KAJIAN PENGEMBANGAN
mana hal tersebut sudah ada pada masa Nabi SAW. Sudah menjadi
bahasa kaumnya. Hal tersebut sama juga dengan bahasa yang di pakai
masyarakat kaumnya yang berbahasa arab. Hal ini selaras dengan apa yang
ٍ وماَأرسلْناَمنَرس
ََۚولَإََّّلَبلسانَق ْومهَلي بنيَهل ْم ْ ْ
“Kami tidak mengutus seorang rasul pun, kecuali dengan bahasa kaumnya,
agar dia dapat memberi penjelasan kepada mereka.” (QS. Ibrahim : 4).
kalangan sahabat. Hal ini cukup menjadi bukti bahwa sebuah tulisan atau
mampu mengungkap makna dan kehendak dari tulisan atau perkataan itu.
68
terhadap kosa kata yang berbeda antara tiap-tiap individunya.91 Begitupun
1. Periodisasi Tafsir
kontemporer.92
Periode ini secara umum terbagi dalam kurun abad 1-2 H/7-8 M,
yang mana pada kurun ini terjadi di masa Nabi, para Sahabat, dan Tabi’in.
bayānī), bernalar quasi-kritis yang mana masih ada ruang kritis tetapi
91
Ahmad Amin, Fajr al-Islam, (Beirut: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah, 2004), Hlm 191.
92
Syukron Affani, Tafsir Al-Qur’an Dalam Sejarah Perkembangannya, Edisi Pertama,
(Jakarta: Prenadamedia Group) 2019, Hlm 8-9.
69
Al-Quran yang masih mengandung hal-hal yang bersifat global
mengetahui apa yang dikehendaki dari ayat-ayat al-Quran. Hal seperti ini
kosa kata antar sahabat tidaklah sama. Terlebih pada saat itu, kedekatan
maksud dari suatu ayat. Sehingga di antara para sahabat ada yang
mengetahui hal-hal atau sebab-sebab turunnya ayat dan ada pula yang
tidak mengetahuinya.
berlandaskan pada:
1) Al-Qur’an, sebab apa yang dijelaskan secara global di suatu ayat, maka
ada sebuah ayat datang dalam bentuk mutlaq atau umum namun kemudian
konsep seperti inilah yang biasa disebut dengan sebutan “Tafsir Qur’an
panjang lebar.
70
2) Nabi SAW, didalam menafsirkan ayat-ayat yang belum jelas maknanya,
hal yang dikehendaki oleh Allah SWT. Hal ini sudah di jelaskan dalam
Qur’an. Adapun tafsir dan ta’wil yang muncul belakangan sebagai istilah
Namun di dalam al-Qur’an tidak semua ayat dijelaskan oleh Nabi SAW.
diketahui oleh para sahabat pada masa itu. Ketika menafsirkan al-Quran,
Nabi SAW, tidak memakai bahasa yang berbelit-belit dan panjang lebar
93
Kemenag, Al-Qur’an dan Terjemahannya Edisi Penyempurnaan 2019, (Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur’an) Cet 1, 2019. Surat Al-Nahl ayat 44.
94
Lihat di dalam buku, Syukron Affani, Tafsir Al-Qur’an Dalam Sejarah
Perkembangannya, Edisi Pertama, (Jakarta: Prenadamedia Group) 2019, Hlm 8-9.
71
atau sehingga membuat rancu pembahasan. Beliau hanya menguraikan
hal-hal yang masih samar dan global yang masih membutuhkan penjelasan
lebih rinci, memerinci sesuatu yang masih bersifat umum dan menjelaskan
sebuah ilham dari Allah SWT. dan biasanya Nabi SAW menafsirkan ayat
satu dengan ayat al-Quran yang lain bahkan juga berdasarkan ijtihad beliau
sendiri. Akan tetapi, hal tersebut tetap berlandaskan pada petunjuk dari
ayat:
يم
َ الرح
َّ َاب
َ َّو ٍ ف ت لقَّىَآدمَمنَربهَكلم
َّ اتَف تابَعلْيهََۚإنَّهََهوََالت ْ َٰ
"Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, Maka Allah
menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi
Maha Penyayang." (QS. al-Baqarah [02]: 37)
Nabi SAW. menafsirkannya dengan menggunakan ayat lain, yakni:95
ََاخلاسرين
ْ قاَّلَربَّناَظل ْمناَأنْفسناَوإ ْنَملَْت ْغف ْرَلناَوت ْرْحْناَلنكون َّنَمن
“Keduanya berkata, “Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami
sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan tidak merahmati kami,
niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Al-A’raf [07]:23).
Penjelasan Nabi SAW sedemikian rupa ini merupakan penafsiran atas
penafsiran atas ayat yang masih bersifat umum (‘am) ditegaskan dengan
95
Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Azhim, Vol.I, (Kairo: Maktabah Aulâd al-Syaikh li al-
Turâts, 2000), Hlm 370.
72
ayat yang bersifat khusus (khas), menafsiri ayat yang masih bersifat tak
Qur’an dan tidak mendapatkan sesuatu yang berkaitan dengan hal itu dari
Mas’ud , Ibn Abbas , Ubai bin Ka’b , Zaid bin Sabit , Abu Musa al-
Asy’ari , Abdullah bin Zubair , Anas bin Malik , Abdullah bin Umar , Jabir
bin Abdullah , Abdullah bin ‘ Amr bin ‘ As dan Aisyah. Namun dari hal
ini, para sahabat memiliki tingkat perbedaan kemampuan dan daya nalar
antar sahabat atas pengetahuan terhadap kosa kata bahasa Arab, sejarah,
sebab- sebab turunnya ayat, ilmu syariat, hal ini di sebabkan oleh tingkat
sahabat yang lain di berbagai tempat tafsir bil- ma’sur yang tentu saja
96
Muhammad Husain al-Dzahabi, Buhuts fi Ulum al-Tafsir, (Kairo: Dar al-Hadits,2005),
Hlm 390.
97
Fahd Ibn 'Abd al-Rahmân al-Rúmi, Bubûts fi Ushûl al-Tafsir wa Manâhijubu, ( t.tp :
Maktabah al-Taubah, t.th. ),Hlm 20 .
73
sanad (mata rantai periwayatan). Tidak diragukan lagi , bahwa periwayatan
tafsir bil - ma's|u>r yang berasal dari sahabat mempunyai nilai tersendiri.
berkaitan dengan asbabun nuzul dan semua hal yang tidak mungkin
kepada Rasulullah.98
Pada masa sahabat diyakini tidak ada sedikit pun tafsir yang
dibukukan, sebab pembukuan baru muncul pada abad kedua. Pada masa
sahabat tafsir hanya sebatas cabang dari hadis, dan masih bersifat
taklukkan dan masing-masing dari mereka membawa ilmu. Dari hal inilah
para tabiin, murid mereka itu, belajar dan menimba ilmu, sehingga
muridnya yang terkenal adalah Sa’id bin Jubair, Mujahid, ‘Ikrimah maula
Ibn Abba, Tawus bin Kisan al-Yamani dan ‘Ata bin Abi Rabah. Mereka ini
98
Al-Qattan, Manna’ Khalil, Studi Ilmu-ilmu Qur’an /Manna’Khalil al- Qattan;
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Mudzakir AS, Cet. 17, Litera Antar Nusa, Bogor,
2016.Hlm 477.
74
semuanya dari golongan maula (sahaya yang telah dibebaskan). Dalam hal
periwayatan tafsir dari Ibn Abbas, mereka tidaklah setingkat, ada yang
hanya sedikit, ada juga yang banyak ketika mengambil periwayatan, yang
mana dapat di tinjau dari penilaian para ulama, ketika berbeda pendapat
keutamaannya.
tabiin, yang belajar kepadanya secara langsung atau tidak, yang terkenal
ialah Zaid bin Aslam, Abu ‘Aliyah dan Muhammad bin Ka’b al Qurazi.
para ulama sebagai awal mula mazhab ahli ra’y. Kebanyakan dari
kalangan tabi’in yang berasal dari Irak menjadi mufasir. Yang masyhur di
antara nya ialah ‘Alqamah bin Qais, Masruq, al-Aswad bin Yazid, Murrah
75
(generasi setelah tabi’in) memperoleh pengetahuan Agama khususnya
tafsir. Mereka telah menciptakan untuk kita warisan ilmiah yang abadi.99
karena masih menjadi bagian dari ilmu hadis, belum lepas dan berdiri
sendiri sebagai suatu fan ilmu secara independen. Dan juga belum
dibukukan secara terpisah. Namun ada beberapa karya yang lahir pada
ruang lingkup yang terbatas dan hanya berupa kumpulan hadis yang masih
Pada periode ini masih terdapat silang pendapat oleh ahli sejarawan
bahwa periode ini dimulai dari pertengahan abad ke-3 H sampai abad ke-
Pada masa periode pertengahan ini dimulai pada akhir dinasti Bani
periode ini berawal pada saat pemerintahan raja Umayyah yang saleh,
yakni ‘Umar bin ‘Abd al-Aziz, walaupun beliau tidak lama memerintah
yakni pada 99-101 H, hanya sekitar 3 tahun, akan tetapi masa beliau
tercatat sebagi perintis kodifikasi resmi hadis Nabi. Yang mana hadis
99
Al-Qattan, Manna’ Khalil, Studi Ilmu-ilmu Qur’an /Manna’Khalil al- Qattan;
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Mudzakir AS, Cet. 17, Litera Antar Nusa, Bogor,
2016.Hlm 482-483.
100
Lihat Syukron Affani, Tafsir Al-Qur’an Dalam Sejarah Perkembangannya, Edisi
Pertama, (Jakarta: Prenadamedia Group) 2019, Hlm 8-9.
76
mendapat perhatian utama dan pembukuannya meliputi berbagai bab,
sedang tafsir hanya merupakan salah satu bab dari sekian banyak bab yang
yang hanya memuat tafsir al-Qur’an, surah demi surah dan ayat demi ayat,
dari awal al-Qur’an sampai akhir. Tafsir Al-Qur’an pada era ini, cenderung
tafsir yang dinisbahkan kepada Nabi, sahabat atau tabi’in sangat besar
bidang ini terdapat tokoh yang ahli dan masyhur antara lain ialah Yazid bin
Harun as-Sulami (w. 117 H), Syu’bah bin al-Hajjaj (w. 160 H), Waki’ bin
Jarrah (w. 197 H), Sufyan bin ‘Uyainah (w. 198 H),Rauh bin ‘Ubadah al-
Basri (w. 205 H),Abdurrazzaq bin Hammam (w. 211 H),Adam bin Abi
Iyas (w. 220 H) dan ‘Abd bin Humaid (w. 249 H). Penafsiran pada
golongan ini sedikit pun tidak ada yang sampai kepada kita. Yang kita
sebagai fan ilmu yang berdiri sendiri dan terpisah dari hadis. Mereka
Antara lain adalah Ibn Majah (w. 273 H), Ibn Jarir at}-T{abari (w. 310 H),
101
Lihat Syukron Affani, Tafsir Al-Qur’an Dalam Sejarah Perkembangannya, Edisi
Pertama, (Jakarta: Prenadamedia Group) 2019, Hlm 8-9.
77
Abu Bakr bin al-Munzir an-Naisaburi (w. 318 H), Ibn Abi Hatim (w. 327
H),Abusy-Syaikh bin Hibban (w. 369 H), al-Hakim (w. 405 H) dan Abu
Selain riwayat dari Nabi ﷺ, sahabat dan tabi’in, mereka juga menukil
pelebaran wilayah, sehingga kajian tafsir pada periode ini yakni masa
menjadi perhatian yang cukup serius pada masa ini. Pada periode ini juga
hingga periode berikutnya, tafsir yang dulu hanya bersandar pada riwayat
hadis Nabi SAW, sahabat, dan tabi’in (naql, riwayat), mulai merebak serta
ayat yang belum sempat di tafsiri oleh Nabi SAW maupun sahabat,
menjadi bagian ayat yang dijadikan sebagai ladang penafsiran dengan al-
78
tidak begitu penting hubungannya dengan maksud ayat Al-Qur’an.
Kemudian pada masa ini, tafsir juga dijadikan sarana pembenaran bagi
sebagian golongan. Yang mana pada saat itu sedang maraknya fanatisme
berimbas pada kekuatan Dinasti Islam yang berkuasa saat itu, tapi juga
menjadi pusat peradaban Islam hancur, ribuan kitab dibakar, ratusan ulama
102
Jalal al-Din al-Suyuthi, al-Itqan Fi Ulum al-Qur’an , vol II Beirut-Lebanon: Dar al-
Fikr, 2012, Hlm 190-191.
79
kemunduran. Para ulama yang hidup setelah kejadian tragis tersebut,
warisan yang hampir punah tersebut. Tak terkecuali dalam bidang tafsir,
akhir abad ke-19 M atau awal abad ke-20 M hingga sekarang ini. Para
al-Alusi (w. 1270 H./ 1854 M). Dan disusul oleh Tantawi Jauhari (w. 1358
memuat tentang ilmu astronomi. Kemudian disusul oleh Rasyid Rida (w.
riwayat ma’tsur dan kemudian disaring dengan mazhab salaf nya yang
80
mulai merubah corak dan metode. Tafsir kemudian berlanjut ke arah
tafsir yang dihasilkan melalui pendekatan seperti ini. Pada masa ini para
ini diantaranya Buya Hamka, Quraish Shihab dan masih banyak lagi.103
dihasilkan oleh para ahli tafsir diproduksi melalui cara dan bentuk yang
beragam. Mulai dari tafsir era klasik, seperti yang ditempuh at}-T{abari>,
Tim Forum Karya Ilmiah Raden, Al-Qur’an Kita Studi Ilmu, Sejarah dan Tafsir
103
Kalmullah, Cet.1, Lirboyo Press MHM Lirboyo Kediri. 2011. Hlm 219.
81
Rasyid Rida dan Tantawi Jauhari. Usaha-usaha yang dilakukan para
masing tak lepas dari keistimewaan juga kelemahan. Dewasa ini, beberapa
berusaha mengklasifikasi dan membagi tafsir yang ada, mulai dari era
dalam tiga bentuk : tafsir al-ma’tsur, tafsir al-ra’yi, dan tafsir al-isyari.
lima bagian, yakni tafsir ma’tsur (riwayat), tafsir ra’yi atau aqli (nalar),
tafsir maudhu’i (tematik), tafsir isyari (intuisi) dan tafsir ilmi (sains/ilmu
82
pengetahuan). 104 Sedangkan ‘Abd al-Hayy al-Farmawi memetakan tafsir
ke dalam lima kelompok: ma’tsur (riwayat), ra’yi atau aqli (nalar), tafsir
tidak melihat aspek lain yang bisa memungkinkan untuk pembagian tafsir
satu ulama dengan yang lainnya memiliki sudut pandang yang berbeda
B. Biografi
a.) Biografi
ma’tsur nya ini, mempunyai nama lengkap yakni Muhammad bin Jari>r
bin Yazid bin Khalid bin Kasir Abu Ja’far at}-T{abari>, beliau lahir di
Amul ibu kota Tabaristan, kota ini merupakan salah satu provinsi di Persia
dan terletak di sebelah utara gunung Alburz, selatan laut Qazwin. Pada
Baghdad.
104
Muhammad Husain al-Dzahabi, ilm al-Tafsir, (Kairo: Dar al-Ma’arif, t.th.), Hal 39.
105
‘Abd al-Hayy al-Farmawi, al-Bidayah Fi al-Tafsir al-Maudhu’i, (Kairo: al-Hadharah
al-‘Arabiyyah, 1997), Hal 23.
106
Manna’ al-Qaththan, Mabahits Fi Ulum al-Qur’an , (T, tp: Mansyurat al-Ashr al-
Hadits, 1973), Hal 342-357.
83
b.) Latar Belakang Pendidikan
suatu hal yang sudah menjadi tradisi mereka tak terkecuali dengan at}-
telah menghafal Al-Qur’ān pada usia tujuh tahun. Hal itu tentu saja
Al-Qur’ān pada usia sembilan tahun dan Ibnu Sina sekitar sepuluh
tahun.107
serta mempunyai pengetahuan luas dalam bidang sejarah para tokoh dan
berita umat terdahulu. Abu Ja’far Ibnu Jari>r at}-T{abari> dianggap dan
yaitu gurunya para ulama’ tafsir. Hal tersebut tercermin dari dua maha
107
Muhammad Razi. 50 Ilmuwan Muslim Populer, ( Jakarta: Qultum Media, 2005).
Cetakan ke-I, 109.
84
karyanya, kitab Tari>kh al-Uma>m Wa al Mulk dan Jami’ al Baya>n Fi>
Tafsi>r al-Qur’a>n yang menjadi salah satu sumber referensi ilmiah utama
ilmiah penting. Bahkan buku tafsīrnya merupakan rujukan utama bagi para
itu at}-T{abari> dinilai sebagai tokoh yang berada pada level mujtahid
mutlaq108.
c.) Karya-karya
anugerah kelebihan dan kemampuan yang tidak lazim dimiliki oleh orang
108
Lihat Syukron Affani, Tafsir Al-Qur’an Dalam Sejarah Perkembangannya, Edisi
Pertama, (Jakarta: Prenadamedia Group) 2019, Hlm 150.
85
persoalan-persoalan duniawi. Berikut ini karya-karya tulis dari at}-
T{abari>:
4. Tari>khur Rijal,
5. Ikhtilaf al-Fuqaha,
6. Tahzib al-Asar,
merupakan tafsir paling besar dan utama serta menjadi rujukan penting
bagi para mufassir yang bersumber dengan riwayat. Tafsīr at}-T{abari> ini
terdiri dari 30 jilid, masing-masing berukuran tebal Pada mulanya tafsīr ini
seorang amir yang telah mengundurkan diri, Amir Hamud bin ‘Abdur
Rasyid, salah seorang penguasa Nejd. Tidak lama kemudian Kitab tersebut
86
Tafsir at}-T{abari merupakan karya besar dalam pengertian yang
unggul dan pemberian isyarat terhadap kata-kata yang samar i’rab nya.
sehingga wajar saja jika hasil pikirannya dijadikan referensi oleh para
mengemukakan pendapatnya.
87
dijelaskan secara rinci dan pada gilirannya mentarjih riwayat-riwayat
maka beliau menjelaskan semua pendapat ulama tentang hal itu, kemudian
1. Sumber Penafsiraan
sumber penafsiran bi al-Ma’tsûr adalah salah satu model tafsīr yang paling
Tim Forum Karya Ilmiah Raden, Al-Qur’an Kita Studi Ilmu, Sejarah dan Tafsir
109
Kalmullah, Cet.1, Lirboyo Press MHM Lirboyo Kediri. 2011. Hlm 232-233.
88
Ibnu Jari>r at}-T{abari> dalam hal ini, memulai menafsirkan ayat
Al- Qur’ān dengan mencari tafsīran suatu ayat dari ayat Al-Qur’ān yang
lain, karena ia yakin bahwa ayat-ayat Al-Qur’ān adalah satu mata rantai
2. Metode Penafsiran
Al-Qur’an sesuai dengan runtutan ayat dan surat yang terdapat dalam Al-
89
menguatkan pendapatnya dengan apa yang diriwayatkannya dengan
alasan-alasannya.
tidak benar.
makna nash.
90
dialektis), mendiskusikannya, kemudian condong kepada pendapat
T{abari>:
ُص َٰنَت
َ ٱ ْل ُم ْحkata yang dimaksud dalam QS.Al-Tahrim ayat 12:
3. Corak Penafsiran
110
M. Fatih Surya Dilaga, dkk, Metodologi Ilmu Tafsīr, (Yogyakarta: Teras, 2010), 41-42.
111
Basya>r 'Awa>d Ma’ruf, 'Is}a>m Fa>ris al-H{arsa>ni, Tafsi>r Jami’ al- Baya>n an
Ta’wil Ây al-Qur’a>n Karya Ibnu Jari>r at}-T{abari, Cet 1, Mu’assasah al-
Risalah, (Beirut-Lebanon), 1994 M. Hlm 10.
91
menguraikan dengan ilmu yang dikuasainya atau mahir di dalam
bidangnya. Dalam hal ini dibagi dalam beberapa corak, antara lain: corak
sufi (tafsi>r al-s}ufi), corak hukum atau fikih (tafsi>r al-ah}ka>m), corak
filsafat (tafsi>r al-falsafi), corak ilmu pengetahuan atau sains (tafsi>r al-
Mukarramah.112
Aleppo di Suriah pada tahun 1928 Masehi atau tahun 1347 Hijriah.
112
Al-Sayyid Muh}ammad ‘Ali> Iya>zi>, al-Mufassiru>n Haya>tuhum wa
Manhajuhum (Cet.I;Teheran : Wiza>rah al-S|aqa>fah wa al-Insya>q al-Isla>m, 1993), h.
470. Lihat juga, Muhammad Yusuf, Dkk., Studi Kitab Tafsir Kontemporer (Cet. I;
Yogyakarta : Teras, 2006), h. 49.
92
Namun, dari beberapa sumber lain ada yang mencatat bahwa al-
Januari. Kota Aleppo yang juga biasa dikenal dengan kota H{alb menjadi
mempelajari pendidikan dasar dan formal terkait bahasa Arab, ilmu waris,
tahun.114
113
Muhammad Patri Arifin, Rawa>i’ al-Baya>n Tafsir Ayat al-Ahkam Min Al-Qur’an
Karya Muhammad Ali as}-S}a>buni (Suatu Kajian Metodologi). Tesis (UIN Alauddin
Makassar 2014). Hlm 56.
114
https://www.nu.or.id/amp/obituari/innalillah-mufassir-asal-suriah-syekh-ali-al-
shabuni-wafat-1B9ae
93
b.) Latar Belakang Pendidikan
Khayya>t}ah.
Azhar, Mesir, sampai selesai strata satu dari Fakultas Syariah pada tahun
1952. Dua tahun kemudian, beliau memperoleh gelar magister pada bidang
94
Aleppo. Pekerjaan sebagai guru sekolah menengah atas ini beliau jalani
Kepala Pusat Kajian Akademik dan Pelestarian Warisan Islam (Centre for
c.) Karya-karya
banyak bertebaran di dalam koran maupun majalah seperti karya tulis nya
pakar ilmu tafsir dan ilmu syari’ah, ditambah lagi dengan wawasannya
95
yang begitu luas sehingga menempatkannya sebagai salah satu tokoh
wa al-Sunnah
7. Al-Nubuwwah wa al-Anbiya>’
Fiqh al-Mu’a>malah
Fiqh al-‘Iba>dah
al-H{adi>s\ Al-Syari>f
H{adi>s\ (Cet.I;Beiru>t : Da>r al-Ma’rifah, 1424 H/2003 M), h.183 dan 36.
96
13. Al-Sunnah al-Nabawiyyah Qismun min al-Wahy al-Ila>hi> al-
Munazzal
Al-Qur’a>n
Kira>m.
Ijtima>’iyyah
97
33. Qabasun min Nu>r al-Qur’a>n
tentunya ujian dan problematika tersebut berbeda satu sama lain. Bahkan
116
Muh}ammad ‘Ali> al-S{a>bu>ni>, Rawa>i’ al-Baya>n Tafsi>r A<ya>t al-Ahka>m
min al-Qur’a>n, Jilid I (Jakarta : Da>r al-Kutub al-Isla>miyyah, 1422 H/2001 M), Hlm.
8.
98
zaman yang pada akhirnya menjadi salah satu penyebab ketertinggalan
mempertegas image yang tidak baik yang pada akhirnya berujung pada
juga tidak boleh menutup diri bahwa secara tidak sadar sering kali mereka
tersebut.
problematika hukum Islam yang ada bisa terobati bahkan hati mereka
untuk menulis kitab tafsirnya dilatarbelakangi oleh beberapa hal yang dia
amalan yang didahulukan, dan amalan yang paling baik yang perlu
Muhammad Patri Arifin, Rawa>i’ al-Baya>n Tafsir Ayat al-Ahkam Min Al-Qur’an
117
Karya Muhammad Ali as}-S}a>buni (Suatu Kajian Metodologi). Tesis (UIN Alauddin
Makassar 2014). Hlm 65.
99
penutup yang diturunkan kepada manusia. Sebagaimana yang sudah
Qur’an dengan metode dan cara-cara yang mulia. sebagaimana janji yang
Kedua, salah satu amalan yang bersifat kekal dan masih terus-
menerus mengalir pahala kepada manusia sekalipun dia telah tiada, yakni
terus mengalir kepada manusia bila hal atau sesuatu itu terus dimanfaatkan
100
menelurkan karya, sebagaimana yang telah dikatakannya dalam kitab
tafsirnya:
keyakinan saya bahwa hal ini merupaka bagian dari amalan-amalan saleh,
negeri yang mulya lagi aman yakni Makkah al-Mukarramah tanpa adanya
dari Allah menjadi bagian dari kehidupannya. Maka salah satu bentuk
101
sebuah karya yang dapat mendatangkan manfaat untuk manusia dan juga
dirinya.
manfaat kepada kaum muslimin semuanya hingga hari akhir, yaitu hari
yang tidak satupun sesuatu yang bermanfaat dari harta dan keturunan
kecuali mereka yang datang kepada Allah dengan membawa hati yang
2. Sistematika Penafsiran
118
Muh}ammad ‘Ali> al-S{a>bu>ni>, Rawa>i’ al-Baya>n Tafsi>r A<ya>t al-Ahka>m
min al-Qur’a>n, Jilid I (Jakarta : Da>r al-Kutub al-Isla>miyyah, 1422 H/2001 M), Hlm.
8.
102
3. Menyebutkan sebab nuzul ayat jika ayat-ayat yang bersangkutan
ayat.
mutawa>tirah.
i’ra>b.
103
digunakan sebagai subjudul dalam menerangkan ayat-ayat hukum yang
ada.119
ulama, mufasir dari kalangan ahlu sunnah yaitu, al-T{abari>, Ibn al-
pula dengan kitab-kitab tafsir yang bercorak fikih seperti tafsir milik al-
‘Ali> al-Sa>yis dan kitab-kitab bercorak fikih yang beraliran ahlu sunnah.
119
Muh}ammad ‘Ali> al-S{a>bu>ni>, Rawa>i’ al-Baya>n Tafsi>r A<ya>t al-Ahka>m
min al-Qur’a>n, Jilid I (Jakarta : Da>r al-Kutub al-Isla>miyyah, 1422 H/2001 M), Hlm.
8.
104
Karya-karya al-S{a>bu>ni> ini bisa diterima di berbagai kalangan
bukan hanya karena kedalaman ilmu yang dimilikinya, akan tetapi dalam
Maka dari itu keberadaan tafsir ini di terima oleh semua kalangan,
105
muqa>ran, dan mawd}u>'i>. Corak penafsiran (lawn al-tafsi>r) seperti
1. Sumber Penafsiran
(tafsi>r isya>ri>).
penafsirannya:
Contoh bi al-ma’s\u>r :
ۤ
٧٦ََ وانَّهَلقسمَلَّوَتعلمونََعظيم٧٥ََ۞َفالَاقسمََِب َٰوقعَالنج َوم
“Lalu Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang. Dan
sesungguhnya itu benar-benar sumpah yang besar sekiranya kamu
mengetahui,” (Al-Waqi’ah: 75-76).
Kemudian sang mufasir mengaitkannya dengan ayat Al-Qur’an lainnya:
ٍ َّلَالشَّمسََينبغىَهل ۤاَانَتدركََالقمرََوَّلَالَّيلََسابقَالنَّهارََوكلَِفَف ل
َك
٤٠َسبحون َ َّي
120
Muh}ammad ‘Ali> al-S{a>bu>ni>, Rawa>i’ al-Baya>n Tafsi>r A<ya>t al-Ahka>m
min al-Qur’a>n, Jilid I (Jakarta : Da>r al-Kutub al-Isla>miyyah, 1422 H/2001 M), Hlm.
8.
106
“Tidaklah mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malam pun tidak
dapat mendahului siang. Masing-masing beredar pada garis edarnya”.
(Yasin: 40).
ََٱَّللَوم َٰلئكتهَۥَيصلونَعلىَٱلنَّبََۚ ََٰيي هاَٱلَّذينَءامنواصلواعلْيه
َّ إ َّن
َوسلموات ْسليما
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat Nya bershalawat kepada
Nabi (Muhammad). Wahai orang-orang yang beriman! Bershalawatlah
kamu kepada Nabi(Muhammad) dan ucapkanlah salam dengan sebaik-
baiknya penghormatan kepadanya (Muhammad)”. (Al-Ah}za>b: 56).
Al-S{a>bu>ni> pada ayat diatas menafsirkan tujuan Allah
َعشرا
َ َمنَ صلىَعليََمرةَصلىَللاَعليهَِبا
“Barangsiapa yang bershalawat atasku sekali, maka Allah akan
bershalawat atasnya sepuluh kali”.
107
dalam menafsirkan ayat dalam kitabnya. Kesemuanya itu tentu bersifat
ma’qu>li> (rasional).121
2. Metode Penafsiran
metode tafsir menjadi beberapa metode yakni antara lain : tafsir tah}li>li>,
salah satu metode yang terbaik dan unggul, akan tetapi biasanya saling
min al-Qur’a>n, Jilid II (Jakarta : Da>r al-Kutub al-Isla>miyyah, 1422 H/2001 M), Hlm.
@268.
108
penjelasan asba>b al-nuzu>l, kandungan ayat secara global, serta pelajaran
yang dapat dipetik dari ayat tersebut. Bahkan di dalam kitab Rawa>i’ al-
3. Corak Penafsiran
Setiap karya pasti memiliki sebuah arah atau corak, begitu juga
yang terdapat dalam kitab tafsir ini, kitab ini memiliki corak tersendiri
sesuai dengan keahlian sang pengarang dan hal tersebut bisa dilihat dari
pengelompokkan suatu corak tafsir untuk sebuah kitab tergantung dari isi
terkadang lebih dari satu corak yang mewarnainya, karena didalam ayat-
disimpulkan bahwa tafsir ini bercorak fikih hal ini dapat di lihat dari
dan juga pendapat sahabat serta ulama fikih (fuqa>ha>). Ketika al-
min al-Qur’a>n, Jilid II (Jakarta : Da>r al-Kutub al-Isla>miyyah, 1422 H/2001 M), Hlm.
@10.
109
S{a>bu>ni> mengkaji ayat-ayat hukum yang mana merupakan sebagai
min al-Qur’a>n, Jilid I (Jakarta : Da>r al-Kutub al-Isla>miyyah, 1422 H/2001 M), Hlm.
@11.
110