Anda di halaman 1dari 11

HADIST QUDSI DAN HADIST NABAWI

Makalah

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Ulumul Hadist

Dosen Pengampu : Mufidah, M.Pd

Disusun oleh :

1. Tiara Monica Swastika (1608036017)


2. Merdiana Dyah Safitri (1608036013)

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

TAHUN 2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hadist merupakan sumber hukum islam yang kedua setelah Al-Qur’an. Dengan
demikian hadist menjadi penjelas dari apa-apa yang terkandung dalam Al-Qur’an.
Hadist sumber hukum islam selain Al-Qur’an ini wajib diikuti baik dalam bentuk
perintah maupun larangan. Karena itu, sangat penting dan mendasar mengetahui
pembagian hadist yaitu Hadist Qudsi dan Hadist Nabawi
Kata “hadis” yang kini sudah populer dalam bahasa Indonesia diambil dari
Bahasa Arab. Hadist memiliki arti “baru” atau “sesuatu yang baru” (jadid). Lawan dari
kata hadist adalah qadim, yang berarti “lama atau yang telah ada”. Dilihat dari
sumbernya hadist dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu Hadist Qudsi dan Hadist
Nabawi. Hadist Qudsi yang disebut juga dengan hadist ilahi atau hadist rabbani adalah
suatu hadist yang bersifat firman Allah SWT, yang disampaikan kepada Nabi SAW
kemudian Nabi menerangkan dengan menggunakan kata-kata sendiri serta
menyandarkannya kepada Allah SWT. Sedangkan Hadist Nabawi (Nabi) yaitu hadist
yang lafal maupun maknanya berasal dari Nabi Muhammad SAW sendiri.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pengertian dari Hadist Qudsi dan Hadist Nabawi?
2. Bagaimana persamaan dan perbedaan serta karakteristik Hadist Qudsi dan Hadist
Nabawi?
3. Bagaimana contoh dari Hadist Qauliyah, Fi’liyah, dan Taqririyah?
4. Bagaimana contoh Hadist Qudsi dan Hadist Nabawi ?

C. TUJUAN
1. Pembaca mampu memahami pengertian dari Hadist Qudsi dan Hadist Nabawi.
2. Pembaca mampu memahami persamaan dan perbedaan serta karakteristik Hadist
Qudsi dan Hadist Nabawi.
3. Pembaca mengetahui contoh dari Hadist Qauliyah, Fi’liyah, dan Taqririyah.
4. Pembaca mengetahui Hadist Qudsi dan Hadist Nabawi.
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI HADIST QUDSI DAN HADIST NABAWI


1. DEFINISI HADIST QUDSI
Hadis Qudsi terdiri dari dua kata, Yakni, hadis dan Qudsi. Ditinjau dari segi bahasa,
“Hadis” dimaknai segala sesuatu yang baru, atau sesuatu yang sebelumnya tidak ada,
peristiwa, berita, ceritera, menyampaikan sesuatu risalah, peristiwa kenabian yang datang
dari Allah sedangkan kata “qudsi” dari qadusa, yaqdusu, duqsan, artinya suci atau bersih.
Makna kata hadis Qudsi, artinya hadis yang suci. Dari sudut terminologis, kata hadist
Qudsiy, terdapat beberapa definisi dengan redaksi yang sedikit berbeda-beda, akan tetapi
essensianya pada dasarnya sama, yaitu sesuatu yang diberitahukan Allah SWT kepada
Nabi SAW, selain al-Qur’an, yang redaksinya disusun oleh Nabi sendiri.
Secara terminology terdapat beberapa definisi yang berbeda, antara lain:

‫مايخبرهللا تعالى به النبي صلى هللا عليه وسلم باإللهام أو بالمنام فأخبرالنبي من‬
‫ذالك المعنى بعبارة نفسه‬
Artinya : ”sesuatu yang diberitakan allah swt. Kepada nabi saw. Dengan ilham atau
mimpi, kemudian nabi menyampaikan berita itu dengan unkapan-ungkapan sendiri.”[1]

‫كل حديث يضيف فيه رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قوالإلى هللا عزوجل‬
Artinya : ”segala hadits rasul saw. Yang berupa ucapan, yang disandarkan kepada allah
‘azza wa jalla”

‫ما أخبرهللا نبيه تارةبالوحي وتارةباإللهام وتارةبالمنام مفوضاإليه التعبيربأي‬


‫عبارة شاء‬
Artinya : “sesuatu yang diberitakan allah swt., terkadang melalui wahyu, ilham, atau
mimpi, dengan redaksinya yang diserahkan kepada nabi saw.”[2]
Dari semua defenisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa hadits qudsi adalah
hadits yang berisi firman Allah yang disampaikan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi
wasallam, kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menerangkannya dengan

1 M. Agus Solahudin, Agus Suyadi, Ulumul Hadis ( Bandung: Pustaka Setia, 2008), hal. 25.
2 Ibid., hal. 25.
menyandarkannya kepada Allah. Dengan kata lain, hadits qudsi ialah hadits yang
disampaikan kepada kita dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan sanad dari beliau
sendiri kepada Rabb Azza wa Jalla. adalah segala sesuatu yang diberitakan Allah swt.
Kepada nabi saw. Selain al-quran yang redaksinya disusun oleh nabi saw.
Disebut hadits karena redaksinya disusun sendiri oleh nabi saw. Dan
disebut qudsi karena hadits ini suci dan bersih (ath-thaharah wa at-tanzih) dan
datangnya dari dzat yang mahasuci. Hadits qudsi ini juga sering disebut dengan
hadits ilahiyah atau hadits rabbaniah. Disebut ilahi atau rabbani karena hadits ini
datang dari allah raab al-‘alamin.[3]

Dengan menggunakan salah satu dari dua lafadz periwayatan sebagai berikut;
a. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan mengenai apa yang
diriwayatkannya dari Rabbnya.
b. Atau Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan; “Allah Ta’ala telah
berfirman” atau “Berfirman Allah Ta’ala.”

2. DEFINISI HADIST NABAWI


Yang dimaksud hadis Nabawi menurut H.A. Djalil Afif ialah hadis yang
disandarkan kepada selain Allah azza wajalla. Dengan kata lain hadis nabawi adalah
semua hadist yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik perkataan (qauli),
perbuatan (fi’li), maupun ketetapan (taqrir) beliau.
Ada dua sifat yang terkandung dalam hadis Nabawi yaitu:
Pertama, Tauqifi yaitu yang kandungannya diterima oleh Rasulullah SAW dari wahyu,
lalu ia menjelaskan kepada manusia dengan kata-katanya sendiri. Bagian ini, meskipun
kandungannya dinisbahkan kepada Allah, tetapi dari segi pembicaraan lebih dinisbahkan
kepada Rasulullah SAW, sebab kata-kata itu dinisbahkan kepada yang mengatakannya,
meskipun di dalamnya terdapat makna yang diterima dari pihak lain.
Kedua, Taufiqi yaitu: yang disimpulkan oleh Rasulullah SAW menurut pemahamannya
terhadap Quran, karena ia mempunyai tugas menjelaskan Quran atau menyimpulkannya
dengan pertimbangan dan ijtihad. Bagian kesimpulannyang bersifat ijtihad ini, diperkuat
oleh wahyu jika ia benar, dan jika terdapat kesalahan didalamnya, maka turunlah wahyu
yang membetulkannya. Bagian ini bukanlah kalam Allah secara pasti.

3 Ibid., hal. 26.


Dari sini jelaslah bahwa hadis nabawi dengan kedua bagiannya yang tauqifi dan taufiqi
dengan ijtihad yang diakui oleh wahyu itu bersumber dari wahyu. Dan inilah makna dari
firman Allah tentang Rasul Muhammad saw.
ْ ِ‫ا َ َمو ٌُ ق‬
ُ ‫ ٌْنِإ ٌَ ُوه ٌ ٌَ ِاإل ٌ ْي َحو َى‬، ‫طنَي ٌِنَع َى َو ْهال‬
‫حوي‬
Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hwa nfsu nya. Ucapannya itu
tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (An-Njm: 3-4) [4]

B. PERSAMAAN, PERBEDAAN, DAN KARAKTERISTIK HADIST QUDSI DAN


HADIST NABAWI
1. PERSAMAAN HADIST QUDSI DAN NABAWI
Hadits qudsi dengan hadits nabawi pada dasarnya mempunyai persamaan,yaitu sama-
sama bersumber dari Allah SWT.Hal ini dijelaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya,

‫ان هو اال وحي يوحي‬.‫وما ينطق عن الهوي‬


Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur’an) menurut kemauan hawa
nafsunya.Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).
(Q.S.An-Najm [53]:3-4).
Selain itu, redaksi keduanya (hadis Qudsiy dan hadis Nabawi) disusun oleh Nabi SAW. Jadi,
yang tertulis itu semata-mata ungkapan atau kata-kata Nabi sendiri.[5]
HADIST QUDSI HADIST NABAWI
Khabar ahad (ada kalanya sahih, hasan, Khabar ahad (ada kalanya sahih, hasan,
dhaif) dhaif)
Membacanya saja belum ibadah Membacanya saja belum ibadah
Menyentuhnya tidak harus dalam keadaan Menyentuhnya tidak harus dalam
suci. keadaan suci.
Tidak termasuk mu’jizat Tidak termasuk mu’jizat

4 Abdul Fatah Idris, “Memahami Kembali Pemaknaan Hadist Qudsi”, Jurnal Internasional Ihya’ ‘Ulum Al-Din
Vol. 18 No. 2, 2016, hal. 14.
5 Smeer Zeid, Ulumul Hadist Pengantar Studi Hadist Praktis (Malang:UIN Malang Press, 2008), hal. 65.
2. PERBEDAAN HADIST QUDSI DAN NABAWI
HADIST QUDSI HADIST NABAWI
Makna dari Allah, namun lafal dari Nabi Makna dari pemahaman Nabi terhadap
sendiri Firman Allah, kata dan lafadznya dari Nabi
sendiri
Diriwayatkan dengan disandarkan Kpd Dinisbahkan kepada Rasulullah
Allah
Hadits qudsi adalah firman atau perkataan Allah SWT, namun jenis firman Allah
SWT yang tidak termasuk Al-Quran. Hadits qudsi tetap sebuah hadits, hanya saja Nabi
Muhammad SAW menyandarkan hadits qudsi kepada Allah SWT. Maksudnya,
perkataan Allah SWT itu diriwayatkan oleh Nabi Muhammad SAW dengan redaksi dari
diri beliau sendiri. Bila seseorang meriwayatkan hadis qudsi, maka dia meriwayatkannya
dari Rasulullah SAW dengan disandarkan kepada Allah.
Sedangkan hadits nabawi adalah segala yang disandarkan kepada nabi Muhammad
SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir atau sifat.[6]
3. KARAKTERISTIK HADIST QUDSI DAN HADIST NABAWI
Ciri pada hadis Qudsi, biasanya menggunakan kalimat-kalimat seperti:
Rasulullah saw, menyampaikan sabdanya dengan cara menyandarkan kepada Tuhan atau
“mengatasnamakan Tuhan”. Misalnya:

Firman Tuhan yang diriwayatkan oleh Rasulullah dengan tidak langsung. Misalnya:

Firman Tuhan yang diperkuat dengan berperannya malaikat Jibril Misalnya:

6 Mahmud saf-Syafrowi, Indeks Lengkap Ayat-ayat al-Qur’an (Yogyakarta: Mutiara Media, 2011), hal. 192-193.
Hadis Qudsi sering diawali dengan perkataan • ‫مدا‬ ‫ اي نبا‬، ‫ مدااي‬atau ‫اي ينب مدا‬
Misalnya:

[7]
Sedangkan Hadist Nabawi adalah segala yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan. Yang berupa
perkataan seperti sabda Nabi SAW :
“Sesungguhnya sahnya amal itu disertai dengan niat. Dan setiap orang bergantung pada
niatnya.”
Sedangkan yang berupa perbuatan ialah seperti ajarannya pada sahabat mengenai
bagaimana caranya mengerjakan shalat kemudian ia mengatakan :
“Shalatlah seperti kamu melihatku shalat.”
Sedangkan yang berupa persetujuan ialah seperti beliau menyetujui perkara yang
dilakukan salah seorang sahabat, baik perkataan ataupun perbuatan, baik diakukan
dihadapan beliau atau tidak, tetapi beritanya sampai kepadanya. Misalnya mengenai
makan biawak yang dihidangkan padanya dimana beliau dalam sebuah riwayat telah
mendiamkannya yang berarti menunjukkan bahwa daging biawak itu tidak haram
dimakan.

C. HADIST QAULIYAH, FI’LIYAH, DAN TAQRIRIYAH


1. Hadis Qauliyah
Yang dimaksud dengan hadist Qauli, ialah segala bentuk perkataan atau ucapan
yang disandarkan kepada Nabi SAW dengan kata lain hadist tersebut berupa perkataan
Nabi SAW yang berisi berbagai tuntutan dan petunjuk syara’, peristiwa-peristiwa dan
kisah-kisah, baik yang berkaitan dengan aspek akidah, syari’ah maupun akhlaq.

‫صلَي هللاُ َعلَ ْي ِه‬ َ ِ‫س ْو ُل هللا‬ُ ‫ قَا َل َر‬:‫ي هللاُ َع ْنهُ قَا َل‬َ ‫ض‬ِ ‫َع ْن ا َ ِبى ُه َري َْرة َ َر‬
ُ ‫ع َوة‬ ْ ‫ َدَع َْوة ُ ْال‬,‫ِت ُم ْست َ ََجبَاِت الَشَك فِ ْي ِهن‬
ُ َ‫مظلُ ْو ِم َوَد‬ ُ َ‫ َثَال‬:‫سل َم‬
ِ ‫ُث َدَ َع َوا‬ َ ‫َو‬
)‫ع َوة ُ ا َ ْل َولَ ِد َعلَى َو ِل ِد ِه (رواه الترمدى‬ َ ‫ْال ُم‬
ُ َ‫سافِ ِر َوَد‬

7 Abdul Fatah Idris, “Memahami Kembali Pemaknaan Hadist Qudsi”, Jurnal Internasional Ihya’ ‘Ulum Al-Din
Vol. 18 No. 2, 2016, hal. 147-148.
Abu Hurairah r.a berkata, bahwa Rasullullah SAW bersabda, “Ada tiga do’a yang
mustajab dan tidak diragukan lagi, yaitu doa orang yang teraniaya, doa orang
berpergian, dan kedua orang tua kepada anaknya” (H.R. Tirmidzi)
2. Hadis Fi’liyah
Yang dimaksud dengan hadist fi’liyah yaitu segala yang disandarkan kepada
Nabi SAW berupa perbuatannya yang sampai kepada kita.

‫ام فِ ْى‬ َ ‫صلَي هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬


َ َ‫سل َم إِذَ ق‬ َ ِ‫س ْو ُل هللا‬ َ ‫رأَي‬:
ُ ‫ْت َر‬ َ ‫ع َم َر قَا َل‬
ُ ِ‫َع ْن َع ْب ِد هللا‬
‫الصالَ ِة َرفَ َع َيدَ ْي ِه َحتى َي ُك ْونَا َحدَ ْو َم ْن ِك َب ْي ِه َو َكا نَ َي ْف َع ُل ذَ ِل َك ِحيْنَ يُ ْك َب ُر‬
َ " ‫الر ُك ْوعِ َو َيقُ ْو ُل‬
‫س ِم َع هللاُ ِل َم ْن‬ ُّ َ‫سهُ ِمن‬ َ ْ‫الر ُك ْوعِ َو َي ْف َع ُل ذَ ِل َك إِذَ َرفَ َع رأ‬
ُّ
)‫س َُج ْو َِد (رواه البخاري‬ ُّ ‫َح ِم ْيدَه" َوالَ يَ ْف َع ُل ذَ ِل َك فِى ال‬
Dari Abdullah bin Umar r.a, ia berkata: “Aku melihat Rasullullah SAW, apabila
beliau berdiri melaksanakan shalat, beliau mengangkat kedua tangannya setentang
kedua bahunya, dan hal tersebut dilakukan beliau ketika bertakbir hendak ruku’, dan
beliau juga melakukan hal itu ketika bangkit dari ruku’, seraya membaca
“sami’allahu liman hamidah”. Beliau tidak melakukan hal itu (yaitu mengangkat
kedua tangan) ketika sujud. (H.R. Bukhari).

3. Hadist Taqririyah
Yang dimaksud dengan hadist taqririyah yaitu hadist yang berupa ketetapan
Nabi SAW terhadap apa yang datang atau yang dilakukan oleh para sahabat Nabi
SAW membiarkan atau mendiamkan suatu perbuatan yang dilakukan oleh para
sahabatnya, tanpa memberikan penegasan, apakah beliau membenarkan atau
mempersalahkannya. Sikap Nabi yang demikian itu dijadikan dasar oleh para sahabat
sebagai dalil taqriri yang dapat dijadikan hujjahatau mempunyai kekuatan hukum
untuk menetapkan suatu kepastian syara’.
Diantara contoh hadist taqriri,ialah sikap rasulullah membiarkan para sahabat
dalam memberikan penafsiran sabdanya tentang salat pada suatu peperangan, yang
berbunyi:

)‫ضهَ (روهالبخرى‬ ْ َ‫ص ِلين ا َحد ْالع‬


َ ‫ص َر اِال فِي بَنِي قُ َري‬ َ ُ‫الَ ي‬
Artinya: Janganlah seorangpun shalat ashar kecuali nanti di bani Quraidhah.(H.R
Bukhari)
Sebagian sahabat memahami larangan itu berdasarkan pada hakikat perintah
tersebut, sehingga mereka terlambat dalam melaksanakan shalat ashar. Sedangkan
segolongan sahabat lainnya memahami perintah tersebut dengan perlunya segera
menuju bani Quraidhah dan serius dalam peperangan dan perjalananya, sehingga bisa
shalat ashar tepat pada waktunya. Sikap para sahabat ini dibiarkan oleh Nabi SAW
tanpa ada yang disalahkan atau diingkarinya.[8]

D. CONTOH HADIST QUDSI DAN HADIST NABAWI


Contoh Hadist Qudsi :

Dari Abu Hurairah ia berkata : Rasulullah pernah ditanya tentang apa yang banyak
memasukkan manusia ke surga, maka Rasulullah berkata : " Bertakwa kepada Allah dan akhlak
yang baik". Dan beliau juga pernah ditanya tentang apa yang banyak memasukan manusia ke
neraka, maka beliau berkata : " mulut dan kemaluan ".
(Jami' At- Tirmidzi, hadits no. 2004, dan Sunan ibnu Majah, hadits no. 4246)

Contoh Hadist Nabawi :

Dari Ali bin Abi Thalib , ia berkata :Sesungguhnya Nabi Allah telah mengambil sutra lalu
meletakannya di sebelah kanannya, dan mengambil emas lalu meletakannya di sebelah kirinya,
kemudian bersabda : " Sesungguhnya dua benda ini haram bagi kaum laki-laki dari umatku".

8 Abas mutawali hamadah, al-Sunnah al-Nabawiyah wamakatukha fi al tasyri’,(Kairo:Dar al-kaumiyah


li-altab’ah wa-alnasyi’,1965),hlm.21-22.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan beberapa hal yakni :
1. Hadits Qudsi adalah hadits yang berisi firman Allah yang disampaikan kepada
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam
menerangkannya dengan menyandarkannya kepada Allah.
2. Hadis Nabawi adalah semua hadist yang disandarkan kepada Nabi Muhammad
SAW baik perkataan (qauli), perbuatan (fi’li), maupun ketetapan (taqrir) beliau.
3. Yang dimaksud dengan hadist Qauli, ialah segala bentuk perkataan atau ucapan
yang disandarkan kepada Nabi SAW.
4. Yang dimaksud dengan hadist fi’liyah yaitu segala yang disandarkan kepada
Nabi SAW berupa perbuatannya yang sampai kepada kita.
5. Yang dimaksud dengan hadist taqririyah yaitu hadist yang berupa ketetapan
Nabi SAW.

B. Saran
Penulisan makalah ini penulis sadari masih memiliki banyak kekurangan baik
dalam hal penulisan maupun materi yang disampaikan. Umtuk itu penulis mengharap
saran untuk memberi koreksi kepada penulis agar lebih baik kedepannya.
Daftar Pustaka
Hamadah,Abas Mutawali.1965.al-Sunnah al-Nabawiyah wamakatukha fi al tasyri’.Kairo:Dar
al-kaumiyah li-altab’ah wa-alnasyi’

Idris, Abdul Fatah.2016. Memahami Kembali Pemaknaan Hadist Qudsi.Jurnal Internasional


Ihya’ ‘Ulum Al-Din Vol. 18 No. 2.Hal. 14.

Solahudin, Agus dan Agus Suyadi.2008.Ulumul Hadis.Bandung:Pustaka Setia.

Syafrowi,Mahmud saf. 2011.Indeks Lengkap Ayat-ayat al-Qur’an.Yogyakarta:Mutiara


Media.

Zeid,Smeer.2008.Ulumul Hadist Pengantar Studi Hadist Praktis.Malang:UIN Malang Press.

Anda mungkin juga menyukai