Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH ULUMUL HADIST

Sejarah Perkembangan Hadits :


(Pra kodifikasi, kodifikasi, hadits di masa sekarang)

Dosen Pengampu
Mohammad Amman Thoha, MA
Disusun Oleh
Nadya Agustina (2188204025)

PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG
TAHUN AJARAN 2022/2023
SEJARAH PERKEMBANGAN HADITS

A. PENDAHULUAN
Sejarah perkembangan hadits merupakan masa atau periode yang telah dilalui
oleh hadits dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan, penghayatan, dan
pengamalan umat dari generasi ke generasi. Dengan memerhatikan masa yang telah
dilalui hadis sejak masa lahirnya di masa Rasulullah SAW meneliti dan membin
hadits, serta segala hal yang memengaruhi hadits tersebut.1 Di samping sebagai utusan
Allah SWT, Rasulullah SAW adalah panutan dan tokoh masyarakat. Beliau sadar
sepenuhnya bahwa agama yang dibawanya harus disampaikan dan terwujud secara
konkrit dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu, setiap kali ada kesempatan
Rasulullah SAW memanfaatkannya berdialog dengan para sahabat dengan berbagai
media. Hadis Rasulullah SAW yang sudah diterima oleh para sahabat, ada yang
dihafal dan dicatat. Dengan demikian, ada beberapa periode dalam sejarah
perkembangan hadis.. dari Periode Rasulullah SAW sampai periode sekarang. Oleh
karena itu, dalam pembahasan makalah ini, kami akan menyajikan bahan seminar
kelas yang berjudul “Sejarah Perkembangan Hadis; masa prakodifikasi hadis (Masa
Rasulullah SAW, Khulafa‟ Rasyidin, Tabi‟in), masa kodifikasi hingga sekarang”.

B. PEMBAHASAN
1. Pra Kodifikasi (pada masa Rasulullah)
Hadis pada masa Nabi dikenal dengan ‘Ashr al-Wahy wa al-Takwin, yaitu
masa turun wahyu dan pembentukan masyarakat Islam.2 Keadaan ini sangat menuntut
keseriusan dan kehati-hatian para sahabat sebagai pewaris pertama ajaran Islam.
Wahyu yang diturunkan Allah SWT kepadanya dijelaskannya melalui perkataan,
perbuatan, dan taqrirnya. Sehingga apa yang didengar, dilihat, dan disaksikan oleh
para sahabat merupakan pedoman bagi amaliah dan ubudiah mereka.3
a. Kebjaksanaan Rasulullah SAW tentang Hadits
Ketika Rasulullah SAW masih hidup, sikap dan kebijaksanaan beliau
tentang hadits ialah sebagai berikut :

1
Agus Solahudin, Ulumul Hadits (Bandung: Pustaka Setia, 2008), 33
2
Idri, Studi Hadis (Jakarta: Kencana, 2010), 31.
3
Munzier Suparta, Ilmu Hadis (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), 70-71.

1
1) Rasulullah SAW memerintahkan kepada para sahabatnya untuk
menghafal, menyampaikan dan menyebarkan hadits-hadits. Dalil
yang menunjukkan perintah ini yang artinya : “Dan ceritakanlah
daripadaku. Tidak ada keberatan bagimu untuk menceritakan apa
yang kamu dengar daripadaku. Barangsiapa berdusta pada diriku,
hendaklah dia bersedia menempati kediamannya di neraka..”
(HR. al-Bukhari dan Muslim).

Ada dorongan kuat yang cukup memberikan motivasi kepada para sahabat
dalam kegiatan menghafal hadits. Pertama, karena kegiatan menghafal merupakan
budaya bangsa Arab yang telah diwarisinya sejak pra Islam dan mereka terkenal kuat
hafalannya. Kedua, Rasulullah SAW banyak memberikan spirit melalui doa-doanya.
Ketiga, seringkali ia menjanjikan kebaikan akhirat kepada mereka yang menghafal
hadits dan menyampaikannya kepada orang lain.

2) Rasulullah SAW melarang para sahabat untuk menulis hadits-


haditsnya. Dalil yang menunjukkan perintah ini yaitu :
‫ و َمن كتب عني غي َر القرآن فَ ْليَ ْم ُحه‬،‫ال تكتبوا عني‬
Artinya : “Janganlah kamu menulis sesuatu yang berasal
daripadaku, terkecuali al-Qur‟an. Dan barangsiapa telah menulis
daripadaku selain al-Qur‟an, hendaklah ia menghapusnya.”
(HR. Ahmad dan Muslim).
Cara Rasulullah SAW Menyampaikan Hadits Umat Islam pada
masa ini dapat secara langsung memperoleh hadits dari Rasulullah
SAW sebagai sumber hadits. Tempat pertemuan antara Rasulullah
SAW dan sahabatnya, seperti di Masjid, rumahnya sendiri, pasar,
ketika dalam perjalanan, dan ketika muqim (berada di rumah).
Melalui tempat tersebut Rasulullah SAW menyampaikan hadits
yang disampaikan melalui sabdanya yang didengar oleh para
sahabat (melalui musyafahah), dan melalui perbuatan serta taqrirnya
yang disaksikan oleh para sahabat (melalui musyahadah). Ada
beberapa cara Rasulullah SAW menyampaikan hadits kepada para
sahabat, yaitu: a. Melalui majlis al-‟ilm, yaitu pusat atau tempat
pengajian yang diadakan oleh Nabi Muhammad SAW untuk

2
membina para jama‟ah. Melalui majlis ini para sahabat memperoleh
banyak peluang untuk menerima hadits, sehingga mereka berusaha
untuk selalu mengkonsentrasikan diri guna mengikuti kegiatan dan
ajaran yang diberikan oleh Rasulullah SAW. b. Dalam banyak
kesempatan Rasulullah SAW juga menyampaikan haditsnya melalui
para sahabat tertentu, yang kemudian disampaikannya kepada orang
lain. Jika yang berkaitan dengan soal keluarga dan kebutuhan
biologis (terutama yang menyangkut hubungan suami istri), ia
sampaikan melalui istri-istrinya. c. Melalui ceramah atau pidato di
tempat terbuka, seperti ketika haji wada‟ dan Fath Makkah.5 Ketika
menunaikan ibadah haji pada tahun 10 H (631 M), Nabi Muhammad
SAW menyampaikan khatbah yang sangat bersejarah di depan
ratusan ribu kaum muslimin yang melakukan ibadah haji, yang
isinya terkait dengan bidang muamalah, ubudiyah, siyasah, jinayah,
dan hak asasi manusia yang meliputi kemanusiaan,

Dalam segi bahasa yaitu arrawi yang artinya orang yang meriwayatkan atau
memberikan hadist itu kepada manusia. Bisa juga pengertian rawi hadist
dalam bahasa adalah orang yang meriwayatkan hadist.
Dalam segi istilah perawi hadist adalah orang yang terakhir yang membawa
hadist.

1. Contoh Sanad, Matan, dan Rowi


Dari Ibnu Abbas, “Sesungguhnya Nabi Saw. telah berpantik ketika beliau
dalam keadaan ihram dan puasa” (HR. Bukhari)

َ ‫م احْ تَ َج َم َوهُو‬Wَ َّ‫ى صلَّى هّللا ُ علَ ْي ِه َو َسل‬


)‫صا ِئ ٌم (رواه البخرى‬ َّ ِ‫ان النَّب‬ ِ ‫ع َْن اب ِْن َعب‬
َّ ‫َّاس‬
ِ ‫ع َْن اب ِْن َعب‬
Sanadnya yaitu ‫َّاس‬

َ ‫ى صلَّى هّللا ُ علَ ْي ِه َو َسلَّ َم احْ تَ َج َم َوهُو‬


Matannya yaitu ‫صا ِئ ٌم‬ َّ ِ‫ان النَّب‬
َّ
Rowinya yaitu ‫رواه البخرى‬

2. Kedudukan Hadist

3
Dalam kedudukannya sebagai penjelas, hadits kadang-kadang memperluas
hukum dalam Al-Qur’an atau menetapkan sendiri hukum di luar apa yang
ditentukan Allah dalam Al-Quran.
Kedudukan Hadits sebagai bayani atau menjalankan fungsi yang
menjelaskan hukum Al-Quran, tidak diragukan lagi dan dapat di terima oleh
semua pihak, karena memang untuk itulah Nabi di tugaskan Allah SWT.
Namun dalam kedudukan hadits sebagai dalil yang berdiri sendiri dan sebagai
sumber kedua setelah Al-Quran, menjadi bahan perbincangan dikalangan
ulama. Perbincangan ini muncul di sebabkan oleh keterangan Allah sendiri
yang menjelaskan bahwa Al-Quran atau ajaran Islam itu telah sempurna. Oleh
karenanya tidak perlu lagi ditambah oleh sumber lain.
Jumhur ulama berpendapat bahwa Hadits berkedudukan sebagai sumber
atau dalil kedua setelah Al-Quran dan mempunyai kekuatan untuk ditaati serta
mengikat untuk semua umat Islam. Jumhur ulama mengemukakan alasannya
dengan beberapa dalil, di antaranya :
Banyak ayat Al-Qur’an yang menyuruh umat mentaati Rasul. Ketaatan
kepada rasull sering dirangkaikan dengan keharusan mentaati Allah ; seperti
yang tersebut dalam surat An-Nisa : 59 :
artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya),
Bahkan dalam tempat lain Al-Quran mengatakan bahwa oang yang
mentaati Rasul berarti mentaati Allah, sebagaimana tersebut dalam surat An-
Nisa : 80:
Artinya : Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah
mentaati Allah. dan Barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka
Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.
Yang dimaksud dengan mentaati Rasul dalam ayat-ayat tersebut adalah
mengikuti apa-apa yang dilakukan atau dilakukan oleh Rasul sebagaimana
tercakup dalam Sunnahnya.
Dari ayat diatas jelaslah bahwa Hadits itu adalah juga wahyu. Bla wahyu
mempunyai kekuatan sebagai dalil hukum, maka hadits pun mempunyai
kekuatan hukum untuk dipatuhi. Kekuatan hadits sebagai sumber hukum
ditentukan oleh dua segi: pertama, dari segi kebenaran materinya dan
keduadari segi kekuatan penunjukannya terhadap hukum. Dari segi kebenaran

4
materinya kekuatan hadits mengikuti kebenaran pemberitaannya yang terdiri
dari tiga tingkat, yaitu: mutawatir, masyhur, danahad sebagaimana dijelaskan
diatas.
Khabar mutawatir ditinjau dari segi kuantitas sahabat yang
meiwayatkannya dari Nabi dan juga kuantitas yang meriwayatkannya dari
sahabat dan seterusnya adalah qath i dalam arti diyakini kebenarannya bahwa
hadits itu benar dari Nabi. Meskipun jumlah hadits mutawatir ini tidak banyak
namun mempunyai kekuatan sebagai dalil sebagaimana kekuatan Al-Qur’an.
Khabar mutawatir mempunyai kekuatan tertinggi di dalam periwayatan dan
menghasilkan kebenaran tentang apa yang diberitakan secara mutawatir
sebagaima kebenaran yang muncul dari hasil pengamatan.

3. Fungsi Hadist
Dalam uraian tentang Al-Qur’an telah dijelaskan bahwa sebagian besar
ayat-ayat hukum dalam Al-Qur’an adalah dalam bentuk garis besar yang
secara amaliyah belum dapat dilaksanakan tanpa penjelasan dari hadits.
Dengan demikian fungsi hadits yang utama adalah untuk menjelaskan Al-
Qur’an. Hal ini telah sesuai dengan penjelasan Allah dalam surat An-Nahl :64

Artinya: Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini,
melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka
perselisihkan itu.

Dengan demikian bila Al-Qur’an disebut sebagai sumber asli bagi hukum
fiqh, maka Hadits disebut sebagai bayani. Dalam kedudukannya sebagai
bayani dalam hubungannya dengan Al-Qur’an, ia menjalankan fungsi senagai
berikut:

1. Menguatkan dan mengaskan hukum-hukumyang tersebut dalam Al-Qur’an


atau disebut fungsi ta’kid dan taqrir.
2. Memberikan penjelasan terhadap apa yang dimaksud dalam Al-Qur’an
3. Menjelaskan arti yang masih samar dalam Al-Qur’an
4. Merinci apa-apa yang ada dalam Al-Qur’an disebutkan secara garis besar.
5. Membatasi apa-apa yang dalam Al-Qur’an disebutkan secara umum

5
6. Memperluas maksud dari sesuatu yang tersebut dalam Al-Qur’an

C. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas disimpulkan bahwa Kata sanad menurut bahasa adalah
sandaran atau sesuatuyang dijadikan sandaran. Dari segi bahasa matan berarti
punggung jalan atau tanah yang keras dan tinggi. Yang dimaksud dengan rawi ialah
orang yang menyampaikan atau manuliskan dalam suatu kitab apa yang pernah di
dengar atau di terima dari seseorang atau gurunya. Bentuk jamaknya ruwat, perbuatan
menyampaikan hadist tersebut dinamakan merawikan hadist. Sanad dan matan
merupakan dua unsur pokok hadist yang harus ada pada setiap hadist.
Sanad,matan dan rawi memiliki kaitan sama dalam kesahihan satu hadist.
Kedudukan sanad dalam hadist sangat penting, karena hadist yang di peroleh atau
yang diriwayatkan akan mengikuti siapa yang meriwayatkannya. Dengan sanad suatu
periwayatan hadist dapat diketahui mana yang dapat diterima atau di tolak dan mana
hadist yang shahih atau tidak, untuk di amalkan. Snad merupakan jalan yang mulia
untuk menetapkan hukum hukum islam.

D. Saran
Jangan jadikan makalah ini sebagai sumber utama dalam materi yang dibahas. Carilah
sumber-sumber lain untuk memenuhi pengetahuan yang kalian pelajari.
Dalam mempelajari makalah kami diharapkan paham betul, agar tidak terjadi
kesalahan dalam pemahaman.

6
DAFTAR PUSTAKA

MAKALAH TENTANG SANAD, MATAN DAN RAWI – Melianasta (wordpress.com)


PENGERTIAN, KEDUDUKAN DAN FUNGSI HADITS - Kementerian Agama Provinsi Sumatera
Barat (kemenag.go.id)

Anda mungkin juga menyukai