Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH TUNADAKSA

Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan
Khusus
Dosen Pengampu: Dzulfikar Sauqy Shidqi, M.Pd.

Disusun Oleh:

1. Ahmad Hasan (23010170251)


2. Irfa Khusnia (23010180217)
3. Ihwal Rahmadi (23010180227)
4. Anis Fitriyah (23010180233)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur Kehadirat Allah Swt. Karena dengan rahmatnya sehingga


dapat menyelesaikan makalah yang bertemakan Tunadaksa, Sholawat serta salam
kita haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa
kita dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang.
Makalah ini kami ajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan
Anak Berkebutuhan Khusus, yang diampu oleh bapak Dzulfikar Sauqy Shidqi,
M.Pd. Dalam pembuatan makalah ini tentunya membutuhkan bimbingan, arahan,
koreksi, serta saran yang membangun.
Tentunya makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat di harapkan demi sempurnanya
makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa,
masyarakat dan untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu
pengetahuan bagi kita semua. Demikian makalah ini disusun dengan sebaik-
baiknya. Semoga dapat memberikan bermanfaat bagi siapa saja yang
membacanya.

Salatiga, 24 November 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang...............................................................................................1

B. Rumusan Masalah..........................................................................................1

C. Tujuan............................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................2

A. Pengertian Tunadaksa....................................................................................2

B. Klasifikasi Anak Tunadaksa..........................................................................3

C. Karakteristik dari Anak Tunadaksa...............................................................6

D. Faktor Penyebab Tunadaksa..........................................................................8

E. Layanan Pendidikan Penyandang Tunadaksa................................................9

BAB III PENUTUP..............................................................................................12

A. Kesimpulan..................................................................................................12

B. Saran............................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna dibanding dengan
makhluk-makhluk Allah yang lain. Meskipun manusia itu adalah makhluk
yang paling sempurna baik dalam dimensi performa dan fisiknya, namun tidak
semua manusia lahir dalam keadaan normal dan tidak mengalami kecacatan
anggota tubuhnya. Manusia yang lahir dalam keadaan tidak sempurnan dari
keadaan tubuhnya ini disebutnya sebagai tuna daksa.
Tuna daksa adalah suatu keadaan rusak atau terganggu sebagai akibat
gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot, dan sendi dalam fungsinya
yang normal. Kondisi ini disebabkan oleh penyakit, kecelakaan, atau dapat juga
disebabkan oleh pembawaan sejak lahir White House Conference (dalam
Somantri, 2005). Tunadaksa sering juga diartikan sebagai suatu kondisi yang
menghambat kegiatan individu sebagai akibat kerusakan atau gangguan pada
tulang dan otot, sehingga mengurangi kapasitas normal individu untuk
mengikuti pendidikan dan untuk berdiri sendiri.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari tunadaksa?
2. Apa saja klasifikasi anak tunadaksa?
3. Apa saja karakteristik dari anak tunadaksa?
4. Apa faktor penyebab tunadaksa?
5. Apa layanan pendidikan penyandang tunadaksa?

C. Tujuan
1. Dapat mengetahui pengertian dari tunadaksa
2. Dapat memahami klasifikasi anak tunadaksa
3. Dapat memahami karakteristik dari anak tunadaksa
4. Dapat memahami faktor penyebab tunadaksa
5. Dapat memahami layanan pendidikan penyandang tunadaksa

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tunadaksa
Anak tunadaksa sering disebut dengan istilah anak cacat tubuh ata
penyandang disabilitas. Istilah tunadaksa berasa dari kata “tuna” yang berarti
rugi atau kurang dan “daksa” yang berarti tubuh.
Menurut Assjari (1995) mendefinisikan anak tunadaksa sebagai
penyandang bentuk kelainan atau kecacatan pada system otot, tulang, dan
persendian yang dapat mengakibatkan gangguan koordinasi, komunikasi,
adaptasi, mobilisasi, dan gangguan perkembangan tubuh lainnya.
Secara etimologis, gambaran seseorang yang diidentifikasi mengalami
ketunadaksaan, yaitu sebagai seseorang yang mengalami kesulitan
mengoptimalkan fungsi anggota tubuh sebagai dari luka, penyakit,
pertumbuhan yang salah bentuk, dan akibatnya kemampuan untuk melakukan
gerakan-gerakan tubuh tertentu mengalami penurunan.
Menurut Misbach D (2012:15) menyebutkan bahwa tunadaksa adalah
anak yang memiliki anggota tubuh tidak sempurna, sedangkan istilah cacat
tubuh dan cacat fisik dimaksudkan untuk menyebut anak cacat pada anggota
tubuhnya, bukan cacat pada inderanya.
Suryono (2013) secara definitive menyebutkan pengertian kelainan
fungsi anggota tubuh atau tuna daksa adalah ketidakmampuan anggota tubuh
untuk melaksanakan fungsinya secara normal.1
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat diuraikan bahwa anak
tunadaksa merupakan anak dengan kelainan atau kecacatan pada tubuh atau
pusat pengaturannya baik karena bawaan dari lahir maupun dari penyakit.

Rafael Lisinus, dkk, Pembinaan Anak Berkebutuhan Khusus (sebuah perspektif


1

bimbingan dan konseling), (Yayasan Kita Menulis, 2020), hlm. 102.

2
B. Klasifikasi Tunadaksa
Klasifikasi anak tunadaksa ini dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu
dapat dilihat dari system kelainannya dan dapat dilihat dari faktor
penyebabnya. Adapun klasifikasi dari anak tunadaksa yang dapat dilihat dari
system kelainannya terdapat tiga penggolongan, diantaranya:2
1. Kelainan Pada Sistem serebral (cerebral system disorders)
Para penyandang kelainan pada system serebral mengalami kelainan
pada system saraf pusat, seperti cerebral palsy (CP) atau kelumpuhan otak.
Cerebral palsy ditandai oleh adanya kelainan gerak, sikap atau bentuk
tubuh dan gangguan koordinasi yang kadang-kadang disertai gangguan
psikologis serta sensoris akibat adanya kerusakan atau kecacatan pada
masa perkembangan otak.
Cerebral palsy dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat kecacatan,
topografi anggota badan yang cacat, dan fisiologi kelainan geraknya.
a. Pengolongan cerebral palsy berdasarkan derajat kecacatan,
digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu ringan, sedang, dan
berat.
1) Golongan ringan, mereka yang dapat berjalan tanpa
menggunakan alat, berbicara tegas, dapat menlong dirinya
sendiri dalam kehidupan sehari-hari.
2) Golngan sedang, mereka yang membutuhkan latihan khusus
untuk berbicara, berjalan dan mengurus dirinya sendiri,
memerlukan alat khusus seperti brace, krutch, dsb.
3) Golongsn berat, mereka yang tetap membutuhkan perawata
tetap dalam ambulasi, berbicara dan menolong dirinya sendiri.
Tida dapat hidup sendiri di tengah masyarakat.
b. Penggolongan menurut topografi anggota badan yang cacat.
Digolongkan menjadi lima, diantaranya:3
2
Endang Dwitri, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, (Pasuruan: CV. Penerbit Qiara
Media, 2020), hlm. 76-77.
3
Ibid, hlm. 78.

3
1) Monoplegia, hanya satu anggota gerak yang lumpuh.
2) Hemiplegia, lumpuh anggota gerak atas dan bawah pada sisi
yang sama, misalnya tangan kanan dan kaki kanan.
3) Paraplegia, lumpuh pada kedua tangan atau kedua kaki.
4) Triplegia, tiga anggota gerak mengalami kelumpuhan,
misalnya tangan kanan dan kedua kaki lumpuh.
5) Quadriplegia atau tetraplegia, kelumpuhan pada seluruh
anggota gerak.
c. Penggolongan menurut fisiologi, kelainan anak, diantaranya:
1) Spastik, terdapat kekakuan pada sebagian atau seluruh otot-
ototnya dan juga kekakuan pada otot-otot organ bicaranya.
2) Dyskenisia, tidak adanya control dan koordinasi gerak seperti
athetosis, rigid, hepotania, dan tremor.
3) Athetosis, terdapat gerakan-gerakan yang tidak terkontrol
yang terjadi sewaktu-waktu dan tidak dapat dicegah atau
otomatis.
4) Rigid, ada kekakuan pada seluruh anggota gerak, tangan dan
kaki sulit dibengkokkan, leher dan punggung hiperekstensi.
5) Hipotonia, tidak ada ketegangan otot, ototnya tidak mampu
merespon rangsangan yang diberikan.
6) Tremor, ada getaran-getaran kecil (ritmis) yang terus menerus
pada mata, tangan, atau kepala.
7) Ataxia, ada gangguan keseimbangan , langkahnya seperti
orang mabuk, kadang terlalu lebar atau terlalu pendek,
jalannya gontai, pada saat mengambil barang sering terjadi
salah perhitungan.

4
2. Kelainan pada system otot dan rangka (musculus skeletal system)
diantaranya:4
a. Poliomyelitis, suatu infeksi penyakit pada sumsum tulang
belakang yang disebabkan oleh virus polio. Akibatnya berupa
kelumpuhan yang sifatnya permanen.
b. Muscle dystrophy, penyakit otot yang mengakibatkan otot tidak
dapat berkembang, kelumpuhannya bersifat simetris yaitu pada
kedua tangan atau kaki.
c. Spina bifida, kelainan tulang belakang ang ditandai dengan
terbukannya satu atau tiga ruas tulang belakang yang disebabkan
oleh tidak tertutupnya kembali ruas tulang belakang selama proses
perkembangan terjadi. Akibatnya fungsi jaringan saraf terganggu
dan dapat mengakibatkan kelumpuhan.
3. Kelainan ortopedi karena bawaan (congenital deformities)
Kelainan ini dibagi menjadi dua, yaitu cacat
bawaan pada anggota gerak atas dan cacat bawaan pada
anggota gerak bawah.5
a. Cacat bawaan pada anggota gerak atas
1) Syndactilus, jari tangan kurang dari lima atau tidak memiliki
jari tangan.
2) Plydactilus, lahir dengan jumlah jari tangan lebih dari lima.
3) Sprengel disease, scapula meninggi dan terputar.
4) Torticollis, leher miring ke kiri atau ke kanan, otot lehernya
tegang sebelah, wajah dan mata tidak simetris.
b. Cacat bawaan pada anggota gerak bawah
1) Diskolasi pinggul, disebabkan oleh pertumbuhan otot sendi
pangkal paha tidak sehat sehingga kepala sendi tidak dapat
masuk kedalam mangkok sendi.
2) Genurecurvatum, lutut bengkok kebelakang berlebihan.

4
Ibid, hlm. 78.
5
Ibid. hlm 79.

5
3) Cacat pseudoarthosis, antara lutut dan mata kaki ada sendi
lagi.
4) Club foot, talipes (pes) planus atau platfoot (telapak kaki
datar), pes calcaneus (kaki bagian depan terangkat), pes cavus
(kaki bagian tengah terangkat)

Sedangkan klasifikasi tunadaksa dilihat dari faktor


penyebabnya ada lima yaitu:6
a. Cacat bawaan, sudah terjadi pada saat dalam kandungan atau saat anak
dilahirkan.
b. Infeksi, dapat menyebabkan kelainan pada anggota gerak atau bagan
tubuh lainnya.
c. Gangguan metabolisme, dapat terjadi pada bayi dan anak-anak yang
disebabkan oleh factor gizi, sehingga mempengaruhi perkembangan
tubuh dan mengakibatkan kelainan pada system dan fungsi intelektual.
d. Kecelakaan atau trauma, dapat mengakibatkan kelainan ortopedis
berupa kelainan koordinasi, mobilisasi, dll.
e. Penyakit yang progresif diperoleh melalui genetic atau karena
penyakit, misalnya dmp (dystrophia musculorum progressive).
f. Tunadaksa yang tidak diketahui penyebabnya.
C. Karakteristik Penyandang Tunadaksa
Menurut Aziz (2015), seorang penyandang tunadaksa memiliki
karakteristik sebagai berikut:
a. Karakteristik Kognitif
Implikasi dalam konteks perkembangan kognitif ada empat aspek yang
turut mewarnai. Pertama, kematangan merupakan susunan saraf, misalnya
mendengar yang diakibatkan kematangan susunan saraf tersebut. Kedua,
pengalaman yaitu hubungan timbal balik anatara organisme dengan
lingkungan dan dunianya. Ketiga, transmisi social yaitu pengaruh yang
diperoleh dalam hubungannya dengan lingkungan social. Keempat,

6
Ibid, hlm. 80.

6
ekuilibrasi yaitu adanya kemampuan yang mengatur dalam diri anak.
Wujud konkrit dapat diliha dari angka indeks kecerdasan (IQ). Kondisi
ketundaksaan sebagian besar menimbulkan kesulitan belajar dan
perkembangan kognitif.
b. Karakter Inteligensi
Untuk mengetahui tingkat intelegensi anak tunadaksa dapat digunakan
tes yang telah dimodifikasi agar sesuai dengan anak tunadaksa. Tes
tersebut antara lain hausserman test (untuk tunadaksa ringan), illinois test
dan peabody picture vocabulary test.
c. Karakter Kepribadian
Ada beberapa hal yang tidak menguntungkan bagi perembangan
kepribadian anak tundaksa atau cacar fisik. Pertama, terhambatnya
aktivitas normal sehingga menimbulkan perasaan frustasi. Kedua,
timbulnya kekhawatiran orangtua biasnaya cenderung over protective.
Ketiga, perlakuan orang sekitar membedakan terhadap penyandang
tunadaksa menyebabkan mereka mersa bahwa dirinya berbeda dengan
orang lain. Efek tidak langsung akibat ketunadaksaan yang dialaminya
menimbulkan sifat harga diri rendah, kurang percaya diri, kurang memiliki
inisiatif atau mematikan kerativitasnya. Selain itu, yang menjadi problem
penyesuaian penyandang tunadaksa adalah perasaan bahwa orang lain
terlalu mebesar-besarkan ketidakmampuannya.
d. Karakter Fisik
Selain potensi yang harus berkembang, aspek fisik juga merupakan
potensi yang harus dikembangkan oleh setiap individu. Akan tetapi bagi
penyandang tunadaksa, potensi itu tidak utuh karena ada bagian tubuh
yang tidak sempurna. Secara umum perkembangan fisik tunadaksa dapat
dinyatakan hamper sama dengan orang normal pada umumnya kecuali
pada bagian-bagian tubuh yang mengalami kerusakan atau terpengaruh
oleh kerusakan tersebut.

7
e. Karakter Bahasa/Bicara
Setiap manusia memiliki potensi untuk berbahasa. Potensi tersebut
akan berkembang menjadi kecakapan berbahasa melalui proses yang
berlangsung sejalan dengan kesiapan dan kematangan sensori motoriknya.
Pada penyandang tunadaksa jenis polio, perkembangan bahsa atau
bicaranya tidak begitu normal, lain halnya dengan penyandang cerebral
palsy biasanya berupa kesulitan artikulasi, phonasi, dan system respirasi.7
D. Faktor Penyebab Tunadaksa
Menurut Murtie (2014), terdapat beberapa faktor yang menjadi
penyebab terjadinya tundaksa, antara lain sebagai berikut:
a. Faktor kelahiran
Beberapa masalah dalam kelahiran yang menyebabkan tunadaksa
yaitu:
1. Pinggul ibu yang terlalu sempit membuat bayi menjadi sulit
keluar dan terjepit.
2. Pemberian injeksi yang berlebihan untuk mendorong bayi keluar
mempengaruhi sistem saraf otaknya.
3. Treatment untuk mengeluarkan bayi yang dilakukan secara ditarik
juga mempengaruhi saraf bayi.
b. Faktor kecelakaan
Faktor kecelakaan bisa menjadi hal yang utama penyebab tunadaksa
pada seseorang. Kecelakaan bisa terjadi pada masa bayi, misalnya jatuh
pada saat digendong. Dapat pula terjadi pada saat anak sudah bisa berjalan,
misal jatuh dari tangga, jatuh dari sepeda atau mengalami kecelakan
dengan orang lain.

7
Aziz, Safrudin, Pendidikan Seks Anak Berkebutuhan Khusus, (Yogyakarta: Gava
Media, 2015)

8
c. Terkena virus
Tunadaksa juga bisa disebabkan oleh virus yang menggerogoti
tubuhnya. Sehingga salah satu atau beberapa organ tubuh menjadi tidak
berfungsi. Misalnya polio dan beberapa virus lainnya. 8
E. Layanan Pendidikan Penyandang Tunadaksa
Tujuan pendidikan anak tuna daksa mengacu pada peraturan
Pemerintah No. 72 tahun 1991 agar peserta didik mampu mengembangkan
sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota
masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan
sosial, budaya, dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan
dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan.
Model layanan pendidikan untuk anak tunadaksa sebagai berikut:
1. Kelas biasa (regular class) mengarah kepada pendidikan inklusi, anak
tunadaksa belajar di sekolah umum bersama-sama dengan anak normal.
2. Kelas atau sekolah khusus (special classes and/or schools), anak tunadaksa
belajar dengan sesama anak tunadaksa lainnya disekolah khusus (SLB-D)
jadi system sekolahnya terpisah (Segregasi).
3. Pengajaran dirumah (home instruction), anak tunadaksa belajar dirumah,
dan guru yang berkunjung ke rumah.
4. Sekolah dirumah sakit (school in the hospital or convalescent home), anak
tunadaksa belajar dirumah sakit karena lama dirawat agar tidak
ketinggalan pelajaran, maka guru yang datang ke rumah sakit.
Layanan pendidikan untuk anak tunadaksa dapat dilakukan dengan
beberapa pendekatan, yaitu :
1. Pendekatan guru kelas, pelaksanaannya semua mata pelajaran yang
diajarkan dikelas tersebut disampaikan oleh satu guru, biasanya
dilaksanakan pada kelas kecil.

8
Murtie, Ensiklopedia Anak Berkebutuhan Khusus, (Yogyakarta: Maxima, 2014), hlm.
258.

9
2. Pendekatan guru mata pelajaran/bidang studi, pelaksanaan pengajarannya
oleh banyak guru sesuai dengan bidang studinya masing-masing.
3. Pendekatan campuran, pelaksanaannya disampaikan oleh guru kelas juga
oleh guru bidang studi.
4. Pengajaran tim, pelaksanaannya satu mata pelajaran disampaikan oleh
tim /beberapa orang guru.
Keragaman jenis dan tingkat kecatatannya akan berdampak pada segi
layanan pendidikannya. Anak yang hanya cacat fisiknya saja kecerdasannya
normal dimasukkan pada kelompok D, sedangkan anak yang cacatnya ganda
yaitu cacat fisik disertai dengan kecerdasan yang dibawah rata-rata
dikelompokkan dalam kelas D1. Dengan demikian kurikulum yang
digunakan pada anak tunadaksa terdiri dari kurikulum D dan D1.9
Menurut Connor (1975) ada 7 aspek yang harus dikembangkan pada
diri masing-masing anak tunadaksa melalui pendidikan, yaitu :
1. Pengembangan intelektual dan akademik, dapat dilakukan dengan cara pemberian
berbagai mata pelajaran sesuai dengan apa yang sudah diterapkan dalam
kurikulum.
2. Membantu perkembangan fisik, dengan cara pemberian latihan-latihan
fisik dan olahraga.
3. Meningkatkan perkembangan emosi dan penerimaan diri anak, dengan
memberikan ceramah keagamaan dan menciptakan lingkungan sekolah
yang kondusif.
4. Mematangkan aspek sosial, dengan membawa anak berinteraksi dengan
lingkungan sekitarnya dan melalui partisipasi dalam kehidupan
keluarganya.
5. Mematangkan moral dan spiritual, dilaksanakan dalam pelajaran agama
dan PPKN.
6. Meningkatkan ekspresi diri, dilakukan dalam kegiatan seni, tari, musik,
drama dan keterampilan atau kerajinan tangan.

9
Asep Karyana, Sri Widati. 2013. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunadaksa. Jakarta:
PT. Luxima Metro Media hal 22

10
7. Mempersiapkan masa depan anak, dengan memberikan latihan kerja,
memberikan keterampilan akademik, dan membekali keterampilan relasi
antar pribadi yang sehat.

11
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Tunadaksa adalah anak yang memiliki anggota tubuh tidak sempurna,
sedangkan istilah cacat tubuh dan cacat fisik dimaksudkan untuk menyebut
anak cacat pada anggota tubuhnya, bukan cacat indranya. Secara umum
karakteristik kelainan anak yang dikategorikan sebagai penyandang tunadaksa
dapat dikelompokkan menjadi anak tunadaksa ortopedi (orthopedically
handicapped) dan anak tunadaksa saraf (neurologically handicapped).
Sebab yang dapat menimbulkan kerusakan pada anak hingga menjadi
tunadaksa. Kerusakan tersebut ada yang terletak dijaringan otak, jaringan
sumsum tulang belakang, pada sistem musculus skeletal. Adanya keragaman
jenis tunadaksa dan masing-masing kerusakan timbulnya berbeda-beda.
Dilihat dari saat terjadinya kerusakan otak dapat terjadi pada masa sebelum
lahir, saat lahir, dan sesudah lahir.
Tujuan utama pendidikan anak tunadaksa adalah terbentuknya
kemandirian dan keutuhan pribadi. Untuk mencapai tujuan tersebut,
sekurang-kurangnya tujuh aspek yang perlu dikembangkan melalui
pendidikan pada anak tunadaksa, yaitu (1) pengembangan intelektual dan
akademik, (2) membantu perkembangan fisik, (3) meningkatkan
perkembangan emosi dan penerimaan diri anak, (4) mematangkan aspek
sosial, (5) mematangkan moral dan spiritual, (6) meningkatkan ekspresi diri,
dan (7) mempersiapkan masa depan anak.
B. SARAN
Demikian makalah yang dapat kami susun. Kami menyadari masih banyak
kekurangan dalam hal penulisan maupun isi makalah ini. Oleh karena itu
kritik dan saran kami harapkan demi kesempurnaan penulisan makalah
selanjutnya yang lebih baik. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para
pembaca.

12
DAFTAR PUSTAKA
Asep Karyana, Sri Widati. 2013. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
Tunadaksa. Jakarta: PT. Luxima Metro Media
Aziz, Safrudin. 2015. Pendidikan Seks Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta:
Gava Media.
Endang Dwitri. 2020.Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Pasuruan: CV.
Penerbit Qiara Media.
Murtie, Afin. 2014. Ensiklopedia Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta:
Maxima.
Rafael Lisinus, dkk. 2020. Pembinaan Anak Berkebutuhan Khusus (sebuah
perspektif bimbingan dan konseling). Yayasan Kita Menulis.

13

Anda mungkin juga menyukai