Anda di halaman 1dari 27

NUZULUL QUR’AN

Diajukan kepada dosen pengampu:


Dr. Otong Surasman, M.A.
untuk memenuhi syarat tugas mata kuliah Ulumul Qur’an

Disusun oleh Kelompok 5:


Hero Gefthi Fernando
(202520088)
Siti Mariam
(202520081)
M. WRTI Tabtila
(202520090)
Saiqotul Ummah
(202520079)

PROGRAM STUDY PASCASARJANA MANAJEMEN


PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PERGURUAN
TINGGI ILMU AL-QURAN
JAKARTA 1441 H / 2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb
Bismillah, washolatu wassalamu ‘ala rasulillah, tiada kata
yang pantas kami ucapkan selain alhamdulillah sebagai ungkapan
rasa syukur kami kepada Allah SWT, Dzat yang Maha Esa dan
Maha Kuasa, karena hanya dengan hidayah dan limpahan rahmat-
Nya kami dapat menyusun makalah dengan judul “Nuzulul
Qur’an”.
Makalah yang merupakan tugas mata kuliah Sejarah
Pemikian Islam ini membahas tentang proses turunnya Al-Qur’an
dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW.
Semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi kami
(penyusun) khususnya dan bagi semua pihak agar lebih memahami
Latar Belakang Lahirnya Syi'ah dan Pokok-Pokok Ajarannya.
Wassalamualaikum wr.wb
Penyusun
Jakarta, 20 November 2020

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................ 1

A. Latar Belakang ....................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................. 2

C. Tujuan Penulisan.................................................................... 2

D. Manfaat Penulisan.................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................. 3

A. Pengertian Nuzulul Qur’an .................................................... 3

B. Sejarah diturunkan-nya Al-Qur’an ........................................ 5

C. Tahap-Tahap dan Proses Turun-nya Al-Qur’an .................... 9

1. Al-Qur’an Turun Sekaligus .............................................. 10

2. Al-Qur’an Turun Secara Bertahap ................................... 14

3. Hikmah Al-Qur’an diturunkan Secara Bertahap .............. 17

BAB III PENUTUP ................................................................... 23

A. Kesimpulan .......................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA ................................................................ 24

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Allah SWT memberikan satu kelebihan kepada umat
manusia berupa akal pikiran, agar ia mampu menjalankan
tugas dan misinya sebagai khalifatullah fi al-ardl, juga karena
kasih sayang-Nya, kemudian Allah menurunkan wahyu
berupa al-Qur’an melalui Malaikat Jibril kepada Nabi SAW
untuk dijadikan referensi dalam kehidupan.
Sejak Tuhan “berbicara” itulah maka Islam lahir sebagai
agama, ia bukan hanya sebagai fakta historis, melainkan
sebuah kehadiran Tuhan dalam bentuk “kalam”, seluruh
kebudayaan Islam memulai langkahnya dengan fakta sejarah
bahwa manusia disapa Tuhan dengan bahasa yang Dia
ucapkan sendiri. Dari sisi motif pewahyuan, pada mulanya
manusia ( Nabi Muhammad) adalah obyek dari kitab suci. Ia
diwahyukan Tuhan untuk menyapa manusia dan mengajaknya
kejalan keselamatan. Tetapi dalam perjalanannya, ketika
wahyu telah menjelma menjadi teks, maka ia berubah menjadi
obyek, sementara manusia berperan sebagai subyek.1
Tercatat dalam sejarah bahwa Al-Qur’an diturunkan
secara evolusi dan berkesinambungan (tadrij) selama lebih
kurang 23 tahun. Hal ini memberikan kesan bahwa Al-Qur’an
benar-benar berdialog. Sekaligus mengoreksi kehidupan umat

1
Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: Itqan Publishing,
2016), 25.

1
2

manusia.2 Dengan kalimat lain, Al-Qur’an yang turun


berangsur-angsur mengenal konteks sosial dan konteks
psikologis masyarakat Arab. Sebab itu, dalam studi Ulumul
Qur’an dikenal konsep asbab al-nuzul dan nasikh mansukh di
mana isi dan pesan Al-Qur’an menjalin dialektika dan selalu
memperhatikan kemaslahatan hidup manusia.
Berangkat dari fenomena di atas, maka dalam makalah
ini akan melihat proses turunnya al-Qur’an atau yang sering
dikenal sebagai Nuzulul Qur’an.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Nuzulul Qur’an?
2. Bagaimana proses turunnya Al-Qur’an?
3. Apa hikmah dibalik turunnya Al-Qur’an?
C. Tujuan Penulisan
1. Mampu memahami proses turunnya Al-Qur’an
D. Manfaat Penulisan
1. Dapat meningkatkan pengetahuan mengenai proses
turunnya Al-Qur’an secara sekaligus, bertahap dan
berangsur-angsur

2
M. Faruq al-Nabhan, al-Madkhal Li al-Tasyri’ al-Islami, (Beirut: Dar
al-Qalam, 1981), 83.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Nuzulul Qur’an


Pembahasan nuzulul Al-Qur’an termasuk dalam
pembahasan utama dalam Ulumul Qur’an, karena mengetahui
nuzulul Al-Qur’an merupakan dasar keyakinan seseorang atas
kebenaran Alquran itu sendiri. Kalau tidak demikian,
bagaimana mungkin seseorang me-realisasikan keyakinannya
terhadap sesuatu tanpa didasari pengetahuan sumber turunnya
sesuatu itu? Untuk itu pembahasan ini dianggap oleh para
ulama sebagai batu fondasi bagi bangunan Ulumul Qur’an
selanjutnya. Telah diketahui dari pembahasan yang lalu
bahwa Al-Qur’an adalah al-kalâm an-nafsi yang terdapat
dalam zat Allah, sebagaimana Al-Qur’an juga bisa
didefinisikan dengan lafaz yang turun kepada Nabi
Muhammad Saw yang tertulis di dalam mushaf dari awal surat
al-Fâtihah hingga akhir surat an-Nâs.
Ketika kita berusaha untuk menempatkan arti an-nuzûl
secara bahasa kepada Al-Qur’an maka ditemukan arti-arti
tersebut tidak layak untuk disematkan ke dalam Al-Qur’an
kecuali dalam bentuk majas. Kalau dipandang Al-Qur’an
sebagai al-kalâm an-nafsi yang terdapat dalam zat Allah, maka
tidak layak dimengerti an-nuzûl secara bahasa yang tersebut
di atas, karena arti-arti tersebut hanya sesuai untuk alhawâdist
(baharu) sedangkan zat Allah suci dari hal yang demikian.
Kalau dipandang Alquran sebagai lafaz yang dibaca maka

3
4

tidak layak dimengerti an-nuzûl secara bahasa juga, karena


lafaz bersifat arâdh yang keberadaannya hanya diketahui saat
diucapkan, dia bukan ajsâm yang menempati suatu tempat dan
berdiam di situ.
Maka tidak ada jalan keluar bagi kita kecuali membawa
arti an-nuzûl secara majas. Kalau ditinjau secara majas maka
pengertian an-nuzûl bisa diartikan dengan arti yang luas,
seperti menginformasi, menetapkan, menggerakkan dari atas
ke bawah. Apabila sebagai al-kalâm an-nafsi maka turunnya
ialah informasi yang diperoleh baik berupa tulisan yang
terdapat di al-Lauh al Mahfûdz ataupun di Bait al-Izzah di As-
Samâi ad-Dunya, atau melalui lafaz saat ia turun ke hati Nabi
Muhammad Saw. Hubungan antara arti yang sebenarnya
dengan arti majas ialah hubungan mulâzamah dengan
menyebutkan malzûm tapi yang diinginkan lâzim, yaitu
menginformasikan, di mana kebiasaan (kelaziman) dari
turunnya Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad Saw ialah
menginformasikan isi Al-Quran itu kepadanya atau kelaziman
dari turun Alquran di al-Lauh al-Mahfûdz ataupun di Bait al-
Izzah di As-Samâi ad-Dunya ialah menginformasikan apa
yang dikehendaki Allah, dan ini juga bagian dari majas.
Apabila Al-Qur’an dimaksud dengan lafaz maka turunnya Al-
Qur’an artinya penetapannya di dalam hati Nabi Muhammad
Saw atau penetapannya yang terdapat di al-Lauh al-Mahfûdz
ataupun di Bait al-Izzah.3

3
Zainal Arifin, Pengantar Ulumul Qur’an, (Medan: Penerbit Duta Azhar,
2018), 13.
5

B. Sejarah diturunkan-nya Al-Qur’an


Al-Qur’an diturunkan oleh Allah swt. dari Lauh
Mahfuzh ke langit dunia pada malam qadr (lailat al-qadr)
secara keseluruhan. Kemudian diturunkan secara berangsur-
angsur kepada Nabi Muhammad saw. Melalui malaikat Jibril
dalam tempo kurang dari 23 tahun.4
Kehadiran wahyu al-Qur’an sendiri adalah di luar
kehendak Nabi Muhammad saw. Suatu ketika ayat turun
karena peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian serta
kebutuhan Rasulullah saw, ada saatnya pula kehadiran ayat
Al-Qur’an terjadi secara tiba-tiba tanpa diduga sebelumnya,
bahkan pernah pula kehadirannya amat sangat ditunggu-
tunggu namun ia tidak kunjung-kunjung datang, kaum kafir-
pun mendapat kesempatan untuk mencela Nabi Muhammad
saw. sebagai utusan yang ditinggalkan Tuhannya.5 Semua itu
merupakan suatu pertanda, bahwa tidaklah mungkin bagi ayat
al-Qur’an merupakan qaul Muhammad. Berbeda dengan
kitab-kitab samawi sebelumnya seperti Zabur, Taurat dan Injil
yang turunnya langsung utuh (sempurna) satu kitab. al-Qur’an
diturunkan secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad
saw. Quraish Shihab mengatakan, “kaum kafir, dari kaum
Yahudi, Naṣrani maupun Musyrik mencela Nabi saw. Atas
turunnya al-Qur’an secara berangsur-angsur. Mereka

4
M. Nor Ichwan, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, (Semarang: Rasail Media
Group, 2008), 34.
5
M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an: Ditinjau dari Aspek
Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Ghaib, (Bandung: Mizan, 2013),
78.
6

mendesak agar al-Qur’an diturunkan sekali saja. Oleh


karenanya, ayat ini turun lebih sebagai sanggahan atas
kemauan orang-orang kafir tersebut.”6
Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang diturunkan
Allah swt kepada Nabi Muhammad saw secara berangsur-
angsur. Al-Qur’an juga merupakan kitab suci yang
keasliannya senantiasa terjaga dan terpelihara dengan baik
sejak masa nabi hingga saat sekarang ini. Pada masa nabi,
pemeliharaan Alquran terdiri dari 3 unsur yaitu :
1. Hafalan dari mereka yang hafal Quran.
2. Naskah-naskah yang ditulis untuk nabi.
3. Naskah-naskah yang ditulis oleh mereka yang pandai
menulis dan membaca untuk mereka masing-masing.7
Kaum muslimin pada waktu itu sangat bersungguh-
sungguh dalam menghafal dan mempelajari Alquran karena
mereka berkeyakinan bahwa Alquran itu adalah firman Allah
dan merupakan sandaran pertama bagi akidah dan agama
mereka. Setelah Nabi Muhammad melakukan hijrah ke
Madinah, beliau memerintahkan sekelompok sahabatnya
untuk memperhatikan Alquran, mengajarkan, mempelajari
dan menyebarkan hukum-hukum agama yang bersumber dari
wahyu. Wahyu yang turun dicatat hari demi hari sehingga
tidak musnah. Di dalam kelompok itu ada beberapa sahabat
yang tekun membaca Alquran, menghafal dan memelihara

6
M. Nor Ichwan, Op.Cit, 35.
7
A.Gani, Bustami & Chatibul Umam, Beberapa Aspek Ilmiah tentang
Quran, (Jakarta : Litera Antarnusa, 1994), 140.
7

surah-surah dan ayat-ayatnya. Mereka inilah yang kemudian


dikenal dengan sebutan ”al-qurra’”. Setiap kali ada surah atau
ayat Alquran yang turun, langsung dicatat pada lembaran-
lembaran papan, atau kulit domba, atau pelepah kurma, dan
dihapalkan. Setelah satu tahun Rasulullah wafat, pecah perang
Yamamah yang merenggut korban 70 orang qari’. Ketika itu,
Umar bin Khattab mengajukan pendapatnya kepada khalifah
Abu Bakar ash-Shiddiq untuk mengumpulkan Al-Qur’an
dengan alasan banyaknya penghafal Alquran yang wafat.
Pendapat Umar bin Khattab ini diterima dengan baik oleh
khalifah Abu Bakar, kemudian khalifah Abu Bakar
memerintahkan kepada sekelompok qurra’ dibawah pimpinan
Zaid bin Tsabit untuk menghimpun Alquran. Mereka
menghimpun Alquran dari catatan yang ada di papanpapan,
pelepah-pelepah kurma, dan kulit-kulit domba yang terdapat
di rumah nabi yang ditulis oleh para penulis wahyu, serta
tulisan-tulisan yang ada pada sahabat-sahabat yang lain.8
Pada permulaan kehadiran agama Islam yang dibawa
oleh nabi Muhammad SAW didapati bangsa arab adalah
bangsa yang buta huruf, amat sedikit sekali diantara mereka
yang pandai membaca dan menulis. bahkan mereka tidak
mengenal kertas, apalagi buku. akan tetapi setelah negri persia
ditaklukan oleh umat Islam, yakni setelah nabi wafat, barulah
mereka mengetahui kertas, yakni “Kaqhid”.9 kendatipun

8
Thabathaba’i, Sayyid Muhammad Husain, Memahami Esensi Alquran,
(Jakarta: Lentera Basritama 2003), 146.
9
Zainal Abidin, seluk beluk Al-Qur’an, (Jakarta: Reneka Cipta, 1992),
28.
8

bangsa Arab pada waktu itu belum mengenal huruf akan tetapi
mereka mempunyai ingatan kuat lagi tajam. sehingga ketika
nabi menerima wahyu dari Allah SWT melalui malaikan jibril
maka nabi memrintahkan kepada para sahabat untuk
menuliskannya dibatu, kulit binatang, serta pelepah tamar.
perintah tersebut hanya diperuntukkan bagi penulisan mushab
Al-Qur’an, dan bukan untuk menuliskan perkataan nabi
ataupun hal-hal lainnya. ini dilakukan nabi demi menjaga
kemurnian Al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam.
Pada periode awal ini, maka dapat dikatan studi Al-
Qur’an tidak terjadi, mengingat masa ini adalah masa awal
pengenalan ajaran Islam yang langsung dibawa oleh nabi
Muhammad SAW kepada para sahabatnya. sehingga setiap
persolan yang timbul terutama yang berhubungan dengan
masalah ilmu-ilmu Al-Qur’an dapat langsung ditanyakan
kepada nabi muhammad SAW. setelah rasulullah SAW wafat,
yakni ketika pemerintahan Islam dipegang oleh Abu Bakar
ash-Siddiq, maka dimulailah upaya penulisan mushab al-
Qur’an, yakni yang dilakukan Zaid bin Stabit, dalam usaha
mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an, Zaid sangat teliti.
meskipun beliau hafal Al-Qur’an, tetapi dalam pengumpulan
ini beliau selalu mencocokan hafalannya kepada sahabat-
sahabat lain, yang disaksikan oleh dua orang. dan setelah
penulisan ini selesai, yakni dalam bentuk lembaran-lembaran,
maka diikat dengan benang oleh Zaid. secara tersusun
menurut aturan yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW
sebelumnya, kemudian diserahkan kepada Abu Bakar. pada
9

masa Usman bin Affan menjadi khalifah menggantikan Umar


bin Khattab, maka dimulailah upaya membukukan Al-Qur’an
yang dilakukan oleh tim yang dipimpin oleh Zaid Bin Stabit,
dan anggotanya yakni Abdullah Bin Zubair, Sa’ad Bin ‘Ash
dan Abdurahman Bin Haris Bin Hisyam.10
C. Tahap-Tahap dan Proses Turun-nya Al-Qur’an
Allah menurunkan Al-Qur’an kepada rasul kita Nabi
Muhammad SAW untuk memberi petunjuk kepada manusia.
Turunnya Al-Qur’an merupakan peristiwa besar yang
sekaligus menyatakan kedudukannya bagi penghuni langit
dan bumi. Turunnya Al-Qur’an yang pertama kali pada malam
Lailatul Qodar merupakan pemberitahuan kepada alam
tingkat tinggi yang terdiri dari malaikat-malaikat akan
kemuliaan umat Nabi Muhammad SAW. Umat ini telah
dimuliakan oleh Allah dengan risalah baru agar menjadi umat
yang paling baik. Turunnya Al Qur’an yang kedua kali secara
bertahap atau berangsur angsur, berbeda dengan kitab-kitab
sebelumnya.
Rasulullah tidak menerima risalah agung ini sekaligus,
dan kaumnya pun tidak puas dengan risalah tersebut karena
kesombongan dan permusuhan mereka. Oleh karena itu
wahyu pun diturunkan secara berangsur-angsur untuk
menguatkan hati Rasul dan menghiburnya serta mengikuti
peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian sampai Allah
menyempurnakan agama ini dan mencukupkan nikmat-Nya.

10
Ibid., 30.
10

Allah SWT Berfirman dalam surat al-Baqarah, 185:


َ ََ ٗ َ َ َ َ ََ َ
ٖ َٰ‫شهُۡرَۡرَمَضاَنۡٱِذَّلٓيُۡأنِزَلِۡفيِهۡٱۡلُقُرَءاَنۡ ۡهدىۡۡللناس ۡوبين‬
ۡ‫ت‬
َ َ َٰ َ َ
ۡ١٨٥ۡ‫اَن‬
ِۚ ‫ۡوٱۡلفُرق‬ ‫منۡٱلهدى‬
Artinya:
“Beberapa hari yang ditentukan itu ialah Ramadhan,
bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al
Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-
penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara
yang hak dan yang bathil)”. (QS. Al Baqarah : 185)
Allah Juga berfirman dalam surat al-Qadr, 1:
َ َ َ َ َ َ
َٰ
ۡ١ۡ‫إناُۡأنِزۡلنِهِۡفَۡللةۡٱۡلُقدَر‬
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-
Qur’an) pada malam qadar.” (QS. Al Qodr: 1)11
1. Al-Qur’an Turun Sekaligus
Ketika umur Nabi Muhammad SAW, mendekati 40
tahun, Nabi ingin menyendiri dan menjauh dari keramaian
dan keributan kaumnya. Gua Hira yang terletak di Jabal
Nur Mekkah menjadi tempat pilihannya. Seketika umur
Nabi genap 40 tahun, Malaikat Jibril datang membawa
wahyu bertepatan dengan hari Senin malam 21 Ramadan
berupa surat al-‘Alaq ayat 1-5.12 Inilah wahyu yang
pertama kali turun kepada Nabi Muhammad SAW.

11
Imam Jalaludin Assuyuti, “Samudera Ulumul Qur’an, jilid 1”, (Jakarta:
PT Bina Ilmu Offset) 39.
12
Safiurraḥmān al-Mubārakfūriy, Ar-Raḥīq al-Makhtūm, (Mekah
Mukarramah: tp, cet. V, 1994), 75.
11

Selanjutnya Nabi Muhammad SAW selalu menerima


wahyu hingga wafatnya di umurnya 63 tahun. Turunnya
wahyu kepada nabi Muhammad terjadi dalam berbagai
cara dan sistematika.
Berikut adalah sistimatika turunnya wahyu kepada Nabi
Muhammad SAW yaitu:
a. Dengan cara Nabi Muhammad SAW. bermimpi yang
benar di dalam tidur, dan ini merupakan cara dasar
penyampaian wahyu kepada Rasul.
b. Malaikat Jibril langsung memasukkan wahyu itu ke
dalam hatinya. Dalam hal ini Nabi tidak melihat apapun,
hanya dia merasa ayat tersebut sudah berada di dalam
kalbunya.
c. Malaikat menampakkan dirinya kepda Nabi SAW.
berupa seorang laki-laki yang mengucapkan kata-kata
kepadanya sehingga dia mengetahui dan hafal kata-kata
itu.
d. Wahyu datang kepada Nabi Muhammad SAW. secara
tiba-tiba seperti gemerincing lonceng. Cara inilah yang
amat berat dirasakan oleh Nabi. Kadang-kadang pada
keningnya berpencaran keringat, meskipun turunya
wahyu tersebut saat cuaca yang sangat dingin.
e. Nabi melihat Malaikat dengan wujud aslinya.
f. Allah memberi wahyu kepada Nabi dan dia berada di
langit seperti ketika Isrā’mi‘rāj.
g. Allah langsung berbicara dengan Nabi Muhammad
tanpa Malaikat seperti Allah berbicara dengan Nabi
12

Musa as.13
Kalau dilihat dari segi tata cara turun Alquran dari Lauḥ
al-maḥfuẓ ke dunia ini, apakah turun secara berangsur-
angsur atau tidak, Imam Suyūṭi menyebutkan ada tiga
pendapat, yaitu:
a. Pendapat pertama memberi penjelasan bahwasanya Al-
Qur’an diturunkan ke baitul ‘izzah di langit dunia pada
malam lailatulqadr, seluruh Alquran secara utuh atau
sekaligus kemudian diturunkan secara bertahap selama
kurang lebih 23 tahun.14 Ini adalah pendapat yang paling
Pendapat ini dikuatkan dengan Hadis Nabi berikut:
Artinya:
Dari Ibnu Abbas ra. Beliau berkata: “Al-Qur’an itu
diturunkan sekaligus pada malam lailatul qadar,
kemudian diturunkan kembali selama dua puluh
tahun”. Lalu Abbas membacakan ayat Alquran surat
al-Furqon ayat 33,
ً ‫ۡوُأَح َس َن َۡتفس‬
ۡ٣٣ۡ‫ريا‬ َ ‫ٱلق‬ َ َ َ َ َ
َۡ ‫َوَلۡيَأتونكۡب َمث ٍلۡإَلۡجئ َنَٰكۡب‬
“tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu
dengan membawa sesuatu yang ganjil, melainkan
kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan
yang paling baik penyelesaiannya.” dan surat al-Isrā’
ayat 106:

13
Ibid., 80.
14
Al-Qaṭṭān, Mabāhiṡ fī ‘Ulūm al-Qur’an, (Kairo: Maktabah al-Ma‘ārif,
cet. III, 2000), 103.
13

َ ‫ۡوُۡأ َم َدد َنَٰكمۡبأَم َوََٰل‬


َۡ ‫ۡو َبن‬
ۡ‫ي‬ َ ‫ۡعلَيهم‬
َ َ َ َ َ ََ
‫َۡرددناۡۡلكمۡٱۡلكُرة‬ ‫ثم‬
ٖ
َ َ ‫َو َج َعل َنَٰكمُۡأَك‬
ً ‫َثۡنَف‬
ۡ٦ۡ‫ريا‬
“dan Al-Qur’an itu telah kami turunkan dengan
berangsur agar kamu membacakannya dengan
perlahan-lahan kepada manusia dan kami
turunkannya bagian demi bagian.” (Hadis ini adalah
Hadis ṣaḥīh namun tidak dikeluarkan oleh Imam
Bukhari dan Muslim)15
b. Pendapat kedua: mengatakan bahwasanya Al-Qur’an
mula-mula diturunkan malam lailatulqadr kemudian
berlanjut secara bertahap sesuai dengan kejadian dan
kondisi.
c. Pendapat ketiga: menyatakan bahwasanya Al-Qur’an
diturunkan ke dunia selama 23 malam, setiap malam
diturunkan sebanyak yang ditentukan Allah untuk
diturunkan secara bertahap dalam setahun, kemudian
setelah itu diturunkan secara berangsur-angsur
sepanjang tahun. Pendapat ini termasuk pendapat lemah
karena tidak ada dalil.
Dengan demikian maka pendapat yang kuat adalah
bahwasanya Al-Qur’an diturunkan dua kali, yaitu pertama,
diturunkan secara sekaligus pada malam lailatul qadar ke
baitul ‘izzah di langit dunia. Kedua, diturunkan dari langit

Muhammad bin Abdullah Abu Abdullah bin Hākim an-Nisābūri, ed.


15

Muṣṭafā Abdul Qādir ‘Aṭā, Al- Mustadrāk ‘Alā aṣ-Ṣaḥīḥain, (Beirut: Dār al
Kutub al-‘Ilmiyyah, 1990), 242. No. Hadis 2879.
14

dunia ke bumi secara bertahap (munajjaman) selama 23


tahun.
2. Al-Qur’an Turun Secara Bertahap
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an asy-Syu’ara:
ََ َ َ
َٰۡ‫َع‬
ۡ ۡۡ١٩٣ۡ‫ۡٱلمي‬ ۡ ‫ۡٱلُروح‬ ُّ ‫ۡنَ َِۡز ََلۡبِه‬١٩٢ۡ‫ي‬َ ‫َۡربۡٱۡل َعَٰلَم‬
َ ‫ۥَۡلَزنيل‬ ‫ِۡإَونِه‬
ُّ ‫اَنۡ َع َُرب‬ َ ‫ۡبل‬١٩٤ۡ‫ين‬ َ ‫وَنۡم َنۡٱلمنذَر‬ َ َ َ َ
ۡ١٩٥ۡ‫ي‬
ٖ ‫ب‬ ‫ۡم‬ ٖ ٍۡ ‫س‬ ‫قلبكَۡلك‬
Artinya:
“Dan sesungguhnya Al-Qur’an ini benar-benar
diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dia dibawa turun
oleh Ar-Ruhul Amin (Jibril) ke dalam hatimu
(Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di
antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan
bahasa Arab yang jelas”. (Q.S. Asy-Syu’ara: 192-195)
Allah juga berfirman dalam Al-Qur’an an-Nahl:
َ ‫ٱلقَۡۡلثَب‬ َ َ َ
ۡۡ‫ينۡ ََء َامنوا‬
َۡ ‫تۡٱِذَّل‬ َۡ ۡ‫لۥَۡروحۡٱۡلُقدسۡۡمنَۡربكۡب‬ۡ ‫قلۡۡنِز‬
َ ‫ىۡللمسلم‬
ۡ١٠٢ۡ‫ي‬ َ ‫َوه ٗد‬
َ ‫ىۡوب‬
َٰ ‫ۡش‬
Artinya:
Katakanlah: “Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al
Quran itu dari Tuhanmu dengan benar, untuk
meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman,
dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-
orang yang berserah diri (kepada Allah)”.(Q.S. An-
Nahl: 102).
15

Allah kemudian berfirman dalam Al-Qur’an surat al-


Baqarah:
َ َ َٰ َ َ َ َ َ َ ٗ َ َ َ
ۡۡ‫َعۡقلبكۡبإذَنۡٱّلل‬ ۡ ۡ‫قلۡۡ َمنَۡكَنۡعدواۡۡلـجۡبيلۡفإنِهۡۥۡنِز‬
ۡ‫لۥ‬
َ ‫ىۡللمؤمن‬
ۡ٩٧ۡ‫ي‬ َ ‫ىۡوب‬
َٰۡ ‫ۡش‬ َ ‫ۡوه ٗد‬
َ ‫يۡيَ َديِه‬ َ ‫َم َصد ٗقاۡل َم‬
َ ‫اۡب‬
Artinya:
Katakanlah: ”Barang siapa yang menjadi musuh Jibril,
maka Jibril itu telah menurunkannya (Al Quran) ke
dalam hatimu dengan seizin Allah membenarkan apa
(kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk
serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman”.
(Q.S. Al-Baqarah: 97).
Ayat ayat diatas menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah
kalam Allah dengan lafalnya yang ber-bahasa Arab, dan
bahwa Jibril telah menurunkannya kedalam hati Rasulullah
saw dan bahwa turunnya ini bukanlah turunnya yang
pertama kali kelangit dunia. Tetapi yang dimaksudkan
adalah turunnya Al-Qur’an secara bertahap. Ungkapan
(untuk arti menurunkan) dalam ayat-ayat diatas
menggunakan kata tanzil bukan inzal. Ini menunjukan
bahwa turunnya itu secara bertahap dan berangsur-angsur.
Ulama Bahasa membedakan antara tanzil dan inzal. Tanzil
berarti turun secara berangsur angsur sedang inzal hanya
menunjukan turun atau menurunkan dalam arti umum.16
Al-Qur’an turun secara berangsur-angsur selama 23
tahun, 13 tahun di mekah 10 tahun di Madinah, penjelasan

16
Mudzakir AS, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, (Bogor: Litera antar Nusa), 154.
16

tentang turunnya berangsur terdapat dalam firman Allah al-


isra:
ٗ َ َ ََ َٰ ََ ََ ََ َ َ ََ ٗ َ َ
ۡ١٠٦ۡ‫ياٗل‬ َٰ
ۡ ‫ٖثۡونِزۡلنِهۡتزن‬ ۡ ۡۡ‫وقُرَءاناۡفُرقنَِٰهَۡلُقُرُأهۡۥَۡعۡٱنلاس‬
ٖ ‫َعۡمك‬
Artinya:
“Dan Al Quran itu, telah Kami turunkan dengan
berangsur-angsur agar kamu membacakannya
perlahan-lahan kepada manusia dan Kami
menurunkannya bagian demi bagian”. (Q.S. Al-
Isra:106).
Adapun kitab-kitab samawi yang lain, seperti tauret,
injil, dan zabur, turunnya sekaligus, tidak turun secara
berangsur-angsur. Hal ini sebagaimana ditunjukan dalam
firman-Nya di Al-Qur’an surat al-Furqon:
ٗ َٗ ََ َ َ َ ََ َ َ َ
ۡ‫ين ۡكفُروا ۡلوَل ۡنِزَل ۡعليِۡه ۡٱۡلُقُر ََءاَنۡ ُۡجلة َۡوَٰح َد ۡة‬ ۡ ‫َوق‬
ۡ ‫اَل ۡٱِذَّل‬
ٗ َ َ َ َ َ َ َ َ ‫كۡنلثَب‬ َ َٰ َ َ
ۡ٣٢ۡ‫نَِٰهۡتُرتياٗل‬ ۡ ‫تۡبِهۡۦۡفؤادكَۖۡوَرتل‬ ‫كذل‬
Artinya:
Berkatalah orang-orang yang kafir: “Mengapa Al-
Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?
demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan
Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar)”.
(Q.S. Al Furqon: 32).
17

3. Hikmah Al-Qur’an diturunkan Secara Bertahap


Adapun Hikmah diturunkannya Al-Qur’an secara
berangsur-angsur adalah:
a. Memperbaharui wahyu.
Berulang kalinya turun Al-Qur’an kepada Nabi
Muhammad Saw siang malam pagi sore membuat hati
Nabi senang dan lapang, oleh sebab itu keberadaan Nabi
yang paling prima ialah saat ia bertemu dengan Malaikat
Jibril untuk bertadarus Al-Qur’an.
b. Kemudahan dalam menghafal dan memahami
Turun-nya Al-Qur’an secara berangsur memudahkan
bagi Nabi Muhammad SAW untuk menghafal dan
memahaminya, terutama Nabi Muhammad Saw sangat
takut bila Al-Qur’an tidak menetap di hatinya hingga
Allah menenangkannya17, hal ini juga difirman-kan oleh
Allah SWT dalam surat al-Qiyamah:
َ ََ ََ َ َ َ َ َ
ۡ‫ ۡإَنۡ ۡعلي َنا ُۡج َعِهۡۥ‬١٦ۡ ۡ‫جل ۡبِهۡۦ‬ ‫َۡل ُۡتَُرك ۡبِهۡۦ ۡلسانك َۡلع‬
ََ َ َ َٰ َ َ َ َ َ َ
ۡ‫ ۡۡثم ۡإَن ۡعليۡ َنا‬١٨ۡ ‫ۡفٱتبعۡ ۡقُۡر ََءانِهۡۥ‬
ۡ ‫ ۡۡفإذاۡقُرُأنِه‬١٧ۡ ‫َوقُر ََءانِهۡۥ‬
َ
ۡ١٩ۡ‫َب َيانِهۡۥ‬
Artinya:
“Jangan kamu gerakkan dengannya lidahmu kerana
kamu segera dengannya. Sesungguhnya atas Kami
mengumpulkannya dan membacanya. Maka apabila
Kami membacakannya, maka ikutilah bacaannya.

17
Al-Qaṭṭān., Op.Cit, 107.
18

Kemudian sungguh atas Kami penjelasannya”. (Q.S.


Al-Qiyamah: 16-19).18
c. Pembaharuan dakwah
Setiap turunnya wahyu merupakan pembaharuan
dakwah bagi kaum musyrikin untuk masuk dalam
agama Allah. Ini merupakan sikap lemah lembut
terhadap mereka agar mereka beriman dan merupakan
ambisi Islam untuk memberi hidayah bagi mereka,
semoga mereka memperoleh petunjuk dan tidak
menghambat Islam, karena jika Al-Qur’an diturunkan
sekaligus pastilah masa itu telah berlalu dan mereka
mempunyai alasan untuk tidak memeluk Islam. Di sisi
lain terlihat dilihat di hadapan mereka kelemahan untuk
mendatangkan Al-Qur’an sebagian apalagi seluruhnya.
Ini membuktikan bahwa tidak ada alasan bagi mereka
untuk tidak beriman.
d. Menentramkan Hati Nabi Muhammad SAW
Untuk Menenteramkan hati Nabi Muhammad Saw
dengan merasakan bahwa Allah selalu bersamanya.
Cara menenteramkan hati ini banyak, di antaranya
dengan mengisahkan sejarah para nabi sebelumnya.19
َ َ َ َ َ َ َ ُّ ٗ َ
ُّ
ۡ‫ُك ۡنُقص ۡعليك ۡمن ُۡأۢنباَء ۡٱلُرسلۡ ۡماۡنثبت ۡبِهۡۦ‬
ۡ ‫و‬
َ ‫ىۡللمؤمن‬
ۡ‫ي‬ َ ٞ‫قۡ َو ََموع َظة‬
َٰ ‫ۡوذك َُر‬ ُّۡ ‫ٱل‬
َ
َ ۡ‫ۡهَٰذه‬ ‫ۡو َجا ََء َكِۡف‬
َ َ
َ ‫اد َك‬‫فؤ‬

18
QS al-Qiyâmah [75]:16-19
19
Al-Qaṭṭān., Op.Cit, 108.
19

ۡ١٢٠
Artinya:
“Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan
kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami
teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang
kepadamu kebenaran serta pengajaran dan
peringatan bagi orang-orang yang beriman”. (Q.S.
Hud: 120).20
Atau memerintahkan Nabi muhammad SAW untuk
bersabar:
َ َ َ َ
ۡ‫َۡربك ۡقبل ۡطلوع‬ ۡ‫ۡو َسبح ِۡبَمد‬
َ
َ ‫وَن‬ َ ‫َع‬
‫ۡما َۡيُقول‬ َٰ َ َ ۡ ۡ‫فَٱصۡب‬
َ َ
ۡ٣٩ۡۡ‫ٱلشمسۡۡ َوقبلۡٱۡلغُروب‬
Artinya:
“Maka bersabarlah kamu terhadap apa yang mereka
katakan dan bertasbihlah sambil memuji Tuhanmu
sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam-nya”.
(Q.S. Qaf: 39).21
Serta melarang Nabi Muhammad SAW untuk
berputus asa akibat kekafiran mereka:
َ َ َ ٰٓ َ َ َ َ َ ََ
ۡ‫َۡءاثَُٰرهمۡ ۡإَن ۡۡلم ۡيؤمنوا ۡب َهَٰذا‬ ‫ع ۡنفسك َۡع‬ٞ ‫ك ۡ َبَٰخ‬ۡ ‫فل َعل‬
ً َ
ۡ٦ۡ‫ٱلديٖثُۡۡأ َسفا‬َ
Artinya:
“Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh

20
QS Hud [11]: 120.
21
QS Qâf [50]: 39.
20

dirimu karena bersedih hati setelah mereka


berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada
keterangan ini (Al-Quran)”, (Q.S. Al-Kahfi: 6).22
e. Menjawab Problematika Masyarakat
Hal ini sangat logis karena problematika tidak
mungkin terjadi sekaligus. Merupakan hikmah dari
Allah, Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur
untuk membantu menerangkan apa-apa yang
dibutuhkan masyarakat sesuai dengan kondisi mereka
dan problema yang mereka hadapi. Seperti pertanyaan
Udai ibn Hatim dan Zaid bin al-Muhalhil kepada Nabi
Muhammad Saw: “Wahai Rasulullah telah diharamkan
bagi kami bangkai, maka apa pula yang dihalalkan?”
Maka turunlah ayat:
َ َ َ َ َ َ َ
ۡ‫ك ۡ َماذا ُۡأحل ۡلهمَۖ ۡقۡل ُۡأحل ۡۡلكم ۡٱۡلطي َبَٰتۡ ۡ َو َما‬ ۡ ‫سۡلون‬ ‫ي‬
َ َ
ۡ ۡ‫يۡت َعلۡمونهنَۡمماۡعل َمكم‬
َۡۖ‫ٱّلل‬ َ ‫ٱۡل َواَرحۡۡم َكب‬
َ ۡ‫َعلمتمۡم َن‬
ََ َ َ ََ َ َ َ َ
ِۡۖ‫ۡوٱذكُرواۡ ۡٱس ۡم ۡٱّللۡ ۡعليِه‬
ۡ ‫فكوا َۡمما ُۡأَمسكن ۡعليكم‬
ۡ٤ۡۡ‫ساب‬ َۡ ‫ٱّللۡ ََسيعۡٱل‬
َۡ ۡ‫ٱّللۡإَن‬ َۡ ۡۡ‫َۡوٱتُقوا‬
Artinya:
“Mereka menanyakan kepadamu “Apakah yang
dihalalkan bagi mereka?” Katakanlah:
”Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan
yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah
kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu

22
QS al-Kahfi [18]: 6.
21

kamu mengajarnya menurut apa yang telah


diberlakukan Allah kepadamu. Maka makanlah
dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan
sebutlah nama Allah atas binatang buas itu
(waktu rilisnya). Dan bertakwalah kepada Allah,
sebenarnya Allah amat cepat hisab-Nya”. (Q.S.
Al-Maidah: 4).23
f. Mengetahui Nasikh dan Mansukh
Dalam ayat Alquran ditemukan hal yang berkaitan
dengan hukum syariat. Hukum ini bisa mengalami
perubahan dengan bentuk penghapusan hukum pertama
dengan datangnya hukum kedua. Kalaulah Alquran
turun sekaligus niscaya pelaksana hukum akan
kebingungan, mana yang didahulukan dan dilaksanakan
dari dua hukum yang berbeda?24 Maka ketika turun ayat:
Artinya:
“Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit
dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu
melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu
menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat
perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu.
Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-
Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya dan
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (Q.S. Al-

23
QS al-Mâidah [5]: 4.
24
Al-Qaṭṭān., Op.Cit, 110.
22

Baqarah: 284).25
Sahabat meresa kesulitan melaksanakannya, dengan
pernyataan mereka: “Selalu saja ada hal-hal yang tidak
diingini timbul di diri kami, yang meresa kami berdosa
dengan pemahaman ayat ini”, kalau demikian adanya
maka hal itu lebih berat dari kami dijatuhkan dari langit
ke bumi, akhirnya mereka minta keringanan kepada
Rasul dan beliau menjawab: “Janganlah kamu sekalian
berkata seperti perkataan Yahudi: “Kami dengar tapi
kami tidak melaksanakan” tapi katakanlah: “Kami
dengar dan kami laksanakan”. Namun Allah maha tahu
keikhlasan para sahabat itu maka turunlah ayat:
َ ‫ۡو َعلَي َه‬ َ ‫اۡك َس َبت‬ َ َ ََ َ َ َ َ َ
ۡ‫اۡما‬ ‫َلۡيكلفۡٱّللۡۡنف ًساۡإَلۡوسعها ۡۡلهاۡم‬ ۡ
ََ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ
ۡ‫ٱكت َس َبتۡۡ ََرب َناَۡلۡتؤاخذناۡإَنۡنسۡيناُۡأوُۡأخطأناَۡربناۡ ۡوَل‬
َ ََ َ ٗ
َ َ ۡ‫اۡك َما‬ ََ َ
ۡ‫َۡرب َۡنا‬
َ ‫نۡقبل َنا‬ ‫ين ۡم‬ ۡ ۡ ‫َحل َتِهۡۥ‬
َۡ ‫َع ۡٱِذَّل‬ ‫ُتمل ۡعلي َنا ۡإۡص‬
َ َ َ ََ َ َ َ َ َ ََ
ۡ‫ۡوٱغفُرۡ ۡنلَا‬ َۡ ‫ۡطاقة ۡنلَا ۡبِهَۡۖ ۡۦ ۡ َۡوٱعفۡ ۡعنا‬ ‫وَل ُۡتملنا ۡما َۡل‬
َ َٰ َ َ ََ َ َ َ َٰ َ َ َ َ َ َ َ
ۡ٢٨٦ۡ‫ين‬ۡ ‫َعۡٱۡلُقومۡۡٱۡلكفُر‬ ۡ ۡ‫اۡفٱنُصنا‬ ۡ ‫ۡوٱَرَحناُۡۡأنتَۡموۡلىن‬
Artinya:
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai
dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari
kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat
siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya”. (Q.S.
Al-Baqarah: 286)26

25
QS al-Baqarah [2]: 284.
26
QS al-Baqarah [2]: 286
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Al-Qur’an diturunkan secara bertahap, dimaksudkan
sebagai pelajaran bagi umat manusia yang penuh dengan
nilai-nilai pendidikan, dimaksudkan agar umat Islam bisa
memahami latar belakang, kejadian atau fenomena alam untuk
dapat dijadikan kajian sebagai pelajaran yang sangat
berharga atas kebesaran dan kekuasaan di alam raya ini.
Nilai-nilai psikologis yang ada dalam al-Qur’an, karena
manusia itu terdiri dari materi dan ruh.
Dari pembahasan tadi dapat diambil kesimpulan tentang
Nuzulul Qur’an yaitu Pengertian Nuzulul Qur’an secara
bahasa adalah turunnya Al-Qur’an, dan secara istilah Nuzulul
Qur’an berarti peristiwa penting yaitu penurunan Al-Qur’an
secara keseluruhan yang diturunkan dari Lauhul Mahfuz ke
Baitul Izzah di langit dunia ,dan diturunkan secara berangsur-
angsur kepada Rasulullah SAW.

23
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal. 1992. seluk beluk Al-Qur’an. Jakarta: Reneka


Cipta.
Al-Mubarakfuriy, Saifurrahman. 1994. Ar-Raḥīq al-Makhtūm.
Mekah Mukarramah: tp, cet. V.
Al-Nabhan, M., Faruq. 1981. al-Madkhal Li al-Tasyri’ al-Islami.
Beirut: Dar al-Qalam.
Al-Qaṭṭān,. 2000. Mabāhiṡ fī ‘Ulūm al-Qur’an. Kairo: Maktabah
al-Ma‘ārif, cet. III.
Al-Qur’an Karim.
An-Nisaburi, Hakim bin Abdullah, Abu, Abdullah bin,
Muhammad. 1990. ed. Muṣṭafā Abdul Qādir ‘Aṭā, Al-
Mustadrāk ‘Alā aṣ-Ṣaḥīḥain, (Beirut: Dār al Kutub al-
‘Ilmiyyah.
Arifin, Arifin. 2018. Pengantar Ulumul Qur’an. Medan: Penerbit
Duta Azhar.
AS., Mudzakir. 1992. Studi Ilmu-ilmu Qur’an. Bogor: Litera antar
Nusa.
Assuyuti, Jalaludin, Imam. 2006. Samudera Ulumul Qur’an, jilid
1. Jakarta: PT Bina Ilmu Offset.
Bustami, A., Gani & Umam, Bustami. 1994. Beberapa Aspek
Ilmiah tentang Quran. Jakarta : Litera Antarnusa.
Husain, Muhammad, Sayyid & Thabathaba’i. 2003. Memahami
Esensi Alquran. Jakarta: Lentera Basritama 2003.
Ichwan, M., Nor. 2008. Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an. Semarang:
Rasail Media Group.
Ilyas, Yunahar. 2016. Kuliah Ulumul Qur’an, Yogyakarta: Itqan
Publishing.
Shihab, M., Qurais. 2013. Mukjizat Al-Qur’an: Ditinjau dari
Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Ghaib.
Bandung: Mizan.

Anda mungkin juga menyukai