Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam hukum Islam terdapat dua ketentuan hukum yaitu hukum yang
disepakati dan hukum yang tidak disepakati. Seperti yang kita ketahui bahwa
hukum yang kita sepakati tersebut yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah, Ijma’, dan
Qiyas. Secara umum ada 7 hukum Islam yang tidak disepakati dan salah satu dia
antaranya akan menjadi pokok pembahasan pada makalah ini yaitu Istishab.

Metode-metode yang digunakan para mujtahid untuk menarik atau


menyimpukan sebuah hukum relatif berjumlah banyak, dan salah satu metode yang
digunakan untuk itu adalah istishab. Oleh karena itu dalam makalah ini penulis
mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan istishab mulai dari pengertian,
syarat-syarat, bentuk-bentuk, kaida-kaidahnya sampai pada relevansi istishab
terhadap hukum positif yang khusunya ada di Indonesia.

Dalam peristilaan ahli ushul, istishab berarti menetapkan hukum menurut


keadaan yang terjadi sebelumnya sampai ada dalil yang mengubahnya. Dalam
ungkapan lain, ia diartikan juga sebagai upaya menjadikan hukum peristiwa yang
ada sejak semula tetap berlaku hingga peristiwa berikutnya, kecuali ada dalil yang
mengubah ketentuan itu.

2. Rumusan Masalah
Bertitik tolak pada uraian yang telah dikemukakan di atas, penulis dapat menarik
sebuah rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa pengertian istishab?


2. Apa syarat-syarat istishab?
3. Jelaskan macam-macam istishab !
4. Apa saja contoh-contoh istishab?

1
5. Jelaskan dasar hukum istishab\
6. Apa kehujj ahan Istishab?
7. Bagaimana relevansi istishab dengan UU positif serta terhadap
perkembangan masyarakat pada zaman sekarang?

3. Tujuan
Dari rumusan masalah dapat diketahui bahwa tujuan dari penulisan adalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian istishab.
2. Mengetahui syarat-syarat istishab.
3. Memahami macam-macam istishab.
4. Mengetahui saja contoh-contoh istishab.
5. Memahami dasar hukum istishab.
6. Mengetahui kehujj ahan Istishab.
7. Memahami relevansi istishab dengan UU positif serta terhadap
perkembangan masyarakat pada zaman sekarang?

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Istishab
Secara lughawi (etimologi) istishab itu berasal dari kata is-tash-ha-ba (t

n./hil) dalam shigat is-tifal yang berarti: 3 ,^..->11 Kalau kata


<?^^'diartikan “sahabat” atau “teman”, dan j'j^'diartikan “selalu” atau “terus-
menerus”, maka istishab itu secara lughawi artinya adalah: “selalu menemani” atau
“selalu menyertai”.1
Sedangkan secara istilah (terminologi), terdapat beberapa definisi yang
dikemukakan oleh para ulama, di antaranya ialah:

1. Imam Isnawi

Istishab ialah melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan yang telah
ditetapkan karena suatu dalil sampai ada dalil lain yang mengubah hukum-hukum
tersebut.2

2. Ibn al-Qayyim al-Jauziyah

Istishab ialah mengukuhkan menetapkan apa yang pemah ditetapkan dan


meniadakan apa yang sebelumnya tiada.3

3. Abdul-Karim Zaidan

Istishab ialah menganggap tetapnya status sesuatu seperti keadaannya semula


selama belum terbukti ada sesuatu yang mengubahnya. 4 Istishab juga dapat berarti
melanjutkan berlakunya hukum yang telah tetap di masa lalu, diteruskan sampai
yang akan datang selama tidak terdapat yang mengubahnya. 5 Sehingga dapat
disimpulkan bahwa istishab adalah menetapkan berlakunya suatu hukum yang telah
ada sebelum ada dalil atau bukti yang mengubah hukum tersebut.
Jadi apabila sudah ditetapkan suatu perkara pada sesuatu waktu, maka

1 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 2, Cet. v, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009, h. 364-5
2Chaerul Umam, dkk, UshulFiqih 1, Cet. ii, Bandung: CV Pustaka Setia, 2000, h. 144
3Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 2, h. 365
4 Satria Effendi, UshulFiqh, Cet. i, Jakarta: Prenada Media, 2005, h. 159
5 Moh. Rifa’i, Ushul Fiqih, Cet. x, Bandung: PT Alma’arif, t.t, h. 140

3
ketentuan hukumnya tetap seperti itu, sebelum ada dalil baru yang mengubahnya,
sebaliknya apabila sesuatu perkara telah ditolak pada sesuatu waktu, maka
penolakan tersebut tetap berlaku sampai akhir masa, sebelum terdapat dalil yang
menerima (metsabitkan) perkara itu.6

Artinya: “Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi (Al-
Baqarah :29)

Js

Artinya: “Segala sesuatu yang menetapi pada sesuatu, maka ia menemani atau
menyertainya

B. Syarat-syarat Istishab
a. Syafi’iyyah dan Hanabillah serta Zaidiyah dan Dhahiriyah berpendapat
bahwa hak-hak yang baru timbul tetap menjadi hak seseorang yang berhak
terhadap hak-haknya terdahulu.7
b. Hanafiyyah dan Malikiyah membatasi istishab terhadap aspek yang
menolak saja dan tidak terhadap aspek yang menarik (ijabi) menjadi hujjah
untuk menolak, tetapi tidak untuk mentsabitkan. 8

C. Macam- Macam Istishab


Para ulama ushul fiqih mengemukakan bahwa istishab ada 5 macam yang sebagian
disepakati dan sebagian lain diperselisihkan. Kelima macam Istishab itu adalah:
1. Istishab hukum Al- Ibahah Al- Asliyyah

Maksudnya menetapkan hukum sesuatu yang bermanfaat bagi manusia adalah


boleh selama belum ada dalil yang menunjukkan keharamannya. 9 Misalnya seluruh
pepohonan di hutan adalah merupakan milik bersama umat manusia dan masing-

6 Sulaiman Abdullah Sumber hukum islam permasalahan dan fleksibilitasnya.Cet 1. Jakarta: Sinar Mustika, 1995,
h. 158
7Ibid., 159
8Ibid., 160
9 Chaerul Umam, dkk, UshulFiqih 1, Cet. ii, Bandung: CV Pustaka Setia, 2000, h. 147

4
masing orang berhak menebang dan memanfaatkan pohon dan buahnya, sampai
ada bukti yang menunjukkan bahwa hutan tersebut telah menjadi milik sesorang.
Berdasarkan ketetapan perintah ini, maka hukum kebolehan memanfaatkan hutan
tersebut berubah menjadi tidak boleh. Istishab seperti ini menurut para ahli ushul
fiqih dapat dijadikan hujjah dalam menetapkan hukum.

2. Istishab yang menurut akal dan syara’ hukumnya tetap dan berlangsung
terus.

Misalnya hukum wudhu seseorang yang telah berwudhu dianggap berlangsung


terus sampai adanya penyebab yang membatalkannya. Apabila seseorang merasa
ragu apakah wudhunya masih ada atau sudah batal, maka berdasarkan Istishab
wudhuya dianggap masih ada karena keraguan tidak bisa mengalahkan keyakinan.
Hal ini sejalan dengan Sabda Rasul “ Jika seseorang merasakan sesuatu dalam
perutnya, lalu ia ragu apakah ada sesuatu yang keluar atau tidak, maka sekali- kali
janganlah ia keluar dari masjid (membatalkan shalat) sampai kamu mendengar
suara atau mencium bau kentut. (HR. Muslim dan Abu Hurairah). 10
Istishab bentuk kedua ini terdapat perbedaan pendapat ulama ushul fiqih.
Inu Qayyim al- Jauziyyah berpendapat bahwa Istishab seperti ini dapat dijadikan
hujjah.Ulama’ Hanafiyah berpendirian bahwa pendapat seperti ini hanya bisa
dijadikan hujjah untuk menetapkan dan menegaskan hukum yang telah ada, dan
tidak bisa dijadikan hujjah untuk hukum yang belum ada.
Imam Ghazali menyatakan bahwa istishab hanya bisa dijadikan hujjah
apabila didukung oleh nash atau dalil, dan dalil itu merujukkan bahwa hukum itu
masih tetap berlaku dan tidak ada dalil yan laing yang membatalkannya.

Sedangkan Ulama Malikiyah menolak istishab sebagai hujjah dalam


beberapa kasus, seperti kasus orang yang ragu terhadap keutuhan wudhunya.
Menurut mereka dalam kasus seperti ini istishab tidak berlaku, karena apabila
sesorang merasa regu atas keutuhan wudhunya sedangkan sedangkan di dalam
keadaan shalat, maka shalatnya batal dan ia harus berwudhu kembali dan

10Ibid., h. 148-9

5
mengulangi shalatnya.11

3. Istishab hukum akal sampai adannya hukum syar’i

Maksudnya, umat manusia tidak dikenakan hukum syar’i sebelum datangnya


syara’. Seperti tidak adanya pembebanan hukum dan akibat hukumnya terhadap
umat manusia,sampai datangnya dalil syara’ yang menentukan hukum. Misalnya
seseorang menggugat orang lain bahwa ia berhutang kepadanya sejumlah uang,
maka penggugat berkewajiban untuk mengemukakan bukti atas tuduhannya,
apabila tidak sanggup, maka tergugat bebas dri tuntutan dan ia dinyatakan tidak
pemah berhutang pada penggugat. Istishab seperti ini diperselisihkan menurut
ulama Hanafiyah, istishab dalambentuk ini hanya bisa menegaskan hukum yang
telah ada, dan tidak bisa menetapkan hukum yang akan datang.
Sedangkan menurut ulama Malikiyah, Syati’iyah, dan Hanabilah, istishab seperti
ini juga dapat menetapkan hukum syar’i, baik untuk menegaskan hukum yang telah
ada maupun hukum yang akan datang.12

4. Istishab hukum yang ditetapkan berdasarkan ijma’ tetapi keberadaan


ijma’ itu diperselisihkan.

Istishab seperti ini diperselisihkan para ulama tentang kehujahannya. Misalnya para
ulama fiqih menetapkan berdasarkan ijma’ bahwa tatkala air tidak ada, seseorang
boleh bertayamum untuk mengeijakan shalat. Tetapi dalam keadaan shalat, ia
melihat ada air, apakah shalat harus dibatalkan ?

Menurut ulama’ Malikiyyah dan Syafi’iyyah, orang tersebut tidak boleh


membatalkan shalatnya, karena adanya ijma’ yang mengatakan bahwa shalatnya
sah apabila sebelum melihat air. Mereka mengaggap hukum ijma’ tetap berlaku
sampai adanya dalil yang menunjukkan bahwa ia harus membatalkan shalatnya
kemudian berwudhu dan mengulangi shalatnya. Ulama Hanabilah dan Hanafiyyah
mengatakan orang yang melakukan shalat dengan tayamum dan ketika shalat

11 Tennie Ayhusnah, Makalah ushusl fiqh,


http://ippnuteni.blogspot.co.id/2012/10/makalah- ushul-fiqh-istishab.html, Diposkan Oktober 2012
12 Alindah, Sumber Hukum Islam, https://alindah41.wordpress.com/2016/09/Q4/sumber-hukum-
islam-istishab/, Diposkan September 2016

6
melihat air, ia harus membatalkan shalatnya unruk berwudhu. Mereka tidak
menerima ijma’ karena ijma’ menurut mereka hanya terkait denganhukum sanya
shalat bagi orang dalam keadaan tidak adanya air, bukan keadaan tersedianya • 13
air.

D. Contoh Istishab
Telah terjadi perkawinan antara laki-laki A dan perempuan B, kemudian mereka
berpisah dan berada di tempat yang berjauhan selama 15 tahun. Karena telah lama
berpisah itu maka B ingin kawin dengan laki-laki C. Dalam hal ini B belum dapat
kawin dengan C karena ia telah terikat tali perkawinan dengan A dan belum ada
perubahan hukum perkawinan mereka walaupun mereka telah lama berpisah.
Berpegang ada hukum yang telah ditetapkan, yaitu tetap sahnya perkawinan antara
A dan B, adalah hukum yang ditetapkan dengan istishab. 13 14
E. Dasar Hukum Istishab
Dari keterangan dan contoh diatas dapat diambil kesimpulan bahwa sebenarnya
istishab itu bukanlan cara menetapkan hukum (thuruqul istinbcith), tetapi ia pada
hakikatnya adalah menguatkan atau menyatakan tetap berlaku suatu hukum yang
pemah ditetapkan karena tidak ada yang mengubah atau yang mengecualikan.
Pemyataan ini sangat diperlukan untuk menjaga jangan sampai terjadi penetapan
hukum yang berlawanan antara yang satu dengan yang lain, seperti dipahami dari
contoh di atas. Seandainya si B boleh kawin dengan si C, maka akan terjadi

13 Chaerul Uniani, dkk, UshulFiqih 1, Cet. ii, Bandung: CV Pustaka Setia, 2000, h. 151-2.
14 Tennie Ayluisnah. Makalah ushusl fiqlr http://iDpnuteni.blogspot.co.id/2012/10/makalah-ushul- fiqh-
istishab. html. Diposkan Oktober 2012

7
perselisihan antara si A dan C atau terjadi suatu keadaan pengaburan batas antara
yang sah dengan yang tidak sah dan antara yang halal dengan yang haram. 15
F. Kehujjahan Istishab
Para ulama ushul fiqih berbeda pendapat tentang kehujjahan isthishab ketika tidak
ada dalil syara’ yang menjelaskan suatu kasus yang dihadapi:
1. Ulama Hanafiyah : menetapkan bahwa istishab itu dapat menjadi hujjah untuk
menolak akibat-akibat hukum yang timbul dari penetapan hukum yang berbeda
(kebalikan) dengan penetapan hukum semula, bukan untuk menetapkan suatu
hukum yang baru. Dengan kata lain isthishab itu adalah menjadi hujjah untuk
menetapkan berlakunya hukum yang telah ada dan menolak akibat-akibat
hukum yang timbul dari ketetapan yang berlawanan dengan ketetapan yang
sudah ada, bukan sebagai hujjah untuk menetapkan perkara yang belum tetap
hukumnya.
2. Ulama mutakallimin (ahli kalam) : bahwa istishab tidak bisa dijadikan dalil,
karena hukum yang ditetapkan pada masa lampau menghendaki adanya adil.
Demikian juga untuk menetapkan hukum yang sama pada masa sekarang dan
yang akan datang, harus pula berdasarkan dalil. Alasan mereka, mendasarkan
hukum pada istishab merupakan penetapan hukum tanpa dalil, karena sekalipun
suatu hukum telah ditetapkan pada masa lampau dengan suatu dalil.
Namun, untuk memberlakukan hukum itu untuk masa yang akan datang
diperlakukan dalil lain. Istishab, menurut mereka bukan dalil. Karenanya
menetapkan hukum yang ada di masa lampau berlangsung terus untuk masa
yang akan datang, berarti menetapkan suatu hukum tanpa dalil. Hal ini tidak
dibolehkan syara’.
3. Ulama Malikiyah, Syafi’iyah, Hanabilah, Zhahiriyah dan Syi’ah : bahwa
istishab bisa menjadi hujjah serta mutlak untuk menetapkan hukum yang sudah
ada, selama belum ada yang adil mengubahnya.Alasan mereka adalah, sesuatu
yang telah ditetapkan pada masa lalu, selama tidak ada adil yang mengubahnya,
baik secara qathi’ (pasti) maupun zhanni (relatif), maka semestinya hukum
yang telah ditetapkan itu berlaku terus, karena diduga keras belum ada

15 Alindah, Sumber Hukum Islam, httDs://alindah41 .wordDress.com/2016/09/04/sumber-


hukum- islam-islishab/. Diposkan September 2016.
perubahannya. Menurut mereka, suatu dugaan keras (zhan) bisa dijadikan
landasan hukum. Apabila tidak demikian, maka bisa membawa akibat kepada
tidak berlakunya seluruh hukum-hukum yang disyari’atkan Allah SWT. dan
Rasulullah SAW. Akibat hukum perbedaan kehujjahan istishab : Menurut
ulama Malikiyah, Syafi’iyyah, Hanabilah, Zhahiriyah, dan Syi’ah, orang hilang
berhak Menerima pembagian warisan pembagian warisan dari ahli warisnya
yang wafat dan bagiannya ini disimpan sampai keadaannya bisa diketahui,
apakah masih hidup, sehingga harta waris itu diserahkan kepadanya, atau sudah
wafat, sehingga harta warisnya diberikan kepada ahli waris lain. Menurut
ulama Hanafiyah, orang yang hilang tidak bisa menerima warisan, wasiat,
hibah dan wakaf, karena mereka belum dipastikan hidup. Sebaliknya, harta
mereka belum bisa dibagi kepada ahli warisnya, sampai keadaan orang lain itu
benar-benar terbukti telah wafat, karena penyebab adanya waris mewarisi
adalah wafatnya seseorang. Alasan mereka dalam hal ini adalah karena
istishhab bagi mereka hanya berlaku untuk mempertahankan hak (harta orang
hilang itu tidak bisa dibagi), bukan untuk menerima hak atau menetapkan hak
baginya (menerima waris, wasiat, hibah dan wakaf). 16

G. Relevansi Istishab dengan UU Positif serta terhadap Perkembangan


Masyarakat pada Zaman Sekarang
Istishab dipergunakan dalam Undang-Undang Pidana sebagai landasan,
karena segala sesuatu dipandang mubah sebelum ada ketentuan tegas yang
menetapakan keharamannya, dan kebanyakan dari hukum Undang-Undang perdata
pun demikian. Dalam istishab pada dasarnya seseorang itu dinyatakan tidak
bersalah sampai ada bukti secara meyakinkan bahwa orang tersebut bersalah.
Prinsip ini di dalam hukum positif Indonesia khususnya dikenal dengan istilah
praguga tak bersalah.17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

16Tennie Ayluisnah. Makalah ushusl fiqlr http://iDpnuteni.blogspot.co.id/2012/10/makalah-ushul- fiqh-


istishab. html. Diposkan Oktober 2012
17 Ibid.

9
1. Istishab merupakan landasan hukum yang masih diperselisihkan akan tetapi
kita sebagai umat Islam sepatutnya kita mempelajari dan mengatahui setiap
hukum-hukum yang ada.
2. Istishab merupakan suatu hukum yang menganggap tetapnya status sesuatu
seperti keadaanya semula selama belum terbukti sesuatu yang
mengubahnya.
3. Dalam melihat hukum istishab, kita jangan melihat dari satu sudut pandang
saja, akan tetapi mempejari secara cermat mengenai seluk beluk istishab itu
sendiri.
4. Dari kaidah-kaidah istishab dan perbedaan fuqaha dalam penerapannya,
jelaslah bahwa istishab itu sendiri bukanlah dalil syara’ dan bukan sumber
istidlal, tetapi hanyalah pengamalan terhadap dalil yang sudah ada dan
pengakuan terhadap hukum yang sudah tsabit yang tak terdapat sesuatu
yang mengubahnya.

B. Saran

Dasar- dasar fiqih islam seperti istihhab sebaiknya diterapkan dalam kehidupan
untuk menetapkan hukum setelah sumber-sumber hukum yang lain. Dan
diharapkan istihhab ini diterapkan dengan sebaik- bainya dalam kehidupan,
agar memperoleh ridho dari Allah SWT.

Analisis Daulah Umayyah di


Damaskus

1
0
Disusun oleh:

Muh.Amirul mu minin

X agama 1

MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 MAN

Tahun ajaran 2021/2022

1
1
Nama Khalifah Perkembangan Peradaban dan Ilmu Pengetahuan

Bani Umayyah

Bani Umayyah adalah kekhalifahan kedua yang didirikan setelah


wafatnya Nabi Muhammad, menggantikan Khulafaur Rasyidin.
Daulah Umayyah resmi berdiri pada 661 M, setelah wafatnya
pemimpin terakhir Khulafaur Rasyidin, Khalifah Ali bin Abi Thalib.
Pendiri dan khalifah pertama Bani Umayyah adalah Muawiyah bin
Abu Sufyan atau Muawiyah I. Pemerintahan kekhalifahan ini
sebenarnya berlangsung cukup lama, yaitu selama 365 tahun.
Namun, pemerintahannya terbagi atas dua periode, yaitu
pemerintahan di Damaskus selama 90 tahun (661-750 M) dan
pemerintahan di Cordoba (Spanyol) selama 275 tahun (setelah
kekuasaannya di Damaskus digulingkan Kekhalifahan Abbasiyah).
Daulah Umayyah mencapai masa kejayaan pada periode
pemerintahan Khalifah al-Walid I atau al-Walid bin Abdul Malik,
yang memerintah antara 705-715 M. Pada masanya, pembangunan
tidak hanya difokuskan pada perluasan wilayah, tetapi juga
membangun jalan raya, pabrik, gedung, masjid, dan panti asuhan
untuk orang cacat. Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa
Bani Umayyah tidak terlepas dari Al-Farabi. Al-Farabi adalah salah
seorang ilmuwan muslim pada masa Bani Umayyah yang berhasil
menuliskan karya-karyanya yang hingga saat ini masih digunakan
rujukan oleh ilmuwan-ilmuwan dari zaman modern. Selain

1
2
memelajari ilmu agama, para ilmuwan muslim dari masa Bani
Umayyah juga belajar banyak bidang keilmuan lainnya. Faktor
perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Bani Umayyah adalah
perluasan wilayah kekuasaan. Berikut ini beberapa ilmu
pengetahuan yang berkembang pada masa Kekhalifahan Bani
Umayyah.Ilmu Agama : Salah satu ilmu agama yang berkembang
adalah ilmu hadis, yang ditandai dengan kodifikasi dan pembukuan
hadis. Kodifikasi hadis secara resmi dimulai pada masa
kepemimpinan Umar bin Khattab.Ilmuwan Muslim dan
Keahliannya. llmu Bahasa : Pemerintah Bani Umayyah menjadikan
Bahasa Arab sebagai bahasa resmi dalam administrasi pemerintahan
di berbagai wilayah. Hal ini kemudian mendorong lahirnya ahli
bahasa, yaitu Sibawaihi, yang menghasilkan karya berjudul Al-
Kitab yang menjadi pedoman ilmu tata Bahasa Arab hingga saat ini.
Pada masa pemerintahan Abdul Malik, juga dilakukan pembaruan
ragam tulisan Arab. Hajaj Ibn Yusuf memperkenalkan tanda vokal
dan tanda titik untuk membedakan beberapa huruf yang sama
bentuknya. Pembaruan ini menjadikan Bahasa Arab lebih sempurna
sekaligus menghilangkan kesulitan bagi pembaca, khususnya orang-
orang nonArab. Beberapa ilmuwan dalam bidang bahasa dan sastra
beserta karyanya antara lain. Ali alQali, karyanya berjudul al-Amali
dan alNawadir Abu Bakar Muhammad Ibn Umar, karyanya berjudul
al-Af'al dan Fa'alta wa Af'alat Abu Amr Ahmad ibn Muhammad ibn
Abd Rabbih, karyanya dalam bentuk prosa berjudul al-Aqd al-
Farid.Ilmu Filsafat : Filsafat Islam pertama kali muncul pada masa
Daulah Umayyah, dimulai dengan penerjemahan filsafat Yunani ke

1
3
dalam Bahasa Arab. Salah satu ilmuwan muslim dalam bidang
filsafat yang sangat terkenal adalah Al-Farabi, yang menyetujui dan
mengembangkan logika Aristoteles. Al-Farabi menciptakan titik
balik sejarah pemikiran filsafat Islam, dan salah satu karyanya
adalah Ihsab al-Ulum (Perhitungan Ilmu) Sejarah, Masa Keemasan,
dan Akhir Kekuasaan.Ilmu Kedokteran : Ilmuwan dalam bidang
kedokteran yang terkenal adalah Abu AlQasim Az-Zahrawi. Az-
Zahrawi adalah dokter bedah terkemuka di Cordoba yang
memberikan kontribusi besar bagi perkembangan ilmu kedokteran,
khususnya ilmu bedah. Ia dikenal sebagai peletak dasar-dasar teknik
ilmu bedah modern dan juga mampu menciptakan alat bedahnya
sendiri. Beberapa alat bedah yang diciptakannya juga masih
digunakan hingga sekarang. Semua pemikirannya dituangkan dalam
Kitab at-Tasrif Liman 'Ajiza'an at-Ta'lif, tentang metode pengobatan
yang digunakan sebagai rujukan para dokter di Barat. Selain Az-
Zahrawi, ilmuwan lain dalam bidang kedokteran adalah Abu al-
Abbas an-Nabati, yang mengelompokkan tumbuh-tumbuhan
berdasarkan nama, spesies, dan tempat tumbuhnya. An-Nabati juga
menulis Al-Jami fi Adwiyyah al-Mufradah dan membuat daftar
obat-obatan sederhana dalam Bahasa Persia, Latin, dan Berber
menurut susunan abjad. Ilmu Kimia : Perkembangan ilmu kimia
ditandai dengan munculnya beberapa ahli kimia seperti Abu al-
Qasim Abbas ibn Farnas dan As-Sibai. Baca juga: Khulafaur
Rasyidin: Tugas dan Kebijakannya Ilmu Fisika Salah satu ahli fisika
dari Bani Umayyah adalah Ibnu Bajjah, yang mengatakan bahwa
selalu ada reaksi pada setiap aksi. Teori ini sangat berpengaruh pada

1
4
fisikawan setelahnya, termasuk Newton dan Galileo. Selain itu,
Ibnu Bajjah juga sangat berjasa dalam mengembangkan psikologi
Islam. Ilmu Astronomi : Para ilmuwan muslim sangat
memerhatikan ilmu astronomi karena ilmu ini berhubungan dengan
pelaksanaan beberapa ibadah, seperti waktu salat, penentuan arah
kiblat, penetapan hisab, serta penentuan awal dan akhir Ramadan.
Salah seorang ilmuwan dalam bidang astronomi adalah Abu Ishaq
azZarqali dari Toledo, Spanyol. Kontribusinya yang terkenal adalah
menciptakan peralatan astronomi dan Tabel Toledo. Ilmu Sejarah :
Pada masa Daulah Umayyah, banyak sejarawan muslim menulis
kitab sejarah. Beberapa ahli sejarah dan karyanya pada periode ini
antara lain. Ali Ibnu Hazm, yang menulis 400 judul buku Abu
Bakar Muhammad bin Umar, dengan karyanya yang berjudul
Tarikh Ifititah al-Andalus Hayyan bin Khallaf dengan karyanya
yang berjudul alMuqtabis fi Tarikh Rija al Andalus dan AlMatin
Abu Marwan Abdul Malik bin Habib dengan karyanya at Tarikh
Referensi: Barudin, Topaji Pandu. (2019). Perkembangan Ilmu
Pengetahuan pada Masa Umayyah. Klaten: Cempaka Putih

Yazid bin Muawiyyah

Yazid bin Muawiyah menjabat khalifah menggantikan


ayahnya, Muawiyah bin Abi Sufyan pada usia 34 tahun. Ia
adalah khalifah kedua dalam dinasti Bani Umayyah. Ia lahir
pada 22 Hijriyah. Namun ada juga yang mengatakan, ia lahir
pada 25 atau 26 Hijriyah.Saat itu, ayahnya sedang menjabat

1
5
sebagai gubernur wilayah Palestina yang meliputi Suriah dan
sekitarnya yang berkedudukan di Damaskus. Sebelumnya,
pada masa pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan, wilayah
itu dipegang Abu Ubaidah bin Jarrah. Abu Sufyan menjabat
sebagai gubernur sekitar 29 tahun, dari 41 H-60 H. Pada masa
itulah Yazid lahir.Dengan demikian, Yazid lahir dan besar
dalam lingkup istana yang penuh dengan kemewahan. Tidak
seperti Khulafaur Rasyidin sebelumnya yang dipilih oleh
kaum Muslimin, Yazid menerima jabatan langsung dari
ayahnya. Namun demikian, sebagian besar penduduk Palestina
dan Suriah mendukungnya. Penduduk wilayah Mesir dan
pesisir utara Afrika juga menyatakan baiat kepada
Yazid.Sementara wilayah Basrah—yang saat itu merupakan
ibukota Iran dan Khurasan—dan Kufah—ibukota Irak kala
itu—belum menunjukkan reaksi. Sedangkan penduduk
wilayah Hijaz, terutama penduduk Makkah dan Madinah
menentang secara keras. Meskipun Marwan bin Hakam,
gubernur wilayah itu sudah „memaksa‟ tetapi mereka
menolak. Kala itu, baik di Madinah maupun Makkah, masih
banyak kalangan sahabat Nabi dan para tabiin.Di wilayah
Hijaz, ada empat tokoh yang disegani kala itu; Abdurrahman
bin Abu Bakar Ash-Shiddiq, Abdullah bin Umar bin
AlKhathab, Husain bin Ali bin Abi Thalib, dan Abdullah bin
Zubair bin Awwam.Abdurrahman bin Abu Bakar meninggal

1
6
dunia sebelum Muawiyah menjabat khalifah. Abdullah bin
Umar menyetujui Yazid sebagai khalifah. Sejarah mencatat
ucapannya saat itu, “Kalau orang banyak menyetujuinya,
maka aku pun setuju.” Sedangkan Husain bin Ali dan
Abdullah bin Zubair tetap tak mau berbaiat kepada Yazid.
Penduduk Makkah pun berada di belakang kedua tokoh
itu.Sementara itu, penduduk Kufah mengundang Husain ke
Irak untuk dinobatkan sebagai Khalifah. Husain bin Ali setuju.
Ia pun mengirimkan Muslim bin Uqail bin Abi Thalib ke
Kufah. Muslim bin Uqail berangkat dan berhasil mengambil
baiat 30.000 penduduk Irak. Semuanya berjanji akan
mendukung Husain sebagai khalifah. Diiringi rombongan
besar, Husain berangkat menuju Kufah. Turut dalam
rombongan itu, istri dan putranya Ali bin Husain, yang lebih
dikenal dengan Ali Zainal Abidin.Begitu mendengar sikap
penduduk Irak di Kufah dan adanya keberangkatan Husain bin
Ali dan pasukannya ke kota itu, Khalifah Yazid murka. Ia
segera memecat Nukman bin Basyir, gubernur wilayah Irak
dan menggabungkan wilayah itu dalam kekuasaan Abdullah
bin Ziyad, gubernur wilayah Iran yang sudah berhasil
mengambil baiat atas para tokoh di Basrah. Bersamaan dengan
itu, Yazid juga memerintahkan untuk menangkap Husain bin
Ali dan pasukannya.Gubernur Abdullah bin Ziyad tiba di
Kufah terlebih dahulu daripada Husain dan pasukannya.

1
7
Dengan mudah ia merebut dan menduduki Kufah. Para
penduduknya berbalik mengangkat baiat kepada Yazid bin
Muawiyah. Muslim bin Uqail ditangkap dan dijatuhi hukuman
mati. Abdullah bin Ziyad segera membentuk pasukan besar
yang terdiri dari 2.000 tentara berkuda dari penduduk Irak
sendiri dan memercayakan pimpinannya kepada Alhur bin
Yazid At-Tamimi untuk menghadang Husain dan
rombongannya.Berita tentang dikuasainya Kufah dan
dibunuhnya Muslim bin Uqail sampai ke telinga Husain.
Namun karena yakin penduduk Iran dan Irak tetap berpihak
kepadanya, Husain tetap bersikeras melanjutkan perjalanan.
Beberapa pengikutnya yang setia sudah membayangkan apa
yang akan terjadi, menasihati Husain agar kembali ke Makkah
atau berbalik arah ke Yaman. Namun Husain bersikeras.
Walau demikian, ia membolehkan pasukannya untuk
menentukan pilihan sendiri, ikut atau kembali ke Makkah.
Akhirnya, sebagian pengikutnya kembali ke Makkah. Hanya
31 orang penunggang kuda dan 40 pejalan kaki yang
mengiringi Husain dan keluarganya.Rombongan kecil itu terus
melanjutkan perjalanan. Di sebuah tempat bernama Sirrah,
rombongan Husain berpapasan dengan pasukan Alhur bin
Yazid. Alhur sempat kaget melihat rombongan kecil di
hadapannya, sebab berita yang ia dengar, Husain datang
bersama pasukan besar. Ia tak berani gegabah lalu

1
8
menghentikan pasukannya dan mengambil posisi
bertahan.Sementara itu, Husain masih yakin pasukan besar di
hadapannya akan kembali berbaiat kepadanya. Sempat terjadi
negosiasi, tetapi menemui jalan buntu. Sepucuk surat datang
dari Abdullah bin Ziyad yang memerintahkan untuk segera
mendesak pasukan Husain. Pasukan kecil itu terus terdesak di
sebuah padang gersang yang sangat dikenal dalam sejarah,
Karbala!Pertempuran tak seimbang pun tak terelakkan.
Seluruh pengikut Husain hampir semuanya gugur. Hanya para
wanita dan anak-anak yang dibiarkan selamat. Sebelum tubuh
Husain rebah ke tanah, sebuah tombak melesat ke mulutnya.
Selanjutnya seorang musuh lain menusuk dada cucu
Rasulullah dengan tombak. Tepat ketika tubuhnya rebah,
pedang Syammar bin Ziljausan—salah seorang panglima
Yazid—menyambar lehernya.Kepala Husain dan keluarganya
dibawa ke Kufah. Selanjutnya dibawa ke Damaskus dan
dipersembahkan kepada Yazid bin Muawiyah. Begitu melihat
kepala Husain, Yazid sedih dan berlinang air mata. “Aku tidak
pernah memerintahkan untuk membunuhnya. Demi Allah,
kalau aku berada di tempat itu, aku akan memberikan
ampunan padanya,” ujar Yazid.Peristiwa Karbala itu
menggemparkan penduduk Hijaz. Sebagian penduduk
Madinah segera mencabut baiatnya atas Yazid bin Muawiyah.
Abdullah bin Zubair segera dinobatkan sebagai khalifah. Di

1
9
kalangan masyarakat saat itu, ia termasuk orang ternama.
Ayahnya, Zubair bin Awwam adalah satu diantara 10 sahabat
Rasulullah yang dijamin masuk surga. Sedangkan ibunya
adalah Asma‟ binti Abu Bakar. Abdullah bin Zubair mendapat
dukungan dari Hijaz, Yaman dan Arabia Selatan.Mendengar
itu, khalifah Yazid kembali murka. Ia segera mengirim
pasukan besar dipimpin Muslim bin Uqbah dengan pesan yang
diabadikan sejarah, “Berangkatlah menuju Madinah. Jika
mereka melakukan perlawanan, perangi! Jika kau menang,
izinkan tentaramu berbuat sekehendak hati selama tiga hari.
Setelah itu berangkatlah ke Makkah dan perangilah Abdullah
bin Zubair!”Setelah berhasil menaklukkan Madinah dan
pasukannya melakukan ibahat—tradisi Romawi ketika
menaklukkan sebuah kota, tentara dibolehkan melakukan apa
saja di dalamnya—selama tiga hari, Muslim bin Uqbah
melanjutkan perjalanan ke Makkah. Dalam perjalanan inilah ia
meninggal, dan pimpinan pasukan diambil alih Alhushain bin
Alnamir.Pasukan Abdullah bin Zubair mampu bertahan
selama 40 hari di Makkah. Karena tak mampu menembus
pertahanan itu, Alhushain mengajak damai. Akhirnya kedua
belah pihak sepakat gencatan senjata. Pada detik-detik itulah
Yazid bin Muawiyah meninggal dunia dalam usia 38 tahun.
Masa pemerintahannya berlangsung selama tiga tahun enam
bulan.

2
0
Marwan bin Hakam

Marwan bin Hakam bukanlah sosok baru dalam


catur perpolitikan kala itu. Sebelumnya, ia pernah
menjabat penasihat Khalifah Utsman bin Affan.
Pengaruhnya tidak kecil terhadap kebijakan
pemerintahan. Tak sedikit kebijakan yang ditelurkan
Khalifah Utsman kental aromakekeluargaan.
Beberapa gubernur kala itu banyak yang diganti
dengan orang-orang dari pihak keluarga Umayyah.
Misalnya, jabatan gubernur di Mesir yang dipegang
oleh Amr bin Ash, diganti oleh Abdullah bin
Sa‟ad.Abu Ubaidah bin Jarrah yang berhasil
menaklukkan wilayah Syria dan Palestina dari tangan
Romawi, jabatannya digantikan oleh Muawiyah bin
Abi Sufyan. Sa‟ad bin Abi Waqqash yang berhasil
menaklukkan wilayah Irak dan Iran dari tangan
Persia, jabatannya digantikan oleh Ziyad bin Abihi.
Begitu pun dengan beberapa wilayah lain. Sebagian
besar para pemimpinnya diganti dengan orang-orang
dari pihak keluarga Umayyah. Kebijakan ini tak bisa

2
1
dilepaskan begitu saja dari pengaruh Marwan bin
Hakam, mengingat kondisi Khalifah Utsman yang
sudah lanjut usia kala itu.Kebijakan yang tidak terjadi
sebelumnya itu, melahirkan berbagai ketidakpuasan.
Gejolak muncul di beberapa tempat. Puncaknya,
Khalifah Utsman terbunuh. Marwan bin Hakam
melarikan diri ke Damaskus dengan membawa
pakaian Utsman yang berlumuran darah. Lantaran
merasa tidak puas dengan kebijakan Khalifah Ali
yang tidak segera mengusut pembunuh Utsman,
menyebabkan semakin keruhnya suasana.Terjadilah
Perang Shiffin antara Khalifah Ali dan Muawiyah.
Dari sana lahir kelompok Khawarij, yang merasa tak
puas dengan kedua belah pihak, serta berniat
membunuh Ali bin Abi Thalib, Muawiyah bin Abi
Sufyan, dan Amr bin Ash yang dianggap sebagai
penyebab segala kekeruhan.Khalifah Ali terbunuh.
Hasan bin Ali yang hanya menjabat Khalifah selama
beberapa bulan, menyerahkan jabatannya kepada
Muawiyah. Pada masa inilah, Marwan diserahi

2
2
jabatan gubernur untuk wilayah Hijaz yang
berkedudukan di Madinah. Begitu penduduk
Madinah menyatakan dukungan kepada Abdullah bin
Zubair, Marwan melarikan diri ke Damaskus.Dengan
demikian, sosok Marwan bin Hakam tidak begitu
diterima oleh para sahabat dan tabiin kala itu. Bahkan
beberapa ahli sejarah seperti Adz-Dzahabi seperti
dikutip Suyuthi dalam Tarikhul Khulafa’-nya tidak
memasukkan Marwan sebagai khalifah. Pertentangan
antara pihak Abdullah bin Zubair dan Marwan bin
Hakam mencapai puncaknya pada Perang Marju
Rahith yang terjadi pada 65 H. Pada peperangan ini
pasukann Abdullah bin Zubair mengalami kekalahan
cukup telak. Penduduk wilayah Mesir dan Libya
yang semula berpihak padanya, mengangkat baiat
atas Marwan. Namun wilayah Hijaz, Irak dan Iran
tetap tunduk kepada Abdullah bin Zubair.Dengan
demikian, pada masa itu wilayah Islam terpecah
menjadi dua khilafah. Daerah Hijaz dan sekitarnya
termasuk Makkah dan Madinah tunduk kepada

2
3
Abdullah bin Zubair. Sedangkan wilayah Syria
berada dalam kekuasaan Marwan bin Hakam.Untuk
mengukuhkan jabatan khilafahnya itu, Marwan bin
Hakam yang sudah berusia 63 tahun itu mengawini
Ummu Khalid, janda Yazid bin Muawiyah.
Perkawinan yang tidak seimbang itu sangat kental
aroma politik. Dengan mengawini janda Yazid,
Marwan bermaksud menyingkirkan Khalid, putra
termuda Yazid dari tuntutan khilafah.Dalam suatu
kesempatan, Marwan sempat memberikan ejekan
kepada Khalid dan ibunya. Akibatnya fatal, Ummu
Khalid menaruh dendam yang luar biasa. Pada suatu
kesempatan, ketika Marwan mendatanginya, bersama
para dayang, Ummu Khalid mencekik Marwan
beramai-ramai. Marwan meninggal pada usia 63
tahun. Ia hanya menjabat sebagai khalifah selama 9
bulan 18 hari. Masa pemerintahannya tak membawa
banyak perubahan bagi sejarah Islam.

Abdul Malik bin Marwan

2
4
Pada masa kekuasaannya, 'Abdul Malik
berhasil menyatukan seluruh kekhalifahan
dalam kendali tunggal Umayyah yang berpusat
di Syria, mengalahkan 'Abdullah bin Zubair
yang menjadi khalifah pesaing di Makkah, dan
mengakhiri perang saudara. 'Abdul Malik juga
merupakan khalifah yang pertama kali
mencetak dinar dan menetapkan bahasa Arab
sebagai bahasa resmi di pemerintahan. Dia
juga menjadikan keluarganya sebagai pusat
kekuasaan dengan memberikan mereka
berbagai kedudukan penting, seperti gubernur
dan panglima. Secara pribadi, 'Abdul Malik
dikenal sebagai sosok ahli ibadah dan zuhud.
Sepeninggalnya, takhta diwariskan kepada
salah seorang putranya.

2
5
Walid bin Abdul Malik

Pada masa pemerintahan Khalifah Walid


bin Abdul Malik, tercatat peristiwa yang
spektakuler yang menandai perluasan
Islam ke Eropa yang terjadi pada tahun
711. Peristiwa itu adalah mendaratnya
pasukan Islam di Gibraltar dan mulai
menaklukkan kawasan ini. Kemudian, di
bawah pimpinan Panglima Qutaibah bin
Muslim, Bani Umayyah berhasil
menaklukkan Sungai Dajlah, Turki,
Shagd, Syaas, Farghanah, Bukhara,
Samarkand, Kashgar, dan Turkistan.
Sedangkan wilayah Spanyol atau
Andalusia berhasil ditaklukkan melalui

2
6
ekspansi militer yang dipimpin oleh
Thariq bin Ziyad. Saat Bani Umayyah
menguasai Spanyol, praktik toleransi
beragama mulai terasa.Selain fokus pada
perluasan wilayah, Khalifah Walid bin
Abdul Malik juga membangun sarana
dan infrastruktur bagi rakyatnya. Di
Madinah, ia memerintahkan
pembangunan sumur dan merenovasi
jalan-jalan umum. Khalifah Walid bin
Abdul Malik juga membangun rumah
sakit pertama dalam sejarah Islam.
Penyandang cacat dan kaum dhuafa pun
diberikan tempat tinggal. Mereka di
tempatkan di sebuah panti yang para
pengurusnya digaji dan diberi fasilitas
2
7
oleh negara. Selain itu, Khalifah Walid
bin Abdul Malik juga melakukan
renovasi terhadap Masjid Nabawi di
Madinah dan Masjid AlAqsa di
Yerusalem. Di Damaskus, yang
merupakan ibu kota Bani Umayyah,
khalifah juga membangun masjid agung
yang menelan biaya sangat besar. Atas
berbagai kebijakannya, para sejarawan
berpendapat bahwa Khalifah Walid bin
Abdul Malik adalah orang yang
menegakkan Dinasti Umayyah sampai
benar-benar teguh.

2
8
Kajian Literatur:

a. Mengapa kita perlu mengetahui


peninggalan-peninggalan Daulah
Umayyah di Damaskus?Jawab: Supaya
Kita Mengetahui dan Mempelajari
Peninggalan Sejarah Daulah Ummayah
Di Damaskus Misalnya Masjid Agung
Umayyah. Serta Memperkenalkan
Peninggalan Sejarah Tersebut Secara
2
9
Luas Sampai Ke Internasional.b. Apa
saja peninggalan-peninggalan peradaban
islam pada masa pemerintahan Daulah
Umayyah di Damaskus?Jawab : 1 masjid
agung damaskus (siria)2 masjid agung
dikufa (irak)3 masjid agung
kordoba(spayol)4 kubah batu
karangBangunan1 istana aljaferia
disaragosa2 istana dan banteng al hambra
di Granadac. Mengapa Daulah Umayyah
di Damaskus mengalami kemunduran
dan runtuh pada masa kekhalifahan ke
empat belas?Jawab : terjadinya perebutan
kekuasaan dikalangan keluarga Bani
Umayyah, kebanyakan dari khalifah
Dinasti Umayyah lalai dalam
3
0
menjalankan roda kepemimpinan,
semakin meruncingnya konflik antara
suku Arab Utara dan Selatan.

3
1
3
2

Anda mungkin juga menyukai