Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

USHUL FIQIH DAN KAIDAH FIQIH


“ISTISHHAB”

Dosen Pembimbing: Hawa’ Hidayatul Hilmiah M.H


Disusun oleh: 1. Eka Amiati Ningsih
2. Ato’illah Sohibul Hikam
3. Ahmad Subyantoro

UNIVERSITAS ZAINUL HASAN GENGGONG


KRAKSAAN PROBOLINGGO
TAHUN AJARAN 2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt atas rahmat dan karunia-
Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.Makalah yang berjudul
studi hadits.
Dalam penulisan makalah ini kami banyak mendapat bantuan dari berbagai
pihak.oleh karena itu,kami banyak mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu penulisan makalah ini.
Kami sadar bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,hal
itu di karenakan keterbatasan dan kemampuan serta pengetahuan kami.oleh
karena itu,kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari para pembaca.semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Akhir kata,kami mohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini
terdapat banyak kesalahan.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................ii

DAFTAR ISI........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................4
B. Rumusan Masalah................................................................................4
C. Tujuan..................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Istishhab............................................................................5
B. Bentuk-bentuk Istishhab dan kehujjahan Istishhab.............................5
C. Penjelasan tentang syar’u man qoblanabeberapa contoh permasalahan
Istishhab dan syar’u man qoblana.......................................................7

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan..........................................................................................10
B. Saran...................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam hukum Islam terdapat dua ketentuan hukum yaitu hukum yang
disepakati dan hukum yang tidak disepakati. Seperti yang kita ketahui
bahwa hukum yang kita sepakati tersebut yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah,
Ijma’, dan Qiyas. Secara umum ada 7 hukum Islam yang tidak disepakati
dan salah satu diantaranya akan menjadi pokok pembahasan pada makalah
ini yaitu Istishab.
            Dalam peristilaan ahli ushul, istishab berarti menetapkan hukum
menurut keadaan yang terjadi sebelumnya sampai ada dalil yang
mengubahnya. Dalam ungkapan lain, ia diartikan juga sebagai upaya
menjadikan hukum peristiwa yang ada sejak semula tetap berlaku hingga
peristiwa berikutnya, kecuali ada dalil yang mengubah ketentuan itu.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Istishhab?
2. Bagaimana Bentuk-bentuk Istishhab dan kehujjahan Istishhab?
3. Bagaimana penjelasan tentang syar’u man qoblanabeberapa
contoh permasalahan Istishhab dan syar’u man qoblana?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Istishhab
2. Untuk mengetahuiBentuk-bentuk Istishhab dan kehujjahan
Istishhab
3. Untuk mengetahui penjelasan tentang syar’u man
qoblanabeberapa contoh permasalahan Istishhab dan syar’u man
qoblana

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Istishhab
Pengertian istish-hab menurut bahasa ialah membawa atau menemani.
Al-Asnawy (w. 772H) berpendapat bahwa pengertian istish-hab adalah
penetapan (keberlakukan) hukum terhadap suatuperkara di masa berikutnya
atas dasar bahwa hukum itu telah berlaku sebelumnya, karena tidak adanya
suatu hal yang mengharuskan terjadinya perubahan atas hukum tersebut. Atau
menetapkan suatu hukum sebelumnya, sehingga hukumyang baru
merubahnya. Banyak ulama yang menjelaskan bahwa secara hirarki ijtihad,
istishhab termasuk dalil atau acuan yang terakhir bagi seorang mujtahid
setelah ia tidak menemukan dalil dari Alquran, Sunah, ijmak atau qiyas. Al-
Syaukani misalnya mengutip pandangan seorang ulama yang mengatakan
istishhab adalah menetapkan atau memberlakukan hukum yang telah ada,
sepanjang tidak ada dalil yang merubahnya.
Hakikat dari istishab yaitu memberlakukan apa yang telah berlaku
sebelumnya selama belu ada hukum yang mengubahnya.
Misalnya seseorang pada awalnya suci dari najis maka akan ditetap
dinyatakan bahwa dia suci dari najis, sampai ada bukti yang menunjukkan
bahwa dia terkena najis.

B. Bentuk-bentuk Istishhab dan kehujjahan Istishhab


Bentuk-bentukIstishhab adalah sebagai berikut:
1. Istishab Al-ibabah Al-ashliyah
Istishab yang didasarkan pada hukum asal, yaitu mubah (boleh).
Penerapan kaidah ini banyak terkait dengan masalah-masalah muamalah,
seperti terkait makanan dan minuman, selama tidak ada dalil yang
melarangnya, maka hal tersebut diperbolehkan. Sebab, pada dasarnya
segala sesuatu di bumi ini diperuntukan oleh Allah bagi kehidupan
manusia.

2
2. Istishab Al-baraah Al-ashliyyah
Istishab ini berdasarkan prinsip bahwa pada dasarnya manusia bebas dari
taklif (beban), sampai adanya dalil yang mengubah status tersebut. Atas
dasar ini, manusia bebas dari kesalahan sampai ada buktinya.

3. Istishab Al-Hukmi
Didasarkan atas tetapnya hukum yang sudah ada sampai ada dalil yang
mencabutnya. Contohnya, seseorang yang sudah jelas melaksanakan
akad pernikahan, maka status pernikahan tersebut berlaku sampai
terbukti adanya perceraian.

Istishab terbagi menjadi beberapa macam yaitu:

1. Prinsip asal tidak ada, yaitu pada dasarnya tidak ada yang menetapkan
keberadaannya. Jika hal ini diumpakan dalam hukum, maka seseorang
tidaka akan dituntut secara hukum sebelum hukum tersebut ditetapkan.

2. Prinsip bebas dari tanggung jawab, yaitu sesuatu yang terbebas dari
tanggung jawab sampai dibuktikan bahwa adanya tanggung jawab atasnya,
Jika hal ini diumpakan dalam hutang, maka seserang tersebut dinyatakan
tidak memiliki hutang sebelum dibuktikan bahwa dia telah berhutang.

3. Prinsip umumnya dalil, yaitu pengamalan dalil yang berbentuk umum
sambal menunggu adanya dalil lain yang membatasinya. Misalnya
berlakunya ketentuan umum bahwa seseorang yang mendapat hutang
bebas menggunakan uang tersebut sampi adanya dalil atau ketentuan
khusus dalam penggunaan uang hasil hutang tersebut.

4. Prinsip pemberlakuan hukum, yaitu prinsip masih berlakunya hukum yang
sudah ditetapkan sampai kemudian ada hukum yang membatalkannya.
Misalnya hukum lama masih tetap berlaku hingga ada hukum yang
menggantinya.

5. Prinsip berlakunya sifat atau keadaan yaitu, tetap berlakunya suatu sifat
atau keadaan sampai ada hal yang mengubahnya. Misalnya seseorang ang
sudah jelas terpilih sebagai pemimpin tetap dianggap sebagai pemimpin
sampai kemuadian bahwa dia diturunkan dari jabatannya atau habisnya
masa jabatan.

3
6. Prinsip hukum akal, yaitu memberlakukan hukum yang ditetapkan akal
sampai datangnya wahyu yang dibawa nabi, misalnya pada masa jahiliyah
dulu mereka diperbolehkan meminum khamr sampai datangnya wahyu
yang menyatakan bahwa hukum meminim khamr itu di haramkan.

Kehujjahan Istishhab
Istish-hab pada dasarnya bukanlah untuk menetapkan suatuhukum yang
barumelainkan untuk melanjutkan berlakunya hokumyang telah ada
sebelumnya.137 Dengan kata lain, istish-habmerupakan akhir dalil syar’i
yang menjadi tempat kembali seorangmujtahid untuk mengetahui hukum
sesuatu yang dihadapkankepadanya. Oleh karena itu, maka para ahli ilmu
ushul fiqhberpendapat bahwa sesungguhnya istishhab merupakan
jalanterakhir rujukan fatwa. Ia adalah pemberlakuan hukum atas
sesuatudengan hukum yang telah ada sebelumnya, sepanjang tidak ada
dalilyang merubahnya.
Para Ulama Ushul Fiqih berbeda pendapat tentang kehujjahan Istishab
sebagai dalil hukum. menurut mayoritas ulama Hanafiah, istishab bisa
dijadikan hujjah untuk memperkuat hukum yang telah ada sebelumnya dan
menganggap hukum itu tetapberlaku pada masa yang akan datang, dan
menolak penetapkan hukum yang baru.
Ulama Malikiyah, Syafi’iyyah, Hanabilah, zhahiriyah dan syiah
berpendapat bahwa istishab bisa dijadikan hujjah secara mutlak untuk
memperkuat hukum yang sudah ada, selama belum ada dalil yang
mengubahnya.

C. Penjelasan Tentang Syar’u Man Qoblana Beberapa Contoh


Permasalahan IstishhabDan Syar’u Man Qoblana
Syar’u Man QablanaSyar’u man qablana adalah syariat yang dibawa para
Rasulterdahulu, sebelum diutus nabi Muhammad saw. yang menjadipetunjuk
bagi kaumnya, seperti syariat nabi Ibrahim AS, syariat nabiMusa AS , syariat
nabi Daud AS, syariat nabi Isa AS dan lainsebaginya. Pada syariat yang
diperuntukkan oleh Allah swt. Bagiumat-umat terdahulu, mempunyai asas

4
yang sama dengan syariatyang diperuntukkan bagi umat Muhammad saw.
Sebagaimanadinyatakan pada firman Allah Swt.

Artinya : “Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang apa yangtelah


diwasiatkan Nya kepada Nuh dan apa telah kamiwahyukan kepadamu dan
apa yang telah kami wasiatkankepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu :
Tegakkanlah agamadan janganlah kamu berpecah belah tentangnya.
(QS.Alsyura[42]:13).

1. MACAM-MACAM SYAR’U MAN QABLANA[3]


Syar’u Man Qablana dibagi menjadi dua bagian. Pertama, setiap hukum
syariat dari umat terdahulu namun tidak disebutkan dalam al-Qur’an dan al-
Sunnah. Ulama’ sepakat bahwa macam pertama ini jelas tidak termasuk
syariat kita. Kedua, setiap hukum syariat dari umat terdahulu namun
disebutkan dalam al-Qur’an dan al-Sunnah. Pembagian kedua ini diklasifikasi
menjadi tiga :

1. Dinasakh syariat kita(syariat islam). Tidak termasuk syariat kita


menurut kesepakatan semua ulama.
2. Dianggap syariat kita melalui al-Qur’an dan al-Sunnah. Ini termasuk
syariat kita atas kesepakatan ulama.
3. Tidak ada penegasan dari syariat kita apakah dinaskh atau dianggap
sebagai syariat kita. Pembagian ketiga inilah yang menjadi inti pokok
pembahasan dalil syara’ ini(Syar’u Man Qablana).

Contoh permasalahan istishhab dan syar’u man qoblana


 Sebagai contoh adalah status hukum oang yang mafqud, yakni
orang yang bepergian dalam jangka waktu yang lama, tanpa ada
kabar dan berita, tanpa diketahui rimbanya. Dengan menggunakan
dalil istish-hab, maka si mafqud harus dianggap masih hidup,
memberlakukan hukum yang telah ada, di mana sewaktu pergi si
mafqud masih hdiup dan hingga terakhir waktu tidak ada bukti yang

5
sah dan meyakinkan tentang meninggalnya si mafqud tersebut.
Ketetapan hokum yang demikian semata-mata untuk menolak
status kematiannya dengan segala konsekuensi hukum yang
menyertainya, seperti membagi waris harta benda miliknya, diputus
perjanjian sewa menyewanya atau diputus cerai isterinya.
 Telah terjadi perkawinan antara laki-laki A dan perempuan B,
kemudian mereka berpisah dan berada di tempat yang berjauhan
selama 15 tahun. Karena telah lama berpisah itu maka B ingin kawin
dengan laki-laki C. Dalam hal ini B belum dapat kawin dengan C
karena ia telah terikat tali perkawinan dengan A dan belum ada
perubahan hukum perkawinan mereka walaupun mereka telah lama
berpisah. Berpegang ada hukum yang telah ditetapkan, yaitu tetap
sahnya perkawinan antara A dan B, adalah hukum yang ditetapkan
dengan istishab.

Contoh syar’u man qoblana


 Misal orang-orang beriman dari kalangana kaum nabi Ibrahim
maka disyariatkan mentaati syariat yang diturunkan kepada nabi
Ibrahim. Umat nabi musa disayariatkan mentaati syariat dalam
taurat sebagaimana yang diturunkan kepada nabi musa. Umat Nabi
Isa diwajibkan mentaati syariat yang terdapat dalam injil. Dan
seterusnya.

 1. Contoh syar’u man qoblana yang juga berlaku untuk umat islam

• Berpuasa

• Beribadah haji

• Khitan

• Meninggalkan riba, dll

2. Coton syar’u man qoblana yang tidak berlaku untuk umat islam

• Memotong bagian yang terkena najis, dalam syairat kita cukup


disucikan

• Diharamkan segala binatang berkuku bagi umat nabi musa

6
• Menebus dosa / taubat dengan nyawa sebagaimana disyariatkan
kepada uamt nabi musa

BAB III
KESIMPULAN dan SARAN

A. Kesimpulan
1. Istishab merupakan landasan hukum yang masih diperselisihkan
akan tetapi kita sebagai umat Islam sepatutnya kita mempelajari
dan mengatahui setiap hukum-hukum yang ada.
2. Istishab merupakan suatu hukum yang menganggap tetapnya status
sesuatu seperti keadaanya semula selama belum terbukti sesuatu
yang mengubahnya.
3. Dalam melihat hukum istishab, kita jangan hanya melihat dari satu
sudut pandang saja, akan tetapi mempejari secara cermat mengenai
seluk beluk istishab itu sendiri dari keseluruhan aspeknya.
B. Saran
Penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun
dari pembaca agar sekiranya dapat menjadi bahan perbaikan dalam
pembuatan makalah dikemudian hari.

7
DAFTAR PUSTAKA

Bahrudin, Moh. 2019. Ilmu Ushul fiqh. Badar Lampung: Aura


https://gapurakampus.blogspot.com/2017/11/makalah-istishab.html
https://rikiyuniagara.wordpress.com/hukum-islam/syaru-man-qablana-syariat-
sebelum-islam

Anda mungkin juga menyukai