Anda di halaman 1dari 39

ULUMUL HADIST

PERTEMUAN 2
By: NUR AZIZEH,S.Pd.I,M.Pd

A. Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa mampu membedakan
terminology sunnah, hadits, khabar dan atsar,
serta struktur hadits (sanad, matan, dan rawi).
MATERI
B. Pengertian Sunnah,Hadits, Khabar dan Atsar
Sunnah munurut bahasa berarti:

Jalan hidup yang dibiasakan terkadang jalan


tersebut ada yang baik dan ada yg buruk. Sunnah
juga berarti undang-undang atau peraturan yang
berlaku, jalan yang telah dijalani, dan keterangan.

Sunnah menurut istilah adalah sebagai sesuatu yang


dibiasakan oleh Nabi Muhammad, sehingga sesuatu itu
lebih banyak dikerjakan oleh Nabi dari pada
ditinggalkan.
Hadits menurut bahasa adalah:

Al-jadid (baru), Qarib (dekat), dan Khabar (berita).

Hadits menurut istilah adalah:


Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW. baik dalam bentuk ucapan, perbuatan
dan maupun ketetapan (taqrir/ketetapan) Nabi.
Khabar adalah: ucapan, perbuatan dan ketetapan para
Sahabat.

Atsar adalah: ucapan, perbuatan dan ketetapan para


Tabi’in.
Menurut Jumhur Ulama mengartikan Sunnah, Hadits,
Khabar dan Atsar sama saja yaitu:
Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad
SAW. baik dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun
ketetapan Nabi.

Pengertian Hadits menurut Ulama Ahli Ushul Fiqih


adalah:
Segala yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW.
berupa perkataan, perbuatan dan ketetapan Nabi yang
berkaitan dengan hukum.
Menurut Ahli Hadits mendefinisikan Hadits:

Sebagai segala sesuatu yang bersumber dari Nabi


SAW., baik perkataan, perbuatan, taqrir, tabi’at
budi pekerti, atau perjalanan hidupnya, baik
sebelum diangkat menjadi Rasul seperti
bersemidi di Gua Hiro.
C. Pembagian Sunnah
Sunnah Qauliyah, yaitu yang sering dinamakan dengan khabar
atau berita berupa perkataan Nabi SAW. yang di dengar dan
disampaikan oleh seseorang atau beberapa sahabat kepada orang
lain. Sunnah qauliyah dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: 1)
diyakini benarnya; 2) diyakini dustanya; dan 3) yang tidak diyakini
benarnya dan dustanya.

Sunnah Fi’liyah, yaitu setiap perbuatan yang dilakukan oleh Nabi


SAW. yang diketahui dan disampaikan oleh para sahabat kepada
orang lain.

Sunnah Taqririyah, yaitu perbuatan atau ucapan sahabat yang


dilakukan dihadapan atau sepengetahuan Nabi SAW. tetapi Nabi
hanya diam dan tidak mencegah.
D. Struktur Hadits/Sunnah Sanad:
Sanad atau Thariq ialah jalan yang dapat
menghubungkan Matnul Hadits kepada
jungjungan Nabi Muhammad SAW.

Urutan para Perawi Hadits yang kemudian


berlanjut kepada matan. (jalan menuju kepada
matan, yaitu para perawi yang menyampaikan
matan).
Matan:
Perkataan terakhir dari sanad atau pembicaraan atau
materi berita yang diover oleh sanad yang terakhir. Baik
pembicaraan itu sabda Rasulullah, sahabat atau tabi’in.

Rawi:
Orang yang menyampaikan atau menuliskan dalam
suatu kitab apa-apa yang pernah didengar dan
diterimanya dari seseorang (gurunya) hadits.
PERTEMUAN KE-3
Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa mampu mengetahui hadits sebagai sumber ajaran Islam, dalil-
dalil kehujjahan, dan fungsi hadits terhadap Al Qur’an serta perbedaan Al
Qur’an dan Hadits sebagai sumber hukum Islam.

Materi Pembelajaran Kehujjahan Hadits :Tidak ada perbedaan pendapat


Jumhur ulama tentang sunnah Rasul sebagai sumber hukum Islam yang
kedua sesudah Al- Qur’an didalam menetapkan sesuatu keputusan hukum.
Kehujjahan Sunnah berdasarkan beberapa ayat Al-Qur’an dan Sunnah
Rasulullah
 Dalil Al Qur’an (QS. Al Hasr ayat 7 dan Ali Imran ayat 31-32)

Dalil Al-Qur’an Al-Anfal ayat 13 dan 20


Dalil Al-Qur’an An-Nisa ayat 59, 65 dan 115 dan seterusnya
Hadits
 
 

"Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian yang kalian


tidak akan tersesat selagi kamu berpegang teguh pada
keduanya yaitu berupa kitab Allah dan sunnah Rasulnya".

Dalam hadits lain Rasulullah saw bersabda: 


“Wajib bagi sekalian berpegang teguh dengan sunnahku dan
Sunnah Khulafa Ar Rasyidin yang mendapat petunjuk
berpegang
teguhlah kamu sekalian dengannya.”
 
 Fungsi Sunnah/Hadits Hubungannya dengan Al Qur’an

Sebagai Bayan Tafsir Sunnah berfungsi untuk menerangkan ayat-ayat yang sangat umum,
mujmal dan musytarak. Seperti pelaksanaan shalat 5 waktu, ibadah haji.

Sebagai Bayan Taqrir, Sunnah berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat pernyataan
al-Qur’an. Seperti Penentuan awal Ramadhan dan Syawwal, kewajiban berwudhu.

Sebagai Bayan Tabdila/Nasakh, Sunnah yang membatalkan atau memindahkan/mengganti


/menggubah. Seperti Zakat hasil pertanian dan batalnya Wasiat bagi ahli waris.

Sebagai Bayan At-Tasyri, Sunnah yang berfungsi memberi kepastian hukum islam yang tidak
ada dalam Al-Qur’an, seperti tentang Zakat Fitrah, Aqiqah
Hadits-hadits di atas menunjukan kepada kita bahwa
berpegang teguh kepada hadits menjadikan hadits sebagai
pegangan dan pedoman hidup itu adalah wajib, sebagaimana
wajibnya berpegang teguh kepada Al-Quran.
 Perbedaan Sunnah/Hadits dengan Al Qur’an

Al-Qur’an nilai kebenaranya bersifat qath’i (absolut),


sedangkan sunnah/hadits bersifat dzani, kecuali hadits
mutawatir. Seluruh ayat al-Qur’an harus dijadikan sebagai
pedoman hidup, tetapi tidak semua hadits mesti dijadikan
sebagai pedoman hidup. Sebab disamping ada sunnah yang
tasyri’ ada juga yang ghair tasyri’, ada hadits shahih dan
ada hadits dha’if.
 Al-Qur’an sudah pasti otentik lafadz dan maknanya,
sedangkan hadits tidak demikian adanya. Apa bila Al-
Qur’an berbicara masalah aqidah atau hal-hal yang
gaib maka setiap muslim wajib mengimaninya, tetap
tidak demikian dengan hadits.
PERTEMUAN KE 4
Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa mampu mengetahuisejarah Hadits Pra Kodifikasi: Hadits Pada Periode
Rasul; dan Hadits pada Periode
Sahabat dan Tabi’in
MATERI
A. Hadits Pada Periode Rasul

Aktivitas penulisan hadits pada masa ini sudah berjalan, namun intensitasnya lebih
kecil daripada penulisan Al Qur’an. Diantara sahabat yang menulis hadits : Abdullah bin
Amr ibn Ash, Jabir bin Abdillah bin Amr bin Haram al Anshori, Anas bin Malik, Abu
Hurairah ad Dausi dsb.

Ada larangan penulisan hadits pada masa ini, tapi larangan itu khusus untuk penulisan
hadits yang disatukan dengan Al-Qur’an.
 Menurut M.M. Azmi : (1) Nabi sendiri pernah mengimlakan haditsnya (2) Izin Nabi
agar hadits-haditsnya ditulis.

Cara Sahabat menerima Hadits dari Rasulullah :


Al Majlis lirasul (majelis-majelis Rasul)
Hawadits taqa’u li rasul (Peristiwa kejadian pada diri Rasulullah sendiri)
Hawadits kanat taqa’u lil muslimin (Peristiwa yang terjadi pada orang-orang Islam)
Waqa’i’u wa hawadits syahidu fiha tasharufaati al rasul (Peristiwa kejadian yang
disaksikan oleh orang-orang muslim tentang prilaku Rasul)
 Pemeliharaan Hadits Pada Masa Rasulullah :

- Melalui aktivitas menghafal. Alasanya : (1) Kegiatan menghafal merupakan budaya


bangsa Arab, (2) mereka terkenal kuat hafalanya, (3) Rasul sering memberikan
dorongan moral melalui do’a-do’anya agar mereka diberi kekuatan menghafal dan
mendapat kedudukan mulia, (4) Rasul sering menjajnjikan kebaikan akhirat kepada
mereka yang menghafal hadits dan menyampaikanya.

- Melalui aktivitas menulis Hadits.


B. Hadits Pada Periode Sahabat dan Tabi’in

Sahabat berasal dari kata shahib = empunya dan yang menyertai (Lughah)
Sahabat adalah yang bertemu dan hidup bersama Rasulullah minimal satu tahun lamanya
(Ahli Ushul)

Sahabat adalah yang bertemu Rasulullah dengan ;pertemuan yang wajar sewaktu
Rasulullah masih hidup, dalam keadaan Islam dan iman.(Al Muhaditsun)
Tabi’in berarti pengikut. Adapun Tabi’in (istilah) adalah orang-orang yang menjumpai
sahabat dalam keadaan iman dan islam, dan mati dalam keadaan islam, baik
perjumpaannya lama maupun sebentar. (Ahli Hadits)
Metode sahabat dalam mencari Hadits :

- Thariqul Musyafahah (berdialog)


- Thariqul Musyahadah (menyaksikan)
- Thariqu al Sima’ (mendengar)

Cara Shahabat Menyampaikan Hadits :

1. Forum Musyafahah (dialog secara lisan)


2. Melalui tulisan (seperti surat menyurat)
PERTEMUAN KE 5
Tujuan Pembelajaran

Mahasiswa mampu memahami Kodifikasi Hadits : Sejarah dan Perkembanganya;


Pembukuan Hadits Abad II, III, dan IV H dan Pembukuan Hadits Abad V sampai sekarang
MATERI
Kodifikasi Hadits Pada Abad Ke-II

Kodifikasi (tadwin) bermakna mengumpulkan undang-undang dan menyusunnya


Kodifikasi hadits adalah usaha mengumpulkan hadits dalam sebuah buku atas prakarsa
dari pemerintah (negara) serta digunakan oleh dan untuk kepentingan umat Islam, bukan
untuk kepentingan pribadi.

Penulisan (kitabah) Hadits yang sudah ada sejak zaman Nabi tidak termasuk dalam
pengertian tadwin (kodifikasi) hadits, karena penulisan pada masa Nabi hanya dilakukan
oleh beberapa personil secara tidak beraturan.
A. Sejarah dan Perkembangannya

Kegiatan kodifikasi hadits tidak terlepas dari peran yang diberikan oleh Khalifah Umar bin
Abdul ‘Aziz, sebagai khalifah Bani Umayyah pada tahun 99 H. Dialah yang paling berjasa
menyelamatkan Hadits dari kepunahan, ia seorang pencatat Hadits dan terkenal
keshalehanya sehingga sering dipandang sebagai Khulafatur Rasyidin kelima.
Pada masa Kalifah Umar bin Abdul ‘Aziz inilah penghimpunan hadits secara massal atas
perintah beliau. Beliau banyak memberikan perhatian terhadap Hadits, yaitu terbukti
dengan dikelurkanya instruksi kepada para ulama dan umara untuk meneliti dan
membukukan hadits Nabi. Beliau juga ikut serta mendiskusikan Hadits-hadits yang telah
dikumpulkan.
Masa pemerintahan Umar bin Abdul ‘Aziz dapat dikatakan sebagai periode
pengkodifikasian Hadits secara resmi oleh Negara Orang yang pertama melaksanakan
instruksi pentadwinan hadits Umar bin Abdul ‘Aziz adalah Imam Al Zuhri. Menurut
sejarawan dan muhaditsin bahwa orang pertama yang melakukan kodifikasi hadits secara
resmi adalah Imam Al Zuhri. Faktor yang mendorong Imam Al Zuhri untuk menulis Hadits
adalah :

1. Banyaknya Hadits yang diterimanya


2. Apabila kodifikasi tidak dilakukan maka umat Islam pada masa mendatang akan
banyak kesulitan untuk mengenal dan mempelajari hadits.
B. Pembukuan Hadits pada abad II, III, IV sampai sekarang

Pembukuan dan Penulisan Hadits Abad II


Pada abad ke 2, ulama dalam mengumpulkan Hadits tidak dengan menyaringnya secara
ketat. Mereka tidak hanya membukukan hadits saja tetapi fatwa-fatwa sahabat, bahkan
fatwa-fatwa tabi’in semua itu dilakukan secara bersama- sama. Maka dalam kitab-kitab
hadits tersebut terdapat hadits-hadits marfu’ dan hadits maqtu’.
Peristiwa yang menonjol pada periode ini adalah: (a) Melemahnya daya hafal di kalangan
umat Islam; (b) Panjang dan bercabangnya sanad-sanad Hadits, lantaran bentangan
jarak dan waktu serta semakin banyaknya rawi; dan (c) Munculnya sejumlah kelompok
umat Islam yang menyimpang dari jalan kebenaran.
Dengan adanya ketiga peristiwa tersebut, para Imam umat Islam bangkit untuk
mengantisipasi kekacauan ini dengan beberapa langkah, diantaranya :

(1) Pembukuan Hadits secara resmi;


(2) Sikap para ulama yang lebih kritis terhadap para perawi Hadits dalam upaya Jarh
wa al Ta’dil;
(3) Sikap Tawaquf (tidak menolak dan tidak menerima) bila mendapat Hadits dari
seseorang yang tidak mereka kenal sebagai ahli Hadits; dan
(4) Sikap menelusuri sejumlah Hadits untuk mengungkap kecacatan yang mungkin
tersembunyi di dalamnya.
C. Masa Pemurnian dan Penyempurnaan Penulisan Hadits Abad III H

Abad III H merupakan masa pembukuan Hadits dan merupakan zaman keemasan
Sunnah, sebab pada masa ini sunnah danilmu-ilmunya dibukukan dengan sempurna. Para
ahli Hadits berusaha menyisihkan Hadits dari fatwa-fatwa sahabat dan tabi’in, mereka
menyusun kitab-kitab Musnad yang bersih dari fatwa-fatwa. Pada pertengahan abad ini,
mulai muncul kitab-kitab Hadits yang hanya memuat Hadits Shahih, dan pada
perkembanganya dikenal dengan Kutub al Sittah, yaitu Shahih Bukhari, Shahih Muslim,
Sunan Abu Daud, Sunan at Tirmidzi, Sunan An Nasa’i, Sunan Ibnu Majah.
D. Masa Pemeliharaan, Penertiban dan Penambahan dalam Penulisan Hadits Abad IV
s/d Abad 7 H

Abad ini merupakan abad pemisah antara ulama Mutaqaddimin, yang dalam menyusun
kitab Hadits mereka berusaha menemui para sahabat atau tabi’in penghafal Hadits dan
kemudian menelitinya sendiri, dengan Ulama Muta’akhirin, yang dalam usahanya
menyusun kitab-kitab Hadits, mereka hanya menukil dari kitab- kitab yang telah disusun
oleh ulama Mutaqadimin.
Usaha ulama Hadits pada abad V dan seterusnya adalah ditujukan untuk
mengklasifikasikan Hadits dengan menghimpun Hadits-hadits yang sejenis kandunganya
atau sejenis sifat-sifat isinya dalam satu kitab Hadits, mensyarahkan dan mengikhtisarkan
kitab-kitab Hadits.
D. Pensyarahan, Penghimpunan dan Pembahasan Hadits Abad VII sampai sekarang

Periwayatan Hadits pada masa ini lebih banyak dilakukan dengan cara Ijazah dan Mukatabah.
Sedikit sekali dari ulama Hadits melakukan periwayatan Hadits secara hafalan. Pada masa ini
para ulama Hadits umumnya mempelajari kitab-kitab Hadits yang sudah ada dan selanjutnya
mengembangkannya dan meringkasnya sehingga menghasilkan jenis-jenis karya seperti kitab
Syarah, Mukhtasyar, Zawaid, Takhrij dan lain-lain.
PERTEMUAN 6

Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa mampu memahami konsep Ulumul
Hadits dan Sejarah Perkembanganya
MATERI
A. Pengertian Ilmu Hadits

Para ulama berbeda pendapat tentang penyebutan istilah yang mengkaji Hadits. Ada
yang menyebut Ilmu Hadits, Ilmu Diroyah Hadits, Ulum al Hadits, Musthalahu al Hadits
dan Ushul al Hadits. Ulama mutaqaddimin lebih suka menyebuit Ilmu Hadits. Sedangkan
ulama Muta’akhirin menyebutnyta dengan istilah Ilmu Diroyah Hadits.
Ilmu Hadits adalah Ilmu yang membahas tentang metode penyampaian Hadits Nabi saw
dari aspek pengetahuan mengenai keadaan perawi, kedudukan dan keadilanya serta
keadaan sanad dari segi kemuttashilan dan kemunqathi’an- nya dan sebagainya.
Ilmu Diroyah Hadits adalah Ilmu untuk mengetahui hakikat riwayat, syarat-syarat,
macam-macamnya, hukum- hukumnya, keadaan perawi, syarat-syarat perawi, macam-
macam yang diriwayatkan dan segalah hal yang berkaitan dengan hal tersebut.
B. Sejarah Perkembangan Ilmu Hadits
Pembicaraan mengenai Ilmu Hadits sebenarnya sudah dimulai sejak masa sahabat. Hal ini
dapat dilihat dengan munculnya salah cabang ilmu Hadits, yakni Jarh wa At Ta’dil. Pada
periode ini pembicaraan tentang perawi, baik dari segi positif (Ta’dil) maupun negatif
(jarh).
Pada masa Tabi’in kajian Imu Hadits ini berkembang dengan munculnya berbagai kitab
Hadits seperti Thabaqat Ibnu Sa’ad bin Mani’, Gharib al Hadits karya Abu Ubaid al Qasim
bin Salam dsb. Namun kitab-kitab tersebut pembahasanya belum mengarah kepada
kajian Ilmu Hadits secara khusus sebagai sebuah kitab yang berdiri sendiri.

Munculnya kitab Al Muhaddits al Fashil baina Rawi wa Al Wa’i karya Al Qadhi Abu
Muhammad al Ramahkhurmuzy (360 H0, menjadi tonggak sejarah bagi lahirnya Ilmu
Hadits. Kitab ini membahas pokok kajian Ilmu Hadits secara khusus dan menyeluruh serta
menempatkannya sebagai sebuah Ilmu yang berdiri sendiri. Jejak al Ramahkhurmuzy
kemudian diikuti oleh ulama-ulama yang lain.
C. Pembagian Ilmu Hadits
Menurut para Muhadditsun Ilmu Hadits dibagi menjadi dua, yaitu : (1) Ilmu Hadits
Riwayah dan (2) Ilmu Hadits Diroyah.
Ilmu Hadits Riwayah adalah ilmu yang menukilkan segala apa yang disandarkan kepada
Nabi saw, baik perkataan, perbuatan, taqrir, sifat khalqiyah maupun khulqiyah.
Jumhur Ulama memberikan definisi Ilm Hadits riwayah sebagai suatu ilmu untuk
mengetahui sabda-sabda Nabi, perbuatan taqrir maupun sifat-sifatnya..
Obyek Kajian Ilmu Hadits Riwayah adalah :

a. Cara periwayatan Hadits yang meliputi bagaimana cara penerimaan Hadits dan
penyampaianya kepada orang lain.
b. Penulisan atau pembukuan Hadits’
Ilmu Hadits Diroyah ialah Ilmu untuk mengetahui hakikat riwayat, syarat-syarat,
macam-macam dan hukumnya, keadaan perawi dan pwersyaratnya, kelompok yang
diriwayatkanya dan segala apa yang berkaiatan dengan hal tersebut. Ada juga yang
mengatakan bahwa Ilmu hadits diroyah adalah kaidah-kaidah yang menjelaskan
mengenai keadaan Rawi dan Marwi.
D. Cabang-cabang Ilmu Hadits
Adapun cabang-cabang Ilmu Hadits pada pokok masalah yang dibahasnya dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1.Cabang Ilmu Hadits yang pokok pembahasanya berpangkal pada sanad dan rawi.

(1) Ilmu Rijal al Hadits membahas secara umum tentang keadaan perawi an
kehidupanya. Hadits
(2) Ilmu Thabaqat ar Ruwah, ilmu yang membahas tentang keadaan rawi
berdasarkan pengelompokan.
(3) Ilmu Tarikh Rijal Al Hadits, membahas tentang rawi yang menjadi sanad suatu
hadits mengenai tanggal lahirnya, silsilah keturunanya, guru-gurunya, jumlah hadits
yang diriwayatkanya serta murid-muridnya.
(4) Ilmu Jarh wa Ta’dil, ilmu yang membahas tentang hal ihwal para perawi dalam
mengkritik keaiban dan memuji keadilanya.
2.Cabang-cabang Ilmu Hadits yang pokok pembahasanya berpangkal pada matan :
(1) Ilmu Gharib al Hadits
(2) Ilmu Asbab al Wurud al Hadits
(3) Ilmu Tawarikh al Matan
(4) Ilmu Nasikh wa Al Mansukh
(5) Ilmu Thariq Al Hadits
(6) Ilmu Tashif wa Tahrif
3. Cabang Ilmu Hadits yang pokok pembahasanya berpangkal pada sanad dan matan.

(1) Ilmu Ilahi al Hadits, menjelaskan sebab-sebab yang samar yang dapat
mencacatkan suatu Hadits.
(2) Ilmu Fann al Mubhamat, menerangkan tentang nama-nama orang yang tidak
disebutkan namanya di dalam sanad dan matan.
E. Tokoh-tokoh dan kitab-kitabnya

a. Al Qadi Abu Muhammad ar Ramahurmuzy menyusun kitab al Muhadditsu al Fashil


baina Rawi wa al Wa’i.
b. Al Hakim Abu Abdillah an Naisabury kitabnya Ma’rifat Ulum al Hadits.
c. Al Khatib Abu Bakar Ahmad bin Ali al Bagdadi kitabnya: Al Kifayah fi Al Qawanin
ar Riwayah.
d. Al Hafidz Ibnu Hajar al Asqalany kitabnya: Al Ishabah wa Al Idhah
e. Ibnu Katsir kitabnya: At Tamil
f. As Suyuthi kitabnya: Tadribu ar Rawi
g. Ibnu Hajar kitabnya: Tahdibu at Tahdib.
h. Ibnu Abi Hatim kitabnya: Illahi al Hadits
i. Ibnul Jauzy kitabnya: Adh Dhu’afa
j. Abu Ahmad al Asykary kitabnya: At Tashhif wa At Tahrif
k. Muhammad Ibnu Musa al Hazimy kitabnya: Al I’tibar
l. Majduddin Ibnu Atsir kitabnya: An Nihayah fi Gharib al Hadits

Anda mungkin juga menyukai