PERTEMUAN 2
By: NUR AZIZEH,S.Pd.I,M.Pd
A. Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa mampu membedakan
terminology sunnah, hadits, khabar dan atsar,
serta struktur hadits (sanad, matan, dan rawi).
MATERI
B. Pengertian Sunnah,Hadits, Khabar dan Atsar
Sunnah munurut bahasa berarti:
Rawi:
Orang yang menyampaikan atau menuliskan dalam
suatu kitab apa-apa yang pernah didengar dan
diterimanya dari seseorang (gurunya) hadits.
PERTEMUAN KE-3
Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa mampu mengetahui hadits sebagai sumber ajaran Islam, dalil-
dalil kehujjahan, dan fungsi hadits terhadap Al Qur’an serta perbedaan Al
Qur’an dan Hadits sebagai sumber hukum Islam.
Sebagai Bayan Tafsir Sunnah berfungsi untuk menerangkan ayat-ayat yang sangat umum,
mujmal dan musytarak. Seperti pelaksanaan shalat 5 waktu, ibadah haji.
Sebagai Bayan Taqrir, Sunnah berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat pernyataan
al-Qur’an. Seperti Penentuan awal Ramadhan dan Syawwal, kewajiban berwudhu.
Sebagai Bayan At-Tasyri, Sunnah yang berfungsi memberi kepastian hukum islam yang tidak
ada dalam Al-Qur’an, seperti tentang Zakat Fitrah, Aqiqah
Hadits-hadits di atas menunjukan kepada kita bahwa
berpegang teguh kepada hadits menjadikan hadits sebagai
pegangan dan pedoman hidup itu adalah wajib, sebagaimana
wajibnya berpegang teguh kepada Al-Quran.
Perbedaan Sunnah/Hadits dengan Al Qur’an
Aktivitas penulisan hadits pada masa ini sudah berjalan, namun intensitasnya lebih
kecil daripada penulisan Al Qur’an. Diantara sahabat yang menulis hadits : Abdullah bin
Amr ibn Ash, Jabir bin Abdillah bin Amr bin Haram al Anshori, Anas bin Malik, Abu
Hurairah ad Dausi dsb.
Ada larangan penulisan hadits pada masa ini, tapi larangan itu khusus untuk penulisan
hadits yang disatukan dengan Al-Qur’an.
Menurut M.M. Azmi : (1) Nabi sendiri pernah mengimlakan haditsnya (2) Izin Nabi
agar hadits-haditsnya ditulis.
Sahabat berasal dari kata shahib = empunya dan yang menyertai (Lughah)
Sahabat adalah yang bertemu dan hidup bersama Rasulullah minimal satu tahun lamanya
(Ahli Ushul)
Sahabat adalah yang bertemu Rasulullah dengan ;pertemuan yang wajar sewaktu
Rasulullah masih hidup, dalam keadaan Islam dan iman.(Al Muhaditsun)
Tabi’in berarti pengikut. Adapun Tabi’in (istilah) adalah orang-orang yang menjumpai
sahabat dalam keadaan iman dan islam, dan mati dalam keadaan islam, baik
perjumpaannya lama maupun sebentar. (Ahli Hadits)
Metode sahabat dalam mencari Hadits :
Penulisan (kitabah) Hadits yang sudah ada sejak zaman Nabi tidak termasuk dalam
pengertian tadwin (kodifikasi) hadits, karena penulisan pada masa Nabi hanya dilakukan
oleh beberapa personil secara tidak beraturan.
A. Sejarah dan Perkembangannya
Kegiatan kodifikasi hadits tidak terlepas dari peran yang diberikan oleh Khalifah Umar bin
Abdul ‘Aziz, sebagai khalifah Bani Umayyah pada tahun 99 H. Dialah yang paling berjasa
menyelamatkan Hadits dari kepunahan, ia seorang pencatat Hadits dan terkenal
keshalehanya sehingga sering dipandang sebagai Khulafatur Rasyidin kelima.
Pada masa Kalifah Umar bin Abdul ‘Aziz inilah penghimpunan hadits secara massal atas
perintah beliau. Beliau banyak memberikan perhatian terhadap Hadits, yaitu terbukti
dengan dikelurkanya instruksi kepada para ulama dan umara untuk meneliti dan
membukukan hadits Nabi. Beliau juga ikut serta mendiskusikan Hadits-hadits yang telah
dikumpulkan.
Masa pemerintahan Umar bin Abdul ‘Aziz dapat dikatakan sebagai periode
pengkodifikasian Hadits secara resmi oleh Negara Orang yang pertama melaksanakan
instruksi pentadwinan hadits Umar bin Abdul ‘Aziz adalah Imam Al Zuhri. Menurut
sejarawan dan muhaditsin bahwa orang pertama yang melakukan kodifikasi hadits secara
resmi adalah Imam Al Zuhri. Faktor yang mendorong Imam Al Zuhri untuk menulis Hadits
adalah :
Abad III H merupakan masa pembukuan Hadits dan merupakan zaman keemasan
Sunnah, sebab pada masa ini sunnah danilmu-ilmunya dibukukan dengan sempurna. Para
ahli Hadits berusaha menyisihkan Hadits dari fatwa-fatwa sahabat dan tabi’in, mereka
menyusun kitab-kitab Musnad yang bersih dari fatwa-fatwa. Pada pertengahan abad ini,
mulai muncul kitab-kitab Hadits yang hanya memuat Hadits Shahih, dan pada
perkembanganya dikenal dengan Kutub al Sittah, yaitu Shahih Bukhari, Shahih Muslim,
Sunan Abu Daud, Sunan at Tirmidzi, Sunan An Nasa’i, Sunan Ibnu Majah.
D. Masa Pemeliharaan, Penertiban dan Penambahan dalam Penulisan Hadits Abad IV
s/d Abad 7 H
Abad ini merupakan abad pemisah antara ulama Mutaqaddimin, yang dalam menyusun
kitab Hadits mereka berusaha menemui para sahabat atau tabi’in penghafal Hadits dan
kemudian menelitinya sendiri, dengan Ulama Muta’akhirin, yang dalam usahanya
menyusun kitab-kitab Hadits, mereka hanya menukil dari kitab- kitab yang telah disusun
oleh ulama Mutaqadimin.
Usaha ulama Hadits pada abad V dan seterusnya adalah ditujukan untuk
mengklasifikasikan Hadits dengan menghimpun Hadits-hadits yang sejenis kandunganya
atau sejenis sifat-sifat isinya dalam satu kitab Hadits, mensyarahkan dan mengikhtisarkan
kitab-kitab Hadits.
D. Pensyarahan, Penghimpunan dan Pembahasan Hadits Abad VII sampai sekarang
Periwayatan Hadits pada masa ini lebih banyak dilakukan dengan cara Ijazah dan Mukatabah.
Sedikit sekali dari ulama Hadits melakukan periwayatan Hadits secara hafalan. Pada masa ini
para ulama Hadits umumnya mempelajari kitab-kitab Hadits yang sudah ada dan selanjutnya
mengembangkannya dan meringkasnya sehingga menghasilkan jenis-jenis karya seperti kitab
Syarah, Mukhtasyar, Zawaid, Takhrij dan lain-lain.
PERTEMUAN 6
Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa mampu memahami konsep Ulumul
Hadits dan Sejarah Perkembanganya
MATERI
A. Pengertian Ilmu Hadits
Para ulama berbeda pendapat tentang penyebutan istilah yang mengkaji Hadits. Ada
yang menyebut Ilmu Hadits, Ilmu Diroyah Hadits, Ulum al Hadits, Musthalahu al Hadits
dan Ushul al Hadits. Ulama mutaqaddimin lebih suka menyebuit Ilmu Hadits. Sedangkan
ulama Muta’akhirin menyebutnyta dengan istilah Ilmu Diroyah Hadits.
Ilmu Hadits adalah Ilmu yang membahas tentang metode penyampaian Hadits Nabi saw
dari aspek pengetahuan mengenai keadaan perawi, kedudukan dan keadilanya serta
keadaan sanad dari segi kemuttashilan dan kemunqathi’an- nya dan sebagainya.
Ilmu Diroyah Hadits adalah Ilmu untuk mengetahui hakikat riwayat, syarat-syarat,
macam-macamnya, hukum- hukumnya, keadaan perawi, syarat-syarat perawi, macam-
macam yang diriwayatkan dan segalah hal yang berkaitan dengan hal tersebut.
B. Sejarah Perkembangan Ilmu Hadits
Pembicaraan mengenai Ilmu Hadits sebenarnya sudah dimulai sejak masa sahabat. Hal ini
dapat dilihat dengan munculnya salah cabang ilmu Hadits, yakni Jarh wa At Ta’dil. Pada
periode ini pembicaraan tentang perawi, baik dari segi positif (Ta’dil) maupun negatif
(jarh).
Pada masa Tabi’in kajian Imu Hadits ini berkembang dengan munculnya berbagai kitab
Hadits seperti Thabaqat Ibnu Sa’ad bin Mani’, Gharib al Hadits karya Abu Ubaid al Qasim
bin Salam dsb. Namun kitab-kitab tersebut pembahasanya belum mengarah kepada
kajian Ilmu Hadits secara khusus sebagai sebuah kitab yang berdiri sendiri.
Munculnya kitab Al Muhaddits al Fashil baina Rawi wa Al Wa’i karya Al Qadhi Abu
Muhammad al Ramahkhurmuzy (360 H0, menjadi tonggak sejarah bagi lahirnya Ilmu
Hadits. Kitab ini membahas pokok kajian Ilmu Hadits secara khusus dan menyeluruh serta
menempatkannya sebagai sebuah Ilmu yang berdiri sendiri. Jejak al Ramahkhurmuzy
kemudian diikuti oleh ulama-ulama yang lain.
C. Pembagian Ilmu Hadits
Menurut para Muhadditsun Ilmu Hadits dibagi menjadi dua, yaitu : (1) Ilmu Hadits
Riwayah dan (2) Ilmu Hadits Diroyah.
Ilmu Hadits Riwayah adalah ilmu yang menukilkan segala apa yang disandarkan kepada
Nabi saw, baik perkataan, perbuatan, taqrir, sifat khalqiyah maupun khulqiyah.
Jumhur Ulama memberikan definisi Ilm Hadits riwayah sebagai suatu ilmu untuk
mengetahui sabda-sabda Nabi, perbuatan taqrir maupun sifat-sifatnya..
Obyek Kajian Ilmu Hadits Riwayah adalah :
a. Cara periwayatan Hadits yang meliputi bagaimana cara penerimaan Hadits dan
penyampaianya kepada orang lain.
b. Penulisan atau pembukuan Hadits’
Ilmu Hadits Diroyah ialah Ilmu untuk mengetahui hakikat riwayat, syarat-syarat,
macam-macam dan hukumnya, keadaan perawi dan pwersyaratnya, kelompok yang
diriwayatkanya dan segala apa yang berkaiatan dengan hal tersebut. Ada juga yang
mengatakan bahwa Ilmu hadits diroyah adalah kaidah-kaidah yang menjelaskan
mengenai keadaan Rawi dan Marwi.
D. Cabang-cabang Ilmu Hadits
Adapun cabang-cabang Ilmu Hadits pada pokok masalah yang dibahasnya dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1.Cabang Ilmu Hadits yang pokok pembahasanya berpangkal pada sanad dan rawi.
(1) Ilmu Rijal al Hadits membahas secara umum tentang keadaan perawi an
kehidupanya. Hadits
(2) Ilmu Thabaqat ar Ruwah, ilmu yang membahas tentang keadaan rawi
berdasarkan pengelompokan.
(3) Ilmu Tarikh Rijal Al Hadits, membahas tentang rawi yang menjadi sanad suatu
hadits mengenai tanggal lahirnya, silsilah keturunanya, guru-gurunya, jumlah hadits
yang diriwayatkanya serta murid-muridnya.
(4) Ilmu Jarh wa Ta’dil, ilmu yang membahas tentang hal ihwal para perawi dalam
mengkritik keaiban dan memuji keadilanya.
2.Cabang-cabang Ilmu Hadits yang pokok pembahasanya berpangkal pada matan :
(1) Ilmu Gharib al Hadits
(2) Ilmu Asbab al Wurud al Hadits
(3) Ilmu Tawarikh al Matan
(4) Ilmu Nasikh wa Al Mansukh
(5) Ilmu Thariq Al Hadits
(6) Ilmu Tashif wa Tahrif
3. Cabang Ilmu Hadits yang pokok pembahasanya berpangkal pada sanad dan matan.
(1) Ilmu Ilahi al Hadits, menjelaskan sebab-sebab yang samar yang dapat
mencacatkan suatu Hadits.
(2) Ilmu Fann al Mubhamat, menerangkan tentang nama-nama orang yang tidak
disebutkan namanya di dalam sanad dan matan.
E. Tokoh-tokoh dan kitab-kitabnya