Anda di halaman 1dari 10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Baglog Jamur

Baglog adalah media tanam jamur yang biasanya terbuat dari kantong plastik yang berisi
beberapa campuran bahan yang dapat menjadi media jamur tumbuh. Bahan-bahan yang
terdapat dalam baglog jamur antara lain :

a. Serbuk Kayu Gergaji


Baglog mengandung 85% serbuk kayu gergaji. Bahan ini merupakan bahan utama yang
digunakan dalam pembuatan baglog jamur karena mengandung berbagai bahan organik
yang diperlukan jamur untuk proses tumbuh dan berkembang. Zat-zat tersebut antara lain,
karbohidrat, serat, dan lignin. Kayu yang baik digunakan untuk media tanam jamur
(baglog) merupakan kayu yang tidak mengandung minyak atau bahan kimia lain, keras,
kering, bersih, tidak bergetah, dan tidak ditumbuhi jenis jamur lain. Misalnya, kayu sengon,
kayu jati, kayu karet, dan kayu waru (Moslem, 2017) (Susilawati & Raharjo, 2010).
b. Dedak (Bekatul)
Baglog mengandung dedak atau bekatul sebanyak 13%. Bekatul yang digunakan sebaiknya
berasal dari berbagai jenis padi yang masih kering dan tidak berbau apek. Bekatul
mengandung beberapa zat yang diperlukan jamur seperti karbohidrat, karbon (C) yang
berguna sebagai sumber energi utama, nitrogen (N) yang berguna sebagai pembangun
miselium dan enzim-enzim dalam tubuh jamur, vitamin B1 dan B2 (Moslem, 2017)
(Susilawati & Raharjo, 2010).
c. Kapur
Baglog mengandung kapur sebanyak 2%. Kapur banyak megandung mineral yaitu kalsium
(Ca) yang berguna sebagai pengatur keasaman media tanam jamur. Jamur akan mengalami
pertumbuhan optimal pada pH 6-7. Kapur yang biasa digunakan dalam pembuatan baglog
adalah kalsium karbonat (CaCO3) (Moslem, 2017) (Susilawati & Raharjo, 2010).
d. Gipsum
Baglog mengandung gipsum sebanyak 1%. Sama halnya dengan kapur, gipsum juga
banyak mengandung kalsium. Selain sebagai sumber kalsium, gipsum juga berfungsi
sebagai perekat bahan-bahan yang digunakan untuk baglog sehingga baglog menjadi lebih
kokoh. Gipsum memiliki rumus kimia yaitu CaSO4 (Moslem, 2017) (Susilawati & Raharjo,
2010).
e. Pupuk
Pupuk berfungsi sebagai sumber utama untuk memberi nutrisi pada jamur sehingga akan
mempercepat proses panen. Jenis pupuk anorganik yang biasa digunakan adalah pupuk
urea atau TSP (Moslem, 2017).

Selain bahan-bahan diatas, pembuatan baglog jamur juga membutuhkan alat-alat yang
dalam pembuatan baglog antara lain (Moslem, 2017) :

a. Alat Sterilisasi
Sterilisasi dilakukan untuk membunuh mikroorganisme dan jamur yang tidak diinginkan.
Alat sterilisasi sederhana dapat dibuat dari drum bekas.
b. Sekop
Sekop berfungsi untuk mempermudah menghomogenkan bahan.
c. Ayakan
Ayakan berfungsi untuk memisahkan serbuk kayu yang berukuran besar dan kecil.
d. Plastik
Plastik digunakan untuk membungkus bahan-bahan. Plastik yang digunakan merupakan
plastik polipropilen yang bersifat tahan panas.
e. Cincin
Cincin berfungsi agar mempermudah proses inokulasi dan agar jamur mudah tumbuh
setelah tutup dibuka ketika mesilium jamur sudah penuh. Cicin dapat dibeli ataupun dibuat
sendiri dari bambu maupun pipa pralon.
f. Kertas
Kertas berfungsi untuk menutup lubang cincin pada baglog.
g. Karet
Karet berfungsi sebagai pengikat antara kertas dan cicin baglog agar tidak mudah lepas.
Pembuatan baglog pertama-tama dilakukan dengan melakukan proses pengayakan serbuk
kayu gergaji agar mendapat serbuk dengan ukuran yang halus dan seragam. Sehingga, sebuk
kayu tidak merusak kantong plastik dan dihasilkan pertumbuhan miselia yang merata. Setelah
didapat serbuk kayu yang berukuran seragam kemudian semua bahan dicampur menjadi satu
dan ditambahkan air sebanyak 60-65 % yang berguna sebagai perekat bahan-bahan tersebut.
Setelah semua bahan homogen kemudian didiamkan selama 1 hari dengan tujuan agar
senyawa kompleks didalamnya dapat terurai sehingga lebih mudah dicerna oleh jamur.
Barulah bahan-bahan tersebut dimasukkan kedalam kantong plastik dan dilakukan sterilisasi.
Setelah baglog jamur steril, baglog jamur telah siap dipakai untuk media tanam jamur
(Susilawati & Raharjo, 2010).

2.2. Minyak Jelantah

Empat komponen utama yang terkandung dalam bahan pangan adalah air, lemak/minyak,
protein, dan karbohidrat. Salah satu dari komponen utama tersebut adalah lemak/minyak yang
merupakan lipid netral. Lipid memiliki peran yang sangat penting dalam gizi manusia antara
lain, sebagai penyimpan cadangan energi, bahan bakar metabolisme, dan pelarut vitamin A,
D, E, dan K (Hamid, Purwadaria, Haryati, & Sinurat, 1999). Minyak dan lemak dapat
bersumber dari hewan yang biasa disebut dengan minyak/lemak hewani serta yang bersumber
dari tumbuhan yang biasa disebut dengan minyak/lemak nabati. Minyak/atau lemak nabati
mengandung asam lemak esensial seperti asam linoleat dan asam arakidonat yang dapat
menghindari penyempitan pembuluh darah yang disebabkan oleh penumpukkan kolestrol
(Winarno, 1984).

Salah satu sediaan minyak yang banyak digunakan dalam pengolahan makanan adalah
minyak goreng yang berbentuk cair pada suhu kamar (29oC-30oC) (Anggraini & Tjahjani,
2012). Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat dalam pengolahan
makanan. Kebutuhan minyak goreng yang sangat banyak dalam pengolahan makanan dan
harga minyak goreng yang relatif mahal jika dibandingkan dengan air, membuat banyak orang
sering menggunakan berkali-kali minyak goreng yang sudah digunakan. Minyak goreng bekas
yang telah digunakan biasa disebut dengan minyak jelantah. Penggunaan minyak jelantah
dapat menyebabkan turunnya mutu makanan baik dari segi rasa, penampilan, maupun
kesehatan (Oktaviani, 1986). Suhu ideal yang sebaiknya digunakan dalam proses pemanasan
minyak berada pada kisaran 177oC-221oC, sedangkan pada umumnya masyarakat
memanaskan minyak melebihi dari suhu tersebut (Krismaya & Zulyo, 2016). Pemanasan
minyak goreng yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya reaksi oksidasi dan dapat
menghasilkan keton dan aldehid, selain itu minyak dengan temperatur panas dapat
mengekstraksi zat warna yang terdapat pada bahan makanan. Reaksi oksidasi terjadi akibat
kontak antara minyak dengan oksigen yang dapat menyebabkan bau minyak menjadi tengik
dan meningkatkan pembentukan asam lemak bebas, peroksida dan hidroperoksida yang dapat
berpotensi sebagai radikal bebas (Ketaren, 1986). Radikal bebas yaitu atom-atom yang tidak
memiliki pasangan elektron sehingga bersifat tidak stabil dan akan berusaha mencari pasangan
elektron dari atom lain, misalnya dari sel tubuh. Ikatan yang dilakukan radikal bebas dengan
sel tubuh akan merusak sel itu sendiri, dan setelah terjadi reaksi tersebut akan terbentuk
elektron yang tak berpasangan baru sehingga terjadilah reaksi rantai yang menyebabkan
semakin banyak sel tubuh yang rusak. Oleh karena itu, penggunaan minyak jelantah pada
proses produksi makanan dapat memicu timbulnya berbagai gangguan sel seperti penuaan
dini, otak kaku, pengerasan pembuluh darah arteri, hingga kanker (Ratnawaty & Indrawati,
2016).

Menurut (Wijayanti, 2019), perubahan sifat fisika dan kimia minyak goreng dipengaruhi
oleh tiga faktor, yaitu :

a. Adanya kandungan air pada bahan makanan yang digoreng sehingga menyebabkan reaksi
hidrolisis pada minyak goreng.
b. Adanya oksigen pada lingkungan yang dapat mempercepat proses oksidasi pada minyak
goreng.
c. Suhu yang sangat tinggi pada saat proses penggorengan yang dapat mempercepat
kerusakan minyak goreng.

Minyak goreng layak konsumsi telah ditetapkan berdasarkan Standar Nasional Indonesi
(SNI) 01-3741-2002, sebagai berikut :

No. Kriteria Persyaratan


1. Bau dan Rasa Normal

2. Warna Putih, Kuning pucat, kuning

3. Kadar Air Max 0,3% b/b

4. Berat Jenis 0,900 g/L

5. Bilangan Asam Max 2 mg KOH/g

6. Bilangan Peroksida Max 2 Meq/Kg

7. Bilangan Iod 45-46

8. Bilangan Penyabunan 196-206

9. Indeks Bias 1,448 – 1,450

10. Cemaran Logam Max 0,1 mg/Kg (kecuali seng)

Tabel 2.1. Standar Mutu Minyak Goreng

2.3. Karbon Aktif

Arang merupakan suatu padatan yang memiliki pori-pori yang mengandung 85% -
95% karbon dan berasal dari makhluk hidup yang dibakar atau dipanaskan pada suhu yang
sangat tinggi. Arang perlu dilakukan aktivasi dengan larutan kimia tertentu untuk
mengoptimalkan daya adsorbansinya. Arang yang telah diaktivasi biasa disebut dengan arang
aktif atau karbon aktif. Karbon aktif adalah senyawa karbon yang telah diproses dengan cara
diaktivasi sehingga senyawa karbon tersebut berpori dan memiliki luas permukaan yang
sangat besar dengan tujuan untuk meningkatkan daya adsorpsinya. Karbon aktif merupakan
material unik karena material ini memiliki celah/pori/rongga dengan ukuran skala molekul
(nanometer). Pori tersebut mempunyai gaya Van Der Walls yang kuat. Pembuatan karbon
aktif dapat dilakukan dengan dua tahap berikut :
a. Tahap pengarangan (karbonisasi)
Tahap pengarangan ini, bahan baku mengalami dekomposisi kemudian menghasilkan
arang yang memiliki daya aktif atau daya serap yang rendah dan luas permukaan hanya
beberapa mm/gr karbon. Sedangkan unsur-unsur non-karbon, hidrogen, oksigen sebagian
dilepaskan dalam bentuk gas untuk melepaskannya
b. Tahap pengaktivan (aktivasi)
Tahap aktivasi adalah suatu perlakuan yang diberikan pada arang untuk memperbesar
pori-pori, yaitu dengan cara memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi
molekul-molekul permukaan sehingga mengalami perubahan sifat, baik sifat kimia
maupun sifat fisika yaitu luas permukaannya bertambah besar dan berpengaruh
terhadap daya adsorpsi. Metode aktivasi arang dibagi menjadi 2 yaitu metode fisika
dan metode kimia. Aktivasi fisika dilakukan dengan memanaskan karbon dalam
furnace pada suhu 500 oC - 900oC, sehingga rantai karbon pada senyawa organik
diputus dengan bantuan panas, uap, dan karbon dioksida. Sedangkan aktivasi kimia
dilakukan dengan merendam karbon dalam larutan kimia yang dapat membuka pori-
pori karbon, seperti NaOH, KOH, H2SO4, HCl, dan yang lainnya. Perendaman
tersebut bertujuan untuk memutus ikatan karbon pada srnyawa organik. (Krismaya
& Zulyo, 2016).
Karbon aktif digunakan sebagai adsorben dengan segala kegunaan. Karbon
aktif merupakan jenis adsorben yang paling banyak digunakan, baik itu dari segi
aplikasi maupun volume penggunaannya dan ditambah lagi dengan penggunaan
karbon aktif yang telah digunakan sejak 1600 SM oleh bangsa Mesir untuk tujuan
pengobatan. Pada abad ke-13, bangsa Jepang telah menggunakan karbon aktif
untuk pemurnian sumur mereka. Sedangkan pada abad modern ini hampir 60% dari
produksi karbon aktif banyak digunakan oleh industri pembuatan gula, pembersih
minyak dan lemak, kimia dan farmasi, dan penjernih air (Krismaya & Zulyo, 2016).
Adapun syarat mutu karbon aktif yang baik menurut Standar Industri
Indonesia (SII No.0258-79) adalah sebagai berikut :
No. Jenis Uji Persyaratan
Bagian yang hilang pada pemanasan 950oC Maksimal 15%
1.
Daya serap terhadap larutan Maksimal 20%
2.
Abu Maksimal 2,5%
3.
Bagian yang tidak mengarang Tidak ada
4.
Air Maksimal 10%
5.

Tabel 2.2. Standar Mutu Karbon Aktif


Karbon aktif bersifat hidrofobik, yaitu molekul pada karbon aktif cenderung
tidak bisa berinteraksi dengan molekul air. Luas permukaan adalah salah satu sifat
fisik dari karbon aktif. Karbon aktif memiliki luas permukaan yang sangat besar
1,95 m2/kg dengan total volume pori-porinya 10,28 x 10-4 m3/kg dan diameter pori
rata-rata 21,6 Å, sehingga sangat memungkinkan untuk dapat menyerap adsorbat
dalam jumlah yang banyak.

2.4. Adsorpsi

Baglog yang sudah habis masa tanamnya tidak dapat digunakan lagi sebagai media
pertumbuhan jamur. Namun, karena bahan utama pembuatan baglog merupakan serbuk kayu
sehingga limbah baglog dapat dimanfaatkan kembali. Limbah baglog berpotensi menjadi adsorben
karena banyak mengandung selulosa dan hemiselulosa (Sumarko, Lestari, & Dewi, 2013).
Selulosa dan hemiselulosa yang terdapat pada serbuk kayu berpotensi sebagai adsorben pada
proses adsorpsi (Sukarta, 2008). Adsorpsi merupakan proses penyerapan suatu zat oleh zat lain
yang hanya terjadi pada permukaannya saja (Rosdiana, 2006). Prinsip adsorpsi yaitu pengumpulan
zat terlarut pada permukaan media (adsorben) akibat adanya gaya adhesi yang terjadi antara
adsorben dan zat yang akan diadsorpsi. Proses ini akan menyebabkan terjadinya akumulasi
konsentrasi zat yang diadsorp pada permukaan adsorben setelah terjadi kontak pada jangka waktu
tertentu (Krismaya & Zulyo, 2016).

2.5. Free Fatty Acid (FFA)

Pemakaian minyak goreng secara berulang-ulang dapat menyebabkan semakin banyaknya


minyak yang mengalami oksidasi sehingga akan terjadi kenaikan konsentrasi Free Fatty Acid
(FFA) atau Asam Lemak Bebas (Aisyah, Yulianti, & Fasya, 2010). Reaksi oksidasi terjadi ketika
adanya interaksi antara sejumlah oksigen dengan minyak. Konsentrasi asam lemak bebas yang
tinggi dalam minyak goreng sangat merugikan dan membahayakan bagi kesehatan. Tingginya
asam lemak bebas ini. mengakibatkan rendemen minyak turun sehingga mutu minyak menjadi
menurun. Apabila kadar asam lemak bebas pada minyak goreng meningkat melebihi standar mutu
yang telah ditetapkan maka minyak goreng tersebut tidak dapat dikonsumsi (Krismaya & Zulyo,
2016). Asam lemak akan pecah ketika dipanaskan pada suhu tinggi membentuk akrolien dan
gliserol. Akrolien akan mengeluarkan asap yang dapat merangsang tenggorokkan sehingga dapat
mengganggu sistem pernapasan (Anggraini & Tjahjani, 2012). Selain itu, terjadinya reaksioksidasi
akan memicu timbulnya radikal bebas pada minyak jelantah. Radikal bebas adalah molekul-
molekul yang tidak memiliki pasangan elektron dan bersifat tidak stabil sehingga dapat menyerang
dan merusak sel-sel dalam tubuh. Adanya asam lemak bebas juga dapat memicu keracunan dalam
tubuh dan minyak bersifat karsinogenik. Akan tetapi, kerusakan minyak juga dapat terjadi akibat
penyimpanan yang terlalu lama. Penyimpanan yang salah dalam waktu yang lama dapat
mengakibatkan rusaknya ikatan trigliserida yang kemudian membentuk gliserol dan asam lemak
bebas (Ketaren, 2005). Penentuan asam lemak bebas dapat menggunakan metode titrasi asam basa,
dengan menggunakan titran larutan NaOH dengan indikator fenolftalein (pp) (Krismaya & Zulyo,
2016).
DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, S., Yulianti, E., & Fasya, A. G. (2010). PENURUNAN ANGKA PEROKSIDA DAN
ASAM LEMAK BEBAS (FFA) PADA PROSES Bleaching MINYAK GORENG BEKAS
OLEH KARBON AKTIF POLONG BUAH KELOR (Moringa Oliefera. Lamk) DENGAN
AKTIVASI NaCl. 1(2), 53–103.
Anggraini, K. D., & Tjahjani, S. (2012). KARAKTERISASI PIROPILIT TERAKTIVASI
ASAM SULFAT DAN PENETAPAN TITIK JENUH ADSORPSI ASAM LEMAK
BEBAS DAN BILANGAN PEROKSIDA. Unesa Journal of Chemistry, 1(2), 39–46.
Hamid, H., Purwadaria, T., Haryati, & Sinurat, A. P. (1999). PERUBAHAN NILAI
BILANGAN PEROKSIDA BUNGKIL KELAPA DALAM PROSES PENYIMPANAN
DAN FERMENTASI DENGAN ASPERGILLUS NIGER. Jurnal Ilmu Ternak Dan
Verteriner, 4(2), 101–107.
Krismaya, A., & Zulyo, M. A. (2016). ADSORBSI PENGOTOR DALAM MINYAK JELANTAH
MENGGUNAKAN KOLOM ADSORBSI YANG DILENGKAPI ELEMEN PEMANAS. 22(4),
54–60.
Oktaviani, N. D. (1986). Hubungan Lamanya Pemanasan dengan Kerusakan Minyak Goreng
Curah Ditinjau dari Bilangan Peroksida. 31–35.
Ratnawaty, G. J., & Indrawati, R. (2016). PENGARUH LAMA WAKTU KONTAK KULIT
PISANG KEPOK (Musa Acuminata L.) PADA MINYAK GORENG BEKAS TERHADAP
PENURUNAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS. Jurnal Vokasi Kesehatan, 2(2), 139–
142.
Sumarko, H. T., Lestari, S., & Dewi, R. S. (2013). DEODORISASI LIMBAH CAIR BATIK
MENGGUNAKAN LIMBAH BAGLOG Pleurotus ostreatus DENGAN KOMBINASI
VOLUME DAN WAKTU INKUBASI BERBEDA. 8(2), 151–166.
Susilawati, & Raharjo, B. (2010). Budidaya Jamur Tiram ( Pleourotus ostreatus var florida )
yang ramah lingkungan.
Wijayanti, H. (2019). PEMANFAATAN ARANG AKTIF DARI SERBUK GERGAJI KAYU
ULIN UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS MINYAK GORENG BEKAS. Konversi,
1(Oktober 2012), 27–33.
Badan Standardisasi Nasional. 2013. Minyak Goreng; Jakarta.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia
Press. 29, 72-3, 80-3, 91-2, 113-103.
Ketaren, S,. 2005. Pengantar Teknologi Dan Lemak Pangan. Jakarta : Penerbit UI- Press, 174, 69,
113.
Moslem, Titi. 2017. Untung Besar Dari Budadaya Jamur Tiram Untuk Skala Besar Dan Kecil.
Yogyakarta. Literindo.
Rosdiana, T. 2006. Pencirian dan Uji Aktivitas Katalitik Zeolit Alam Teraktivasi.Skripsi
(dipublikasikan).Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sukarta, I. N, 2008. Adsorpsi Ion Cr3+ oleh Serbuk Gergaji Kayu Albazia (Albizzia falcate): Studi
Pengembangan Bahan Alternatif Penyerap Limbah Logam Berat. Tesis (dipublikasikan).
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Winarno, F. G. dan Fardiaz, D. 1984. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta : Penerbit PT
Gramedia, Anggota IKAPI

Anda mungkin juga menyukai