com
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ushul fiqh adalah pengetahuan mengenai berbagai kaidah dan bahasa yang
menjadi sarana untuk mengambil hukum-hukum syara’ mengenai perbuatan
manusia mengenai dalil-dalilnya yang terinci. Ilmu ushul fiqh dan ilmu fiqh
adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Ilmu ushul fiqh dapat diumpamakan
seperti sebuah pabrik yang mengolah data-data dan menghasilkan sebuah produk
yaitu ilmu fiqh. 1
Ilmu ushul fiqh bersamaan munculnya dengan ilmu fiqh meskipun dalam
penyusunannya ilmu fiqh dilakukan lebih dahulu dari ushul fiqh. Sebenarnya
keberadaan fiqh harus didahului oleh ushul fiqh, karena ushul fiqh itu adalah
ketentuan atau kaidah yang harus diikuti mujtahid pada waktu menghasilkan
fiqhnya. Namun dalam perumusannya ushul fiqh datang belakangan.
1
Irwansyah Saputra, Jurnal Syariah Hukum Islam: Perkembangan Ushul Fiqh, Vol. 1,No.
1, maret 2018, hlm. 39
http://iaisambas.academia.edu/hanafisulaiman ~ http://hanafisya15.blogspot.com
http://iaisambas.academia.edu/hanafisulaiman ~ http://hanafisya15.blogspot.com
satuan dalil tertentu dalam kasus hukum amaliyah dengan nalar deduktif dan
normatif.
Kaidah Ussul fiqh secara umum dibagi kepada dua macam, yaitu kaidah
yang disepakati ulama (muttafaqun alaih) dan kaidah yang tidak disepakati ulama
(mukhtalafun alaih). Kaidah yang disepakati ulama terdiri dari ijma dan qiyas,
sedangkan yang tidak disepakati terdiri dari istihsan, maslahah al-mursalah, ‘urf,
syar’u man qablana, istishab, qaul sahabi dan seterusnya. Kaidah yang disepakati
di sini berarti kaidah yang telah diterima dan digunakan oleh kalangan mujtahid
dari semua mazhab. Sedangkan kaidah yang tidak disepakati berarti kaidah
tersebut hanya diakui oleh sebahagian mujtahid dan menggunakannya dalam
kegiatan ijtihad mereka. Sedangkan mujtahid yang lain menolaknya, karena
menganggapnya salah.2
Segala amal perbuatan manusia, perilaku dan tutur katanya tidak dapat
lepas dari ketentuan hukum syari’at, baik hukum syari'at yang tercantum di dalam
Qur’an dan Sunnah, maupun yang tidak tercantum pada keduanya, akan tetapi
terdapat pada sumber lain yang diakui syari’at. Sebagaimana yang di katakan
Imam Ghazali, bahwa mengetahui hukum syara’ merupakan buah (inti) dari ilmu
Fiqh dan Ushul fiqh. Sasaran kedua di siplin ilmu ini memang mengetahui hukum
syara’ yang berhubungan dengan perbuatan orang mukallaf. Meskipun dengan
tinjauan yang berbeda. Ushul fiqh meninjau hukum syara’ dari segi metodologi
dan sumber-sumbernya, sementara ilmu fiqh meninjau dari segi hasil penggalian
hukum syara’, yakni ketetapan Allah yang berhubungan dengan perbuatan orang-
orang mukallaf, baik berupa igtidha (tuntutan perintah dan larangan), takhyir
(pilihan), maupun berupa wadhi (sebab akibat), yang di maksud dengan ketetapan
Allah ialah sifat yang telah di berikan oleh Allah terhadap sesuatu yang
berhubungan dengan orang-orang mukallaf. Seperti hukum haram, makruh, wajib,
sunnah, mubah, sah, batal, syarat, sebab, halangan (mani’) dan ungkapan lain
yang akan kami jelaskan pada makalah ini yang kesemuanya itu merupakan objek
pembahasan ilmu Ushul fiqh.
2
Munadi, Pengantar Ushul Fiqh, (Lhokseumawe: Unimal Press, 2017), hlm. 3
http://iaisambas.academia.edu/hanafisulaiman ~ http://hanafisya15.blogspot.com
http://iaisambas.academia.edu/hanafisulaiman ~ http://hanafisya15.blogspot.com
BAB II
PEMBAHASAN
A. Istishab
1. Pengertian Istishab
Maksudnya, apabila dalam suatu kasus telah ada hukumnya dan tidak
diketahui ada dalil lain yang mengubah hukum tersebut, maka hukum yang
telah ada dimasa lampau itu tetap berlaku sebagaimana adanya. Dan apabila
perkara tersebut tidak ditetapkan hukumnya pada suatu waktu maka ia tetap
tidak ada hukumnya pada masa sesudahnya, sehingga terdapat dalil yang
menetapkan hukumnya.3
http://iaisambas.academia.edu/hanafisulaiman ~ http://hanafisya15.blogspot.com
http://iaisambas.academia.edu/hanafisulaiman ~ http://hanafisya15.blogspot.com
Adapun penetapan dalil untuk istishab ini ditetapkan melalui dua dalil, yaitu:
5
Masykur Anhari, Ushul Fiqih, (Surabaya: Diantama, 2008), hlm. 106-107.
http://iaisambas.academia.edu/hanafisulaiman ~ http://hanafisya15.blogspot.com
http://iaisambas.academia.edu/hanafisulaiman ~ http://hanafisya15.blogspot.com
6
Masykur Anhari, Ushul Fiqih,..., hlm. 107-108.
7
Nazar Bakry, Fiqih dan Ushul Fiqih,..., hlm. 59-60.
http://iaisambas.academia.edu/hanafisulaiman ~ http://hanafisya15.blogspot.com
http://iaisambas.academia.edu/hanafisulaiman ~ http://hanafisya15.blogspot.com
8
Masykur Anhari, Ushul Fiqih,..., hlm. 109.
http://iaisambas.academia.edu/hanafisulaiman ~ http://hanafisya15.blogspot.com
http://iaisambas.academia.edu/hanafisulaiman ~ http://hanafisya15.blogspot.com
Istishab dijadikan salah satu dalil syara’ menurut mazhab Syafi’i. dan
diantara contoh hukum yang bersumber dari istishab umpamanya si A telah
diketahui dengan pasti menikah dengan si B maka kedua orang tadi masih
dianggap sebagai suami istri selama tidak ditemukan bahwa mereka berdua
telah bercerai.
http://iaisambas.academia.edu/hanafisulaiman ~ http://hanafisya15.blogspot.com
http://iaisambas.academia.edu/hanafisulaiman ~ http://hanafisya15.blogspot.com
Contoh dari Syar’u Man Qablana sendiri sebagaimana dalam surat Al-
Baqarah ayat 183: “ Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar
kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah :183).
9
Satria Effendi, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 162-163.
http://iaisambas.academia.edu/hanafisulaiman ~ http://hanafisya15.blogspot.com
http://iaisambas.academia.edu/hanafisulaiman ~ http://hanafisya15.blogspot.com
ada nash yang menolak hukum-hukum itu, maka umat islam terikat dengan
hukum-hukum itu. Alasan yang di kemukakan adalah: 10
a. Pada dasarnya syari’at itu adalah satu karena datang dari Allah juga
oleh karena itu, apa yang disyari’atkan kepada para nabi terdahulu
dan disebutkan dalam Al-Qur’an berlaku kepada umat Muhammad
SAW. Hal itu ditunjukkan oleh Firman Allah: “Dia telah
mensyari’atkan kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-
Nya kepada Nuh dan apa yang telah kami wahyukan kepadamu dan
apa yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu:
Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah
tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang
kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu
orang yang dikehendaki-Nya dan member petunjuk kepada (agama)-
Nya orang yang kembali (kepada-Nya).” (QS. As-Syura: 13)
b. Selain itu, terdapat beberapa ayat yang menyuruh mengikuti para
nabi terdahulu, antara lain firman Allah: “Kemudian kami wahyukan
kepadamu (Muhammad): Ikutilah agam Ibrahim yang hanif.” (QS.
An-Nahl: 123).11
3. Pengelompokan Syar’u Man Qablana
10
Nasrun Haroen, Ushul Fiqh 1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 152.
11
Satria Effendi, Ushul Fiqh,..., hlm. 165-166.
http://iaisambas.academia.edu/hanafisulaiman ~ http://hanafisya15.blogspot.com
http://iaisambas.academia.edu/hanafisulaiman ~ http://hanafisya15.blogspot.com
12
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid 2, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 417-419.
http://iaisambas.academia.edu/hanafisulaiman ~ http://hanafisya15.blogspot.com
http://iaisambas.academia.edu/hanafisulaiman ~ http://hanafisya15.blogspot.com
C. Madzhab13
1. Pengertian Mazhab
13
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid 2,..., hlm. 448-453
http://iaisambas.academia.edu/hanafisulaiman ~ http://hanafisya15.blogspot.com
http://iaisambas.academia.edu/hanafisulaiman ~ http://hanafisya15.blogspot.com
http://iaisambas.academia.edu/hanafisulaiman ~ http://hanafisya15.blogspot.com
http://iaisambas.academia.edu/hanafisulaiman ~ http://hanafisya15.blogspot.com
Dari penjelasan ini dapat diketahui bahwa orang awam tidak mutlak
harus mengamalkan fatwa yang diterimanya dari seorang mufti.
http://iaisambas.academia.edu/hanafisulaiman ~ http://hanafisya15.blogspot.com
http://iaisambas.academia.edu/hanafisulaiman ~ http://hanafisya15.blogspot.com
Kalau orang awam telah minta fatwa kepada seorang mufti, apalagi
jika ia telah mengamalkan fatwa tersebut, apakah dimungkinkan ia menarik
diri dari fatwa tersebut? Hal ini diperbincangkan ulama.
http://iaisambas.academia.edu/hanafisulaiman ~ http://hanafisya15.blogspot.com
http://iaisambas.academia.edu/hanafisulaiman ~ http://hanafisya15.blogspot.com
bukan untuk tujuan negatif, seperti untuk membatalkan apa yang telah
diyakininya dengan cara pindah ke mufti lain tersebut. Umpamanya
seseorang nikah tanpa wali dengan mengikuti pendapat mufti Hanafiyah.
Kemudian ia ingin menceraikan istrinya. Untuk itu ia pindah ke mufti
bermazhab Syafi‘i yang menetapkan batalnya nikah tanpa wali.
http://iaisambas.academia.edu/hanafisulaiman ~ http://hanafisya15.blogspot.com
http://iaisambas.academia.edu/hanafisulaiman ~ http://hanafisya15.blogspot.com
http://iaisambas.academia.edu/hanafisulaiman ~ http://hanafisya15.blogspot.com
http://iaisambas.academia.edu/hanafisulaiman ~ http://hanafisya15.blogspot.com
yang sepakati oleh para ulama’ dan tidak terdapat perselisihan diantara
mereka, atau menggunakan qiyas pada sebagiannya.14
14
Rachmat Syafe’I, Ilmu Ushul Fiqih ,(Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 141-142.
http://iaisambas.academia.edu/hanafisulaiman ~ http://hanafisya15.blogspot.com
http://iaisambas.academia.edu/hanafisulaiman ~ http://hanafisya15.blogspot.com
DAFTAR RUJUKAN
Bakry, Nazar. 1994. Fiqih dan Ushul Fiqih. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel. 2011. Studi Hukum Islam. Surabaya:
IAIN Sunan Ampel Pers
http://iaisambas.academia.edu/hanafisulaiman ~ http://hanafisya15.blogspot.com