Anda di halaman 1dari 15

i

MAKALAH
ISTISHAB DAN MASLAHAH MURSALAH

Dosen Pengampu :
Dr. Toha Andiko, M.Ag

Oleh :
1. Yoga Trisandi (2223150118)
2. Yoprizon (2223150133)

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA 3D


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI FATMAWATI SOEKARNO
BENGKULU 2022/2023
ii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikumwarahmatullahiwabarakatuh.
Semua pujian adalah kepada Allah SWT yang telah memberi kita
kebahagiaan sehingga kita dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Tanpa
bantuan-Nya saya tidak akan pernah memiliki pilihan untuk menyelesaikan
makalah ini dengan baik.
Shalawat dan alam kita berikan kepada nabi kita yang disayangi Muhammad
SAW yang akan kita menengahi di luar yang besar. Sang Penulis mengucapkan
terima kasih kepada Allah SWT atas kekayaan berkat-Nya yang sehat, baik
sebagai kesejahteraan dan alasan yang sebenarnya, sehingga Penulis dapat
menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul “Istishab dan Maslahah
Mursalah”.
Penulis memahami bahwa makalah ini cukup cacat dan masih ada banyak
kesalahan dan noda di dalamnya. Oleh karena itu, penulis mengantisipasi analisis
dan ide-ide dari para pembaca untuk makalah ini, dengan tujuan agar tulisan ini
nantinya dapat berubah menjadi makalah yang jauh dan jauh. Kemudian, pada
saat itu, dengan asumsi ada banyak slip-up dalam makalah ini, Penulis meminta
maaf dengan berlimpah.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pertemuan,
terutama kepada para dosen yang telah menyutradarai rekaman sebagai hard
copy makalah ini. Selanjutnya, idealnya makalah ini bisa berharga. Terima kasih
banyak kepada Anda.

Bengkulu, 27 Oktober 2023

Penulis
iii

DAFTAR ISI

COVER.....................................................................................................................
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................2

PEMBAHASAN
A. Istishab..........................................................................................................3
1. Pengertian Istishab....................................................................................3
2. Kedudukan Istishab...................................................................................4
3. Macam- Macam Istishab...........................................................................4
4. Contoh Istishab..........................................................................................7
B. Mashalah Mursalah.......................................................................................8
1. Pengertian..................................................................................................8
2. Khujjahan (Dalil) dalam Mashalah Mursalah...........................................8
3. Macam-macam Mashalah Mursalah.........................................................8
4. Pertentangan dengan Nassh (Teks Hukum Syariah).................................9
5. Contoh dalam Ekonomi Islam...................................................................9

PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................11
B. Saran............................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA
1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam hukum Islam terdapat dua ketentuan hukum yaitu hukum yang
disepakati dan hukum yang tidak disepakati. Seperti yang kita ketahui bahwa
hukum yang kita sepakati tersebut yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah, Ijma’,
dan Qiyas. Secara umum ada 7 hukum Islam yang tidak disepakati dan salah
satu dia antaranya akan menjadi pokok pembahasan pada makalah ini yaitu
Istishab.
Metode-metode yang digunakan para mujtahid untuk menarik atau
menyimpukan sebuah hukum relatif berjumlah banyak, dan salah satu metode
yang digunakan untuk itu adalah istishab. Oleh karena itu dalam makalah ini
penulis mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan istishab mulai dari
pengertian, syarat-syarat, bentuk-bentuk, kaida-kaidahnya sampai pada
relevansi istishab terhadap hukum positif yang khusunya ada di Indonesia.
Dalam peristilaan ahli ushul, istishab berarti menetapkan hukum menurut
keadaan yang terjadi sebelumnya sampai ada dalil yang mengubahnya. Dalam
ungkapan lain, ia diartikan juga sebagai upaya menjadikan hukum peristiwa
yang ada sejak semula tetap berlaku hingga peristiwa berikutnya, kecuali ada
dalil yang mengubah ketentuan itu.
Islam merupakan agama Rahmatan lil ‘alamin yang dianugrahkan kepada
seluruh umat manusia. Seiring dengan perkembangan zaman, dalam situasi
dan kondisi yang berubah-ubah tentu akan menimbulkan berbagai pertanyaan
mengenai permasalahan-permasalahan yang timbul di masyarakat, mulai dari
masalah pribadi, keluarga, ekonomi, hukum, dan lain-lain. Disinilah agama
Islam terbukti sebagai agama yang mampu menjawab segala permasalahan
dan sesuai dengan perkembangan zaman. Para ulama mengeluarkan fatwa-
fatwa yang bertujuan untuk menjawab permasalahan-permalahan tersebut,
mewujudkan kemaslahatan dan mencegah atau menolak berbagai kerusakan
bagi umat manusia dengan menyesuaikan pada tujuan syari’at atau disebut
dengan maslahah mursalah.
2

B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi batasan pada makalah ini yaitu:
1. Apa Pengertian Istishab dan Maslahah Mursalah ?
2. Bagaimana Kedudukan Istishab ?
3. Apa Saja Macam-Macam Istishab dan Maslahah Mursalah ?
4. Bagaimana Contoh Istishab dan Maslahah Mursalah Dalam Ekonomi
Islam ?
5. Apa saja Khujjahan Maslahah Mursalah ?
6. Bagaimana Pertentangan Maslahah Mursalah terhadap Nash?

C. Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan pada makalah ini yaitu:
1. Untuk Memahami Pengertian Istishab dan Maslahah Mursalah
2. Untuk Memahami Kedudukan Istishab
3. Untuk Memahami Macam-Macam Istishab dan Maslahah Mursalah
4. Untuk Memahami Contoh Istishab dan Maslahah Mursalah Dalam
Ekonomi Islam
5. Untuk Mengetahui Khujjahan Maslahah Mursalah
6. Untuk Memahami Pertentangan Maslahah Mursalah terhadap Nash
3

PEMBAHASAN
A. Istishab
1. Pengertian Istishab
Secara lughawi (etimologi) istishab itu berasal dari kata is-tash-ha-ba (
‫) استصحب‬dalam shigat is-tif’âl (‫(استفعال‬, yang berarti: ‫الصحبة استمرار‬. Kalau
kata ‫الصحبة‬diartikan “sahabat” atau “teman”, dan ‫استمرار‬diartikan “selalu”
atau “terusmenerus”, maka istishab itu secara lughawi artinya adalah:
“selalu menemani” atau “selalu menyertai”.1
Sedangkan secara istilah (terminologi), terdapat beberapa definisi
yang dikemukakan oleh para ulama, di antaranya ialah:
a. Imam Isnawi
Istishab ialah melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan
yang telah ditetapkan karena suatu dalil sampai ada dalil lain yang
mengubah hukum-hukum tersebut.
b. Ibn al-Qayyim al-Jauziyah
Istishab ialah mengukuhkan menetapkan apa yang pernah
ditetapkan dan meniadakan apa yang sebelumnya tiada.
c. Abdul-Karim Zaidan
Istishab ialah menganggap tetapnya status sesuatu seperti
keadaannya semula selama belum terbukti ada sesuatu yang
mengubahnya.
Istishab juga dapat berarti melanjutkan berlakunya hukum yang telah
tetap di masa lalu, diteruskan sampai yang akan datang selama tidak
terdapat yang mengubahnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa istishab
adalah menetapkan berlakunya suatu hukum yang telah ada sebelum ada
dalil atau bukti yang mengubah hukum tersebut.
Jadi apabila sudah ditetapkan suatu perkara pada sesuatu waktu, maka
ketentuan hukumnya tetap seperti itu, sebelum ada dalil baru yang
mengubahnya, sebaliknya apabila sesuatu perkara telah ditolak pada
sesuatu waktu, makapenolakan tersebut tetap berlaku sampai akhir masa,
sebelum terdapat dalil yang menerima (metsabitkan) perkara itu.
1
Faisal Affandi, Asmuni, and Tuti Anggraini, ‘Relevansi Penggunaan Istihsan Dan Istishab Dalam
Kacamata Ekonomi Syariah’, JIBF MADINA: Journal Islamic Banking and Finance, II.I (2022), 82–99.
4

2. Kedudukan Istishab
Pada umumnya, para ulama ushul fiqh berbeda pendapat tentang
kedudukan istishab sebagai sumber hukum Islam. Pendapat para ulama
tentang kedudukan istishab, yaitu:2
a. Istishab sebagai Pedoman dalam Menentukan Hukum Islam
Menjadikan istishab sebagai pegangan dalam menentukan hukum
suatu peristiwa yang belum ada hukumnya, baik dalam Alquran,
sunnah, maupun ijma.
Ulama yang termasuk kelompok ini adalah Syafi'iyah, Hambaliyah,
Malikiyah, Dhahiriyah, dan sebagian kecil dari ulama Hanafiyah. Dalil
yang mereka jadikan alasan untuk ini, yaitu:
‫ِإَّن الَّظَّن اَل ُيْغ ِني ِم َن اْلَح ِّق َشْيًئا ِإَّن َهَّللا َع ِليٌم ِبَم ا َيْفَع ُلْو َن‬.
Artinya: "Sesungguhnya dugaan itu tidak sedikit pun berguna
untuk melawan kebenaran. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang
mereka kerjakan." (QS. Yunus: 36)
Berdasarkan kepada dalil di atas, para ulama menetapkan kaidah-
kaidah fikih sebagai berikut:
1) Pada dasarnya yang dijadikan dasar adalah sesuatu yang terjadi
sebelumnya.
2) Apa yang diyakini adanya tidak hilang karena adanya keraguan.
3) Asal hukum sesuatu adalah boleh.
b. Menolak Istishab sebagai Pegangan dalam Menetapkan Hukum Islam
Sebagian ulama lainnya menolak istishab sebagai pegangan dalam
menentukan hukum Islam. Ulama golongan kedua ini kebanyakan
adalah ulama Hanafiyah.
Mereka menyatakan bahwa istishab seperti yang disebutkan di atas
adalah tanpa dasar dan menolaknya untuk menetapkan hukum baru.

3. Macam- Macam Istishab

2
Panji Adam Agus Putra, ‘Aplikasi Konsep Dan Kaidah Istishab Dalam Hukum Ekonomi Syariah’,
Jurnal Intelektualita: Keislaman, Sosial Dan Sains, 10.1 (2021), 109–23
<https://doi.org/10.19109/intelektualita.v10i1.8369>.
5

Para ulama ushul fiqih mengemukakan bahwa istishab ada 5 macam


yang sebagian disepakati dan sebagian lain diperselisihkan. Kelima macam
Istishab itu adalah:
a. Istishab hukum Al- Ibahah Al- Asliyyah
Maksudnya menetapkan hukum sesuatu yang bermanfaat bagi
manusia adalah boleh selama belum ada dalil yang menunjukkan
keharamannya. Misalnya seluruh pepohonan di hutan adalah merupakan
milik bersama umat manusia dan masing- masing orang berhak
menebang dan memanfaatkan pohon dan buahnya, sampai ada bukti
yang menunjukkan bahwa hutan tersebut telah menjadi milik sesorang.
Berdasarkan ketetapan perintah ini, maka hukum kebolehan
memanfaatkan hutan tersebut berubah menjadi tidak boleh. Istishab
seperti ini menurut para ahli ushul fiqih dapat dijadikan hujjah dalam
menetapkan hukum.3
b. Istishab yang menurut akal dan syara’ hukumnya tetap dan berlangsung
terus.
Misalnya hukum wudhu seseorang yang telah berwudhu dianggap
berlangsung terus sampai adanya penyebab yang membatalkannya.
Apabila seseorang merasa ragu apakah wudhunya masih ada atau sudah
batal, maka berdasarkan Istishab wudhuya dianggap masih ada karena
keraguan tidak bisa mengalahkan keyakinan. Hal ini sejalan dengan
Sabda Rasul “ Jika seseorang merasakan sesuatu dalam perutnya, lalu ia
ragu apakah ada sesuatu yang keluar atau tidak, maka sekali- kali
janganlah ia keluar dari masjid (membatalkan shalat) sampai kamu
mendengar suara atau mencium bau kentut. (HR. Muslim dan Abu
Hurairah).
Istishab bentuk kedua ini terdapat perbedaan pendapat ulama ushul
fiqih. Inu Qayyim al- Jauziyyah berpendapat bahwa Istishab seperti ini
dapat dijadikan hujjah.Ulama’ Hanafiyah berpendirian bahwa pendapat
seperti ini hanya bisa dijadikan hujjah untuk menetapkan dan

3
M. Lutfillah Habibi and Ana Toni Roby Candra Yudha, ‘Membangun Integrated Takaful Dan Wakaf
Model Dalam Upaya Meningkatkan Kemanfaatan Pemegang Polis’, Al-Uqud : Journal of Islamic Economics,
1.2 (2017), 139 <https://doi.org/10.26740/jie.v1n2.p139-155>.
6

menegaskan hukum yang telah ada, dan tidak bisa dijadikan hujjah
untuk hukum yang belum ada.
Imam Ghazali menyatakan bahwa istishab hanya bisa dijadikan
hujjah apabila didukung oleh nash atau dalil, dan dalil itu merujukkan
bahwa hukum itu masih tetap berlaku dan tidak ada dalil yan laing yang
membatalkannya.
Sedangkan Ulama Malikiyah menolak istishab sebagai hujjah
dalam beberapa kasus, seperti kasus orang yang ragu terhadap keutuhan
wudhunya. Menurut mereka dalam kasus seperti ini istishab tidak
berlaku, karena apabila sesorang merasa regu atas keutuhan wudhunya
sedangkan sedangkan di dalam keadaan shalat, maka shalatnya batal
dan ia harus berwudhu kembali dan mengulangi shalatnya.
c. Istishab hukum akal sampai adannya hukum syar’i
Maksudnya, umat manusia tidak dikenakan hukum syar’i sebelum
datangnya syara’. Seperti tidak adanya pembebanan hukum dan akibat
hukumnya terhadap umat manusia,sampai datangnya dalil syara’ yang
menentukan hukum. Misalnya seseorang menggugat orang lain bahwa
ia berhutang kepadanya sejumlah uang, maka penggugat berkewajiban
untuk mengemukakan bukti atas tuduhannya, apabila tidak sanggup,
maka tergugat bebas dri tuntutan dan ia dinyatakan tidak pernah
berhutang pada penggugat. Istishab seperti ini diperselisihkan menurut
ulama Hanafiyah, istishab dalambentuk ini hanya bisa menegaskan
hukum yang telah ada, dan tidak bisa menetapkan hukum yang akan
datang.
Sedangkan menurut ulama Malikiyah, Syati’iyah, dan Hanabilah,
istishab seperti ini juga dapat menetapkan hukum syar’i, baik untuk
menegaskan hukum yang telah ada maupun hukum yang akan datang.
7

d. Istishab hukum yang ditetapkan berdasarkan ijma’ tetapi keberadaan


ijma’ itu diperselisihkan. Istishab seperti ini diperselisihkan para
ulama tentang kehujahannya. Misalnya para ulama fiqih menetapkan
berdasarkan ijma’ bahwa tatkala air tidak ada, seseorang boleh
bertayamum untuk mengerjakan shalat. Tetapi dalam keadaan shalat, ia
melihat ada air, apakah shalat harus dibatalkan ?
Menurut ulama’ Malikiyyah dan Syafi’iyyah, orang tersebut tidak
boleh membatalkan shalatnya, karena adanya ijma’ yang mengatakan
bahwa shalatnya sah apabila sebelum melihat air. Mereka mengaggap
hukum ijma’ tetap berlaku sampai adanya dalil yang menunjukkan
bahwa ia harus membatalkan shalatnya kemudian berwudhu dan
mengulangi shalatnya. Ulama Hanabilah dan Hanafiyyah mengatakan
orang yang melakukan shalat dengan tayamum dan ketika shalat
melihat air, ia harus membatalkan shalatnya unruk berwudhu. Mereka
tidak menerima ijma’ karena ijma’ menurut mereka hanya terkait
denganhukum sanya shalat bagi orang dalam keadaan tidak adanya air,
bukan keadaan tersedianya air.
4. Contoh Istishab
Ishtisab dalam ekonomi Islam merujuk kepada suatu konsep yang
berkaitan dengan harta yang hilang atau dicuri. Dalam konteks ini, ishtisab
mengacu pada keadaan di mana seseorang yang kehilangan harta dapat
mengklaim kembali harta tersebut jika dia dapat membuktikan bahwa
harta tersebut telah digunakan oleh orang lain secara sah dan dalam waktu
yang cukup lama, sehingga orang yang kehilangan harta tersebut tidak
dapat mengklaim kembali harta tersebut.
Sebagai contoh, bayangkan seseorang kehilangan sebuah kendaraan
bermotor dan kemudian melihat seseorang lain menggunakannya selama
beberapa tahun. Dalam hukum ekonomi Islam, jika pemilik asli kendaraan
tersebut dapat membuktikan bahwa kendaraan itu digunakan secara sah
oleh orang lain dan bahwa dia tidak mencoba untuk mengambilnya
kembali selama beberapa waktu, maka ishtisab dapat diterapkan, dan
pemilik asli mungkin tidak dapat mengklaim kembali kendaraan tersebut.
8

Konsep ishtisab ini bertujuan untuk menciptakan kepastian hukum dan


melindungi hak pemilik asli, namun juga mempertimbangkan penggunaan
harta yang wajar oleh orang lain. Prinsip ini terkait dengan konsep dalam
hukum Islam yang lebih luas tentang hak milik (mal) dan pemeliharaan
harta benda.

B. Mashalah Mursalah
1. Pengertian
Mashalah Mursalah adalah salah satu konsep dalam hukum ekonomi
Islam yang merujuk kepada suatu situasi di mana hukum syariah tidak
memberikan petunjuk atau ketentuan yang jelas tentang suatu masalah atau
transaksi ekonomi tertentu. Dalam kasus ini, tidak ada nash (ketentuan
hukum syariah yang spesifik) yang dapat digunakan sebagai referensi
langsung, dan oleh karena itu, para ulama atau pakar hukum Islam harus
menggunakan ijtihad (analogi) atau prinsip-prinsip hukum Islam yang
umum untuk mencari solusi yang sesuai.4
2. Khujjahan (Dalil) dalam Mashalah Mursalah
Mashalah Mursalah mengandalkan pada dalil umum (khujjahan 'amm)
dan prinsip-prinsip hukum Islam yang terdapat dalam Al-Quran dan Hadis.
Para ulama mencoba untuk menafsirkan dan mengaplikasikan prinsip-
prinsip ini sesuai dengan situasi yang dihadapi dalam ekonomi Islam.
Prinsip-prinsip umum seperti maslahah (kemanfaatan), mafsadah
(kerugian), ijtihad, qiyas (analogi), dan istihsan (preferensi) sering
digunakan untuk mencari solusi dalam situasi mashalah mursalah.5
3. Macam-macam Mashalah Mursalah
Ada beberapa jenis mashalah mursalah dalam ekonomi Islam, di
antaranya:

4
Nur Asiyah and Abdul Ghofur, ‘Kontribusi Metode Maṣlaḥah Mursalah Imam Malik Terhadap
Pengembangan Hukum Ekonomi Syari’Ah Kontemporer’, Al-Ahkam, 27.1 (2017), 59
<https://doi.org/10.21580/ahkam.2017.27.1.1349>.
5
Rizal Fahlevi, ‘Implementasi Maṣlaḥah Dalam Kegiatan Ekonomi Syariah’, JURIS (Jurnal Ilmiah
Syariah), 14.2 (2016), 225 <https://doi.org/10.31958/juris.v14i2.310>.
9

a. Mashalah Mursalah Hukmiyah


Situasi di mana hukum syariah tidak memberikan ketentuan yang
spesifik tentang suatu masalah ekonomi. Contohnya adalah transaksi
perdagangan mata uang asing (forex) atau penggunaan instrumen
keuangan modern seperti saham atau obligasi.
b. Mashalah Mursalah Aqliyah
Situasi di mana masalah tidak ditemukan dalam nash (teks hukum
syariah) tetapi dapat dipahami atau ditemukan melalui penalaran dan
analisis. Contohnya adalah hukum dalam transaksi jual beli barang
yang belum ada (salam) atau akad perbankan syariah seperti
murabahah.
4. Pertentangan dengan Nassh (Teks Hukum Syariah)
Mashalah mursalah seringkali memunculkan perdebatan di antara
ulama karena penggunaan analogi dan penafsiran dalam menghadapi
situasi yang tidak diatur secara langsung dalam nash. Pertentangan dapat
muncul ketika ulama yang berbeda memiliki pandangan yang berbeda
tentang bagaimana hukum Islam harus diterapkan dalam konteks mashalah
mursalah. Ini bisa menghasilkan keraguan dalam pengambilan keputusan
dalam transaksi ekonomi.
5. Contoh dalam Ekonomi Islam
Sebagai contoh, pertimbangan dalam pembiayaan proyek infrastruktur
menggunakan instrumen keuangan yang kompleks dan modern seperti
sukuk (obligasi syariah) adalah jenis mashalah mursalah. Meskipun hukum
Islam menyediakan pedoman mengenai akad yang sah dan prinsip bagi
pembiayaan proyek-proyek, tidak ada nash yang secara eksplisit
membahas instrumen sukuk. Oleh karena itu, para ulama dan ahli hukum
Islam harus menggunakan analogi dan prinsip-prinsip hukum Islam umum
untuk menentukan apakah instrumen ini sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah.
Penting untuk dicatat bahwa mashalah mursalah adalah bagian
integral dari hukum ekonomi Islam yang memungkinkan fleksibilitas
dalam menangani situasi-situasi baru dan kompleks dalam konteks
10

ekonomi yang terus berubah.6 Dalam menghadapi mashalah mursalah, para


ulama selalu berusaha untuk memastikan bahwa solusi yang diambil sesuai
dengan prinsip-prinsip hukum Islam dan tujuan moral yang dikejar dalam
ekonomi syariah.

6
Rofikoh Awalih, ‘Tinjauan Maslahah Mursalah Terhadap Peraturan Bank Indonesia Nomor
19/8/Pbi/2017 Tentang Gerbang Pembayaran Nasional (National Payment Gateway)’, Jurnal Al-Hakim:
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, Studi Syariah, Hukum Dan Filantropi, 2.1 (2020), 40–57
<https://doi.org/10.22515/alhakim.v2i1.2494>.
11

PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Istishab dan Maslahah
Mursalah adalah instrumen hukum yang penting dalam menegakkan nilai-
nilai moral dan etika dalam ekonomi Islam. Mereka memberikan panduan
yang memungkinkan penyesuaian dan adaptasi terhadap situasi-situasi baru
dalam dunia ekonomi. Melalui konsep ini, ekonomi Islam tetap relevan dalam
mengatasi tantangan dan perubahan dalam ekonomi kontemporer, sambil
tetap mempertahankan prinsip-prinsip etika dan keadilan yang mendasarinya.
Oleh karena itu, pemahaman mendalam tentang istishab dan maslahah
mursalah menjadi kunci dalam menerapkan hukum ekonomi Islam dengan
bijak dan adil dalam lingkungan ekonomi yang beragam dan dinamis.

B. Saran
Demi kelancaran dan kesempurnaan pembuatan makalah ini, kami
mohon kepada para pembaca untuk memberikan saran yang membangun.
Karena kami sadar betul bahwa dalam pembuatan makalah ini masih sangat
banyak kekuarangan dan kesalahannya.
12

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, Faisal, Asmuni, and Tuti Anggraini, ‘Relevansi Penggunaan Istihsan Dan
Istishab Dalam Kacamata Ekonomi Syariah’, JIBF MADINA: Journal
Islamic Banking and Finance, II.I (2022), 82–99

Agus Putra, Panji Adam, ‘Aplikasi Konsep Dan Kaidah Istishab Dalam Hukum
Ekonomi Syariah’, Jurnal Intelektualita: Keislaman, Sosial Dan Sains, 10.1
(2021), 109–23 <https://doi.org/10.19109/intelektualita.v10i1.8369>

Asiyah, Nur, and Abdul Ghofur, ‘Kontribusi Metode Maṣlaḥah Mursalah Imam
Malik Terhadap Pengembangan Hukum Ekonomi Syari’Ah Kontemporer’,
Al-Ahkam, 27.1 (2017), 59
<https://doi.org/10.21580/ahkam.2017.27.1.1349>

Awalih, Rofikoh, ‘Tinjauan Maslahah Mursalah Terhadap Peraturan Bank


Indonesia Nomor 19/8/Pbi/2017 Tentang Gerbang Pembayaran Nasional
(National Payment Gateway)’, Jurnal Al-Hakim: Jurnal Ilmiah Mahasiswa,
Studi Syariah, Hukum Dan Filantropi, 2.1 (2020), 40–57
<https://doi.org/10.22515/alhakim.v2i1.2494>

Fahlevi, Rizal, ‘Implementasi Maṣlaḥah Dalam Kegiatan Ekonomi Syariah’,


JURIS (Jurnal Ilmiah Syariah), 14.2 (2016), 225
<https://doi.org/10.31958/juris.v14i2.310>

Habibi, M. Lutfillah, and Ana Toni Roby Candra Yudha, ‘Membangun Integrated
Takaful Dan Wakaf Model Dalam Upaya Meningkatkan Kemanfaatan
Pemegang Polis’, Al-Uqud : Journal of Islamic Economics, 1.2 (2017), 139
<https://doi.org/10.26740/jie.v1n2.p139-155>

Anda mungkin juga menyukai