Anda di halaman 1dari 13

HADIS NABAWI, HADIS QUDSI DAN AL QUR’AN

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah: Ulum Al-Hadis

Dosen Pengampu: Ibu Suryanti, M. Hum

Disusun Oleh:

Salma Febylia
1703150023

Rika
1703150038

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA
1439 H/ 2018 M
Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah yang masih memberikan kesehatan dan


kesempatan-Nya terutama kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah
ini.

Berikut ini, penulis mempersembahkan sebuah makalah yang berjudul


“HADIS NABAWI, HADIS QUDSI DAN AL QUR’AN”. Penulis mengharapkan
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca semua, terutama bagi penulis sendiri.

Kepada pembaca budiman, jika terdapat kekurangan atau kekeliruan dalam


makalah ini, penulis mohon maaf, karena penulis sendiri masih dalam tahap
belajar.

Dengan demikian, tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada para
pembaca. Semoga Allah memberkahi makalah ini sehingga benar-benar
bermanfaat.

Palangka Raya, Maret, 2018

Penulis

i
Daftar Isi

Kata Pengantar .................................................................................... ........ i

Daftar Isi ........................................................................................................ ii

Bab I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

A. Latar Belakang .................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ................................................................................. 1

Bab II PEMBAHASAN ................................................................................. 2

A. Perbedaan hadis Nabawi dan hadis Qudsi ........................................... 2


B. Perbedaan hadis dan Al-Qur’an .......................................................... 4
C. Fungsi hadis terhadap Al-Qur’an ........................................................ 5

Bab III PENUTUP ........................................................................................ 9

A. Kesimpulan ......................................................................................... 9

Daftar Pustaka ............................................................................................... 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah kalam Allah SWT yang mengandung mu’jizat yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril dan ditulis di
dalam mushaf, serta disampaikan dengan jalan mutawatir, dan membacanya
merupakan ibadah, mulai dari awal surat al-Fatihah sampai akhir surat an-Nas.
Hadis merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-Quran. Dengan
demikian hadits menjadi penjelas dari apa-apa yang terkandung dalam Al-Quran.
Hadits sumber hukum Islam selain Al-Quran ini wajib diikuti baik daam bentuk
perintah maupun larangan. Karena itu, sangat penting dan mendasar mengetahui
pembagian hadis sumbernya yaitu hadis qudsi dan hadis nabawi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa perbedaan hadis Nabawi dan hadis Qudsi?
2. Apa perbedaan hadis dan Al-Qur’an?
3. Apa fungsi hadis terhadap Al-Qur’an?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui perbedaan hadis Nabawi dan hadis Qudsi.
2. Mengetahui perbedaan hadis dan Al-Qur’an.
3. Mengetahui fungsi hadis terhadap Al-Qur’an.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perbedaan hadis Nabawi dan hadis Qudsi


1. Hadis Qudsi
Secara bahasa, kata qudsi adalah nisbah dari kata quds.
Hadits qudsi adalah firman atau perkataan Allah SWT, namun jenis firman Allah
SWT yang tidak termasuk Al-Quran. Hadits qudsi tetap sebuah hadits, hanya saja
Nabi Muhammad SAW menyandarkan hadits qudsi kepada Allah SWT.
Maksudnya, perkataan Allah SWT itu diriwayatkan oleh Nabi Muhammad SAW
dengan redaksi dari diri beliau sendiri. Bila seseorang meriwayatkan hadis qudsi,
maka dia meriwayatkannya dari Rasulullah SAW dengan disandarkan kepada
Allah, dengan mengatakan: Rasulullah SAW mengatakan mengenai apa yang
diriwayatkannya dari Tuhannya`, atau ia mengatakan: Rasulullah SAW
mengatakan: Allah Ta`ala telah berfirman atau berfirman Allah Ta`ala.
Contoh hadits qudsi antara lain:Dari Abu Hurairah ra. dari Rasulullah SAW
yang meriwayatkan dari Allah azza wajalla: Tangan Allah penuh, tidak dikurangi
lantaran memberi nafkah, baik di waktu siang maupun malam. Contoh yang
lainnya: Dari Abu Hurairah Ra, bahwa Rasulullah SAW berkata: ` Allah ta`ala
berfirman: Aku menurut sangkaan hamba-Ku terhadap-Ku. Aku bersamanya bila
ia menyebut-Ku.bila menyebut-KU di dalam dirinya, maka Aku pun menyebutnya
di dalam diri-Ku. Dan bila ia menyebut-KU di kalangan orang banyak, maka Aku
pun menyebutnya di dalam kalangan orang banyak lebih dari itu.
Hadis qudsi itu maknanya dari Allah, ia disampaikan kepada Rasulullah SAW
melalui salah satu cara penurunan wahyu, sedang lafadznya dari Rasulullah SAW,
inilah pendapat yang kuat. Dinisbahkannya hadis qudsi kepada Allah SWT adalah
nisbah mengenai isinya, bukan nisbah mengenai lafadznya. Sebab seandainya
hadis qudsi itu lafalnya juga dari Allah, maka tidak ada lagi perbedaan antara
hadis qudsi dengan Al-Quran. Dan tentu pula gaya bahasanya menuntut untuk
ditantang, serta membacanya pun diangggap ibadah.

2
2. Hadis Nabawi
Sedangkan hadits nabawi adalah segala yang disandarkan kepada nabi
Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir atau sifat. Yang
berupa perkataan seperti perkataan Nabi SAW: Sesungguhnya sahnya amal itu
disertai dengan niat. Dan setiap orang bergantung pada niatnya.
Sedangkan yang berupa perbuatan ialah seperti ajaranya pada sahabat
mengenai bagaimana caranya mengerjakan shalat, kemudian ia mengatakan:
Shalatlah seperti kamu melihat aku melakukan shalat.
Juga mengenai bagaimana ia melakukan ibadah haji, dalam hal ini Nabi saw.
Berkata: Ambilah dari padaku manasik hajimu.
Sedang yang berupa persetujuan ialah seperti beliau menyetujui suatu perkara
yang dilakukan salah seorang sahabat, baik perkataan atau pun perbuatan, baik
dilakukan di hadapan beliau atau tidak, tetapi beritanya sampai kepadanya.
Misalnya mengenai makanan biawak yang dihidangkan kepadanya, di mana
beliau dalam sebuah riwayat telah mendiamkannya yang berarti menunjukkan
bahwa daging biawak itu tidak haram dimakan.
Hadis nabawi itu ada dua macam, yaitu:
a. Tauqifi
Yang bersifat tauqifi yaitu yang kandungannya diterima oleh Rasulullah SAW
dari wahyu, lalu ia menjelaskan kepada manusia dengan kata-katanya sendiri.
Bagian ini, meskipun kandungannya dinisbahkan kepada Allah, tetapi dari segi
pembicaraan lebih dinisbahkan kepada Rasulullah SAW, sebab kata-kata itu
dinisbahkan kepada yang mengatakannya, meskipun di dalamnya terdapat makna
yang diterima dari pihak lain.
b. Taufiqi
Yang bersifat taufiqi yaitu: yang disimpulkan oleh Rasulullah SAW menurut
pemahamannya terhadap Quran, karena ia mempunyai tugas menjelaskan Quran
atau menyimpulkannya dengan pertimbangan dan ijtihad. Bagian
kesimpulannyang bersifat ijtihad ini, diperkuat oleh wahyu jika ia benar, dan jika
3
terdapat kesalahan didalamnya, maka turunlah wahyu yang membetulkannya.
Bagian ini bukanlah kalam Allah secara pasti.
Dari sini jelaslah bahwa hadis nabawi dengan kedua bagiannya yang tauqifi
dan taufiqi dengan ijtihad yang diakui oleh wahyu itu bersumber dari wahyu. Da
inilah makna dari firman Allah tentang Rasul kita Muhammad saw.:
Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya.
Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (QS An-Najm:3-4).1

B. Perbedaan hadis dan Al-Qur’an


1. Al-Qur'an merupakan mukjizat Rasulullah Muhammad saw, sedangkan
hadits bukanlah merupakan mukjizat.
2. Al-Qur'an terpelihara dari berbagai kekurangan dan pendistorsian tangan-
tangan jahil dan kuffar (Qs.15:9), sedangkan hadits tidaklah terpelihara
sebagaimana layaknya Al-Qur'an.
3. Al-Qur'an seluruhnya diriwayatkan secara mutawatir, sehingga
memakainya tidak dibutuhkan khawatir, sedangkan hadits tidak semuanya
diriwayatkan secara mutawatir, sehingga ada hadits yang da'if.
4. Kebenaran ayat-ayat Al-Qur'an bersifat qath'i al-wurud (mutlak
kebenarannya) dan kafir meragukannya, sedangkan hadits bersifat zhanni
al-wurud (relatif kebenarannya) kecuali yang diriwayatkan secara
mutawatir.
5. Al-Qur'an redaksi dan maknanya dari Allah. Hadits qudsi maknanya dari
Allah dan redaksinya dari Nabi sendiri sesuai dengan maknanya.
Sedangkan hadits nabawi merupakan ijtihad Nabi sesuai dengan wahyu
Allah.
6. Proses penyampaian Al-Qur'an lewat wahyu Allah dengan perantara
Malaikat Jibril, yang langsung bertemu dengan Rasul, sedangkan hadits
qudsi lewat ilham yang Allah sampaikan dengan bisikan, mimpi dan

1 Perbedaan Hadits Qudsi & Hadits Nabawi, sumber dari


https://yudabai.wordpress.com/perbedaan-hadits-qudsi-hadits-nabawi/ di akses pada tanggal 7
Maret 2018 pukul 22.00 WIB.
4
isyarat alam, dan hadits nabawi merupakan penjabaran Nabi terhadap
wahyu yang diterimanya berdasarkan hidayah yang Allah anugerahkan.
7. Kewahyuan Al-Qur'an merupakan wahyu masluw (wahyu yang dibacakan
oleh jibril kepada Muhammad saw), sedangkan hadits merupakan wahyu
ghoirul masluw (wahyu yang tidak dibacakan) tetapi terlintas dalam hati
secara jelas dan haqqul yaqin, kemudian disampaikan oleh Nabi
Muhammad saw dengan redaksinya sendiri.
8. Membaca Al-Qur'an dinilai sebagai ibadah, setiap satu huruf pahalanya
sebanding dengan 10 kebajikan, sedangkan membaca hadits tidak dinilai
ibadah kecuali disertai dengan niat yang baru.
9. Diantara surat Al-Qur'an wajib dibaca dalam sholat, seperti Surat Al-
Fatihah yang dibaca setiap raka'at. Sedangkan hadits tidaklah dibaca dalam
sholat, namun hadits merupakan petunjuk Rasul yang mengajarkan tata
cara mendirikan sholat sesuai dengan contoh yang telah Rasul kerjakan.
10. Mushab Al-Qur'an diharamkan disentuh oleh orang-orang yang sedang
berhadats dan bernajis, sedangkan hadits tidaklah sedemikian.
11. Imam Ahmad berkata haram Mushab Al-Qur'an diperjual belikan dan
Imam Syafi'i berkata Mushab Al-Qur'an makruh diperjual belikan,
sedangkan hadits tidaklah ada ketetapan hukum dari para ulama tentang
keharaman diperjual belikan.2

C. Fungsi hadis terhadap Al-Qur’an


1. Bayan al-Ta’kid
Secara bahasa bayan berarti statement (pernyataan), tipe (syle) dan penjelasan.
Sedangkan ta’kid berarti penetapan atau penegasan.3 Maksud dari Hadits/Sunnah
sebagai bayan al-ta’kid adalah Hadits /Sunnah berfungsi menetapkan atau

2 Al-Ustadz Drs. P.M. Gunawan Nst. (Dosen 'Ulumul Hadits di Sekolah Tinggi Ilmu
Tarbiyah Muhammadiyah Sibolga). Sumber
http://alquranhaditsonline.blogspot.co.id/2010/09/perbedaan-hadits-dengan-al-quran.html di akses
pada tanggal 6 Maret 2018 pukul 15.45 WIB.
3 Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia
(Yogyakarta: Multi Kaya Grafika, t.t.), hlm. 370 &387.
5
menegaskan hukum yang terdapat di dalam al-Quran.4 Hal ini menunjukkan
bahwa masalah-masalah yang terdapat dalam al-Quran dan Hadits/Sunnah sangat
penting untuk diimani dan dijalankan oleh setiap muslim.
Di antara masalah-masalah yang ada dalam al-Quran dan disampaikan pula
oleh Rasulullah di dalam Hadits/Sunnah ialah tentang ketentuan awal puasa
Ramadhan, di antaranya terdapat dalam al-Quran surat al-Baqarah ayat 185;
ُ َ‫ش ْه َر فَ ْلي‬
)185 :‫(البقرة‬. ُ‫ص ْمه‬ َّ ‫ش ِهدَ ِم ْن ُك ْم ال‬
َ ‫فَ َم ْن‬
“Barang siapa yang menyaksikan bulan maka berpuasalah.”(QS.Al-Baqarah:
185).
Hal ini ditegaskan dalam Hadits:
)‫ (رواه مسلم‬. َ‫ي َعلَ ْي ُك ْم فَعُد ُّْوا ثَ ََلثِيْن‬ ُ ْ َ‫صو ُموا َوإذَا َرأيت ُ ُموهُ فَأ ْف ِط ُروا ف‬
ُ َ‫إذَا َرأيت ُ ُموهُ ف‬
َ ‫إن أع ِْم‬
“Jika kalian melihatnya (bulan) maka berpuasalah, dan jika kalian melihatnya
(bulan) maka berbukalah (hari Raya Fitri), namun jika bulan tertutup mendung
yang menyulitkan kalian untuk melihatnya, maka sempurnakanlah sampai 30
hari.”(HR. Muslim)

2. Bayan al-Tafsir
Tafsir secara bahasa berarti penjelasan, interpretasi atau keterangan.5 Maksud
dari Hadits/Sunnah sebagai bayan al-tafsir adalah Hadits/Sunnah berfungsi
sebagai penjelasan atau interpretasi kepada ayat-ayat yang tidak mudah
dipahami.6 Hal ini dikarenakan ayat-ayat tersebut bersifat mujmal (umum)
sehingga perlu penjelasan yang bisa menjelaskannya lebih terperinci. Sebagai
contoh ayat al-Quran kewajiban shalat dalam surat al-Baqarah ayat 43;
َّ ‫الزكَاة َ َوا ْر َكعُ ْوا َم َع‬
)43:‫ (البقرة‬. َ‫الرا ِك ِعيْن‬ َّ ‫َوأَقِ ْي ُموا ال‬
َّ ‫ص ََلة َ َواتُوا‬
“Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah bersama orang-orang yang
ruku’.”(QS.Al-Baqarah: 43)
Hal ini dirincikan tata cara pelaksanannya dalam Hadits berikut;

4 Abuddin Nata, Al-Quran dan Hadits, Cet.VII (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,


2000), hlm. 207.
5 Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, hlm. 533.
6 Ramli Abdul Wahid, Studi Ilmu Hadits, cet.III (Medan: Citapustaka Media
Perintis,2011), hlm. 32.
6
َ ُ ‫صلُّ ْوا َك َما َرأ َ ْيت ُ ُم ْونِي أ‬
)‫ (رواه البخاري‬.‫ص ِلي‬ َ
“Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat.” (HR.al-Bukhari)
Dalam ayat diatas hanya ada perintah melaksanakan shalat, namun tidak
dijelaskan secara rinci bagaimana cara melaksanakan shalat. Sehingga datanglah
Hadits yang menjelaskan bahwa cara melaksanan shalat adalah sebagaimana yang
dicontohkan oleh Rasulullah.

3. Bayan al-Tasyri’
Hadits/Sunnah sebagai bayan tasyri’ berarti sunnah dijadikan sebagai dasar
penetapan hukum yang belum ada ketetapannya secara eksplisit di dalam al-
Quran.7 Hal ini tidak berarti bahwa hukum dalam al-quran belum lengkap,
melainkan al-Quran telah menunjukkan secara garis besar segala masalah
keagamaan. Namun hadirnya Hadits/Sunnah untuk menetapkan hukum yang lebih
eksplisit sesuai dengan perintah yang ada dalam al-Quran surat an-Nahl ayat 44.
Salah satu contoh di antaranya tentang haramnya memadukan antara seorang
perempuan dengan bibinya. Sementara al-Quran hanya menyatakan tentang
kebolehan berpoligami, yaitu;
...‫ع‬ َ ‫اء َمثْنَي َوث ُ ََل‬
َ ‫ث َو ُربَا‬ ِ ‫س‬َ ِ‫اب لَ ُك ْم ِمنَ الن‬
َ ‫ط‬َ ‫فَا ْن ِك ُح ْوا َما‬...)3:‫النساء‬
“...Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau
empat...”. (QS.al-Nisa’: 3)
Hadits berikut ini menetapkan haramnya berpoligami bagi seseorang terhadap
seorang wanita dengan bibinya.
.‫(متفق عليه) ََل َيْجْ َم ُع َبيْنَ ْال َم ْرأَ ِة َو َع َّم ِتها َو ََل َبيْنَ ْال َم ْرأَ ِة َو َخَالَ ِت َها‬
“Tidak boleh seseorang mengumpulkan (memadu) seorang wanita dengan
bibinya (saudari bapaknya) dan seorang wanita dengan bibinya (saudari
ibunya).” (HR. Bukhari Muslim).8
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Hadits di atas menetapkan hukum
syari’at yang melarang berpoligami dengan bibi dari wanita yang telah dinikahi.

7 Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, hlm. 216.


8 Mohammad Gufran dan Rahmawati, Ulumul Hadits: Praktis dan Mudah (Yogyakarta:
Penerbit Teras, 2013), hlm. 14.
7
4. Bayan Nasakh
Nasakh berarti penghapusan atau pembatalan.9 Maksudnya adalah mengganti
suatu hukum atau menghapuskannya. Hadits/Sunnah juga berfungsi menjelaskan
mana ayat yang menasakh (menghapus) dan mana ayat yang dimansukh
(dihapus).
Contohnya QS. al-Baqarah: 180
. َ‫ف َحقا َعلَى ْال ُمت َّ ِقيْن‬
ِ ‫صيَّةَ ِل ْل َوا ِلدَي ِْن َو ْاْل َ ْق َربِيْنَ بِ ْال َم ْع ُر ْو‬
ِ ‫ض َر أ َحدَ ُك ُم ْال َم ْوة ُ ا َ ْن ت ََركَ ََخي ًْرا ْال َو‬
َ ‫ب َعلَ ْي ُك ْم إذَا َح‬
َ ِ‫ُكت‬
“Diwajibkan atas kamu, apabila maut hendak menjemput seseorang di antara
kamu, jika dia meninggalkan harta, berwasiat untuk kedua orang tua dan karib
kerabat dengan cara yang baik, (sebagai) kewajiban bagi orang-orang yang
bertakwa.”
Ayat di atas menjelaskan tentang berlakunya wasiat terhadap ahli waris.
Namun selanjutnya datang Hadits yang memansukhkan hukum tersebut, yaitu;
... َ‫صيَّةَ ِل ْل َو ِارثِيْن‬ َ
ِ ‫َل َو‬...
“...Tidak ada wasiat bagi ahli waris...”
Para ulama berbeda pendapat tentang bayan nasakh ini. Sebahagian diantara
mereka ada yang membenarkannya dengan alasan bahwa hal itu pernah terjadi.
Mereka juga sepakat bahwa Hadits/Sunnah yang menjelaskan nasakh salah satu
hukum dalam al-Quran itu haruslah mutawatir. Bahkan Ibn Hazmin berpendapat
bahwa Hadits Ahad pun boleh menasakh al-Quran. Ini sejalan dengan
pendiriannya bahwa setiap Hadits adalah qath’y.10
Salah seorang ulama yang menolak adanya bayan nasakh ini adalah Imam
Syafi’i. Beliau berpendapat bahwa al-Quran hanya boleh dinasakh dengan al-
Quran. Tidak ada nasakh Hadits terhadap al-Quran karena Allah mewajibkan
kepada Nabi-Nya agar mengikuti apa yang diwahyukan kepadanya, dan bukan
mengganti menurut kehendak sendiri.11

9 Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, hlm.
1908.
10 Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam: Permasalahan dan Fleksibilitasnya, Cet.II
(Jakarta: Sinar Grafika,2004) , hlm. 184
11 Abuddin Nata, Al-Quran dan Hadits, hlm. 215.
8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Al-Quran dan Hadis merupakan dua sumber utama ajaran Islam yang
memiliki hubungan yang tidak mungkin terpisahkan antara keduanya. Hal ini
ditunjukkan oleh beberapa fungsi yang diperankan oleh Hadis terhadap al-Quran,
di antaranya: bayan al-ta’kid (menegaskan), bayan al-tafsir (menjelaskan), bayan
al-tasyri’ (menetapkan syari’at) dan bayan nasakh (menghapus/mengganti).
Berdasarkan semua fungsi-fungsi hadis tersebut menunjukkan bahwa al-
Qur’an lebih membutuhkan Hadis dari pada sebaliknya.

B. Saran
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karenanya makalah ini masih perlu perbaikan dan penyempurnaan melalui
kritikan dan masukan bermanfaat dari para pembaca sekalian. Semoga makalah
yang sederhana ini dapat memberi manfaat bagi kita semua. Aamiin.

9
DAFTAR PUSTAKA

Nata Abuddin, Al-Quran dan Hadits, Cet.VII, Jakarta: PT RajaGrafindo


Persada, 2000
Ahmad Zuhdi Muhdlor dan Atabik Ali, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia
, Yogyakarta: Multi Kaya Grafika, t.t.
Rahmawati dan Mohammad Gufran, Ulumul Hadits: Praktis dan Mudah ,
Yogyakarta: Penerbit Teras, 2013
Ramli Abdul Wahid, Studi Ilmu Hadits, cet.III, Medan: Citapustaka
Media Perintis, 2011
Abdullah Sulaiman, Sumber Hukum Islam: Permasalahan dan
Fleksibilitasnya, Cet.II, Jakarta: Sinar Grafika, 2004
https://yudabai.wordpress.com/perbedaan-hadits-qudsi-hadits-nabawi/
http://alquranhaditsonline.blogspot.co.id/2010/09/perbedaan-hadits-dengan-al-
quran.html

10

Anda mungkin juga menyukai