Anda di halaman 1dari 5

Istishab Sebagai Metode Istinbath

Hukum Islam
Resume
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ushul Fiqh yang dibina oleh Bapak
Arif Wahyudi, Lc., MA.

Disusun Oleh:
1. Shofwan Hamdani (21383021122)
2. Syahla Adinda (21383022127)
3. Vanesha Yowanda Firdaus (21383022129)

KELAS D
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA
2022
A. IDENTITAS BUKU
 Judul Buku : ILMU USHUL FIQIH
Pengarang : Prof. Dr. H. Rachmat Syafe’i, M.A.
Penerbit : PUSTAKA SETIA
Kota Penerbit : Bandung
Tahun Terbit : 2018
Cetakan : ke-6
B. ISI RESUME
Istishab Sebagai Metode Istinbath Hukum Islam
1. Pengertian Istishab
Istishab secara harfiah adalah mengakui adanya hubungan perkawinan.
Sedangkan menurut ulama usul adalah menetapkan sesuatu menurut
keadaan sebelumnya sampai terdapat dalil-dalil yang menunjukkan
perubahan keadaan atau menjadikan hukum yang telah ditetapkan pada
masa lampau secara kekal menurut keadaannya sampai terdapat dalil yang
menunjukkan perubahannya. Oleh sebab itu, apabila seorang mujtahid
ditanya tentang hukum kontrak atau suatu pengelolaan yang tidak
ditemukan nash-nya dalam Alquran dan as-sunnah, juga tidak ditemukan
dalil syara' yang mengitlak-kan, maka hukumnya adalah boleh.
Dan apabila seorang mujtahid ditanya tentang hukum binatang, benda-
benda, tumbuh-tumbuhan, makanan dan minuman, atau suatu amal yang
hukumnya tidak ditemukan dalam suatu dalil syara' maka hukumnya adalah
boleh. Kebolehan adalah pangkal (asal), meskipun tidak terdapat dalil yang
menunjukkan atas demikian, sesuatu itu adalah boleh.
2. Kehujjahan Istishab
Adalah akhir dalil syara' yang dijadikan tempat kembali bagi para
mujtahid untuk mengetahui hukum suatu peristiwa yang dihadapinya.
Ulama Ushul berkata,"istighfar adalah akhir tempat beredarnya fatwa".
Mengetahui sesuatu menurut hukum yang telah ditetapkan baginya selama
tidak terdapat dalil yang mengubahnya. Ini adalah teori dalam pengambilan
dalil yang telah menjadi kebiasaan dan tradisi manusia dalam mengelola
berbagai ketetapan untuk mereka. Seorang manusia yang hidup tetap
dihukumi atas hidupnya dan pengelolaan atas kehidupan ini diberikan
kepadanya sampai terdapat dalil yang menunjukkan adanya keputusan
tentang kematiannya. Setiap orang yang mengetahui wujud sesuatu, maka
dihukumi wujudnya sampai terdapat dalil yang meniadakannya, dan
barangsiapa mengetahui ketiadaannya sesuatu, maka dihukumi dengan
ketiadaannya sampai terdapat dalil yang menunjukkan keberadaannya.
Hukum telah berjalan menurut keadaan ini. Jadi, suatu kepemilikan
misalnya, tetap menjadi milik siapa saja berdasarkan sebab beberapa
kepemilikan. Maka kepemilikan itu dianggap ada sampai ada ketetapan
yang menghilangkan kepemilikan tersebut. Begitu juga kehalalan
pernikahan bagi suami istri sebab akad pernikahan dianggap ada sampai ada
ketetapan yang menghapuskan kehalalan itu. Demikian pula halnya dengan
tanggungan karena utang piutang atau sebab ketetapan apa saja, dianggap
tetap ada sampai ada ketetapan yang menghapuskannya. Tanggungan yang
telah dibebaskan dari orang yang terkena tuntutan utang piutang atau
ketetapan apa saja, dianggap bebas sampai ada ketetapan yang
membebaskannya. Singkatnya, asal sesuatu itu adalah ketetapan sesuatu
yang telah ada menurut keadaan semula sampai terdapat sesuatu yang
mengubahnya. Istishab juga telah dijadikan dasar bagi prinsip-prinsip
Syariah, antara lain sebagai berikut, "asal sesuatu adalah ketetapan yang ada
menurut keadaan semula sehingga terdapat sesuatu ketetapan yang
mengubahnya". Dengan kaidah: ‫األسياءاإلباحة فى األصل‬
Artinya: "asal segala sesuatu itu adalah kebolehan"
Tempat yang dianggap benar adalah istishab bisa dijadikan dalil
hukum karena hakikatnya dalillah yang telah menetapkan hukum tersebut.
istishab itu tiada lain adalah menetapkan dalalah dalil pada hukumnya.
3. Pendapat Ulama Tentang Istishab
Ulama Hanafiah menetapkan bahwa istishab merupakan hujjah untuk
mempertahankan dan bukan untuk menetapkan apa-apa yang dimaksud oleh
mereka. Dengan pernyataan tersebut jelaslah bahwa istishab merupakan
ketetapan sesuatu, yang telah ada menurut keadaan semula dan juga
mempertahankan sesuatu yang berbeda sampai ada dalil yang menetapkan
atas perbedaannya. Istishab bukanlah hujjah untuk menetapkan sesuatu
yang tidak tetap. Telah dijelaskan tentang penetapan orang yang hilang atau
yang tidak diketahui tempat tinggalnya dan tempat kematiannya, bahwa
orang tersebut ditetapkan tidak hilang dan dihukumi sebagai orang yang
hidup sampai adanya petunjuk yang menunjukkan kematiannya.
Menunjukkan atas hidupnya orang tersebut dan menolak dugaan
kematiannya serta warisan harta bendanya juga perceraian pernikahannya.
Tetapi hal itu bukanlah hujjah untuk menetapkan pewarisan dari lainnya,
karena hidup yang ditetapkan menurut istishab itu adalah hidup yang
didasarkan pengakuan.

4. Syarat-syarat Istishab
a) Syafi’iyyah dan Hanabillah serta Zaidiyah dan Dhahiriyah berpendapat
bahwa hak-hak yang baru timbul tetap menjadi hak seseorang yang berhak
terhadap hak-haknya terdahulu.
b) Hanafiyyah dan Malikiyah membatasi istishab terhadap aspek yang
menolak saja dan tidak terhadap aspek yang menarik (ijabi) menjadi hujjah
untuk menolak, tetapi tidak untuk mentsabitkan.

5. Macam- Macam Istishab


Para ulama ushul fiqih mengemukakan bahwa istishab ada 5 macam
yang sebagian disepakati dan sebagian lain diperselisihkan. Kelima macam
Istishab itu adalah:
a) Istishab hukum Al- Ibahah Al- Asliyyah
Maksudnya menetapkan hukum sesuatu yang bermanfaat bagi
manusia adalah boleh selama belum ada dalil yang menunjukkan
keharamannya.
b) Istishab yang menurut akal dan syara’ hukumnya tetap dan berlangsung
terus.
c) Istishab terdapat dalil yang bersifat umum sebelum datangnya dalil yang
mengkhususkannya dan istishab dengan nash selama tidak ada dalil
nasakh (yang membatalkannya).
d) Istishab hukum akal sampai adanya hukum syar’i.
Maksudnya, umat manusia tidak dikenakan hukum syar’i sebelum
datangnya syara’. Seperti tidak adanya pembebanan hukum dan akibat
hukumnya terhadap umat manusia,sampai datangnya dalil syara’ yang
menentukan hukum.
e) Istishab hukum yang ditetapkan berdasarkan ijma’ tetapi keberadaan
ijma’ itu diperselisihkan.
Maksudnya Istishab sepeti ini diperselisihkan para ulama tentang
kehujahannya.

Anda mungkin juga menyukai