Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PENDIDIKAN KEWARGAAN
Dosen Pengampu : Ade Afriansyah, S.Fil.I., M.Hum

Mengembangkan Sikap Positif Terhadap Negara Kesatuan


Republik Indonesia (NKRI)

Disusun oleh :

Yandi Novia NIM. 1803110477


Rani Sabrani NIM. 1803110442
Rahmad Rully Fauzi NIM. 1803110439

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA


FAKULTAS USULUDIN ADAB DAN DAKWAH
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
TAHUN 2018
i
KATA PENGANTAR

Ba’da salam dan do’a kami ucapkan syukur Alhamdulillah kepada Allah

SWT yang telah memberikan nikmat ilmu, iman dan Islam sehigga kami dapat

menyelesaikan penyusunan penulisan makalah ini dengan judul

“Mengembangkan Sikap Positif Terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia

(NKRI)”.

Ibarat pepatah “tak ada gading yang tak retak’,begitu juga halnya dengan

isi makalah ini, masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan segala

kerendahan hati, kami membuka diri bila ada koreksi-koreksi dan krtikan-kritikan

konstruktif dari pembaca makalah ini.

Terakhir kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat

dalam penulisan makalah ini. Mudah-mudahan Allah SWT, selalu menjaga dan

membimbing dalam setiap langkah kita, sehingga dalam kehidupan kita sehari-

hari tidak terlepas dari Rahmat dan Hidayah Allah SWT. amin ya robbal alamin.

Palangka Raya, September 2018

Penyusun,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1
A. Latar Belakang............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan............................................................................ 2
D. Manfaat Penulisan.......................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................... 3
A. Menganalisis Pengertian Bangsa dan Faktor Pembentuk Bangsa-
Bangsa............................................................................................ 3
1. Pengertian Bangsa.................................................................... 3
2. Faktor Pembentuk Bangsa-Bangsa........................................... 4
B. Pengertian, Tujuan dan Bentuk-Bentuk Negara............................. 6
1. Pengertian Negara.................................................................... 6
2. Tujuan Negara.......................................................................... 8
3. Bentuk-Bentuk negara.............................................................. 12
C. Menganalisis Hakekat, Sejarah dan Landasan Hukum, serta
Wilayah NKRI................................................................................ 15
1. Hakekat NKRI.......................................................................... 15
2. Sejarah dan Landasan Hukum NKRI....................................... 15
3. Wilayah NKRI.......................................................................... 18
BAB III PENUTUP.................................................................................. 21
A. Kesimpulan ................................................................................... 21
B. Saran .............................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bangsa kita memiliki pengalaman sejarah panjang dalam

mempertahankan keutuhan NKRI. Pengalaman itu hendaknya menjadi

pelajaran agar tidak terulang lagi pada waktu yang akan datang. Misalnya

kurang rasa persatuan dan semangat kebangsaan hingga menimbulkan

pemberontakan dan bercita-cita memisahkan diri dari RI. Rentetan

pemberontakan itu bagaikan menikam NKRI dari belakang. Oleh karena itu,

tugas dari generasi penerus bangsa adalah mempertahankan kesatuan NKRI

agar tidak terpecah lagi. Karena semakin banyak penduduknya diharapkan

akan semakin kuat pula pertahanan dari Indonesia.

Sangat penting bagi kita untuk mengembangkan sikap positif terhadap

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang kini telah 73 tahun

merdeka.

Proklamasi 17 Agustus 1945 merupakan peristiwa bersejarah yang

sangat penting bagi NKRI. Dari sudut pandang politik, proklamasi berarti

pernyataan bangsa Indonesia. NKRI lahir melalui revolusi nasional dalam

menjebol tata hukum Kolonial dan membangun tata hukum baru.

Makalah ini memberikan gambaran secara umum bagaimana bangsa

dan negara terbentuk, tujuan negara, serta hakikat, sejarah dan landasan

hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kemudian kita akan

sadar bahwa menjaga keutuhan NKRI adalah kewajiban kita bersama.

1
B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah :

1. Apa itu yang dimaksud dengan bangsa dan faktor-faktor apa saja

pembentuk bangsa-bangsa?

2. Apa itu pengertian, tujuan dan bentuk-bentuk negara?

3. Apa yang dimaksud dengan hakekat NKRI?

4. Bagaimana sejarah dan landasan hukum NKRI?

5. Bagaimana pembagian wilayah NKRI?

C. Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengertian bangsa serta faktor pembentuk bangsa-

bangsa.

2. Untuk mengetahui pengertian, tujuan dan bentuk-bentuk negara.

3. Untuk mengetahui hakekat, sejarah dan landasan hukum, serta wilayah

NKRI.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan makalah ini agar mahasiswa mampu

memformalisasikan konsep dan karakteristik bangsa dan negara.

Mengidentifikasi faktor pembentuk identitas bangsa. Kemudian mampu

menyebutkan tujuan dan fungsi negara sebagai organisasi masyarakat dan

kekuasaan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Menganalisis Pengertian Bangsa dan Faktor Pembentuk Bangsa-Bangsa

1. Pengertian Bangsa

Bangsa adalah sebuah kelompok manusia yang diakui secara

nasional dan mempunyai beberapa kesamaan misalnya bahasa, agama,

ideologi, budaya, maupun sejarahnya. Para ahli sendiri banyak yang

mendefinisikan bangda ke dalam beberapa pengertian, berikut adalah

beberapa definisi tersebut:

a. Menurut Ernest Renan, bangsa ialah kumpulan manusia yang

memiliki sebuah ikatan batin yang dipersatukan sebah persamaan

sejarah dan cita-cita yang dimiliki.

b. Menurut Otto Baeur, bangsa adalah sekumpulan manusia dengan

kesamaan karakter, nasib, dan pengalaman sejarah budaya.

c. Menurut Ben Anderson, bangsa ialah sekumpulan manusia yang

tergabung di komunitas politik yang dibayangkan ke dalam wilayah

yang jelas batasnya serta berdaulat.

d. Menurut Hans Kohn, bangsa terbentuk karena adanya persamaan

bahasa, ras, adat, dan agama yang akhirnya menjadi karakteristik yang

membedakan antar bangsa.

Menurut Badri Yatim, konsep Bangsa memiliki 2 pengertian :

3
1) Bangsa dalam Arti Sosiologis Antropologis. Bangsa dalam

pengertian Sosiologis dan Antropologis adalah persekutuan hidup

masyarakat yang berdiri sendiri yang masing-masing anggota

persekutuan hidup tersebut merasa satu kesatuan kesatuan ras,

bahasa, keyakinan, budaya dan sebagainya.1

2) Bangsa dalam arti politis; Bangsa dalam pengertian politik adalah

suatu masyarakat dalam suatu daerah yang sama dan mereka

tunduk pada kedaulatan negaranya sebagai suatu kekuasaan

tertinggi keluar dan kedalam. Jadi, mereka diikat oleh kekuasaan

politik yaitu negara. Jadi, bangsa dalam pengertian politik adalah

bangsa yang sudah bernegara dan mengakui serta tunduk pada

keuasaaan dari negara yang bersangkutan. Setelah merka

bernegara, terciptalah bangsa. Misalnya kemunculan bangsa

Indonesia (arti politis) setelah terciptanya lagu Indonesia Raya.2

2. Faktor Pembentuk Bangsa-Bangsa


Adapun faktor yang berperan untuk membentuk sebuah bagsa

adalah sebagai berikut:

a. Primordial meliputi ikatan kerabat atau kekeluargaan, kesamaan

suku, daerah tempat tinggal, bahasa, serta adat istiadat.

1
Wahyu Widodo, Budi Anwari, Maryanto, Pendidikan Kewarganegaraan, 2015, CV. ANDI OFFSET
(Penerbit ANDI, Anggota IKAPI), Yogyakarta. Hal. 13
2
Ibid, hal. 14

4
b. Sakral meliputi kesamaan agama yang dianut masyarakat. Karena

dalam hal ini agama dipercaya dapat menciptakan ideologi doktrin

yang kuat sehingga mampu membentuk sebuah bangsa.

c. Tokoh sebagai salah satu faktor karena di dalam kehidupan sosial,

tokoh dianggap sebagais sosok panutan.

d. Sejarah yakni ketika sekumpulan manusia tersebut tumbuh dari rasa

solidaritas atas kesamaan nasib di masa lampau.

e. Perkembangan Ekonomi disebut sebagai faktor pembentukan bangsa

karena adanya prinsip lurus yang terjadi, yakni jika ekonomi

semakin berkembang, maka kebutuhan masyarakat akan semakin

beragam sehingga membuat mayarakat akan semakin tergantung satu

sama lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Bangsa Indonesia merupakan kumpulan manusia yang terbentuk

akibat interaksi masyarakat yang terjadi di dalamnya secara alamiah.

Secara umum, bangsa Indonesia diketahu terbentuk karena kesamaan

pada nasib sebagai korban penjajahan yang diresmikan melalui ikrar

proklamasi dan sumpah peuda yang juga disebut-sebut sebagai sumpah

bangsa. Dalam istilah lain disebutkan bahwa bangsa dan negara tidak

memiliki kesatuan, artinya bisa jadi sebuah negara memiiki sebutan

negara tapi tidak bisa disebut dengan tambahan istilah bangsa. Misalnya

kita mengenal istilah negar Australia, namun tidak dengan istilah bangsa

Australia.

5
Bagi bangsa Indonesia, selain adanya faktor pembentukan bangsa,

adapula faktor pemersatu bangsa Indonesia yakni Pancasila, UUD 1945,

lagu kebangsaan yakni Indonesia Raya, bahasa resmi yakni Bahasa

Indonesia, kesamaan geografis yakni NKRI, dan berada di bawah

pemerintahan yang sama.

B. Pengertian, Tujuan dan Bentuk-Bentuk Negara

1. Pengertian Negara
Istilah negara merupakan terjemahan dari beberapa kata asing: state

(Inggris), staat (Belanda dan Jerman), atau etat (Perancis).3 Secara

terminologi, negara diartikan sebagai organisasi tertinggi di antara satu

kelompok masyarakat yang memiliki cita-cita untuk bersatu, hidup di

dalam suatu kawasan, dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat.4

Pengertian ini mengandung nilai konstitutif yang pada galibnya dimiliki

oleh suatu negara berdaulat: masyarakat (rakyat), wilayah, dan

pemerintahan yang berdaulat. Ketiga unsur ini perlu ditunjang dengan

unsur lainnya seperti adanya konstitusi dan pengakuan dunia internasional

yang oleh Mahfud M.D. disebut dengan unsur deklaratif.5

Rakyat dalam pengertian keberadaan suatu negara adalah

sekumpulan manusia yang dipersatukan oleh persamaan dan bersama-

sama mendiami suatu wilayah tertentu. Tidak bisa dibayangkan jika ada

3
A. Ubaedillah & Abdul Rozak, Pendidikan Kewarga[negara]an (Civic Education), Jakarta:
Kencana) 2012), hlm., 120
4
Ibid
5
Moh. Mahfud M.D., Dasar dan Struktur Kenegaraan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2001), hlm., 2

6
suatu negara tanpa rakyat. Hal ini mengingat rakyat atau warga negara

adalah substratum personel dari negara.6

Adapun wilayah adalah unsur negara yang harus terpenuhi karena

tidak mungkin ada negara tanpa batas-batas teritorial yang jelas. Secara

umum, wilayah dalam sebuah negara biasanya mencakup daratan,

perairan (samudra, laut, dan sungai), dan udara. Dalam konsep negara

modern masing-masing batas wilayah tersebut diatur dalam perjanjian

dan perundang-undangan internasional.7

Sedangkan pemerintah adalah alat kelengkapan negara yang

bertugas memimpin organisasi negara untuk mencapai tujuan bersama

didirikannya sebuah negara. Pemerintah, melalui aparat dan alat-alat

negara, yang menetapkan hukum, melaksanakan ketertiban dan

keamanan, mengadakan perdamaian dan lainnya dalam rangka

mewujudkan kepentingan warga negaranya yang beragam. Untuk

mewujudkan cita-cita bersama tersebut dijumpai bentuk-bentuk negara

dan pemerintahan. Pada umumnya, nama sebuah negara identik dengan

model pemerintahan yang dijalankannya, misalnya, negara demokrasi

dengan sistem pemerintahan parlementer atau presidensial. Ketiga unsur

ini dilengkapi dengan unsur negara lainnya, konstitusi.8

Unsur pengakuan oleh negara lain hanya bersifat menerangkan

tentang adanya negara. Hal ini hanya bersifat deklaratif, bukan konstutif,

6
C.S.T. Kansil, Sistem Pemerintahan Indonesia, (Jakarta: Aksara Baru, 1979), hlm., 13
7
Kaelani, Pendidikan Pancasila: Yuridis Kenegaraan, (Yogyakarta: Paradigma, 1999), hlm., 7
8
C.S.T. Kansil, Ilmu Negara Umum dan Indonesia, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2001), hlm. 28

7
sehingga tidak bersifat mutlak. Ada dua macam pengakuan suatu negara,

yakni pengakuan de facto dan pengakuan de jure. Pengakuan de facto

ialah pengakuan atas fakta adanya negara. Pengakuan ini didasarkan

adanya fakta bahwa suatu masyarakat politik telah memenuhi tiga unsur

utama negara (wilayah, rakyat, dan pemerintah yang berdaulat). Adapun

pengakuan de jure merupakan pengakuan akan sahnya suatu negara atas

dasar pertimbangan yuridis menurut hukum. Dengan memperoleh

pengakuan de jure, maka suatu negara mendapat hak-haknya di samping

kewajiban sebagai anggota keluarga bangsa sedunia. Hak dan kewajiban

dimaksud adalah hak dan kewajiban untuk bertindak dan diberlakukan

sebagai suatu negara yang berdaulat penuh di antara negara-negara lain.9

2. Tujuan Negara

Tujuan negara antara lain menjaga ketertiban masyarakat,

mengusahakan kesejahteraan rakyat, membentuk pertahanan, dan

menegakkan keadilan. Tujuan negara Indonesia telah jelas tercantum

dalam Pembukaan Undang – Undang Dasar 1945 alinea ke-4 yaitu :

 Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia.

 Memajukan kesejahteraan umum.

 Mencerdaskan kehidupan bangsa.

 Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,

perdamaian abadi dan keadilan sosial.

9
M. Solly Lubis, Asas-asas Hukum Tata Negara, (Bandung: Alumni, 1982), hlm. 15

8
Teori tujuan negara dapat dilihat dari 3 (tiga) sudut pandang, yaitu

pertama, tujuan negara berkaitan dengan tujuan akhir manusia; kedua,

tujuan kekuasaan; ketiga tujuan kemakmuran.

a. Tujuan Negara Berkaitan dengan Tujuan Akhir Manusia

Teori ini berkaitan dengan ajaran agama yang selalu menuntun

manusia untuk mencapai kesalamatan, ketenangan serta kebahagiaan

hidup manusia di dunia dan akhirat. Dalam teori Ilmu Negara, kita

jumpai teori dari Agustinus seorang kristiani yang mengemukakan

teori. Ia menyebut 2 (dua) macam negara, yaitu:

1) Civitas Dei, merupakan negara Tuhan yang terpuji karena sesuai

dengan cita-cita agama.

2) Civitas Terena, merupakan negara dunia yang sangat dikecam

dan ditolak oleh Agustinus.10

Sebagai negara Tuhan, Civitas Dei akan membawa keamanan

dan kesejahteraan karena selalu mendapat tuntunan dan bimbingan

Tuhan. Sedangkan Civitas Terena, akan membawa kesengsaraan dan

kekacauan karena tidak berdasarkan pada ajaran/ tuntutan Tuhan.

Selanjutnya Ibu Taimiyah, seorang filosof dan teolog Islam

menegaskan bahwa tujuan negara menurut syari’ah/ hukum-hukum

Tuhan adalah mamfasilitasi pengabdian kepada Allah SWT,

menyempurnakan akhlak manusia, menegakan keadilan dan

kebenaran untuk seluruh makhluk, mewujudkan kemakmuran

10
Soehino, SH,. "Ilmu Negara", Cet. 1 (Yogyakarta: Liberty, 1986), hal. 52.

9
bersama atas dasar keadilan, derajat dan hak yang sama atas semua

manusia.11 Dengan demikian harus ada supremasi hukum, dan

pemerintah harus menjadi alat dari hukum bukan sebaliknya.

Dalam teori tujuan negara yang dikaitkan dengan tujuan akhir

manusia, pada dasarnya negara diharapkan dapat menjadi fasilitator

bagi rakyatnya. Dalam hal ini, negara memberi jaminan dan

kesempatan pada setiap warganya untuk dapat mencapai tujuan akhir

hidupnya sesuai dengan tuntunan dan ajaran agama masing-masing.

b. Tujuan Kekuasaan

Teori Ilmu Negara menjelaskan bahwa salah satu tujuan negara

adalah mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan semata-mata.

Teori yang dikemukakan oleh Shang Yang dengan sebuah slogannya

yaitu "supaya negara kuat, rakyat harus lemah dan bodoh”.12

Caranya, penguasa harus mengumpulkan kekuasaan sebesar-

besarnya dengan menjatuhkan aspek kebudayaan yang hanya akan

membuat lemah dan merugikan penguasa. Dengan menghancurkan

kebudayaan, raja/ penguasa akan dapat mengendalikan rakyat,

sehingga menjadi kuat. Memang dalam negara selalu ada dua pihak

yang saling bertentangan, yaitu penguasa dan rakyat. Bila penguasa

kuat maka rakyat akan lemah. Bila rakyat lemah dan bodoh maka

tidak akan banyak menuntut, bahkan dapat dikendalikan untuk selalu

11
Tim Pengajar Ilmu Negara FH.UI, “Ilmu Negara”, Cet. 1 Depok: FH. UI. 2004, hal. 57.
12
Ibid, hal. 58

10
mendukung penguasa. Kondisi inilah yang paling baik menurut

Syang Yang.

Teori selanjutnya dikemukakan oleh Nicolo Machiavelli,

seorang sarjana dari negara Italia mengatakan bahwa tujuan negara

adalah ketertiban, keamanan dan ketentraman. Semua ini hanya

dapat dicapai dengan adanya kekuasaan yang absolut, menyusun

sistem pemerintahan sentral yaitu dengan mendapatkan dan

menghimpun kekuasaan sebesar-besarnya pada tangan raja.13

c. Tujuan Kemakmuran

Teori tujuan kemakmuran, terbagi menjadi teori tujuan

kemakmuran negara, kemakmuran individu dan teori tujuan

kemakmuran rakyat. Dalam teori kemakmuran negara, secara teoritis

tujuan negara adalah kemakmuran rakyat tetapi yang

mekasanakannya secara absolut adalah negara. Sedangkan yang

diartikan dengan negara dalam hal ini adalah raja beserta

kelompoknya (para bangsawan). Dengan demikian kepentingan umu

ditentukan/ ditafsirkan secara sepihak oleh raja/ penguasa yang

mempunyai kedudukan menentukan segalanya termasuk kegiatan

mencari kemakmuran untuk dirinya sendiri dan kelompoknya. Jadi,

negara/ raja yang aktif mencari kemakmuran, sementara rakyat

hanya diam menunggu kemakmuran dari raja.

13
Op. Cit., hal. 71

11
Dalam perkembangannya muncul teori tujuan kemakmuran

individu. Tujuan kemakmuran negara ternyata mendapat reaksi dari

golongan pengusaha/borjuis yang tidak melibatkan dalam kegiatan

mencari kemakmuran. Kelompok ini menuntut agar rakyat/ setiap

warga diberi kebebasan secara penuh dalam mencari kemakmuran

sendiri-sendiri, dan dijamin/ dilindungi oleh hukum. Kelompok ini

juga disebut paham liberalisme yang kemudian menimbulkan

perbedaan yang mencolok antara golongan kaya dan miskin.

Tujuan kemakmuran yang terakhir adalah kemakmuran rakyat,

yang menimbulkan bentuk negara hukum material. Pda tahap ini

tidak lagi penting bentuk formal dari suatu ketentuan hukum, karena

yang lebih utama adalah isi/ materi dari ketentuan hukum harus

untuk kemakmuran rakyat. Jadi tugas dan tujuan utama negara

adalah kemakmuran rakyat.

3. Bentuk-Bentuk Negara
Sebenarnya perbincangan mengenai bentuk Negara (staat vormen)

terkait dengan pilihan-pilihan antara (a) bentuk Negara Kesatuan (unitary

state, eenheidsstaat), (b) bentuk Negara Serikat (Federal, bonds-staat),

atau (c) bentuk Konfederasi (confederation, staten-bond). Sedangkan

perbincangan mengenai bentuk pemerintahan (regerings-vormen)

berkaitan dengan pilihan antara (a) bentuk Kerajaan a (Monarki), atau (b)

bentuk Republik. Sementara dalam sistem pemerintahan (regering sytem)

terkait pilihan-pilihan antara (a) sistem pemerintahan presidensiil, (b)

12
sistem pemerintahan parlementer, (c) sistem pemerintahan campuran,

yaitu quasi preidensiil seperti di Indonesia (dibawah UUD 1945 yang

asli) atau quasi parlementer seperti prancis yang dikenal dengan istilah

hybrid system, dan (d) sistem pemerintahan collegial seperti swiss.14

Teori-teori bentuk Negara yang dikembangkan para ahli dan

berkembang di zaman modern bermuara pada dua paham yang mendasar.

Pertama, paham yang menggabungkan bentuk Negara dengan bentuk

pemerintahan. Paham ini menganggap bahwa bentuk Negara dengan

bentuk pemerintahan, yang dibagi dalam tiga macam , yaitu (1) bentuk

pemerintahan dimana terdapat hubungan yang erat antara eksekutif dan

legislatif; (2) bentuk pemerintahan dimana ada pemisahan yang tegas

antara legislatif, eksekutif, dan yudikatif; (3) bentuk pemerintahan dimana

terdapat pegaruh dan pegawasan langsung dari rakyat terhadap badan

legislatif. Kedua, paham yang membahas bentuk Negara atas golongan

demokrasi dan diktator. Paham ini membahas bentuk Negara atas

golongan demokrasi dan diktator. Paham ini juga memperjelas bahwa

demokrasi dibagi dalam demokrasi Konstitusional (liberal) dan demokrasi

rakyat. Dari teori-teori tersebut kemudian berkembang di zaman modern

ini, yaitu bentuk Negara Kesatuan (unitarisme) dan Negara Serikat

(Federalisme) yang dapat berbentuk sistem sentralisasi atau sistem

desentralisasi.

14
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi Dan Konstitusionalisme. Jakarta konstitusi press . 2006 Hal. 259

13
Negara kesatauan adalah Negara yang tidak tersusun dari beberapa

Negara, melainkan hanya terdiri atas satu Negara, sehingga tidak ada

Negara di dalam Negara. Dengan demikian dalam Negara Kesatuan

hanya ada satu pemerintah, yaitu pemerintah pusat yang mempunyai

kekuasaan serta wewenang tertinggi dalam bidang pemerintahan Negara,

menetapkan kebjakan pemerintahan dan melaksanakan pemerintahan

Negara baik di pusat maupun di daerah-daerah.15 Berbeda dengan Negara

Federasi, lebih lanjut Soehino menjelaskan, Negara Federasi adalah

Negara yang bersusunan jamak, maksudnya Negara ini tersusun dari

beberapa Negara yang semula telah berdiri sendiri sebagai Negara yang

merdeka dan berdaulat, mempunyai Undang-Undang Dasar sendiri. tetapi

kemudian karena sesuatu kepentingan, Negara-Negara tesebut saling

menggabungkan diri untuk membentuk suatu ikatan kerja sama yang

efektif. Negara Kesatuan adalah Negara apabila kekuasaan tidak terbagi

dan Negara Serikat apabila kekuasaan di bagi antar Pemerintah Federal

dengan Negara Bagian.

Bentuk Negara sesunguhnya berkaitan dengan kekuasaan tertinggi

pada suatu Negara yaiu kedaulatan. Dalam Negara, kedaulatan

merupakan esensi terpenting dalam menjalankan Negara dan

pemerintahan. Teori kedaulatan yang terkenal sampai sekarang , antara

lain teori kedaulatan Tuhan yaitu teori yang menganggap kekuasaan

tertinggi berasal dari Tuhan (dikembangkan oleh Agustinus dan Thomas

15
Soehino, Ilmu Negara, Yogyakarta: Liberty, 2000 Hal.224

14
aquinas), teori kedaulatan rakyat yaitu kekuasaan berasal dari rakyat

(dikembangkan oleh Johannes Althusius, montesque, dan Jhon Locke),

teori kedaulatan Negara yaitu teori kedaulatan tertinggi ada pada

pemimpin Negara yang melekat sejak Negara itu ada (dikembangkan oleh

Paul Laband dan George Jelinek), dan teori kedaulatan Hukum yaitu teori

kedaulatan dimana kekuasaan dijalankan oleh pemimpin Negara

berdasarkan atas hukum dan yang berdaulat adalah hukum

(dikembangkan oleh Hugo De Groot, Krabbe, dan Immanuel Kant).16

C. Menganalisis Hakekat, Sejarah dan Landasan Hukum serta Wilayah

NKRI

1. Hakekat NKRI

Negara kesatuan adalah negara yang di dalamnya tidak ada negara.

Jadi dalam NKRI tidak akan mempunyai bagian di dalamnya yang

bernama negara. Bentuk NKRI tidak boleh diubah lagi menjadi bentuk

lain. Pasal 37 ayat 5 UUD 1945, menegaskan khusus mengenai bentuk

Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.

2. Sejarah dan Landasan Hukum NKRI

a. Situasi Menjelang Proklamasi

Ditengah-tengah situasi yang mendesak, pemerintah Jepang di

Tokyo menjanjikan memberi kemerdekaan bagi

Indonesia pada tanggal 24 Agustus 1945. Maka dari itu dibentuklah

Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan


16
Ibid

15
Indonesia (BPUPKI) tanggal 29 April 1945. Tersusul jatuhnya bom

atom negara sekutu pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945 di Hirosyima

dan Nagasaki, tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa

syarat pada sekutu. Beberapa sumber lain menyatakan bahwa Jepang

menyerah pada sekutu tanggal 15 Agustus 1945.

Para pemimpin Indonesia menentukan sikap untuk menyatakan

kemerdekaan atas tanggungjawab sendiri, terlepas dari janji penjajah.

Namun, Jepang berusaha menghalangi. Pada tanggal 16 Agustus 1945

di rumah Laksamana Maeda diselenggarakan rapat menyusun teks

proklamasi. Sebelum rapat dimulai Bung Karno, Bung Hatta,

Subardjo, Sukarni, dan Sayuti Melik duduk di ruang tamu

kecil untuk menyusun teks proklamasi. Dan akhirnya rapat

berakhir sekitarpukul 03.00 dini hari pada tanggal 17 Agustus 1945

dengan kesepakatan teks proklamasi yang akan dibacakan besok

paginya.

b. Proklamasi Kemerdekaan

Pukul 10.00 WIB tanggal 17 Agustus 1945 bertempat

di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta, Ir. Soekarno

membacakan teks proklamasi dalam sebuah upacara sederhana.

Jalannya upacara adalah sebagai berikut:

1) Ir. Soekarno tampil ke muka satu-satunya pengeras suara untuk

membacakan teks proklamasi.

16
2) Setelah itu pengibaran bendera sang merah putih dilakukan oleh

Sudanco Latief Hendraningrat. Bersamaan naiknya sang merah

putih, perlahan-lahan tanpa ada yang memberi komando, para

hadirin dengan spontan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia

Raya. Upacara Proklamasi itu sendiri berlangsung

singkat, yaitu hanya satu jam.

c. Hubungan Proklamasi dengan UUD 1945

Proklamasi 17 Agustus 1945 adalah norma pertama dalam tata

hukum Republik Indonesia. Sebagai norma pertama, Proklamasi

Kemerdekaan menjadi dasar bagi berlakunya semua aturan lainnya di

Indonesia. UUD 1945 adalah kerangka tata hukum, sebagai aturan

dasar tertulis yang tertinggi kedudukannya di Republik Indonesia.

Pengesahan UUD 1945 oleh

Panita Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 18 Agustus

1945 adalah bagian dalam penyempurnaan bangunan NKRI yang

diproklamirkan sehari sebelumnya.

d. Penetapan dan Pengesahan UUD 1945

Sebelum proklamasi kemerdekaan, para pemimpin bangsa

Indonesia yang duduk dalam BPUPKI telah berhasil menyusun

rancangan UUD bagi negara Republik Indonesia. Rancangan UUD

itu disahkan PPKI tanggal 18 Agustus 1945 sebagai UUD NKRI.

Keseluruhan naskah UUD Negara RI tahun 1945 itu kemudian

dimuat dalam Berita Republik Indonesia tahun ke II nomor

17
7, yang terdiri atas bagian pembukaan, bagian batang tubuh dan

penjelasan.

Sehingga Landasan hukum NKRI adalah Proklamasi

Kemerdekaan yang di proklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

3. Wilayah NKRI

Wilayah Indonesia jumlah pulaunya beribu-ribu (sekitar 17.508

pulau). Sebagai negara kepulauan, maka wilayah negara Indonesia

sebagian besar adalah wilayah laut, kira-kira dua per tiga bagian dari

sebagian adalah wilayah darat. Maka dari itu Indonesia disebut sebagai

negara maritim. Sejak berdiri, wilayah NKRI telah

mengalami banyak perubahan. Seperti Irian Barat yang berhasil direbut

dari penjajahan Belanda tahun 1963 dan sekarang dinamakan Irian Jaya

atau Papua. Wilayah Timor Timur yang dulu dijajah Portugal kini

bergabung dengan RI menjadi salah satu provinsi pada tahun 1976.

Tahun 1999 di Timor Timur dilakukan referendum yakni pemungutan

suara untuk menentukan pendapat rakyat, dan hasilnya menyatakan

Timor Timur berpisah dengan RI dan menjadi negara Timor Leste.

Perjuangan menyatukan wilayah laut dan darat sudah

dimulai sejak tahun 1957 melalui Deklarasi Juanda dan

akhirnya pada tahun 1982 disetujui oleh forum hukum laut internasional

di Montego by Jamaica.

18
Negara RI menyatakan bahwa penguasaan atas ruang angkasa kita

sampai ketinggian 36000 km. Pada ketinggian tersebut dinamakan

orbit geostasioner, hanya negara yang dilewati garis katulistiwa yang

memilikinya.

NKRI dibagi atas daerah-daerah provinsi, dan daerah provinsi

dibagi atas kabupaten dan kota. Wilayah NKRI dibagi menjadi provinsi-

provinsi dengan luas wilayah tampak dalam tabel berikut.

No Nama Provinsi Luas (km) Ibu Kota


1 Nangro Aceh Darussalam 55.390 Banda Aceh
2 Sumatera Utara 71.660 Medan
3 Sumatera Barat 42.898 Padang
4 Riau 94.561 Pekan Baru
5 Kepulauan Riau *) Tanjung Pinang
6 Jambi 53.436 Jambi
7 Sumatera Selatan 93.083 Palembang
8 Bangka Belitung 16.171 Pangkal Pinang
9 Begkulu 19.789 Bengkulu
10 Lampung 35.385 Bandar Lampung
11 DKI Jakarta 664 Jakarta
12 Jawa Barat 34.526 Bandung
13 Banten 6.651 Serang
14 Jawa Tengah 32.549 Semarang
15 DI Yogyakarta 3.186 Yogyakarta
16 Jawa Timur 47.923 Surabaya
17 Kalimantan Barat 149.807 Pontianak
18 Kalimantan Tengah 153.564 Palangkaraya
19 Kalimantan Selatan 36.535 Banjarmasin
20 Kalimantan Timur 210.985 Samarinda
21 Sulawesi Utara 15.273 Manado
22 Gorontalo 12.215 Gorontalo
23 Sulawesi Tengah 63.89 Palu
24 Sulawesi Selatan 62.483 Makasar

19
25 Sulawesi Tenggara 38.140 Kendari
26 Sulawesi Barat 16.796 Mamuju
27 Bali 5.633 Denpasar
28 Nusa Tenggara Barat 20.153 Mataram
29 Nusa Tenggara Timur 47.349 Kupang
30 Maluku 24.035 Ambon
31 Maluku Utara 53.836 Ternate
32 Irian Jaya Barat 116.571 Manokwari
33 Papua Tengah 71.199 Timika
34 Papua Timur 421.981**) Jayapura
*) Data masih kosong.
**) Luas sebelum pemekaran

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sebagai Negara yang berdiri secara berdaulat NKRI memiliki

kedaulatan akan wilayah yang jelas serta pengaturan penyelenggaraan

pemerintahan secara berdaulat tanpa pengaruh dari negara lain. Dinamika

NKRI mengharuskan seluruh potensi bangsa untuk bertekad mempertahankan

keutuhan NKRI dari berbagai ancaman dan gangguan yang membahayakan

eksistensi NKRI sebagai negara yang berdaulat.

Mengembangkan sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik

Indonesia (NKRI) yang kini telah 73 tahun merdeka adalah sebuah kewajiban

warga negara dengan cara yang sederhana yakni mempelajari sejarah bangsa

dan negara serta ikut serta menjadi keutuhan NKRI.

B. Saran

Tulisan ini kami serahkan kepada pembaca untuk dipelajari dan kami

mengharapkan suara-suara yang berfaedah untuk memperbaiki segala sesuatu

yang dirasa perlu. Kami tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada siapa saja

yang menambah analisis kami mengenai Mengembangkan sikap positif

terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kesadaran akan

pentingnya menjada keutuhan NKRI harus ditanamkan sejak dini dan diamalkan

dalam kehidupan sehari-hari. Pembahasan mengenai judul makalah ini dirasa

sangat perlu untuk pendalaman lebih jauh lagi, terutama jika kita berpedoman

dari berbagai macam teori tentang bangsa dan negara maka akan sangat luas

pembahasannya.

21
DAFTAR PUSTAKA

A.Ubaedillah & Abdul Rozak, Pendidikan Kewarga[negara]an (Civic


Education), Jakarta: Kencana, 2012.

C.S.T. Kansil, Sistem Pemerintahan Indonesia, Jakarta: Aksara Baru, 1979.

...................., Ilmu Negara Umum dan Indonesia, Jakarta: Pradnya Paramita,


2001.

Kaelani, Pendidikan Pancasila: Yuridis Kenegaraan, Yogyakarta: Paradigma,


1999.

Moh. Mahfud M.D., Dasar dan Struktur Kenegaraan, Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2001.

M. Solly Lubis, Asas-asas Hukum Tata Negara, Bandung: Alumni, 1982.

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi Dan KonstitusionalismE, Konstitusi Press, Jakarta,


2006.

SoehinO, Ilmu Negara, Cet. 1 Yogyakarta: Liberty, 1986.

Soehino, Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta, 2000.

Tim Pengajar Ilmu Negara FH.UI, Ilmu Negara, Cet. 1 Depok: FH. UI. 2004

Wahyu Widodo, Budi Anwari, Maryanto, Pendidikan Kewarganegaraan, 2015,


CV. ANDI OFFSET (Penerbit ANDI, Anggota IKAPI), Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai