Anda di halaman 1dari 6

A.

Pengertian Hadits
Hadits (bahasa Arab: ‫الحديث‬, ejaan KBBI: Hadis) adalah perkataan dan perbuatan dari Nabi
Muhammad. Hadits sebagai sumber hukum dalam agama Islam memiliki kedudukan kedua pada
tingkatan sumber hukum di bawah Al-Qur'an.
Hadits secara harfiah berarti perkataan atau percakapan. Dalam terminologi Islam, istilah hadits
berarti melaporkan/ mencatat sebuah pernyataan dan tingkah laku dari Nabi Muhammad. Namun pada
saat ini kata hadits mengalami perluasan makna, sehingga disinonimkan dengan sunnah, maka bisa
berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi Muhammad SAW
yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama islam.
Secara struktur hadits terdiri atas dua komponen utama yakni sanad/isnad (rantai penutur) dan
matan (redaksi). Contoh: Musaddad mengabari bahwa Yahyaa sebagaimana diberitakan oleh Syu'bah,
dari Qatadah dari Anas dari Rasulullah SAW bahwa beliau bersabda: "Tidak sempurna iman seseorang
di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri" (Hadits
riwayat Bukhari)

Sanad
Sanad ialah rantai penutur/perawi (periwayat) hadits. Sanad terdiri atas seluruh penutur mulai dari
orang yang mencatat hadits tersebut dalam bukunya (kitab hadits) hingga mencapai Rasulullah. Sanad,
memberikan gambaran keaslian suatu riwayat. Jika diambil dari contoh sebelumnya maka sanad hadits
bersangkutan adalah Al-Bukhari > Musaddad > Yahya > Syu’bah > Qatadah > Anas > Nabi
Muhammad SAW.

Matan
Matan ialah redaksi dari hadits. Dari contoh sebelumnya maka matan hadits bersangkutan ialah: "Tidak
sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta
untuk dirinya sendiri"

B. Hadits Qudsi dan Wahyu

Pengertian hadits qudsi


Hadits Qudsi berasal dari kata quds yang berarti menyucikan Allah. Hadis Qudsi ialah hadits
yang oleh Nabi SAW disandarkan kepada Allah. Maksudnya Nabi meriwayatkannya bahwa itu adalah
kalam Allah. Maka rasul menjadi perawi kalam Allah ini dari lafal Nabi sendiri. Bila seseorang
meriwayatkan hadis qudsi maka dia meriwayatkannya dari Rasulullah SAW dengan disandarkan
kepada Allah, dengan mengatakan:
`Rasulullah SAW mengatakan mengenai apa yang diriwayatkannya dari Tuhannya`, atau ia
mengatakan:
`Rasulullah SAW mengatakan: Allah Ta`ala telah berfirman atau firman Allah Ta`ala.` Contoh
yang pertama: `Dari Abu Hurairah Ra. Dari Rasulullah SAW mengenai apa yang diriwayatkannya dari
Allah SWT, tangan Allah itu penuh, tidak dikurangi oleh nafakah, baik di waktu siang atau malam
hari.`
Contoh yang kedua: `Dari Abu Hurairah Ra, bahwa Rasulullah SAW berkata: ` Allah ta`ala berfriman:
Aku menurut sangkaan hamba-Ku terhadap-Ku. Aku bersamanya bila ia menyebut-Ku.bila menyebut-
KU di dalam dirinya, maka Aku pun menyebutnya di dalam diri-Ku. Dan bila ia menyebut-KU
dikalangan orang banyak, maka Aku pun menyebutnya di dalam kalangan orang banyak lebih dari
itu.`

Perbedaan AL-Qur’an dengan Hadis Qudsi


Ada beberapa perbedaan antara al-Qur’an dengan hadis qudsi yang terpenting di antaranya
ialah:
a) Al-Quranul Kariam adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Rasulullah dengan lafalnya.
Dan dengan itu pula orang arab ditantang, tetapi mereka tidak mampu membuat seperti al-
Qur’an itu, atau sepuluh surah yang serupa itu, bahakan satu surah sekalipun. Tantangan itu
tetap berlaku, karena al-Qu’ran adalah mukjizat yang abadi hingga hari kiamat.. sedang hadis
qudsi tidak untuk menantang dan tidak pula untuk mukjizat.
b) Al- Quranul karim hanya dinisbahkan kepada Allah, sehingga dikatakan: Allah ta`ala telah
berfirman, sedang hadis qudsi terkadang diriwayatkan dengan disandarkan kepada Allah,
sehingga nisbah hadis qudsi kepada Allah itu merupakan nisbah yang dibuatkan. Maka
dikatakan: `Allah telah berfirman atau Allah berfirman.` Dan terkadang pula diriwayatkan
dengan disandarkan kepada Rasulullah SAW tetapi nisbahnya adalah nisbah khabar, karena
Nabi yang menyampaikan hadis itu dari Allah, maka dikatakan: Rasulullah SAW mengatakan
mengenai apa yang diriwayatkan dari Tuhannya.
c) Seluruh isi al-Qur’an dinukil secara mutawatir, sehingga kepastiannya sudah mutlak. Sedang
hadis-hadis qudsi kebanyakannya adalah khabar ahad, sehingga kepastiannya masih merupakan
dugaan. Ada kalanya hadis qudsi itu sahih, terkadang hasan dan terkadang pula da`if .
d) Al-Quranaul Karim dari Allah, baik lafal maupun maknanya. Maka dia adalah wahyu, baik
dalam lafal maupun maknanya. Sedang hadis qudsi maknanya saja yang dari Allah, sedang
lafalnya dari Rasulullah SAW. Hadis qudsi ialah wahyu dalam makna tetapi bukan dalam lafal.
Leh sebab itu, menurut sebagian besar ahli hadis diperbolehkan meriwayatkan hadis qudsi
dengan maknanya saja.
e) Membaca Al-Quranul Karim merupakan ibadah, karena itu ia dibaca di dalam salat. `Maka
bacalah apa yang mudah bagimu dari al-Qur`an itu`. Nilai ibadah membaca al-Qur’an juga
terdapat dalam hadis: “Barang
siapa membaca satu huruf dari al-Qur’an, dia akan memperoleh satu kebaikan. Dan kebaikan
itu akan dibalas sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan alif lam mim itu satu huruf, tetapi alif
satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf”.
Sedang hadis qudsi tidak disuruhnya membaca di dalam salat. Alllah memberikan pahala
membaca hadis qudsi secara umum saja. Maka membaca hadis qudsi tidak akan memperoleh
pahala sperti yang disebutkan dalam hadis mengenai membaca al-Qur’an bahwa pada setiap
huruf akan mendapatkan kebaikan.

Pengertian wahyu
Wahyu dikatakan wahaitu ilaihi atau auhaitu bila kita berbicara kepada seseorang agar tidak
diketahui orang lain. Wahyu adalah isyarat yg cepat. Itu terjadi melalui pembicaraan berupa rumus dan
lambang dan terkadang melalui suara semata dan terkadang pula melalui isyarat dgn anggota badan.
Al-wahyu adalah kata masdar/infinitif dan materi, kata itu menunjukkan dua dasar yaitu
tersembunyi dan cepat. Oleh sebab itu maka dikatakan bahwa wahyu adalah pemberitahuan secara
tersembunyi dan cepat yg khusus diberikan kepada orang yg diberitahu tanpa diketahui orang lain.
Inilah pengertian masdarnya.
Pengertian wahyu dalam arti bahasa meliputi Ilham sebagai bawaan dasar manusia seperti
wahyu terhadap ibu Nabi Musa Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa ‘Susuilah dia ..’. . Ilham
berupa naluri pada binatang seperti wahyu kepada lebah Dan Tuhanmu telah mewahyukan kepada
lebah ‘Buatlah sarang di bukit-bukit di pohon-pohon kayu dan di rumah-rumah yg didirikan manusia’.
{An-Nahl 68}.
Isyarat yg cepat melalui rumus dan kode seperti isyarat Zakaria yg diceritakan dalam Alquran
yaitu Maka keluarlah dia dari mihrab lalu memberi isyarat kepada mereka ‘Hendaknya kamu
bertasbih di waktu pagi dan petang’. {Maryam 11}.
Bisikan dan tipu daya setan utnuk menjadikan yg buruk kelihatan indah dalam diri manusia.
Sesungguhnya setan-setan itu membisikkan hal yang buruk ke dalam hati kita agar apa yang dibisikan
tersebut kita lakukan. Setan yang memberi bisikan ke dalam hati kita terbagi menjadi 2 golongan yaitu
golongan setan-setan dari jenis manusia dan dari jenis jin. Sebagian dari mereka membisikkan kepada
kita perkataan-perkataan yg indah-indah utk menipu kita.
Sedang wahyu Allah kepada para nabi-Nya secara syar’i mereka definisikan sebagai kalam
Allah yg diturunkan kepada seorang nabi. Definisi ini menggunakan pengertian maf’ul yaitu almuha
.nUstad Muhammad Abduh mendefinisikan wahyu di dalam Risalatut Tauhid adalah “pengetahuan yg
didapat oleh seseorang dari dalam dirinya dgn disertai keyakinan bahwa pengetahuan itu datang dari
Allah melalui perantara ataupun tidak”. Yang pertama melalui suara yg menjelma dalam telinganya
atau tanpa suara sama sekali.
Beda antara wahyu dgn ilham adalah bahwa ilham itu intuisi yg diyakini jiwa sehingga
terdorong utk mengikuti apa yg diminta tanpa mengetahui dari mana datangnya. Hal seperti itu serupa
dengann perasaan lapar, haus, sedih, dan senang.

C. Sejarah Penghimpuna Hadits


Musibah besar menimpa umat Islam pada masa awal Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Musibah
itu berupa permusuhan diantara sebagian umat Islam yang meminta korban jiwa dan harta yang tidak
sedikit. Pihak-pihak yang bermusuhan itu semula hanya memperebutkan kedudukan kekhalifahan
kemudian bergeser kepada bidang Syari'at dan Aqidah dengan membuat Al Hadist Maudlu' (palsu)
yang jumlah dan macamnya tidak tanggung-tanggung guna mengesahkan atau membenarkan dan
menguatkan keinginan / perjuangan mereka yang saling bermusuhan itu. Untungnya mereka tidak
mungkin memalsukan Al Quran, karena selain sudah didiwankan (dibukukan) tidak sedikit yang telah
hafal. Hanya saja mereka yang bermusuhan itu memberikan tafsir-tafsir Al Quran belaka untuk
memenuhi keinginan atau pahamnya.
Keadaan menjadi semakin memprihatinkan dengan terbunuhnya Khalifah Husain bin Ali bin
Abi Thalib di Karbala (tahun 61 H / 681 M). Para sahabat kecil yang masih hidup dan terutama para
tabi'in mengingat kondisi demikian itu lantas mengambil sikap tidak mau lagi menerima Al Hadist
baru, yaitu yang sebelumnya tidak mereka miliki. Kalaupun menerima, para shabat kecil dan tabi'in ini
sangat berhat-hati sekali. Diteliti dengan secermat-cermatnya mengenai siapa yang menjadi sumber dan
siapa yang membawakannya. Sebab mereka ini tahu benar siapa-siapa yang melibatkan diri atau
terlibat dalam persengketaan dan permusuhan masa itu. Mereka tahu benar keadaan pribadi-pribadi
sumber / pemberita Al Hadist. Misal apakah seorang yang pelupa atau tidak, masih kanak-kanak atau
telah udzur, benar atau tidaknya sumber dan pemberitaan suatu Al Hadist dan sebagainya. Pengetahuan
yang demikian itu diwariskan kepada murid-muridnya ialah para tabi'ut tabi'in.
Umar bin Abdul Aziz seorang khalifah dari Bani Umayah (tahun 99 - 101 H / 717 - 720 M)
termasuk angkatan tabi'in yang memiliki jasa yang besar dalam penghimpunan Al Hadist. Para kepala
daerah diperintahkannya untuk menghimpun Al Hadist dari para tabi'in yang terkenal memiliki banyak
Al Hadist. Seorang tabi'in yang terkemuka saat itu yakni Muhammad bin Muslim bin 'Ubaidillah bin
'Abdullah bin Syihab Az Zuhri (tahun 51 - 124 H / 671 - 742 M) diperintahkan untuk melaksanakan
tugas tersebut. Untuk itu beliau Az Zuhri menggunakan semboyannya yang terkenal yaitu al isnaadu
minad diin, lau lal isnadu la qaala man syaa-a maa syaa-a (artinya : Sanad itu bagian dari agama,
sekiranya tidak ada sanad maka berkatalah siapa saja tentang apa saja).
Az Zuhri melaksanakan perintah itu dengan kecermatan yang setinggi-tingginya, ditentukannya
mana yang Maqbul dan mana yang Mardud. Para ahli Al Hadits menyatakan bahwa Az Zuhri telah
menyelamatkan 90 Al Hadits yang tidak sempat diriwayatkan oleh rawi-rawi yang lain. Di tempat lain
pada masa ini muncul juga penghimpun Al Hadist yang antara lain :
 di Mekkah - Ibnu Juraid (tahun 80 - 150 H / 699 - 767 M)
 di Madinah - Ibnu Ishaq (wafat tahun 150 H / 767 M)
 di Madinah - Sa'id bin 'Arubah (wafat tahun 156 H / 773 M)
 di Madinah - Malik bin Anas (tahun 93 - 179 H / 712 - 798 M)
 di Madinah - Rabi'in bin Shabih (wafat tahun 160 H / 777 M)
 di Yaman - Ma'mar Al Ardi (wafat tahun 152 H / 768 M)
 di Syam - Abu 'Amar Al Auzai (tahun 88 - 157 H / 707 - 773 M)
 di Kufah - Sufyan Ats Tsauri (wafat tahun 161 H / 778 M)
 di Bashrah - Hammad bin Salamah (wafat tahun 167 H / 773 M)
 di Khurasan - 'Abdullah bin Mubarrak (tahun 117 - 181 H / 735 - 798 M)
 di Wasith (Irak) - Hasyim (tahun 95 - 153 H / 713 - 770 M)
- Jarir bin 'Abdullah Hamid (tahun 110 - 188 H / 728 - 804 M)

Yang perlu menjadi catatan atas keberhasilan masa penghimpunan Al Hadist dalam kitab-kitab
di masa Abad II Hijriyah ini, adalah bahwa Al Hadist tersebut belum dipisahkan mana yang Marfu',
mana yang Mauquf dan mana yang Maqthu'.
 Hadits Marfu' adalah hadits yang sanadnya berujung langsung pada Nabi Muhammad SAW
 Hadits Mauquf adalah hadits yang sanadnya terhenti pada para sahabat nabi tanpa ada tanda-
tanda baik secara perkataan maupun perbuatan yang menunjukkan derajat marfu'. Contoh: Al
Bukhari dalam kitab Al-Fara'id (hukum waris) menyampaikan bahwa Abu Bakar, Ibnu Abbas
dan Ibnu Al-Zubair mengatakan: "Kakek adalah (diperlakukan seperti) ayah". Namun jika
ekspresi yang digunakan sahabat seperti "Kami diperintahkan..", "Kami dilarang untuk...",
"Kami terbiasa... jika sedang bersama rasulullah" maka derajat hadits tersebut tidak lagi mauquf
melainkan setara dengan marfu'.
 Hadits Maqtu' adalah hadits yang sanadnya berujung pada para Tabi'in (penerus). Contoh hadits
ini adalah: Imam Muslim meriwayatkan dalam pembukaan sahihnya bahwa Ibnu Sirin
mengatakan: "Pengetahuan ini (hadits) adalah agama, maka berhati-hatilah kamu darimana
kamu mengambil agamamu".

Kitab-kitab Hadits
Berdasarkan masa penghimpunan Al Hadits
Abad ke 2 H
Beberapa kitab yang terkenal :
 Al Muwaththa oleh Malik bin Anas
 Al Musnad oleh [Ahmad bin Hambal]] (tahun 150 - 204 H / 767 - 820 M)
 Mukhtaliful Hadist oleh As Syafi'i
 Al Jami' oleh Abdurrazzaq Ash Shan'ani
 Mushannaf Syu'bah oleh Syu'bah bin Hajjaj (tahun 82 - 160 H / 701 - 776 M)
 Mushannaf Sufyan oleh Sufyan bin Uyainah (tahun 107 - 190 H / 725 - 814 M)
 Mushannaf Al Laist oleh Al Laist bin Sa'ad (tahun 94 - 175 / 713 - 792 M)
 As Sunan Al Auza'i oleh Al Auza'i (tahun 88 - 157 / 707 - 773 M)
 As Sunan Al Humaidi (wafat tahun 219 H / 834 M)
 Dari kesembilan kitab tersebut yang sangat mendapat perhatian para 'lama hanya tiga, yaitu Al
Muwaththa', Al Musnad dan Mukhtaliful Hadist. Sedangkan selebihnya kurang mendapat
perhatian akhirnya hilang ditelan zaman.

Abad ke 3 H
 Musnadul Kabir oleh Ahmad bin Hambal dan 3 macam lainnya yaitu Kitab Shahih, Kitab
Sunan dan Kitab Musnad yang selengkapnya :
 Al Jami'ush Shahih Bukhari oleh Bukhari (194-256 H / 810-870 M)
 Al Jami'ush Shahih Muslim oleh Muslim (204-261 H / 820-875 M)
 As Sunan Ibnu Majah oleh Ibnu Majah (207-273 H / 824-887 M)
 As Sunan Abu Dawud oleh Abu Dawud (202-275 H / 817-889 M)
 As Sunan At Tirmidzi oleh At Tirmidzi (209-279 H / 825-892 M)
 As Sunan Nasai oleh An Nasai (225-303 H / 839-915 M)
 As Sunan Darimi oleh Darimi (181-255 H / 797-869 M)

Abad ke 4 H
 Al Mu'jamul Kabir oleh Ath Thabarani (260-340 H / 873-952 M)
 Al Mu'jamul Ausath oleh Ath Thabarani (260-340 H / 873-952 M)
 Al Mu'jamush Shaghir oleh Ath Thabarani (260-340 H / 873-952 M)
 Al Mustadrak oleh Al Hakim (321-405 H / 933-1014 M)
 Ash Shahih oleh Ibnu Khuzaimah (233-311 H / 838-924 M)
 At Taqasim wal Anwa' oleh Abu Awwanah (wafat 316 H / 928 M)
 As Shahih oleh Abu Hatim bin Hibban (wafat 354 H/ 965 M)
 Al Muntaqa oleh Ibnu Sakan (wafat 353 H / 964 M)
 As Sunan oleh Ad Daruquthni (306-385 H / 919-995 M)
 Al Mushannaf oleh Ath Thahawi (239-321 H / 853-933 M)
 Al Musnad oleh Ibnu Nashar Ar Razi (wafat 301 H / 913 M)

Abad ke 5 H dan selanjutnya


 Hasil penghimpunan
 Bersumber dari kutubus sittah saja
 Jami'ul Ushul oleh Ibnu Atsir Al Jazari (556-630 H / 1160-1233 M)
 Tashiful Wushul oleh Al Fairuz Zabadi (? - ? H / ? - 1084 M)
 Bersumber dari kkutubus sittah dan kitab lainnya, yaitu Jami'ul Masanid oleh Ibnu Katsir (706-
774 H / 1302-1373 M)
 Bersumber dari selain kutubus sittah, yaitu Jami'ush Shaghir oleh As Sayuthi (849-911 H /
1445-1505 M)
 Hasil pembidangan (mengelompokkan ke dalam bidang-bidang)
 Kitab Al Hadits Hukum, diantaranya :
 Sunan oleh Ad Daruquthni (306-385 H / 919-995 M)
 As Sunannul Kubra oleh Al Baihaqi (384-458 H / 994-1066 M)
 Al Imam oleh Ibnul Daqiqil 'Id (625-702 H / 1228-1302 M)
 Muntaqal Akhbar oleh Majduddin Al Hirani (? - 652 H / ? - 1254 M)
 Bulughul Maram oleh Ibnu Hajar Al Asqalani (773-852 H / 1371-1448 M)
 'Umdatul Ahkam oleh 'Abdul Ghani Al Maqdisi (541-600 H / 1146-1203 M)
 Al Muharrar oleh Ibnu Qadamah Al Maqdisi (675-744 H / 1276-1343 M)
 Kitab Al Hadits Akhlaq
 At Targhib wat Tarhib oleh Al Mundziri (581-656 H / 1185-1258 M)
 Riyadhus Shalihin oleh Imam Nawawi (631-676 H / 1233-1277 M)
 Syarah (semacam tafsir untuk Al Hadist)
 Untuk Shahih Bukhari terdapat Fathul Bari oleh Ibnu Hajar Asqalani (773-852 H / 1371-1448
M)
 Untuk Shahih Muslim terdapat Minhajul Muhadditsin oleh Imam Nawawi (631-676 H / 1233-
1277 M)
 Untuk Shahih Muslim terdapat Al Mu'allim oleh Al Maziri (wafat 536 H / 1142 M)
 Untuk Muntaqal Akhbar terdapat Nailul Authar oleh As Syaukani (wafat 1250 H / 1834 M)
 Untuk Bulughul Maram terdapat Subulussalam oleh Ash Shan'ani (wafat 1099 H / 1687 M)
 Mukhtashar (ringkasan)
 Untuk Shahih Bukhari diantaranya Tajridush Shahih oleh Al Husain bin Mubarrak (546-631 H /
1152-1233 M)
 Untuk Shahih Muslim diantaranya Mukhtashar oleh Al Mundziri (581-656 H / 1185-1258 M)
 Lain-lain
 Kitab Al Kalimuth Thayyib oleh Ibnu Taimiyah (661-728 H / 1263-1328 M) berisi hadits-hadits
tentang doa.
 Kitab Al Mustadrak oleh Al Hakim (321-405 H / 933-1014 M) berisi Al Hadits yang dipandang
shahih menurut syarat Bukhari atau Muslim dan menurut dirinya sendiri.

Anda mungkin juga menyukai