Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

TENTANG RIBA’’
Dosen Pengampu : Anis Widya Khasanah, M.H.

Disusun Oleh :

Nama : Muhammad Abizar Ramadhani


Nama : Ernie Widyastuti (19020113)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


PERGURUAN TINGGI DAKWAH ISLAM INDONESIA
TAHUN 2023

Jl. Tawes No. 21-22 Tg. Priok Jakarta Utara 14310, Telp/Fax (021) 43570
Kata Pengantar

Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT atas segala yang dianugerahkan
dengan rahmat dan berkah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah
untuk mata kuliah Fikih Muamalah dengan tema “Tentang Riba’”.
Selain untuk pengembangan diri, tujuan penulisan makalah ini di tujukan untuk
menambah wawasan bagi penulis secara pribadi dan bagi pembaca pada umumnya. Dalam
penulisan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar -besarnya. Semoga
semua amal kebaikan yang diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT.
Penulis menyadari sepenuhnya tentang keterbatasan ilmu yang dimiliki penulis,
sehingga mungkin terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penulisan makalah ini, untuk
itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sangat diharap kan. Semoga
tulisan ini memberikan manfaat bagi pembaca sekalian.

Jakarta, Juni 2023


Penulis

i
Daftar Isi

Kata Pengantar ............................................................................................................................... i

Daftar Isi ........................................................................................................................................ ii

BAB I ............................................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN ........................................................................................................................ 1

A. Latar Belakang .................................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................................................... 1

C. Tujuan Penulisan ................................................................................................................. 1

BAB II............................................................................................................................................ 2

PEMBAHASAN ........................................................................................................................... 2

A. Pengertian Riba’.................................................................................................................. 2

B. Macam-macam Riba’.......................................................................................................... 8

C. Menyikapi Persoalan Riba’ .............................................................................................. 10

BAB III ........................................................................................................................................ 16

KESIMPULAN........................................................................................................................... 16

A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 16

B. Saran ................................................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA .............................................................Error! Bookmark not defined.

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai bagian dari hukum Islam yang merupakan salah satu prinsip utama – yakni
Syari’ah – dan terdapat pijakan berupa keadilan dalam memperhatikan kemaslahatan
manusia seluruhnya. Berdasarkan prinsip tersebut yang bisa diuraikan dalam makalah
ini, dapat diketahui bahwa muamalah dalam jual beli tidak dapat dikeluarkan dari
mubah kepada haram kecuali jika ada sesuatu yang diperingatkan, misalnya karena
menjurus kepada kedzaliman terhadap salah satu pihak, berupa riba’, kedustaan,
penipuan, ketidaktahuan, pengecohan dengan berbagai macamnya. Semua itu adalah
contoh kedzaliman terhadap salah satu pihak.

Uraian dalam makalah ini hanyalah sekedar mengantarkan pada pemahaman


pembaca dan sebagai alat bantu dalam memudahkan pembaca dalam mendapatkan
suatu informasi dan referensi baru terkait permasalahan tentang mua malah.

B. Rumusan Masalah
• Apa itu Riba’?
• Apa macam-macam Riba’?
• Bagaimana menyikapi persoalan Riba’?

C. Tujuan Penulisan
• Agar dapat mengetahui tentang riba’ (hukumnya dan sejarahnya).
• Agar dapat mengetahui macam-macam Riba’.
• Agar dapat memahami dalam menyikapi persoalan Riba’ (dan juga hikmah beserta
akibatnya).

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Riba’
Kata riba’ berasal dari bahasa Arab, secara etimologis berarti tambahan (azziyadah),
berkembang (an-numuw), membesar (al-'uluw) dan meningkat (al-irtifa'). Menurut
terminologi ilmu fiqh, riba’ merupakan tambahan khusus yang dimiliki salah satu pihak
yang terlibat tanpa adanya imbalan tertentu. Riba’ sering juga diterjemahkan dalam bahasa
Inggris sebagai "Usury" dengan arti tambahan uang atas modal yang dipero leh dengan cara
yang dilarang oleh syara', baik dengan jumlah tambahan yang sedikit atau pun dengan
jumlah tambahan banyak.

Berbicara riba’ identik dengan bunga bank atau rente, sering kita dengar di tengah -
tengah masyarakat bahwa rente disamakan dengan riba’. Pendapat itu disebabkan rente dan
riba’ merupakan "bunga" uang, karena mempunyai arti yang sama yaitu sama-sama bunga,
maka hukumnya sama yaitu haram. Dalam prakteknya, rente merupakan keuntungan yang
diperoleh pihak bank atas jasanya yang telah meminjamkan uang kepada debitur dengan
dalih untuk usaha produktif, sehingga dengan uang pinjaman tersebut usahanya menjadi
maju dan lancar, dan keuntungan yang diperoleh semakin besar. Tetapi dalam akad kedua
belah pihak baik kreditur (bank) maupun debitur (n asabah) sama-sama sepakat atas
keuntungan yang akan diperoleh pihak bank. Secara leksikal, bunga sebagai terjemahan
dari kata interest yang berarti tanggungan pinjaman uang, yang biasanya dinyatakan
dengan persentase dari uang yang dipinjamkan. Jadi, uraia n di atas dapat disimpulkan
bahwa riba’ "usury" dan bunga "interest" pada hakikatnya sama, keduanya sama -sama
memiliki arti tambahan uang.

2
Abd al-Rahman al-Jaziri mengatakan para ulama' sependapat bahwa tambahan atas
sejumlah pinjaman ketika pinjaman itu dibayar dalam tenggang waktu tertentu 'iwadh
(imbalan) adalaha riba’. Yang dimaksud dengan tambahan adalah tambahan kuantitas
dalam penjualan aset yang tidak boleh dilakukan dengan perbedaan kuantitas (tafadhul),
yaitu penjualan barang-barang riba’ fadhal: emas, perak, gandum, serta segala macam
komoditi yang disetarakan dengan komoditi tersebut. Riba’’ (usury) erat kaitannya dengan
dunia perbankan konvensional, di mana dalam perbankan konvensional banyak ditemui
transaksi-transaksi yang memakai konsep bunga.

“Pengertian riba secara bahasa adalah tambahan, namun yang dimaksud riba dalam
Qur’an adalah setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau
penyeimbang yang dibenarkan oleh syariah.” Maksud dari transaksi pengganti atau
penyeimbang yaitu transaksi bisnis atau komersial yang melegitimasi adanya penambahan
tersebut secara adil, seperti transaksi jual beli, gadai, sewa atau bagi hasil proyek. Dalam
jual beli, pembeli membayar harga atas imbalan barang yang diterimanya. Dalam transaksi
gadai, pegadaian mendapat imbalan karena telah menjaga dan memelihara barang yang
digadaikan. Dalam sewa, penyewa membayar sewa karena ada manfaat sewa yang didapat
oleh penyewa termasuk menurunnya nilai ekonomis dari barang yang disewa. Dalam
proyek bagi hasil, para peserta perkongsian berhak mendapat keuntungan karena
disamping menyertakan modal juga turut serta menanggung kemungkinan resiko kerugian
yang bisa muncul setiap saat. Definisi riba yang senada, juga di-sampaikan oleh jumhur
ulama sepanjang sejarah Islam dari berbagai mazhab. Pertama, Badr ad -Din al-Ayni,
pengarang Umdatul Qari Syarah Shahih al-Bukhari. Prinsip utama dalam riba adalah
penambahan. Menurut syariah riba berarti penambahan atas harta pokok ta npa adanya
transaksi bisnis riil. Kedua, Imam Sarakhsi dari mazhab Hanafi. Riba adalah tambahan
yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya iwadh (padanan) yang dibenarkan
syariah atas penambahan tersebut. Ketiga, Raghib al-Asfahani yang menejlaskan bahwa
riba adalah penambahan atas harta pokok. Keempat, Imam an-Nawawi dari mazhab
Syafi’i. Salah satu bentuk riba yang dilarang Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah

3
penambahan atas harta pokok karena unsur waktu. Dalam dunia perbankan, dikenal sebagai
bunga kredit sesuai lama waktu pinjaman. Kelima, Qatadah yang menyampaikan bahawa
riba jahiliah adalah seseorang yang menjual barangnya secara tempo hingga waktu tertentu.
Apabila teleh datang saat pembayaran dan si pembeli tidak mampu membayar, ia
memberikan bayaran tambahan atas penangguhan. Keenam, Zaid bin Aslam yang
memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud dengan riba jahiliyah yang berimplikasi
pelipatgandaan sejalan dengan waktu adalah seseorang yang memiliki piutang atas
mitranya. Pada saat jatuh tempo, ia berkata, “Bayar sekarang atau tambah.” Ketujuh,
Mujahid yang memebrikan pengertian bahwa riba adalah ketika meereka menjual barang
dagangannya dengan tempo. Apabila telah jatuh tempo dan tidak mampu membayar, si
pembeli memberikan tambahan atas tambahan waktu yang diberikan (Muhammad,
2004:72). Kedelapan, Ja’far ash-Shadiq dari kalangan Syi’ah. Ja’far ash-Shadiq berkata
ketika ditanya mengapa Allah SWT. mengharamkan riba’, Supaya orang tidak berhenti
berbuat kebajikan. Hal ini karena ketika diperkenankan untuk mengambil bunga atas
pinjaman, seseorang tidak berbuat ma’ruf lagi atas transaksi pinajm-meminjam dan
sejenisnya, padahal qard bertujuan untuk menjalin hubungan yang erat dan kebajikan antar
manusia”. Kesembilan, Imam Ahmad bin Hambal, pendiri mazhab Hambali yang
memberikan pengertian bahwa sesungguhnya riba itu adalah seseorang memiliki utang
maka dikatakan kepadanya apakah akan melunasi atau membayar lebih. Jikalau tidak
mampu melunasi, ia harus menambah dana (dalam bentuk bunga pinajamn) atas
penambahan waktu yang diberikan”

Istilah riba’ telah dikenal dan digunakan dalam transaksi-transaksi perekonomian


oleh masyarakat Arab sebelum datangnya Islam. Akan tetapi pada zaman itu riba’ yang
berlaku merupakan tambahan dalam bentuk uang akibat penundaan pelunasan hutang.
Dengan demikian, riba’ dapat diartikan sebagai pengambilan tambahan dalam transaksi
jual beli maupun hutang piutang secara batil atau bertentangan dengan kaidah syari'at
Islam.

4
Riba’ tidak hanya dikenal dalam Islam saja, tetapi dalam agama lain (non-Islam)
riba’ telah kenal dan juga pelarangan atas perbuatan pengambil riba’, bahkan pelarangan
riba’ telah ada sejak sebelum Islam datang menjadi agama.

1. Masa Yunani Kuno

Bangsa Yunani kuno mempunyai peradaban tinggi, peminjaman uang dengan


memungut bunga dilarang keras. Ini tergambar pada beberapa pernyataan Aristoteles yang
sangat membenci pembungaan uang:13 "Bunga uang tidaklah adil" "Uang seperti ayam
betina yang tidak bertelur" "Meminjamkan uang dengan bunga adalah sesuatu yang rendah
derajatnya"

2. Masa Romawi

Kerajaan romawi melarang setiap jenis pemungutan bunga atas uang dengan
mengadakan peraturan-peraturan keras guna membatasi besarnya suku bunga melalui
undang-undang. Kerajaan Romawi adalah kerajaan pertama yang menerapkan peraturan
guna melindungi para peminjam.

3. Menurut Agama Yahudi

Yahudi juga mengharamkan seperti termaktub dalam kitab sucinya, menurut kitab
suci agama Yahudi yang disebutkan dalam Perjanjian Lama kitab keluaran ayat 25 pasal
22: "Bila kamu menghutangi seseorang diantara warga bangsamu uang, maka janganlah
kamu berlaku laksana seorang pemberi hutang, jangan kamu meminta keuntungan padanya
untuk pemilik uang". Dan pada pasal 36 disebutkan: " Supaya ia dapat hidup di antaramu
janganlah engkau mengambil bunga uang atau riba’ dari padanya, melainkan engkau harus
takut akan Allahmu, supaya saudaramu dapat hidup diantaramu". Namun, orang Yahudi
berpendapat bahwa riba’ itu hanyalah terlarang kalau dilakukan dikalangan sesama
Yahudi, dan tidak dilarang dilakukan terhadap kaum yang bukan Yahudi. Mereka
mengharamkan riba’ sesama mereka tetapi menghalalkannya kalau pada pihak yang lain.
Dan inilah yang menyebabkan bangsa Yahudi terkenal memakan riba’ dari pihak selain

5
kaumnya. Berkaitan dengan kedhaliman kaum Yahudi inilah, Allah dalam al-Qur'an surat
an-Nisa' ayat 160-161 secara tegas menyatakan bahwa perbuatan kaum Yahudi ini adalah
riba’ yaitu memakan harta orang lain dengan jalan batil, dan Allah akan menyiksa merek a
dengan siksaan yang pedih.

4. Menurut Agama Nasrani

Berbeda dengan orang Yahudi, umat Nasrani memandang riba’ haram dilakukan
bagi semua orang tidak terkecuali siapa orang tersebut dan dari agama apapun, baik dari
kalangan Nasrani sendiri ataupun non-Nasrani. Menurut mereka (tokoh-tokoh Nasrani)
dalam perjanjian lama kitab Deuntoronomy pasal 23, pasal 19 disebutkan: "Janganlah
engkau membungakan uang terhadap saudaramu baik uang maupun bahan makanan atau
apapun yang dapat dibungakan". Kemudian dalam perjanjian baru di dalam Injil Lukas
ayat 34 disebutkan: "Jika kamu menghutangi kepada orang yang engkau harapkan
imbalannya, maka di mana sebenarnya kehormatan kamu. Tetapi berbuatlah kebaikan dan
berikanlah pinjaman dengan tidak mengharapkan kembalinya, kare na pahala kamu sangat
banyak".

5. Pada masa jahiliyah

Di masa Jahiliyah, istilah riba’ juga telah dikenal, pada masa itu (jahiliyah) riba’
mempunyai beberapa bentuk aplikatif. Beberapa riwayat menceritakan riba’ jahiliyah.
Seperti yang direfleksikan dalam satu kaidah di masa jahiliyah: "tangguhkan hutangku, aku
akan menambahkanya". Maksudnya adalah jika ada seseorang mempunyai hutang
(debitur), tetapi ia tidak dapat membayarnya pada waktu jatuh tempo, maka ia (debitur)
berkata: tangguhkan hutangku, aku akan memberikan tambahan. Penambahan itu bisa
dengan cara melipat gandakan uang atau menambahkan umur sapinya jika pinjaman
tersebut berupa bintang. Demikian seterusnya.

Ada juga pinjaman dengan pembayaran tertunda, tetapi dengan syarat harus dibayar
dengan bunga. Al-Jassash menyatakan, "Riba’ yang dikenal dan biasa dilakukan oleh

6
masyarakat Arab adalah berbentuk pinjaman uang dirham atau dinar yang dibayar secara
tertunda dengan bunganya dengan jumlah sesuai dengan jumlah hutang dan sesuai dengan
kesepakatan bersama.

Pinjaman berjangka dan berbunga dengan syarat dibayar perbulan. Ibnu Hajar al -
Haitsami menyatakan, "riba’ nasi’ah adalah riba’ yang populer di masa Jahiliyah. Karena
biasanya, seseorang meminjamkanuang kepada orang lain dengan pembayaran tertunda,
dengan syarat ia mengambil sebagian uangnya setiap bulan sementara jumlah uang yang
dihutang tetap sampai tiba waktu pembayaran. Kalau tidak mampu melunasinya, maka
diundur dan ia harus menambah jumlah yang harus dibayar.

Tahapan Larangan Riba’

Dalam al-Qur'an Sudah jelas diketahui bahwa Islam melarang riba’ dan
memasukkannya dalam dosa besar. Tetapi Allah SWT dalam mengharamkan riba’
menempuh metode secara gredual (step by step). Metode ini ditempuh agar tidak
mengagetkan mereka yang telah biasa melakukan perbuatan riba’ dengan maksud
membimbing manusia secara mudah dan lemah lembut untuk mengalihkan kebiasaan
mereka yang telah mengakar, mendarah daging yang melekat dalam kehidupan
perekonomian jahiliyah. Ayat yang diturunkan pertama dilakukan secara te mporer yang
pada akhirnya ditetapkan secara permanen dan tuntas melalui empat tahapan.

Tahap pertama

Dalam surat Ar-Rum ayat 39 Allah menyatakan secara nasihat bahwa Allah tidak
menyenangi orang yang melakukan riba’. Dan untuk mendapatkan hidayah Allah ialah
dengan menjauhkan riba’. Di sini, Allah menolak anggapan bahwa pinjaman riba’ yang
mereka anggap untuk menolong manusia merupakan cara untuk mendekatkan diri kepada
Allah. Berbeda dengan harta yang dikeluarkan untuk zakat, Allah akan memberikan
barakah-Nya dan melipat gandakan pahalaNya. Pada ayat ini tidaklah menyatakan larangan
dan belum mengharamkannya.

7
Tahap kedua

Pada tahap kedua, Allah menurunkan surat An-Nisa' ayat 160-161. riba’
digambarkan sebagai sesuatu pekerjaan yang dhalim dan batil. Dalam ayat ini Allah
menceritakan balasan siksa bagi kaum Yahudi yang melakukannya. Ayat ini juga
menggambarkan Allah lebih tegas lagi tentang riba’ melalui riwayat orang Yahudi
walaupun tidak terus terang menyatakan larangan bagi orang Islam. Tetapi ayat ini telah
membangkitkan perhatian dan kesiapan untuk menerima pelarangan riba’. Ayat ini
menegaskan bahwa pelarangan riba’ sudah pernah terdapat dalam agama Yahudi. Ini
memberikan isyarat bahwa akan turun ayat berikutnya yang akan menyatakan
pengharaman riba’ bagi kaum Muslim.

Tahap ketiga

Dalam surat Ali Imran ayat 130, Allah tidak mengharamkan riba’ secara tuntas,
tetapi melarang dalam bentuk lipat ganda. Hal ini menggambarkan kebijaksanaan Allah
yang melarang sesuatu yang telah mendarah daging, mengakar pada masyarakat sejak
zaman jahiliyah dahulu, sedikit demi sedikit, sehingga perasaan mereka yang telah b iasa
melakukan riba’ siap menerimanya.

Tahap keempat

Turun surat al-Baqarah ayat 275-279 yang isinya tentang pelarangan riba’ secara
tegas, jelas, pasti, tuntas, dan mutlak mengharamannya dalam berbagai bentuknya, dan
tidak dibedakan besar kecilnya. Bagi yang melakukan riba’ telah melakukan kriminalisasi.
Dalam ayat tersebut jika ditemukan melakukan kriminalisasi, maka akan diperangi oleh
Allah SWT dan Rasul-Nya.

B. Macam-macam Riba’
Jadi, selain dari Al-Qur’an. Hadits juga melengkapi tentang persoalan ini.

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah

8
‫الس ْح ُر َوقَتْ ُل النَّ ْف ِس الَّتِ ي‬
ِ ‫اَّللِ َو‬
َّ ‫ك ِب‬ ِ ‫َّللا َو َما هُ َّن قَا َل‬
ُ ‫الش ْر‬ ِ َّ ‫ت قَا ُلوا يَا َرسُو َل‬ ِ ‫ا ْجتَنِبُوا السَّبْ َع ا ْل ُمو ِبقَا‬
ِ ‫ت الْ ُم ْؤ ِمنَا‬
‫ت‬ ِ ‫صنَا‬ َ ‫ف الْ ُم ْح‬
ُ ْ‫ف َوقَذ‬ َّ ‫الربَا َوأَ ْك ُل َما ِل الْيَتِي ِم َوالتَّ َولِي يَ ْو َم‬
ِ ‫الز ْح‬ ِ ‫ق َوأَ ْك ُل‬
ِ ‫َّللا ِإ َّّل ِبالْ َح‬
ُ َّ ‫َح َّر َم‬
ِ ‫الْغَافِ ََل‬
‫ت‬

“ Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Nabi SAW bersabda, Tinggalkanlah tuju dosa
yang dapat membinasakan. Sahabat bertanya, Apakah itu, ya Rasulullah? ‘Jawab
Nabi, (1) Syirik (mempersekutukan Allah); (2) berbuat sihir; membunuh jiwa yang
diharamkan Allah, kecuali yang hak; (4) makan harta Riba ’; (5) makan harta anak
yatim; (6) melarikan diri dari perang jihad pada saat berjuang; dan (7) menuduh
wanita mukminat yang sopan (berkeluarga) dengan tuduhan zina.

Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Jabir bin Abdillah

ِ ‫َّللا عَلَيْ ِه َوسَلَّ َم آ ِك َل‬


‫الربَا َو ُم ْؤ ِكلَهُ َوكَاتِبَهُ َوشَا ِهدَيْ ِه َوقَا َل هُ ْم سَ َواء‬ ُ َّ ‫صلَّى‬ ِ َّ ‫لَعَ َن َرسُو ُل‬
َ ‫َّللا‬
“Rasulullah melaknat pemakan riba’, orang yang memberi makan dengan riba, juru
tulis transaksi riba, dua orang saksinya, semuanya sama saja.

Dari Hadits tersebut juga telah dijelaskan bahwa riba’ itu haram mutlak hukumnya.
Agar dapat menjauhi riba’, haruslah mengetahui macam-macam riba’.

Menurut para ahli Fiqih Riba bisa diklasifikasikan menjadi 4 yaitu:

1. Riba’ Fadhl

yaitu tukar menukar dua barang yang sama jenisnya dengan kwalitas berbeda yang
disyaratkan oleh orang yang menukarkan. Sebagai contoh : tukar menukar emas dengan
emas, perak dengan perak, beras dengan beras dan sebagainya.

2. Riba’ Yad

yaitu berpisah dari tempat sebelum ditimbang dan diterima, maksudnya : orang
yang membeli suatu barang, kemudian sebelum ia menerima barang tersebut dari si

9
penjual, pembeli menjualnya kepada orang lain. Jual beli seperti itu tidak boleh, sebab jual
beli masih dalam ikatan dengan pihak pertama.

3. Riba’ Nasi’ah

yakni riba’ yang dikenakan kepada orang yang berhutang disebabkan


memperhitungkan waktu yang ditangguhkan. Contoh : Aminah meminjam cincin 10 Gram
pada Ramlan. Oleh Ramlan disyaratkan membayarnya tahun depan dengan cinci n emas
sebesar 12 gram, dan apa bila terlambat 1 tahun, maka tambah 2 gram lagi, menjadi 14
gram dan seterusnya. Ketentuan melambatkan pembayaran satu tahun.

4. Riba’ Qardh,

yakni meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau tambahan bagi
orang yang meminjami/mempiutangi. Contoh : Ahmad meminjam uang sebesar Rp. 25.000
kepada Adi. Adi mengharuskan dan mensyaratkan agar Ahmad mengembalikan hutangnya
kepada Adi sebesar Rp. 30.000 maka tambahan Rp. 5.000 adalah riba Qardh.

C. Menyikapi Persoalan Riba’


Sejak zaman Nabi Muhammad SAW, riba telah dikenal pada saat turunnya ayat-
ayat yang menyatakan larangan terhadap transaksi yang mengandung riba sesuai dengan
masa dan periode turunnya ayat tersebut sampai ada ayat yang melarang dengan tegas
tentang riba. Bahkan istilah dan persepsi tentang riba begitu mengental dan melekat di
dunia Islam. Oleh karena itu, terkesan seolah-olah doktrin riba adalah khas agama Islam.
Akan tetapi menurut seorang Muslim Amerika, Cyril Glasse, dalam buku ensiklopedinya,
tidak diberlakukan di negeri Islam modern manapun. Sementara itu, kebanyakan orang
tidak mengetahui bahwa di agama Kristen pun, selama satu melenium, riba adalah barang
terlarang dalam pandangan theolog, cendikiawan maupun menurut undang-undang yang
ada.

Dalam surat al-Baqarah ayat 278-279 secara tegas mengungkapkan pelarangan


terhadap pelaku riba.
10
‫ فَا ِۡن لَّ ۡم ت َۡفعَلُ ۡو ا‬. ‫الر ٰبٰٓوا ا ِۡن كُ ۡنت ُ ۡم ُّم ۡؤ ِمنِ ۡي َن‬ ٰۤ
ِ ‫ى ِم َن‬ َ ‫ٰيـاَيُّ َها الَّ ِذ ۡي َن ٰا َمنُوا اتَّقُوا ه‬
َ ِ‫َّللا َوذَ ُر ۡوا َما بَق‬
‫س اَمۡ َوالِكُ ۡمۚ َّل ت َۡظلِ ُم ۡو َن َو َّل‬ ِ ‫فَ ۡاذَنُ ۡوا بِ َح ۡربٍ ِم َن ه‬
ُ ‫َّللا َو َرسُ ۡو ِلهۚ َوا ِۡن ت ُ ۡبت ُ ۡم فَلَـكُ ۡم ُر ُء ۡو‬
.‫ت ُ ۡظلَ ُم ۡو َن‬
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang beriman. Jika kamu tidak
melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika kamu
bertobat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan)
dan tidak dizalimi (dirugikan).

Dalam ayat ini Allah menganjurkan hamba-Nya yang beriman supaya menjaga
dirimu dalam taqwa, dalam tiap gerak, langkah, tutur kata dan amal perbuatan supaya
benar-benar dijalan Allah dan tinggalkan sisa hartamu (riba) yang masih ada ditangan
orang, selebihnya dari apa yang kalian berikan kepada mereka, jika kalian benar-benar
beriman, percaya syari'at tuntunan Allah dan melakukan segala yang diridha'i -Nya dan
menjauh dari semua yang dilarang dan dimurka-Nya.

Ahli-ahli tafsir menyebut di sini adalah kejadian pada Bani Amr bin Umar dari suku
Tsaqief dan Bani al-Mughirah dari suku Makhzum, ketika di masa Jahiliyah terjadi hutang
piutang riba, kemudian ketika Islam datang, suku Tsaqief akan menuntut kekurangan riba
yang belum dilunasi tetapi banul Mughirah berkata, "Kami tidak akan membaya r riba
dalam Islam, maka gubernur Mekkah Attab bin Usaid menulis surat kepada Rasulullah
SAW, surat tersebut berisi mengenai kejadian hutang piutang antara Bani Amr bin Umar
dari suku Tsaqief dengan Bani Mughirah dari suku Makhzum, maka turunlah ayat 278 -279
dari surat al-Baqarah ini, maka Bani Amr bin Umar berkata, "Kami tobat kepada Allah dan
membiarkan sisa riba itu semuanya.”

Akibat dari riba’ diantaranya sebagai berikut:

1. Termasuk tujuh dosa besar

11
Riba’ adalah bagian dari tujuh dosa besar yang telah ditetapkan Rasulullah SAW
sebagaimana hadits berikut ini:

‫عن أبي هريرة رضي هللا عنه عن النبي صلى هللا عليه وسلم قال‬:

،ِ‫باَّلل‬
َّ ُ‫الش ْرك‬ ِ :َ‫َّللاِ وما هُ َّن؟ قال‬َّ ‫ يا َرسو َل‬:‫ قالوا‬،ِ‫ا ْجتَنِبُوا السَّبْ َع ال ُمو ِبقات‬
،‫ وأَ ْك ُل ما ِل اليَتِ ِيم‬،‫الربا‬
ِ ‫ وأَ ْك ُل‬،‫ق‬ ُ َّ ‫ وقَتْ ُل النَّفْ ِس الَّتي َح َّر َم‬،‫والسح ُْر‬
َّ ‫َّللا‬
ِ ‫إّل بال َح‬ ِ
.‫ت‬
ِ ‫ت الغافَِل‬
ِ ‫ت ال ُمؤْ ِمنا‬
ِ ‫صنا‬ ُ ْ‫ وقَذ‬،‫ْف‬
َ ‫ف ال ُم ْح‬ َّ ‫والتَّ َولِي يَو َم‬
ِ ‫الزح‬
Dari Abi Hurairah RA berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Jauhilah oleh
kalian tujuh hal yang mencelakakan". Para shahabat bertanya,"Apa saja

ya Rasulallah?". "Syirik kepada Allah, sihir, membunuh nyawa yang diharamkan


Allah kecuali dengan hak, makan riba, makan harta anak yatim, lari dari peperangan dan
menuduh zina." (HR Muttafaq alaihi).

2. Mendapat laknat dari Rasulullah SAW

‫عن جابر بن عبدهللا رضي هللا عنهما قال‬

ِ ‫سلَّ َم آ ِك َل‬
‫الربَا َو ُمؤْ ِكلَهُ َوكَاتِبَهُ َوشَا ِهدَيْ ِه‬ ُ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللا عَلَيْ ِه َو‬ ِ َّ ‫لَ َعنَ َرسُو ُل‬
َ ‫َّللا‬
‫َوقَا َل هُ ْم سَ َواء‬
Dari Jabir bin Abdullah berkata, ”Rasulullah SAW melaknat pemakan riba, yang
memberi, yang mencatat dan dua saksinya. Beliau bersabda : “Mereka semua sama.” (HR
Muslim)

12
3. Seperti dosa menikahi ibu sendiri

Saking dahsyatnya riba itu, sampai disebutkan bahwa dosa menjalankan riba itu
setara dengan menikahi ibu kandung sendiri.

‫ صلى هللا عليه‬- ‫ عن النبي‬- ‫ رضي هللا عنه‬- ‫عن عبد هللا بن مسعود‬
ُ‫الر ُج ُل أ ُ َّمه‬
َّ ‫ ِمثْ ُل أَ ْن يَنْ ِك َح‬: ‫ أَيْسَ ُرهَا‬، ‫الربَا ثَ ََلثَة َوسَبْعُونَ بَابًا‬
ِ ‫وسلم‬
Dari Abdullah bin Masud RA, Rasulullah SAW bersabda, "Riba itu terdiri dari 73
pintu. Pintu yang paling ringan seperti seorang laki-laki menikahi ibunya sendiri.” (HR
Ibnu Majah dan Al-hakim).

4. Lebih dahsyat dari 36 perempuan pezina

Tingkatan haramnya dosa riba lainnya kata Ustadz Ahmad adalah setara dengan 36
perempuan pezina, sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini:

‫ قال رسول هللا صلى هللا‬:‫عن عبد هللا بن حنظلة غسيل المَلئكة قال‬
َّ ُ‫عليه وسلم د ِْرهَم ِربًا يَأْكُلُه‬
ً‫ أَشَدُّ ِم ْن ِستَّ ٍة َوثَ ََلثِينَ زَ نْيَة‬،ُ‫الر ُج ُل َوهُ َو يَعْلَم‬

Dari Abdullah bin Hanzhalah ghasilul mala’ikah berkata bahwa Rasulullah SAW
bersabda, "Satu dirham uang riba yang dimakan oleh seseorang dalam keadaan sadar, jauh
lebih dahsyat dari pada 36 wanita pezina." (HR Ahmad).

Diantara hikmah dari adanya larangan riba yaitu:

• Allah SWT tidak mengharamkan sesuatu yang baik dan bermanfaat bagi
manusia, tetapi hanya mengharamkan apa yang sekiranya dapat membawa
kerusakan baik individu maupun masyarakat.

13
• Cara riba merupakan jalan usaha yang tidak sehat, karena keuntungan yang
di peroleh si pemilik dana bukan merupakan hasil pekerjaan atau jerih
payahnya. Keuntungannya diperoleh dengan cara memeras tenaga orang lain
yang pada dasarnya lebih lemah dari padanya.
• Riba dapat menyebabkan krisis akhlak dan rohani. Orang yang meribakan
uang atau barang akan kehilangan rasa sosialnya, egois.
• Riba dapat menimbulkan kemalasan bekerja, hidup dari mengambil harta
orang lain yang lemah. Cukup duduk di atas meja, orang lain yang memeras
keringatnya.
• Riba dapat mengakibatkan kehancuran, banyak orang-orang yang kehilangan
harta benda dan akhirnya menjadi fakir miskin.

Dari penjelasan di atas, untuk menyikapi persoalan Riba’ agar terhindar dari hal-hal
ribawi, sebagai berikut:

➢ Kiat Pertama: Berilmu Dulu Sebelum Membeli

Dalam bertindak, Islam selalu mengajarkan berilmulah terlebih dahulu. Dalam


masalah ibadah, Islam mengajarkan hal ini agar amalan seseorang tidak sia -sia.

➢ Kiat Kedua: Mengetahui Bahaya Riba

Setelah mengetahui definisi riba dan berbagai bentuknya, mengetah ui bahaya riba
akan semakin membuat seorang muslim menjauhinya transaksi haram tersebut.

➢ Kiat Ketiga: Tidak Bermudah-mudahan dalam Berutang

Islam menerangkan agar kita tidak terlalu bermudah-mudahan untuk berutang.


Orang yang berutang dan ia enggan melunasinya – padahal ia mampu – sungguh
sangat tercela.

➢ Kiat Keempat: Milikilah Sifat Qona’ah

Tidak merasa cukup, alias tidak memiliki sifat qona’ah, itulah yang membuat
orang ingin hidup mewah-mewahan

14
➢ Kiat Kelima: Sabar dan Tawakal

Sikap sabar dalam menerima rizki yang diberikan Allah SWT dalam kehidupan kita
sangat diperlukan untuk dapat menghindari riba

➢ Kiat Kelima: Perbanyaklah Do’a

Jangan terlupakan adalah memperbanyak do’a, karena do’a adalah senjata bagi
umat Muslim.

15
BAB III

KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Riba dalam utang adalah tambahan atas utang, baik yang disepakati sejak awal
ataupun yang ditambahkan sebagai denda atas pelunasan yang tertunda. Dapat disimpulkan
bahwa riba’ merupakan kegiatan eksploitasi dan tidak memakai konsep etika atau
moralitas. Allah mengharamkan transaksi yang mengandung unsur ribawi, hal ini
disebabkan mendhalimi orang lain dan adanya unsur ketidakadilan (unjustice). Para ulama
sepakat dan menyatakan dengan tegas tentang pelarangan riba, dalam hal ini me ngacu pada
Kitabullah dan Sunnah Rasul serta ijma' para ulama'. Transaksi riba biasanya sering terjadi
dan ditemui dalam transaksi hutang piutang dan jual beli. Hutang piutang merupakan
transaksi yang rentan akan riba, di mana kreditor meminta tambahan kep ada debitur atas
modal awal yang telah dipinjamkan sebelumnya.

B. Saran
Dalam proses pembuatan makalah ini tentu banyak kekurangan -kekurangan yang
masih perlu untuk saya tambahkan demi menyempurnakannya, namun waktu dan
terbatasnya referensi yang saya peroleh membuat takluput dari segala bentuk baik materi
maupun dalil-dalil yang kurang kuat barang kali. Oleh karena itu kritikan dan saran
pembaca sangat saya perlukan untuk memperbaiki pada waktu-waktu yang akan datang.
Kepada para pembaca setelah memahami isi dari makalah ini agar dapat menghindari Riba
dalam kehidupan sehari-hari, menjalankan perintah & larangan Allah SWT dan terhindar
dari laknat Allah SWT.

16
DAFTAR PUSTAKA
• www.academia.edu/4597678/MAKALAH_MUAMALAH_FIQIH__Jual_beli_Qira
dh_dan_Riba |Makalah Muamalah Fiqih oleh Ana Rosyida
• Muhammad Abduh Tuasikal, MSc Rumaysho.com/muamalah/agar-tidak-
terjerumus-dalam-riba-2274. | Sikap menghindari Riba
• hukum-islam.com/2013/03/hukum-bunga-bank-dalam-islam/. | Bunga dalam
perbankan
• T. Ibrahim-H. Darsono. Penerapan Fiqih kelas IX Tiga Serangkai SIMT 2008
• Nani Harniawati. nharniawati.blogspot.com/2013/10/tugas-makalah-riba.html |
Macam-macam Riba.
• Abdul Hadi, Abu Sura'i. Bunga Bank dalam Islam, alih Bahasa M. Thalib. Surabaya:
Al-Ukhlas, 1993.
• Abū Zahrah, Muhammad, Buhūsu fi al-Ribā, cet.1, Bairut: Dār al-Buhus al-Ilmīyah,
1399 H/ 1980
• M. Antonio, Muhammad Syafi'i. Bank Syariah bagi Bankir dan Praktisi Keuangan,
cet. I, Jakarta: Tazkia Institute, 1999.
• Bahreisy, Salim dan Said Bahreisy, Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsir, Jilid. I,
Surabaya: Bina Ilmu, 1993 Departemen Agama Republik Indonesia.

17

Anda mungkin juga menyukai