realisasi dari aspirasi nasional dan
keinginan nasional
23

5) Gerakan social dan politik untuk mencapai tujuan bangsa dan


realisasi keinginan nasionalnya.

Dengan berkembangnya system politik dan bernegra di seluruh


dunia, pengertian nasionalisme juga mengalami pergeseran.
Nasionalisme menurut Kohn (1961:11) adalah suatu paham yang
berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan
kepada Negara kebangsaan. Semangat nasionalisme dipakai sebagai
metode dan alat identifikasi untuk mengetahui siapa kawan dan lawan.

Nasionalisme merupakan bagian dari karakter atau kepribadian


bangsa, yaitu nilai-nilai dan norma hidup yang memolakan serta tingkah
laku individu dalam kerangka kehidupan kolektif nya. Kepribadian
bangsa terdiri atas beberapa unsur yaitu : 1) Kebudayaan nasional, 2)
Identitas nasional, 3) Etos bangsa, 4) Nasionalisme.

Karakter bangsa dapat dilacak dari pengalaman kolektifnya atau


sejarahnya. Karakter bangsa sangat dipengaruhi oleh etos bangsa, yaitu
nilai-nilai hidup yang membentuk pola kelakuan serta gaya hidup
bangsa. Sebagai contoh: Menurut Max Weber, etos protestan mendasari
perkembangan kapitalisme.

Dalam system ketatanegaraan, nation juga digunakan untuk


negara yang memiliki bangunan politik, seperti ketentuan perbatasan
territorial, pemerintahan yang sah, dan pengakuan luar negeri yang
dikenal dengan nation state. Menurut Tishkov (2000: 627). Nation state
adalah suatu negara yang mengidentifikasikan diri sebagai negara yang
muncul dari legitimasi politik dari suatu entitas berdaulat dengan suatu
unit territorial berdaulat tertentu. Jika state mengarah ada pengertian
entitas secara politik dan geopolitik, maka nation mengarah pada
pengertian sentutas tersebut dalam artian budaya atau etnik. Dengan
demikian, istilah nation state mengindikasikan kedua pengertian
dimaksud: baik dalam artian geografi maupun budaya. Istilah ini untuk
24

membedakan negara yang terbentuk drngan cara atau dengan alasan


sejarag yang lainnya (Elazar, 1998: 129).

c. Perkembangan Nasionalisme di Indonesia


Menurut beberapa ahli, munculnya gerakan nationalisme di
Indonesia dimulai dari gerakan Boedi Utomo (BO). Seorang ahli dari
Jepang: Akira Nagazuni mengatakan bahwa kelahiran BO lebih dari
sekedar ‘bangunnya si molek Insulinde dari tidur yang lelap’
(Nagazumi, 1998: v). gerakan ini dianggap sebagai nasionalisme
pertama di Indonesia karena gerakan inilah yang pertama kali yang
bertujuan untuk mencapai kemerekaan Indonesia. Gerakan yang muncul
pada 20 Mei 1908 ini digagas oleh Sutomo untuk mempersatukan
seluruh pemuda di tanah air dalam rangka memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia. Gerakan ini dianggap sebagai gerakan
nasionalisme pertama karena gerakan ini terorganisir dengan baik :
memiliki struktur organisasi pengurus yang tetap, anggota, tujuan, dan
juga rencana kerja dengan aturan-aturan tertentu yang telah ditetapkan.
Gerakan inilah yang menjadi inspirasi bagi gerakan-gerakan serupa
dengan berbagai dinamikanya di kemudian hari, seperti Indische Partij
dan Sarekat Islam, Jong Ambon, Partindo, serta gerakan-gerakan
lainnya yang memiliki peran penting dalam masa perebutan
kemerdekaan Indonesia.
Soewardi Suryaningrat yang kemudian dikenal dengan nama Ki
Hajar Dewantara menyatakan bahwa Budi Utomo adalah manifestasi
diri perjuangan nasionalisme. Menurut Soewardi, orang-orang
Indonesia mengajarkaan kepada bangsanya bahwa “nasionalisme
Indonesia” tidaklah bersifat kultural, tetapi murni bersifat politik.
Dengan demikian, nasionalisme terdapat pada orang Sumatera maupun
Jawa, Sulawesi maupun Maluku (Poesponegoro, 2008: 335-350).
Sejak saat itu, perjalanan perkembangan nasionalisme Indonesia
terus berkembang. Walaupun pada titik-titik tertentu mengalami
hambatan yang cukup berat. Karena pengaruh perkembangan paham
25

kebangsaan di dunia saat itu, muncul juga paham-paham lain selain


nasionalisme. Polemic ketiga paham terus berlanjut dan terus
berkembang sampai tahun 1928 ketika dilaksanakan kongres pemuda,
yang menghasilkan Sumpah Pemuda. Ikrar inilah yang akan menjadi
cikal-bakal persatuan susku-suku bangsa di seluruh nusantara yang
kemudian bersepakat mendirikan sebuah negara-bangsa (nation state),
yang akhirnya memperoleh kemerdekaan pada tahun 1945.
Debat paham kebangsaan terus terjadi menjelang kemerdekaan
Indonesia. Polemic tersebut muncul diberbagai aspek, termasuk dengan
polemic kebudayaan yang dikenal sebagai polemic kebudayaan. Debat
tentang paham nasionalisme liberali atau nasionalisme islam semakin
menghangat ketika pembahasan konstitusi untuk negara yang baru
dalam BPUPKI. Secara formal perjuangan memasukkan syariat islam
dalam konstitusi diawali lewat persidangan BPUPKI antara bulan
Mei,Juni,dan Juli 1945 yang terulang kembali pada sidang-sidang
konstituante 1956-1959. Pada sidang BPUPKI pertama, rumusan dan
istilah Pancasila diterima, yang menandai naiknya pemimpin-pemimpin
nasionalis liberak. Pada kesempatan itu, disepakati Soekarno mengetuai
Sub komite yang dikenal sebagai Panitia Sembilan, yang bertugas
menampung semua saran terhadap draft ideologi dan konstitusi negara.
Pada tanggal 22 Juni 194, setelah mendapat masukan dari anggota,
terjadi perubahan pada susunan Pancasila yang telah diterima pada
tanggal 1 Juni 1945, sebagai berikut :

Tabel 3.2. Perubahan Susunan Pancasila dari Soekarno ke Panitia Sembilan


(Jakarta Charter)

Susunan Pancasila 1 Juni 1945 Susunan Pancasila 22 Juni 1945


1. Kebangsaan Indonesia, 1. Ketuhanan dengan
2. Internasionalisme atau Peri kewajiban menjalankan
kemanusiaan
26

3. Mufakat atau Demokrasi syariat-syariat islam bagi


4. Kesejahteraan Sosial, dan para pemeluknya
5. Ketuhanan Yang Maha Esa 2. Kemanusiaan yang adil dan
beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmah kebijaksanaan
dalam permusyawaratan
atau perwakilan
5. Keadilan social bagi seluruh
rakyat Indonesia

Pada rapat pada tanggal yang sama, akhirnya disetujui Pancasila


rumusan Piagam Jakarta dengan perubahan sila pertama menjadi
‘Ketuhanan yang maha esa’ saja. Alasan Tarik ulurnya paham
kebangsaan yang akn dianut. Pada akhirnya perdebatan tersebut
menghasilkan pendekatan dan pemaknaan baru terhadap paham
nasionalisme itu sendiri; sehingga dapat dikatakan bahwa nasionalisme
yang dianut di Indonesia adalah nasionalisme Indonesia.

Setelah Indonesia merdeka, perdebatan mencari bentuk


nasionalisme tidak berhenti begitu saja. Perdebatan it uterus berjalan
sehingga Soekarno yang pada saat itu telah menjadi Presiden Indonesia
mengeluarkan gagasan mengenai nasakom, yang merupakan
kependekan dari nasionalisme,agama dan komunis. Sinkretisme
Soekarno mengenai ketiga ajaran menyebabkan partai komunisa
mendapat tempat sehingga terjadinya kup komunis tang berpuncak
pada G30SPKI, yang disinyalir sebagai bagian dari upaya
mengkomuniskan Indonesia yang baru, sekaligus menandai berakhirnya
Orde Lama digantikan dengan Orde Baru.
27

Menurut Arief Budiman masa transisi dari pemerintahan yang


berbasiskan demokrasi, selalu semangat nasionalisme kental
mengiringinya. Nasionalisme revolusioner menjadi legitimasi
pengalihan kekuasaan tersebut. Namun, pada perkembangannya
semangat nasionalisme awal mengalami pergeseran dan terabaikan
pemerintahan Soeharto mengambil konsep negara integralistik dari
Soepomo, dimana kepala negara diibaratkan sebagai bapaknya dan
rakyat sebagai anaknya. Bapak mempunyai kekuasaan yang besar,tetapi
kekuasaan itu digunakan untuk kebaikan sang anak. Karena rakyat
mempunyai kekuasaan penuh.

Pendekatan negara kekeluargaan ditambah dengan konsep


Trilogi Pembangunan(pertumbuhan ekonomi,stabilitas politik, dan
pemerataan) makin menjauhkan Indonesia dari semangat demokrasi dan
pada akhirnya semakin memadamkan nasionalisme itu sendiri, karena
ancaman terhadap keamanan dan perpecahan dapat ditangani dengan
baik dengan menggunakan tindakan represif, karena menyalahi konsep
kedua trilogy pembangunan. Hasil dari pendekatan ini adalah tingginya
laju pertumbuhan ekonomi dan stabilitas politik yang mantap. Namun,
stabilitas politik sesungguhnya tidak hanya sekedar bebas dari
goncangan politik, namun lebih kepada penguatan Lembaga-lembaga
demokrasi sehingga perbedaan pendapat dapat diterima dengan lapang
dada sebagaibagian demokrasi, bukan sebagai ancaman dalam stabilitas
politik(Budiman, 2006: 22). Di sisi lain, zaman Soeharto pulalah yang
secara terorganisir melaksanakan dan menyebaaarkan nasionalisme
Indonesia melalui pemberian mata pelajaran Pendidikan Sejarah
Perjuangan Bangsa, walaupun sering dikritik beberapa fakta dalam mata
pelajaran tersebut tidak ditampilkan dengan sebenarnya, dan
menonjolnya peran Soeharto dalam kejadian kejadian sejarah (Asvi
Warman Adam,2010.
28

Ketika runtuhnya orde baru dan munculnya era reformasi,


semangat nasionalisme revolusioner pada awalnya kuat dan merata.
Namun seiring dengan berjalannya reformasi dengan menyerahkan
kedaulatan di tangan rakyat sepenuhnya, ternyata membawa dampak
negatif bagi rasa nasionalisme. Dikhawatirkan dengan makin buruknya
praktek korupsi, pemilihan langsung kepala daerah yang sealu
bermasalah, dan lemahnya penegakan hukum, mengakibatkan
kembanggaan sebagai bangsa Indonesia melemh. Contoh lemahnya
sikap nasionalisme itu adalah kejadian batik, reog, tari pendet, dan
angklung yang di claim oleh Malaysia. Hanya sebagian kecil saja yang
merespon terhadap kejadian tersebut, sebagian besar lainnya tidak
melakukan tindakan apa apa.

Penerapan otonomi daerah yang tidak tepat dan hati hati,


dikhawatirkan akan membentuk semangat kedaerahan yang berakibat
melunturnya semangat nasionalisme. Untuk itu hasil penelitian yang
diketuai oleh Firmain No’or menawarkan solusi minimal yaitu
penerapan demokrasi liberative, yang menempatkan masyarakat betul
betul sebagai subjek pemerintahannya sendiri. Disamping itu kembali
ke konsep kebangsaan awal juga rekomendasi hasil penelitian ini
wujudnya adalah dengan merasionalisasikan ide nasionalisme. Hal ini
menjadi cara efektif untuk mempertahankan komitmen kolektif atas
republic ini, selain kebutuhan mengelola, merawat, dan memperbaharui
terus menerus semangat nasionallisme tersebut.

d. Chauvinisme
Chauvinisme sebagai paham kebangsaan, berlandaskan pada
paham kebangsaan yang sempit didasarkan pada pertimbangan
rasialisme atau etnosentrisme. Menurut arti awalnya, chauvinism
merupakan rasa patriotism dan keyakinan akan superioritas dan
kejayaan suatu bangsa yang lebih dari bangsa lain. Pengertian ini
kemudian di perluas memasukan partisipan yang ekstrim dan tidak
29

rasional atas nama kelompok anggota kelompoknya yang diwujudkan


dengan kekerasan dan kebencian terhadap kelompok lawan.
Chauvinisme juga sering diberlakukan dalam konteks jender, terutama
untuk menunjukan bahwa jender tertentu lebih baik dari jender yang
lain; biasanya ini berlaku untuk kaum laki laki yang merasa lebih baik
dari perempuan.
Chauvinisme muncul dari rasa nasionalisme yang berlebihan,
berasal dari antroposentrisme. Yang mendifinisikan chauvinism sebagai
perilaku ideologi yang muncul dari mereka yang hidup pada posisi
dominan dari hirarki politik hubungan kekuasaan. Chauvinisme
merupakan cara berfikir supermativ yang mengapsahkan hubungan
kekuasaan yang tidak setara yang memunculkan diskriminasi terhadap
kelompok yang berstatus lebih rendah(Lang, 2008: 206).
Menurut Arendt, chauvinism merupakan produk konsep
nasional yang alamiah karena ia muncul dari ide lama tentang misi
negara. Missi negara bisa diartikan sebagai upaya membawa cahaya
kepada bangsa lain yang masih mengalami kegelapan, yang lebih
miskin, atau karena alasan yang lain yang menyebabkan bangsa ini
tertinggal.
Wujud chauvinisme yang paling banyak di kutuk bangsa lain
adalah paham nazi yang dikembangkan oleh Adolf Hitler di Jerman.
Dengan menggunakan konsep ini, Hitler memiliki hak untuk
mengenyahkan ras dan bangsa lain yang posisinya lebih rendah
posisinya dari ras aria. Trauma kemanusiaan yang berkepanjangan atas
kebijakan Hitler ini, masih bisa dirasakan sampai hari ini. Buku harian
gadis kecil bernama Anne Frank yang menghuni kamp Konsentrasi
auswichtz yang kmudian memberi tahu dunia yang sesungguhnya
terjadi, telah menjadi rujukan banyak ahli dan di baca jutaan orang serta
di terjemahkan ke dalam berbagai bahasa maupun di buatkan flmnya.
Masyarakat dunia sepakat untuk tidak memberi tempat terhadap segala
kemunculan chauvinisme ini ; oleh karena itulah banyak perlawanan
30

yang di tujukan kepada gerakan neo nazi yang belakangan muncul dari
kalangan anak muda, yang hanya menangkap semangat chauvist belaka
tanpa melihat dalam konteks sejarah dan kemanusiaan.
Dalam konteks Indonesia, sikap ini jelas bertentangan dengan
pancasila dan jiwa UUD 1945. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang
menghargai keberagaman, tidak diskrimiintif ataupun merasa diri lebih
baik dari bangsa lain. Indonesia cinta perdamaian dunia,, dimana semua
orang duduk sama rendah, berdiri sama tinggi; mempunyai hak yang
sama sebgai warga dunia. Semangat dan gotong royong justru menjadi
pemicu dan pendorong keaarah pembangunan bersama sehingga
hasilnya pun bisa dinikmati bersama.

6. Identitas nasional Indonesia dan globalisasi


Gerakan globalisasi dimulai bersamaan dengan gerakan pasar
bebas. Pada tahun 1994 world trade organization (WTO) di bentuk dan
sekaligus menandai mulainya era pasar bebas. Globalisasi adalah sebuah
istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan
ketergantungan antara bangsa dan manusia di seluruh dunia melalui,
perdagangan, investasi, perjalanan, budaya popular, dan bentuk-bentuk
interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin
sempit. Pada tataran individu globalisasi adalah suatu proses dimana antara
individu, antar kelompok, antar negara saling berinteraksi , begantung,
terkait, dan mempengaruhi satu sama lain yang melintasi batas negara.
Globalisasi berasal dari kata global yang berarti dunia atau universal.
Achmad suparman menyatakan glolbalisasi adalah suatu proses
menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu
ini tanpa di batasi oleh wilayah. Oleh karena itu, ada kekhawatiran bahwa
globalisasi adalah sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adi
kuasa dalam bentuk yang mutakhir.
Gerakan globalisasi sesungguhnya bukanlah gerakan yang muncul
pada abad ke20, seiring dengan di perkenakannya istilah tersebut oleh
31

levitte. Namun sejarah menunjukan bahwa gerakan globalisasi telah


berlangsung sekitar tahun 1000 dan 1500 M. saat itu pedagang dari tiongkok
dan india mulai menelusuri negri lain baik melalui jalan darat maupun jalur
laut. Fase selanjutnya di tandai dngan dominasi perdagangan kaum
muslimin di asia afrika, kaum muslimin membentuk jaringan perdagangan
yang antara lain meliputi jepang, tiongkok, Vietnam, Indonesia, malaka,
india, Persia, pantai afrika timur, laut tengah, venesia, dan genoa. Di
samping membentuk jaringan dagang kaum pedagang muslim juga
menyebarkan nilai-nilai agamanya.
Manakala eropa mulai melakukan eksplorasi dunia dan mendirikan
koloni-koloni mereka di seluruh dunia, mereka pun telah bereran terhadap
proses gerakan globalisasi tersebut. Pendirian perusahaan-perusahaan
dagang kaum penjajah di negeri jajahan, misalnya, menjadi pertanda
mulainya gerakan ini, setelah bangsa-bangsa merdeka, yang kebanyakan
terjadi pada tahun 1940 an, bentuk globalisasi berupa kerjasama penyediaan
kenutuhan pasar dan memunculkan perusahaan multinasional. Di Indonesia
misalnya sejak pintu politik pintu terbuka ,perusahaan-perusahaan eropa
membuka berbagai cabangnya di Indonesia. Freeport dan exxon dari
amerika, unilever dari belanda, dll adalah contohnya perusahaan multi
nasional ini tetap menjadi ikon globalisasi hingga saat ini.
Alasan banyaknya pihak yang mendukung gerakan globalisasi
adalah bahwa dunia dan pasar-pasar kini terintegrasi dan terkoneksi satu
sama lain dalam lingkungan global yang tanpa batas. Akibatnnya gejolak
mata uang pada suatu wilayah akan berpengaruh kepada wilayah lain. Hal
ini lah yang terjadi pada 1997 ( Winarno, 2008: 15) pendapat ini di perkuat
oleh penfukung globalisasi yang mengataka bahwa globalisasi dapat
menignkatkan kesejahteraan dan keakmuran ekonomi masyarakat dunia.
Gobalisasi mempengaruhi hampir semua aspek yang ada di
masyarakat, termasuk di antaranya aspek budaya. Pengaruh globalisasi
terhadap budaya di karenakan persebaran budaya yang demikian cepatnya
sekarang ini karena kemajuan dan perkembanga tekhnologi, terutama
32

tekhnologi komunikasi dan internet. Seiring dengan berkembangnya


pertukaran kebudayaan secara internasional, penyebaran prinsip
multibudaya (multiculturalisme) juga merambah luas .
Tidak sepenuhya para ahli sepakat bahwa globalisasi hanya
memberikan dampak negative terhadap identitas budaya dan identitas
nasional karena semakin tidak jelas batas budaya nasional dengan budaya
global. Sebalknya, globalisasi juga memberikan harapan dan dampak positif
terhadap bangsa-bangsa di dunia.
a. Dampak globalisasi
1) Dampak gloalisasi bisa positif dan negative. Dampak positif globalisasi
antara lain adalah:
2) Produk semakin meningkat karena masing-masing negara focus pada
keunggulan komparatifnya saja, sehingga efisensi dan efektifitas
tercapai..
3) semakin terjangkaunya produk berkualitas akibat persaingan usaha
sehat
4) kemudahan komunikasi ke berbagai belahan dunia.
5) perkembangan budaya di berbagai negara dapat menjadi daya dorong
mengembangkan budaya nasional.

Namun demikian dampak negative globalisasi juga melekat pada


gerakan tersebut seperti:

1) Kesenjangan social semakin tajam antara yang lain dan yang miskin.
2) Makin banyaknya ragam produk yang mempermudah kehidupan.
3) Kemudahan tekhnologi komunikasi ternyata tidak hanya berdampak
positif saja namun tekhnologi ini juga mempermudah setiap golongan
masyarakat tanpa mandang umur bisa mengakses internet yang
sebetulnya belum pada tempatnya unttuk di akses.
4) Perkembangan budaya, pada kenyataannya tidak menumbuhkan
multikultur.
33

7. Krisis identitas nasional


Krisis identitas nasional akibat globalisasi yang lebih
mengkhawatirkan adalah tatkala globalisasi tidak hanya menyampingkan
identitas nasional, namun ia juga menawarkan budaya yang bertentangan
dengan budaya nasional dan identitas nasional Indonesia merupakan salah
satu identitas bangsa yang terdiri dari kesatuan budaya yang kompleks.

B. INTEGRASI NASIONAL
1. Pengertian integrasi nasional
Menurut Saafroedin Bahar, integrasi nasional adalah upaya
menyatukan seluruh unsur suatu bangsa dengan pemerintah dan
wilayahnya (Bahar, 1998) dalam demikian, makna integrasi ada upaya atau
usaha untuk menyatukan unsur-unsur yang semula terpisah-pisah, yang
dalam konteks kebangsaan berarti penyatuan (suku) bangsa yang berbeda
dari satu komunitas atau masyarakat menjadi suatu bangsa yang utuh ;
sehingga integrasi lebih merupakan peralihan dari masyarakat berskala kecil
menjadi masyarakat yang besar. (wrigins, 1996)
Myron weiner (1971) menjelaskan pengertian integrasi juga terkait
dengan identitas nasional dengan menjelaskan bahwa integrasi menunjukan
pada proses penyatuan berbagai kelompok budaya dan social dalam suatu
wilayah dan proses pembentukan identitas nasional; membangun rasa
kebangsaan dengan cara menghapus kesetiaan kepada ikatan-ikatan yang
lebih sempit; ini di sebut integrasi nasional.
Howard wriggins menjelaskan proses pembentukan integrasi
nasional yang terkait dengan factor yang pada akhirnya menentukan
karakter integrasi nasional di maksud yaitu: Adanya ancaman dari luar

a. Gaya politik kepemimpinan yang di terapkan


b. Kekuatan lembaga-lembaga pollitik
c. deologi nasional
d. Kesempatan pembangunan ekonomi
34

Oleh karena itu, proses integrasi di pengaruhi oleh factor eksternal dan
internal dalam suatu masyarakat bangsa. Menurut Sunyoto usman suatu
masyarakat dapat terintgrasi dengan baik apabila

a. Masyarakat dapat menemukan dan menyepakati nilai-nilai fundamental


yang dapat di jadikan rujukan bersama,
b. Masyarakat terhimpun dalam unit social sekaligus memiliki “ cross
cutting affiliation”sehingga menghasilkan “ croos cutting loyality”
c. Masyarakat berada diatas saling ketergantugan di antara unit-unit sosal
yang terhimpun di dalamnya dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi

2. Pentingnnya Integrasi Nasional Dalam Masyarakat Pluralitas


Bangsa Indonesia adalah bangsa yang pluralistik dengan ribuan suku
bangsa yang memiliki aneka regam cara hidup, nilai norma, adat, dan
budaya yang berpotensi konfilk. Karena kemajukan tersebut membuat
banyak terjadi konfilk di Indonesia contohnya: konfik poso, papua, aceh,
dan timor timur yang akhirnya melepaskan diri dari bangsa Indonesia,
membuktikan bahwa masyarakat plural seperti Indonesia membutuhkan
integeritas yang tinggi berupa identitas nasional.

a. Pluralitas Masyarakat Indonesia


Pluralitas masyarakat Indonesia mencakup berbagai aspek:
agama, social, adat istiadat, dan budaya. Yang disebut multikultur.
Masyarakat multikultur. Menurut Parekh (2008:12) adalah suatu
masyarakat yang terdiri dari berbagai macam komunitas budaya dengan
segala kelebihannya, dengan sedikit perbedaan konsepsi mengenai
dunia, suatu system arti, nilai, bentuk organisasi social, sejarah, adat
serta kebiasaan.
Pluralitas masyarakat Indonesia menjadikan bangsa Indonesia
menjadi bangsa yang majemuk. Menurut Clifford Geetz, masyarakat
majemuk adalah merupakan masyarakat yang terbagi-bagi ke dalam
35

sub-sub system terikat oleh ikatan-ikatan yang bersifar promodial.


Promodial yang dimaksudkan disini adalah ikatan yang muncul dari
persaan yang lahir dari apa yang ada dalam kehidupan social
Struktur masyarakat Indonesia memiliki 2 ciri yang unik. Secara
horizontal masyarakat Indonesia ditandai oleh kenyataan adanya
kesatuan-kesatuan sosail berdasarakn perbedaan-perbedaan suku
bangsa, perbedaan agama, adat, serta perbedaan-perbedaan kedaerahan.
Secara vertical struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh adanya
perbedaan-perbedaan vertical antar lapisan atas dan lapisan bawah yang
cukup dalam
Dalam dimensi horizontal kemajemukan masyarakat Indonesia
dapat dilihat dari adanya berbagai macam suku yang berbeda seperti
suku batak, suku jawa, suku bugis, suku Minangkabau, suku papua,
suku Dayak, dan mash banyak lagi. Tentang berpa suku di Indonesia
banyak perbedaan diantara para ahli contoh saja Hildred Geetz misalnya
menyebutkan ada lebih dari 300 suku, sedangkan Skinner menyebutkan
ada lebih dari 35 suku bangsa. Hal itu menjelaskan begitu kayanya
budaya yang ada di Indonesia
Dalam perkembangannya, Batasan suku bangsa tidak lagi
mengacu pada suku bangsa asli Indonesia. Tionghoa dan Arab
dimasukkan sebagai etnis yang jumlah proposinya di Indonesia cukup
signifikan. Sehingga muncul budaya orang-orang cina, budaya orang-
orang arab, dan lain-lain. Sehingga dapat dijumpai adanya sebutan
kampung arab, kampung pecinaan, dan lain-lain.
Keragaman suku di Indonesia tidak bisa di pisahkan dari
keadaan geografi di Indonesia yang merupakan negara kepulauan.
Dengan demikian nenek moyang bangsa Indonesia yang kira-kira 2000
SM secara bergelombang datang dari daerah yang sekarang tiongkok
selatan, harus menetap cukup lama mengembangkan kebudayaan
sendiri-sendiri. Di situlah secara perlahan-lahan identitas kesukuan itu
terbentuk.
36

Kemajemukan lain yang ada di Indonesia ditampilkan dalam


wujud keberagaman agama. Terdapat 6 agama besar di Indonesia yaitu
Islam, Kristen, Katolik , Hindu, Budha, dan konghucu.ini tidak berarti
bahwa agama lain dilarang di Indonesia. Mereka mendapat jaminan
penuh yang di berikan oleh pasal 29 ayat 2 asal.
Keberagaman agama di Indonesia tidak lepas dari letak sratrgis
Indonesia yang berada di antara 2 samudra, Samudra hindia dan
Samudra pacific yang menyebabkan Indonesia menjadi negara singgah
para pedagang. Dari pedagang india sampai VOC yang menyebarkan
agama, membuat Indonesia membuat Indonesia menjadi negara yang
memiliki 6 agama besar.

b. Potensi Konfilk Dalam Masyarakat Plural


Keragaman dalam masyarakat dapat berpotensi menyebabkan
konflik. Konflik sebenarnya dibutuhkan karena berguna untuk membuat
manusia sadar adanya masalah, mendorong kearah yang diperlukan,
memperbaiki kondisi, mencari solusi, menumbuhkan semangat,
mempercepat perkembangan pribadi, menabah kepedulian diri,
mendorong kedewasaan psikologis, dan menimbulkan
kesenangan(Tjosvold, 1982).
Konfilk dapat disebabkan oleh polarisasi yang terus menerus.
Polarisasi dapat menimbulakan ketidak percayaan dan permusuhan
antara kelompok yang berbeda dalam masyarakat yang dapat
menimbulkan kekerasan di tempat terbuka. Polarisasi juga dapat
disebabakan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan
pandangan.
Dalam konteks masyarakat Indonesia potensi konflik dimaksud
cukup besar, baik konflik yang bersifat vertical maupun horizontal.
Konfilk vertical yang dimaksud adalah konfilk antar pemerintah dengan
rakyat. Sedangkan konflik horizontal adalah konflik antara warga
masyarakat atau antarklompok yang terdapat dalam masyarakat. Dalam
37

sejarah Indonesia konfilk vertical tak lepas dari tuntutan untuk


memisahkan diri. Kasus Aceh, Timor-Timur, Papua, Ambon merupakan
konfilk vertical. Konfilk merupakan ekspresi ketidak puasan terhadap
kebijakan pemeritah pusat yang diberlakukan di daerah.
Menurut Stedman (1991:373), penyebab konflik kedaerahan
adalah:
1) Krisis pemerintahan nasional, baik karena persoalan suksei maupun
jatuh bangunnya pemerintah karena lemahnya konstitusi
2) Kegagalan Lembaga-lembaga negara menengahi konfilk, aik yang
melibatkan unsur-unsur masyarakat maupun lembaga-lembaga
negara.
3) Pembatasan partisipasi politik warga negara di daerah-daerah.
4) Ketidakadilan distribusi sumber daya ekonomi nasional dan sulitnya
akses masyarakat di daerah terhadap sumber daya tersebut
5) Rezim yang tidak responsive terhadap tuntutan warga negara dang
tidak bertanggung jawab terhadap rakyatnya

Selain konflik vertical, konflik horizontal juga sering muncul,


baik yang berlatar belakangan keagamaan, kesukuan, antar kelompok
atau golongan dan semacamnya yang muncul dalam bentuk kerusuhan,
pembakaran, perang antarsuku, dan sebagainya. Dalam hal ini dapat kita
sebutkan kasus-kasus yang terjadi di poso, sampit, ambon, Surabaya dan
masih ada tempat-tempat yang lain. Baiasanya terjadi karena
kecemburuan sosisal.

3. Strategi Mewujudkan Integrasi Nasional Indonesia


Mengingat potensi konflik dalam masyarakat yang besar. Secara umum
menurut Fisher pengelolaan konflik dilaksanakan dalam tahapan:

a. Pencegahan konflik, merupakan upaya untuk mencegah timbulnya


konflik yang keras.
38

b. Penyelesaian konflik, bertujuan mengakhiri perilaku kekerasan melalui


suatu persetujuan perdamain.
c. Pengelolaan konflik bertujuan membatasi dan menghindari kekerasan
dengan mendorong perubahan prilaku pihak-pihak yang terlibat kearah
yang positif.
d. Resolusi konflik menangani sebab-sebab konflik dan berusaha
membangun hubungan baru yang bisa tahan lama antar pihak-pihak
yang bersengketa.
e. Transformasi konflik mengatasi sumber-sumber konflik social dan
politik yang lebih luas dan berusaha mengubah kekuatan negative dari
peperangan menjadi kekuatan social dan politik yang positif.
Berkaitan dengan konflik dalam masyarakat Indonesia, Sjamsudin
(1989 :11) mengusulkan strategi yang dapat ditempuh, meliputi :

a. Strategi Asimilasi
Mencampurkan dua macam kebudayaan atau lebih menjadi satu
kebudayaan yang baru, sehingga terjadinya peleburan dan identitas
masing-masing kebudayaan tidak lagi Nampak.
b. Strategi Akulturasi
Penggabungan dua budaya tetapi masing masing budaya masih
terlihat identitasnya.
c. Strategi Pluralis
Strategi menghargai adanya perbedaan dalam masyarakat.

C. PASAL-PASAL YANG TERKAIT DENGAN IDENTITAS


NASIONAL DAN INTEGRASI NASIONAL
1. Identitas Nasional
Pasal 26 UUD 1945, berbunyi:
(1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan
orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga
negara.
39

(2) Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat
tinggal di Indonesia.
(3) Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-
undang.

Pasal 27 UUD 1945, berbunyi:

(1) “Segala warga negara bersamaan kedudukan di dalam hukum dan


pemerintahan dan wajib menjungjung hukum dan pemerinatah itu dengan tidak
ada kecualinya”.
(2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan.
(3) “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan negara.”

Pasal 28 UUD 1945, berbunyi:

”Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan


lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”

Pasal 28 A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya
Pasal 28 B
(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan
melalui perkawinan yang sah
(2) Setiap orang berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi
Pasal 28 C
(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
40

pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas


hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan
haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya
Pasal 28 D
(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlidungan dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum
(2) Setiap orang berhak untuk berkerja serta mendapat imbalan dan perlakuan
yang adil dan layak dalam hubungan kerja
(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalm
pemerintahan
(4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan
Pasal 28 E
(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadah menurut agamanya,
memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya serta berhak kembali.
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan
pikiran dan sikap sesuai hati nuraninya.
(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan
mengeluarkan pendapat.
Pasal 28 F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi
dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Pasal 28 G
(1) Setiap orang berhak atas perlindung diri pribadi, keluarga, kehormatan,
martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa
aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu yang merupakan hak asasinya.
41

(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang
merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik
dari negara lain.
Pasal 28 H
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan
mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan.
(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk
memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan
keadilan
(3) Setiap orang berhak atas imbalan jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat
(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut
tidak boleh diambil alih sewenang-wenang oleh siapapun.
Pasal 28 I
(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati
nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai
pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apapun.
(2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yanbg bersifat diskriminatif atas
dasar apaun dan berhak mendapat perlindungan terhadap perlakuan yang
bersifat diskriminatif itu.
(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan
perkembangan zaman dan peradaban.
(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia
adalah tanggung jawab negara terutama pemerintah
(5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asaso manusia sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokrastis, maka pelaksanaan hak asasi manusia
dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 28 J
42

(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
(2) Dalam menajlan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-
mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan
orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimabangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam
suatu masyarakat demokrastis.

Pasal 30 ayat (1)


(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan
dan keamanan
negara.

Pasal 31
(1) Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan
(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah
wajib membiayainya.

2. Integrasi Nasional
a. Pasal 26 Ayat 1-3
b. Pasal 27 ayat 1-3
c. Pasal 28 A-J
d. Pasal 30 Ayat 1
e. Pasal 31 Ayat 1-2
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Indikator/unsur dari idetitas nasional adalah sejarah, kebudayaan, suku


bangsa, agama, dan bahasa ditambah dengan hal yang bersifat fisik seperti letak
dan kondisi geografis. Sebagai unsur pembentuk identitas nasional, kebudayaan
dapat diturunkan ke dalam tiga hal : akal budi, peradaban, dan pengetahuan.

Identitas nasional terbentuk secara evolusioner dengan mengandalkan


elemen-elemen identitas nasional. Menurut Smith (1991 :71) nasionalisme lah
yang membentuk identitas nasional. Identitas nasional berasal dari identitas
pribadi ditambah dengan etnik, teritori dan agama yang bergabung menjadi
identitas bersama. Kemudian identitas bersama dipisahkan menjadi identitas
budaya dan politik, itulah yang menjadi identitas nasional.

Ekspresi identitas nasional secara positif dapat digambarkan seperti


sikap Patriotisme dan Nasionalisme. Sedangkan dalam bentuk negatifnya
adalah Chauvinisme. Globalisasi memiliki berbagai dampak positif dan
negative. Dampak positif untuk identitas nasional salah satunya adalah
dorongan untuk mengembangkan budaya nasional agar dapat bersaing dengan
budaya lain. Selain itu dmpak negatifnya sendiri terjadinya peniruan budaya ke
arahbarat yang mengakibatkan para generasi muda sekarang mulai melupakan
budaya sendiri.

Integrasi nasional adalah upaya menyatukan seluruh unsur suatu bangsa


dengan pemerintah dan wilayahnya (Bahar, 1998). Bangsa Indonesia adalah
bangsa yang pluralistic dengan ribuan suku bangsa yang dimiliki. Keragaman
yang dimiliki Indonesia disamping memberikan warna juga dapat menimbukan
potensi konflik yang lumayan besar.

43
44

Megingat potensi konflik dalam masyarakat yang sangat besar, maka


perlu disusun strategi pengelolaan dan penyelesaian konflik dimaksud demi
terwujudnya integrasi nasional.

1. Pencegahan konflik
2. Penyelesaian konflik
3. Pengelolaan konflik
4. Resolusi konflik
5. Tranasformasi konflik untuk mengatasi konflik-konflik

B. Saran

Kita sebagai warga Negara Indonesia sudah diwajibkan untuk menjaga


keutuhan bangsa ini. Dengan cara senantiasa menghargai dan menghormati
antar sesame, berusaha untuk melindungi satu sama lain. Selain itu kita juga
harus mencintai dan melestarikan budaya kita. Diharapkan dengan adanya
makalah ini pembaca akan lebih tahu tentang informasi pendidikan yang
lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Efridani Lubis, d. (2017). Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: UPT MKU UNJ.

https://www.scribd.com/document/395411059/Makalah-Identitas-Integrasi-Nasional
diunduh pada tanggal 27 Maret 2019 pukul 19.00 WIB

45

Anda mungkin juga menyukai