Anda di halaman 1dari 18

Makalah Kelompok 4

PRINSIP-PRINSIP SYARIAH DAN MACAM-MACAM


LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH BESERTA PRODUKNYA
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah: Legal Audit Syariah
Dosen Pengampu: Yunizar Prajamufti, S.HI., M.H.

Oleh

Nadia Nur Fatikhah


NIM. 2112130119

Rini Sartika
NIM. 2112130205

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA


FAKULTAS SYARIAH JURUSAN SYARIAH
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
TAHUN 2024 M / 1445 H
KATA PENGANTAR

Bismillāḥirraḥmānirrahīm

Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam yang kepada-Nya kita

menyembah dan kepada-Nya pula kita memohon pertolongan. Shalawat serta

salam kepada Nabi Junjungan kita yakni Nabi Muhammad SAW, beserta para

keluarga dan sahabat serta seluruh pengikutnya hingga akhir zaman.

Dengan rahmat dan hidayah dari Allah SWT, kami diberikan kemampuan

untuk menyelesaikan tugas dari Bapak untuk membuat makalah yang memuat

materi tentang “Prinsip-Prinsip Syariah Dan Macam-Macam Lembaga

Keuangan Syariah Beserta Produknya”. Ungkapan terimakasih juga penulis

haturkan kepada Bapak Yunizar Prajamufti, S.HI., M.H. selaku dosen pengajar

pada mata kuliah Legal Audit Syariah.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca
yang bersifat persuasif agar ke depannya makalah yang penulis buat dapat
menjadi lebih baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membaca. Aamiin.

Palangka Raya, Maret 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR............................................................................................ i

DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1

A. Latar Belakang............................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah....................................................................................... 2

C. Tujuan Penulisan......................................................................................... 2

D. Metode Penulisan........................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3

A. Larangan Maysir, Gaharar dan Riba............................................................3

B. Prinsip Keadilan dan Kesetaraan dalam Ekonomi Syariah..........................7

C. Macam-Macam Lembaga Keuangan Syariah dan Produknya.....................9

BAB III PENUTUP..............................................................................................13

A. Kesimpulan................................................................................................13

B. Saran...........................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lembaga keuangan syariah adalah institusi keuangan yang
beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam. Prinsip-prinsip ini
mencakup larangan riba (bunga), larangan investasi dalam bisnis yang
diharamkan oleh Islam (seperti alkohol atau perjudian), dan berbagai
prinsip lain yang sesuai dengan hukum Islam.lembaga keuangan syariah
berkembang seiring dengan kebutuhan umat Islam untuk memiliki
alternatif yang sesuai dengan prinsip-prinsip agama mereka. Beberapa
faktor penting dalam perkembangan lembaga keuangan syariah meliputi,
Kepentingan Ekonomi pada umumnya, negara-negara dengan populasi
Muslim yang besar memiliki permintaan besar untuk produk-produk
keuangan yang sesuai dengan syariah. Ini menciptakan peluang bisnis bagi
lembaga-lembaga keuangan syariah Negara-negara dengan mayoritas
penduduk Muslim cenderung memiliki kerangka hukum yang mendukung
pengembangan lembaga keuangan syariah. Ini mencakup pembentukan
badan pengawas dan peraturan yang memfasilitasi operasi mereka
kemudian pada Pengembangan Produknya Lembaga keuangan syariah
telah mengembangkan berbagai produk keuangan yang sesuai dengan
prinsip syariah, seperti akad murabahah (jual beli dengan markup),
mudarabah (bagian laba dan kerugian), dan wakalah (perwakilan).
Kesadaran Masyarakat Muslim tentang pentingnya pemenuhan
kebutuhan keuangan mereka sesuai dengan prinsip syariah juga telah
mendukung perkembangan lembaga keuangan syariah. Globalisasi:
Lembaga keuangan syariah juga telah berkembang di tingkat global,
dengan lembaga-lembaga tersebut mencari peluang investasi dan bisnis di
luar negara mereka. ini mencerminkan pertumbuhan dan perkembangan
lembaga keuangan syariah dalam beberapa dekade terakhir sebagai bagian

1
dari sektor keuangan yang berfokus pada prinsip-prinsip etika dan agama
Islam.

B. Rumusan Masalah
Untuk menguraikan beberapa hal mengenai, maka rumusan masalah
yang digunakan sebagai berikut.
1. Apa saja larangan maysir, gharar dan riba?
2. Apa prinsip keadilan dan kesetaraan dalam ekonomi syariah?
3. Apa saja macam-macam lembaga keuangan syariah dan
produknya?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dan kegunaan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui larangan maysir, gaharar dan riba.
2. Untuk mengetahui prinsip keadilan dan kesetaraan dalam ekonomi
syariah.
3. Untuk mengetahui macam-macam lembaga keuangan syariah dan
produknya.

D. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode
library research (studi pustaka) karena pengumpulan literature (pustaka)
diambil dari sumber seperti buku dan artikel jurnal dari internet.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Larangan Maysir, Gharar dan Riba


1. Maysir
Maisir adalah transaksi yang digantungkan pada suatu keadaan yang
tidak pasti dan bersifat untung-untungan. Identik dengan kata maisir
adalah qimar. Menurut Muhammad Ayub, baik maisir maupun qimar
dimaksudkan sebagai permainan untung-untungan (game of cance).
Dengan kata lain, yang dimaksudkan dengan maisir adalah perjudian.
Kata maisir dalam bahasa Arab secara harfiah adalah memperoleh
sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan
tanpa bekerja. Yang biasa disebut berjudi. Judi dalam terminologi agama
diartikan sebagai “suatu transaksi yang dilakukan oleh dua pihak untuk
kepemilikan suatu benda atau jasa yang menguntungkan satu pihak dan
merugikan pihak lain dengan cara mengaitkan transaksi tersebut dengan
suatu tindakan atau kejadian tertentu”.
Niat tidak menghalalkan cara berjudi untuk membantu orang yang
memerlukan. Al-Maysir (perjudian) terlarang dalam syariat Islam, dengan
dasar al-Qur’an, as-Sunnah dan Ijma’. Dalam al-Qur’an terdapat firman
Allah yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah,
adalah termasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan
itu agar kamu beruntung.” (QS. Al-Maidah:90)
Dari as-Sunnah, terdapat sabda Rasulullah SAW “Barangsiapa yang
menyatakan kepada saudaranya, ‘mari aku bertaruh denganmu’ maka
hendaklah dia bersedekah” (HR. Bukhari- Muslim)

3
Dalam hadis ini Nabi Muhammad SAW menjadikan ajakan bertaruh
baik dalam pertaruhan atau muamalah sebagai sebab membayar kafarat
dengan sedekah, ini menunjukkan keharaman pertaruhan.1
2. Gharar
Gharar merupakan larangan utama kedua dalam transaksi muamalah
setelah riba. Penjelasan pasal 2 ayat (3) peraturan Bank Indonesia
no.10/16/PBI/2008 tentang perubahan atas peraturan Bank Indonesia
no.9/19/PBI/2007 tentang pelaksanaan prinsip syari’ah dalam kegiatan
penghipunan Dana dalam penyaluran Dana serta pelayanan Jasa Bank
Syari’ah memberikan pengertian mengenai Gharar sebagai transaksi yang
objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau
tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali diatur lain
dalam syari’ah. Gharar mengacu pada ketidakpastian yang disebabkan
karena ketidakjelasan berkaitan dengan objek perjanjian atau harga objek
yang diperjanjikan dalam akad. Sedangkan definisi menurut beberapa
Ulama:
a. Imam syafi’i: Gharar adalah apa-apa yang akibatnya tersembunyi
dalam pandangan kita dan akibat yang paling mungkin muncul
adalah yang paling kita takuti (tidak dihendaki).
b. Wahbah al-Zuhaili: Gharar adalah penampilan yang menimbulkan
kerusakan atau sesuatu yang tampaknya menyenangkan tetapi
hakikatnya menimbulkan kebencian.
c. Ibnu Qayyim: Gharar adalah yang tidak bisa diukur
penerimaannya, baik barang itu ada maupun tidak ada, seperti
menjual hamba yang melarikan diri dan unta yang liar.
d. Imam Malik mendefinisikan Gharar sebagai jual beli objek yang
belum ada dan dengan demikian belum dapat diketahui
kualitasnya oleh pembeli. Contohnya: jual beli budak yang
melarikan diri, jual beli binatang yang telah lepas dari tangan

1
Abdul Azzam, Muhammad Aziz, Fiqh Muamalat System Transaksi dalam
Islam, (Jakarta: AMZAH 2010), 217.

4
pemiliknya, atau jual beli anak binatang yang masih dalam
kandungan induknya. Menurut Imam Malik, jual-beli tersebut
adalah jual-beli yang haram karena mengandung unsur untung-
untungan.2
Dalam syari’at Islam, jual-beli gharar ini terlarang. Dengan dasar
sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallama dalam hadis Abu Hurairah
yang artinya: “Rasulullah melarang jual-beli al-hashah dan jual beli
gharar.” Berdasarkan hukumnya gharar terbagi menjadi tiga:
a. Gharar yang diharamkan secara ijma ulama, yaitu gharar yang
menyolok (al-gharar al-Katsir) yang sebenarnya dapat dihindari
dan tidak perlu dilakukan. Contoh jual-beli mulamasah,
munabadzah, bai’ al-hashah, bai’ al-malaqih, bai’ al-madhamin,
dan jenisnya. Tidak ada perbedaan pendapat ulama tentang
keharaman dan kebatilan akad seperti ini.
b. Gharar yang dibolehkan secara ijma ulama, yaitu gharar ringan
(al-gharar al-yasir). para ulama sepakat, jka suatu gharar sedikit
maka ia tidak berpengaruh untuk membatalkan akad. Contoh
seseorang membeli rumah dengan tanahnya.
c. Para ulama sepakat tentang keberadaan gharar dalam jual beli
tersebut, namun masih berbeda dalam menghukuminya. Adanya
perbedaan ini, disebabkan sebagian mereka diantaranya Imam
Malik memandang ghararnya ringan, atau tidak mungkin dilepas
darinya dengan adanya kebutuhan menjual, sehingga
memperbolehkannya. Karena nampak adanya pertaruhan dan
menimbulkan sikap permusuhan pada orang yang dirugikan.
Yakni bisa menimbulkan kerugian yang besar pada pihak lain.
Oleh karena itu dapat dilihat adanya hikmah larangan jual beli
tanpa kepastian yang jelas (gharar). 3 Dimana dalam larangan ini
2
Sjahdeini dan Sutan Remy. “Perbankan Syariah Produk-produk dan Aspek-aspek
Hukumnya.” ( Jakarta: Kencana Prenamedia Group 2014), 169.
3
Ash-Shawi dan Muhammad Shalah, Problematika Investasi pada Bank Islam Solusi
Ekonomi; Penerjemah: Rafiqah Ahmad, Alimin (Jakarta: Migunani. 2008), 289.

5
mengandung maksud untuk menjaga harta agar tidak hilang dan
menghilangkan sikap permusuhan yang terjadi pada orang akibat
dari jenis jual beli ini.
3. Riba
Secara etimologi riba berarti Az-Ziyadah artinya tambahan.
Sedangkan menurut terminologi adalah kelebihan/tambahan pembayaran
tanpa ada ganti/ imbalan yang disyaratkan bagi salah seorang dari dua
orang yang membuat akad (transaksi). Diantara akad jual beli yang
dilarang keras antara lain adalah Riba. Riba secara bahasa berarti
penambahan, pertumbuhan, kenaikan, dan ketinggian. Sedangkan menurut
syara’, riba berarti akad untuk satu ganti khusus tanpa diketahui
perbandingannya dalam penilaian syariat ketika berakad atau bersama
dengan mengakhirkan kedua ganti atau salah satunya.
Dengan demikian riba menurut istilah ahli fikih adalah penambahan
pada salah satu dari dua ganti yang sejenis tanpa ada ganti dari tambahan
ini. Tidak semua tambahan dianggap riba, karena tambahan terkadang
dihasilkan dalam sebuah perdagangan dan tidak ada riba didalamnya
hanya saja tambahan yang di istilahkan dengan nama ‘riba’ dan al-Qur’an
datang menerangkan pengharamannya adalah tambahan yang diambil
sebagai ganti rugi dari tempo yang ditentukan. Qatadah berkata:
“Sesungguhnya riba orang jahiliyah adalah seseorang menjual satu jualan
sampai tempo tertentu dan ketika jatuh tempo dan orang yang berhutang
tidak bisa membayarnya dia menambahkan hutangnya dan melambatkan
tempo.4
Allah dengan jelas dan tegas mengharamkan apapun jenis tambahan
yang diambil dari pinjaman. Ini adalah ayat yang diturunkan menyangkut
riba. Dalam al-Qur’an surah al-Baqarah:278

4
Sjahdeini dan Sutan Remy, Perbankan Syariah Produk-produk dan Aspek-aspek
Hukumnya (Jakarta: Kencana Prenamedia Group, 2014), 171.

6
Terjemahannya: “Hai orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah
dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang
beriman” (Q.S al-Baqarah :278).
Riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang
berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat, bahwa pengambilan bunga
dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan penomena yang banyak
dipraktekkan pada masa tersebut, Allah berfirman yang terjemahannya:
“Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba dengan
berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu
mendapat keberuntungan.” (Q.S. Ali Imran: 130).5

B. Prinsip Keadilan dan Kesetaraan dalam Ekonomi Syariah


Konsep keadilan dalam ekonomi syariah memainkan peran penting
dalam memastikan bahwa aktivitas ekonomi berlangsung secara adil dan
merata bagi semua pihak yang terkait. Dalam Islam, keadilan dipandang
sebagai hal yang sangat penting dan merupakan salah satu dari enam
prinsip dasar ekonomi syariah.
Pertama, keadilan dalam distribusi pendapatan dan kekayaan sangat
diutamakan dalam ekonomi syariah. Hal ini dilakukan dengan menerapkan
prinsip-prinsip progresifitas pajak dan pemerataan beban pajak. Selain itu,
aktivitas-aktivitas bisnis yang mengarah pada konsentrasi kekayaan pada
segelintir orang saja dilarang, seperti riba (keuntungan bunga), spekulasi,
dan monopoli.
Kedua, perlakuan yang adil terhadap pelanggan dan karyawan juga
sangat penting dalam ekonomi syariah. Dalam hal ini, bisnis harus
memperlakukan pelanggan dengan jujur dan transparan, dan harus
memberikan informasi yang akurat dan benar mengenai produk dan jasa
yang ditawarkan. Karyawan juga harus diberikan gaji yang layak dan
perlakuan yang adil sesuai dengan kontribusi mereka.

5
Quran.nu.or.id. https://quran.nu..or.id. Diakses pada tanggal 26 Maret 2024. 15.33 WIB.

7
Ketiga, pencegahan praktik-praktik kecurangan dan penipuan juga
merupakan bagian penting dari keadilan dalam ekonomi syariah. Ini
meliputi upaya untuk mencegah tindakan-tindakan yang merugikan pihak
lain, seperti penipuan, penggelapan, dan penyalahgunaan kekuasaan.
Dalam ekonomi syariah, uang tidak dipandang sebagai tujuan akhir,
melainkan sebagai alat untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan
hidup. Konsep ini berlawanan dengan konsep uang sebagai tujuan akhir
dalam sistem ekonomi kapitalis, yang menganggap uang sebagai sumber
kekayaan dan kebahagiaan. Dengan demikian, keadilan dalam ekonomi
syariah sangat penting untuk memastikan bahwa aktivitas ekonomi
berlangsung secara adil dan merata bagi semua pihak. Ini memastikan
bahwa kekayaan dan pendapatan dibagikan secara adil, bahwa pelanggan
dan karyawan diperlakukan dengan adil, dan bahwa praktik-praktik
kecurangan dan penipuan dapat diteruskan. Konsep ini sangat berguna
untuk membentuk masyarakat yang lebih adil dan sejahtera.
Lebih lanjut, keadilan dalam ekonomi syariah juga memastikan bahwa
prinsip-prinsip moral dan etika dipenuhi dalam setiap aspek aktivitas
ekonomi. Hal ini penting karena prinsip-prinsip moral dan etika
memainkan peran kunci dalam memastikan bahwa aktivitas ekonomi
berlangsung secara benar dan baik. Dalam hal ini, keadilan dalam ekonomi
syariah memastikan bahwa setiap bisnis dan aktivitas ekonomi lainnya
dipimpin oleh nilai-nilai yang baik dan benar, dan bahwa setiap orang
dapat merasa aman dan terlindungi. Keadilan juga memastikan bahwa
setiap individu memiliki hak yang sama untuk menentukan masa depan
mereka dan memperoleh kesejahteraan hidup. Dalam ekonomi syariah,
konsep keadilan menekankan pada pentingnya memberikan kesempatan
yang sama bagi setiap individu untuk mencapai kesejahteraan hidup dan
memperoleh pendapatan yang adil.
Selain itu, keadilan dalam ekonomi syariah memastikan bahwa setiap
individu bertanggung jawab atas tindakan mereka dan bahwa setiap
individu dapat menjalani hidup mereka sesuai dengan keyakinan dan nilai-

8
nilai mereka. Ini memastikan bahwa setiap orang dapat hidup sesuai
dengan keinginan mereka tanpa merasa terbatasi oleh sistem ekonomi.6
Dengan demikian, keadilan dalam ekonomi syariah sangat penting
karena memastikan bahwa aktivitas ekonomi berlangsung secara adil dan
merata bagi semua pihak, meningkatkan kepercayaan masyarakat,
mencegah praktik-praktik kecurangan, dan membentuk masyarakat yang
adil dan sejahtera.

C. Macam-Macam Lembaga Keuangan Syariah dan Produknya


Lembaga Keuangan Syariah dibagi menjadi dua (2), yaitu Lembaga
Keuangan Syariah Bank dan Lembaga Keuangan Syariah non bank.
Adapun Lembaga Keuangan Syariah non bank adalah lembaga keuangan
syariah dalam dunia keuangan bertindak selaku lembaga yang
menyediakan jasa keuangan bagi nasabahnya berdasarkan prinsip-prinsip
syariah, dimana pada umumnya lembaga ini diatur oleh regulasi keuangan
dari pemerintah. Lembaga Keuangan Syariah non bank tidak
diperkenankan melakukan kegiatan menarik dana langsung dari
masyarakat dalam bentuk simpanan.
Jika dilihat dari fungsinya bahwa lembaga keuangan bank merupakan
lembaga intermediasi keuangan, sedangkan lembaga non bank merupakan
tidak termasuk dalam kategori lembaga intermediasi keuangan.
Berikut ini lembaga keuangan bank yang ada di Indonesia:
1. Bank Syariah Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah, bank syariah adalah bank yang
menjalankan usahanya berdasarkan prinsip Syariah atau prinsip
hukum Islam yang diatur oleh MUI-Fatma seperti: asas Keadilan
dan Keseimbangan (adl wal tawazun), Kegunaan (Maslakhah),
Universalisme (Alam), dan tidak mengandung Gharar, Maysir,

6
Aris Munandar dan Ahmad Hasan Ridwan, Keadilan Sebagai Prinsip Dalam Ekonomi
Syariah Serta Aplikasinya Pada Mudharabah, Maqdis: Jurnal Kajian Ekonomi Islam - Volume 7,
No 1, Januari-Juni 2022.

9
Riba, Ketidakadilan, Benda Haram. Selain itu, bank syariah
memiliki fungsi sosial yaitu menjalankan fungsi baitul mal, yaitu
menerima dana dari zakat, infaq, sedekah, hibah atau dana sosial
lainnya dan mengirimkannya kepada pengurus Wakaf (Nazhir)
sesuai dengan wasiatnya. Pemberi Wakaf (Wakif).
2. Unit usaha syariah (UUS) Unit Usaha Syariah adalah unit kerja
kantor pusat, bank konvensional yang berfungsi sebagai kantor
pusat atau unit yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah, atau unit kerja pada cabang bank yang
berkedudukan di luar negeri, menjalankan usaha konvensional
yang berfungsi sebagai kantor pusat cabang Syariah atau unit lain.
Contoh unit syariah adalah BNI Syariah, UII Syariah, dll.
3. Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Layanan perbankan syariah
meliputi tabungan dan deposito, dan pembiayaan dengan kontrak
yang sesuai dengan Syariah. BPRS bekerja sama dengan lembaga
keuangan lain untuk saling mendukung. BPRS dilarang menerima
simpanan dalam bentuk titipan pembiayaan yang dilarang
melakukan transaksi pembayaran, melakukan transaksi dalam
valuta asing, ikut serta dalam usaha penanaman modal dan
perasuransian, serta dilarang melakukan usaha di luar kegiatan
yang ditentukan oleh Undang-Undang.7
Berdasarkan pembagian tersebut, yang termasuk lembaga keuangan
syariah non bank yaitu:
1. Lembaga Asuransi Syariah Asuransi syariah (ta’min, takaful, atau
tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong
diantara sejumlah orang/pihak melalui dana investasi dalam bentuk
aset atau tabarru‟ yang memberikan pola pengembalian untuk

7
Debby Pramana dan Rachma Indrarini, “Pembiayaan BPRS Syariah dalam Peningkatan
Kesejahteraan UMKM: Berdasarkan Maqashid Sharia”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, Vol.3
No.1, 2017, 53.

10
menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai
dengan syariah.
2. Lembaga Pasar Modal Syariah Pasar modal syariah adalah kegiatan
dalam pasar modal sebagaiamana yang diatur dalam UUPM yang
tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Pasar modal syariah
merupakan suatu sistem yang tidak terpisahakan dari sistem pasar
modal secara keseluruhan. Terdapat karakteristik khusus pasar
modal syariah, yaitu bahwa produk dan mekanisme transaksi tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
3. Lembaga Pegadaian Syariah Pengertian gadai dalam islam disebut
rahn, yaitu perjanjian menahan sesuatu barang sebagai tanggungan
utang.Kata rahn menurut bahasa berarti “tetap”, “berlangsung” dan
“menahan” sedangkan menurut istilah berarti menjadikan sesuatu
benda bernilai menurut pandangan syara‟ sebagai tanggungan
utang. Untuk penjelasan lebih jelas mengenai Pegadaian Syariah
akan dibahas pada bab selanjutnya.
4. Koperasi Syariah Istilah koperasi berarti bekerja bersama dengan
orang lain untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Undang-
Undang Nomor 17 tahun 2012 Tentang Perkoperasian, Koperasi
adalah badan hukum yang didirikan oleh orang-perseorangan atau
badan hukum koperasi, dengan pemisahan kekayaan para
anggotanya sebagai modal.
5. Dana Pensiun Syariah adalah dana pensiun yang dikelola dan
dijalankan berdasarkan prinsip syariah. Pada tahun 2013, DSN-
MUI menerbitkan fatwa No.88/DSNMUI/XI/2013 tentang
pedoman umum penyelenggaraan program pensiun berdasarkan
prinsip Syariah, dan Fatwa DSN-MUI No.99/DSN-MUI/XII/2015
tentang Annuitas Syariah untuk program Dana Pensiun.
6. Lembaga Usaha Syariah dikategorikan kepada badan usaha dengan
prinsip syariah, seperti perusahaan dan koperasi. Secara etimologis,
syirkah mempunyai arti percampuran atau kemitraan antara

11
beberapa mitra atau perseroan. Secara terminologis, Syirkah adalah
suatu badan usaha di bidang perekonomian yang memiliki
keanggotaan sukarela atas dasar persamaan hak, keja sama, dan
tujuan untuk memenuhi kebutuhan para anggotanya dan
masyarakat pada umumnya.
7. Lembaga Zakat berarti kewajiban seorang muslim untuk
mengeluarkan nilai bersih dari kekayaannya yang tidak melebihi
satu nisab, diberikan kepada Mustahik dengan beberapa syarat
yang telah ditentukan. Zakat menurut UU No. 23 Tahun 2011
tenatang pengeloaan zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan
oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada
yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam. Zakat
adalah rukun Islam ketiga yang diwajibkan di Madinah pada Bulan
Syawal tahun kedua Hijriah setelah diwajibkannya puasa
Ramadhan.8

BAB III
PENUTUP

8
Ardhansyah Putra dan Dwi Saraswati, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta:
Jakad Media,2020), 4-5.

12
A. Kesimpulan
1. Riba secara bahasa berarti penambahan, pertumbuhan, kenaikan, dan
ketinggian. Sedangkan menurut syara’, riba berarti akad untuk satu
ganti khusus tanpa diketahui perbandingannya dalam penilaian syariat
ketika berakad atau bersama dengan mengakhirkan kedua ganti atau
salah satunya.
Gharar adalah apa-apa yang akibatnya tersembunyi dalam pandangan
kita dan akibat yang paling mungkin muncul adalah yang paling kita
takuti (tidak dihendaki).
Maisir adalah transaksi yang digantungkan pada suatu keadaan yang
tidak pasti dan bersifat untung-untungan. Al-Maysir (perjudian)
terlarang dalam syariat Islam, dengan dasar al-Qur’an, as-Sunnah dan
Ijma’.
2. Keadilan dalam ekonomi syariah sangat penting karena memastikan
bahwa aktivitas ekonomi berlangsung secara adil dan merata bagi
semua pihak, meningkatkan kepercayaan masyarakat, mencegah
praktik-praktik kecurangan, dan membentuk masyarakat yang adil dan
sejahtera.
3. Lembaga Keuangan Syariah dibagi menjadi dua, yaitu Lembaga
Keuangan Syariah Bank dan Lembaga Keuangan Syariah non bank.
Adapun Lembaga Keuangan Syariah non bank adalah lembaga
keuangan syariah dalam dunia keuangan bertindak selaku lembaga
yang menyediakan jasa keuangan bagi nasabahnya berdasarkan
prinsip-prinsip syariah, dimana pada umumnya lembaga ini diatur oleh
regulasi keuangan dari pemerintah. Lembaga Keuangan Syariah non
bank tidak diperkenankan melakukan Fungsi dan peran lembaga
keuangan syariah di antaranya memenuhi kebutuhan masyarakat akan
dana sebagai sarana untuk melakukan kegiatan ekonomi yang sesuai
dengan prinsip-prinsip syariah.

13
B. Saran
Mengingat keterbatasan pengetahun dan keterampilan yang kami
miliki sebagai penulis, maka untuk mendapatkan pemahaman yang lebih
mendalam dan lebih luas lagi diharapkan kepada pembaca untuk membaca
materi dari berbagai refrensi lainnya. Dalam makalah ini penulis
berkeinginan memberikan saran kepada para pembaca agar terus
mempelajari dan memahami ilmu yang berkaitan dengan pembahasan
materi pada makalah.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ash-Shawi, Shalah Muhammad, Problematika Investasi pada Bank Islam


Solusi Ekonomi; Penerjemah: Rafiqah Ahmad, Alimin
(Jakarta: Migunani. 2008)
Azzam Abdul, Aziz Muhammad. Fiqh Muamalat System Transaksi
dalam Islam. (Jakarta: AMZAH 2010)
Munandar Aris, Hasan Ridwan Ahmad, “Keadilan Sebagai Prinsip
Dalam Ekonomi Syariah Serta Aplikasinya Pada
Mudharabah”, Maqdis: Jurnal Kajian Ekonomi Islam -
Volume 7, No 1, Januari-Juni 2022.
Pramana Debby dan Indrarini Rachma, “Pembiayaan BPRS Syariah
dalam Peningkatan Kesejahteraan UMKM: Berdasarkan
Maqashid Sharia”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, Vol.3
No.1, 2017.
Putra Ardhansyah dan Saraswati Dwi, Bank dan Lembaga Keuangan
Lainnya, (Jakarta: Jakad Media, 2020).
Quran.nu.or.id. https://quran.nu..or.id. Diakses pada tanggal 26 Maret
2024. 15.33 WIB.
Sjahdeini dan Sutan Remy. “Perbankan Syariah Produk-produk dan
Aspek-aspek Hukumnya.” (Jakarta: Kencana Prenamedia
Group 2014).

15

Anda mungkin juga menyukai