Anda di halaman 1dari 9

istishab

Kelompok IX
Muhammad diky andreansyah
Nanda Anisya Asmardiana
Pengertian istishab
Istishâb mengukuhkan atau menganggap tetap berlaku apa
yang pernah ada. Keadaan yang pernah terjadi di masa lalu itu
ada dua macam, yaitu: Nafi (keadaan tidak pernah ada
hukum), dan Tsubut (keadaan pernah ada suatu hukum).
Dengan
3
demikian berarti bahwa yang dahulunya “belum pernah
ada”, maka keadaan “belum pernah ada” itu tetap
diberlakukan untuk masa berikutnya. Begitu pula, jika di masa
sebelumnya “pernah ada”, maka keberadaannya tetap
diberlakukan untuk masa berikutnya.
Istishâb al - baraah al -
macam - macam istishab Ashliyyah
Menurut Syaikh Muhammad Abu Istishâb al - Ibahah al -
yaitu Istishâb yang didasarkan atas Ashliyyah
prinsip bahwa pada dasarnya
manusia bebas dari beban, sampai Istishâb al-Hukm
adanya dalil yang merubah status
tersebut. beliau membagi Istishâb ke
dalam empat hal, yaitu: Istishâb al-Wasf

kehujjahan istishab
menurut al-Syaukani terdapat
beberapa pendapat ulama ushul
mengenai kehujjahan istishab yaitu: 2. Istishab tidak dapat dijadikan sebagai
1. Istishab dapat dijadikan sebagai alasan alasan hukum, karena untuk menetapkan
hukum secara mutlak. Inilah pendapat suatu hukum harus dengan dalil ini
ulama Malikiyyah, mayoritas ulama menurut ulama
Syafi’iyyah, ulama Hanabilah, dan 3. Istishab hanya berlaku dalam
ulama Zahiriyyah. hubungan seorang mujtahid dengan

Tuhannya
4. Istishab hanya dapat diberlakukan untuk menafikan suatu kasus, bukan
untuk menetapkan hukumnya. Disebutkan oleh al-Kayya bahwa ini adalah
pendapat ulama muta’akkhirin Hanafiyyah.

6. Istishab boleh digunakan secara mutlak


untuk menafikan suatu hukum, tetapi jika
kehujjahan istishab dipakai untuk menetapkan hukum baru,
dalam hal ini ada yang membolehkan dan
5 .Istishab hanya dapat dipakai untuk ada pula yang yang memandang tidak
men-tarjih hukum suatu kasus. boleh, tergantung pada bentuk istishab
Menurut Abu Ishaq, inilah pendapat yang ingin diterapkan.
yang sah dari al-Syafi’i, tetapi al- 7. Al - syaukani hanya
menerima dua
Syafi’i tidak menggunakanya sebagai bentuk istishab yakni, pertama Istishab
yang ditunjukkan oleh akal dan syara’
alasan hukum. kebolehan pelestarian dan

pemberlakuannya. kedua Istishab al’adam
al-ashli atau disebut juga bara’ah al-
adzimmah, yakni kebebasan asli yang
dimiliki oleh manusia
Akibat Hukum Perbedaan
Kehujjahan Istishab
Perbedaan pandangan ulama tentang
penggunaan Istishâb dalam ijtihad di
atas ternyata menyebabkan perbedaan
pandangan mereka dalam penetapan
hukum Islam
kaidah - kaidah istishab kaidah - kaidah istishab
1. “Hukum asal adalah ketetapan yang telah 3. “Hukum asal bagi sesuatu sifat yang
dimiliki sebelumnya hingga adanya dalil datang kemudian adalah tidak ada”
yang menunjukkan atas kebalikannya”
2. “Hukum asal adalah penyandaran suatu 4. “Hukum asal adalah bebasnya
peristiwa pada waktu yang lebih dekat (seseorang) dari tanggungjawab”
kejadiannya”
relevansi Istishab sebagai metode hukum islam dengan UU
positif dan dengan perkembangan masyrakat di zaman
sekarang

istishab adalah memberlakukan hukum lama untuk diterapkan pada masa


sekarang selama tidak ada hal yang mengubahnya. Asal segala sesuatu
adalah mubah atau boleh sehingga tidak ada sesuatu yang dapat
mencegah, melarang, atau bahkan mewajibkannya. Hal ini sejalan dengan
asas hukum yang berlaku di Indonesia, yaitu asas praduga tak bersalah.
Seorang terdakwa yang sedang menjalani proses persidangan tidak boleh
dihukumi bersalah sampai ada bukti dan diputusan oleh pengadilan bahwa ia
telah melakukan tindak pidana. Asas ini, praduga tak bersalah, dalam
hukum pidana Islam dikenal dengan asas legalitas, yaitu tidak ada hukum
bagi perbuatan orang dewasa sebelum ada aturan yang mengaturnya. Hal
ini pun sejalan dengan asas nullum delictum nula poena sine praevia leg
poenali.
any
question?

Anda mungkin juga menyukai