Makalah
(Disusun untuk memenuhi tugas maka kuliah bimbingan anak berkebutuhan khusus)
Dosen pengampu:
Disusun oleh :
Kelas 5B
JAKARTA
202
1
KATA PENGANTAR
Kami menyadari bahwa, dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak yang dengan tulus dan ikhlas memberikan saran, masukan, serta doanya sehingga makalah
ini dapat terselesaikan.
Kami juga menyadari, bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dikarenakan
terbatasnya pengetahuan dan pengalaman yang kami miliki. Oleh karena itu, kami berharap akan
saran dan masukan yang diberikan pembaca yang bersifat membangun agar makalah ini dapat
diperbaiki menjadi lebih bagus lagi.
Akhir kalam, semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan
umumnya bagi para pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
2
5
5
5
Klasifikasi Gangguan Intelektual.........................................................................6
C. Karakteristik anak yang memiliki gangguan intelektual...............................7
D. Sebab anak yang dengan gangguan intelektual...........................................11
E. Masalah anak yang memiliki gangguan intelektual (Tuna Grahita)...........13
F. Layanan pendidikan anak dengan gangguan intelektual.............................14
G. Petunjuk pendidikan anak di inklusi...........................................................16
H. Strategi pendidikan siswa Gangguan Intelektual.......................................19
24
24
24
B. SARAN.......................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................25
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada umumnya manusia terlahir di dunia dengan keadaan normal dan Sempurna.
Namun pada kenyataannya hal tersebut tidak dialami oleh semua Orang. Beberapa orang
terlahir di dunia dengan keadaan yang kurang normal dan Tidak sesuai dengan apa yang
diharapkan. Hal itu menyebabkan adanya Keterbatasan fisik dan juga kelainan fisik yang
sering disebut tunadaksa.
3
Tunadaksa yaitu berbagai macam bentuk kelainan yang mengakibatkan Kelainan
fungsi dari tubuh untuk melakukan gerakan-gerakan yang dibutuhkan. Penyandang
tunadaksa adalah penderita kelainan fisik, khususnya anggota badan, Seperti tangan, kaki
dan bentuk tubuh. Penyimpangan perkembangan terjadi pada Ukuran, bentuk atau kondisi
lainnya. Kaum tunadaksa di Indonesia sering kali Diposisikan sebagai kaum minoritas,
baik secara struktural maupun kultural. Lebih dari itu, mereka juga merupakan kelompok
yang selama ini terpinggirkan Di tengah kehidupan bermasyarakat dimulai dari segi
ekonomi, pendidikan, akses Pekerjaan, dan lainnya.
Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti ingin meneliti dan memahami siswa
dengan gangguan fungsi anggota tubuh serta Metode dan strategi pembelajaran siswa
tunadaksa di sekolah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Tuna daksa?
2. Apa saja macam-macam klasifikasi pada Tuna daksa?
3. Bagaimana karakteristik anak Tuna daksa?
4. Apa saja faktor penyebab anak Tuna daksa?
5. Apa saja masalah anak yang mengalami Tuna daksa?
6. Bagaimana layanan pendidikan bagi anak Tuna daksa?
7. Bagaimana petunjuk pendidikan bagi anak Tuna daksa?
8. Bagaimana strategi pendidikan pada anak Tuna daksa?
4
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian Tuna daksa.
2. Mengetahui macam-macam klasifikasi Tuna daksa.
3. Mengetahui karakteristik anak Tuna daksa.
4. Mengetahui faktor penyebab anak Tuna daksa.
5. Mengetahui masalah yang dialami anak Tuna daksa.
6. Mengetahui bagaimana layanan pendidikan bagi anak Tuna daksa.
7. Mengetahui petunjuk pendidikan bagi anak Tuna daksa.
8. Mengetahui strategi pendidikan pada anak Tuna daksa.
BAB II
PEMBAHASAN
6
mobilitas akan terlihat perbedaannya. Anak tuna daksa dapat dibedakan berdasarkan
kelainan fungsi dan sebab yang melatar belakanginya, yaitu:
1) 1). Anak tuna daksa yang berhubungan dengan kerusakan sistem syaraf pusat
(otak dan sumsum tulang belakang). Maka disebut dengan tuna daksa
Cerebral Palsy (CP).
2) Anak tuna daksa yang berhubungan dengan kerusakan pada alat gerak
tubuhnya (tulang, sendi, dan otot).2
7
diucapkan dengan susah payah. Mereka juga mengalami aphasia sensoris, artinya
ketidakmampuan bicara karena organ reseptor anak terganggu fungsinya, dan
aphasia motorik, yaitu mampu menangkap informasi dari lingkungan sekitarnya
melalui indra pendengaran, tetapi tidak dapat mengemukakannya lagi secara lisan.
4
Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung : Refika Aditama, 2006).
8
kognitifnya. Secara umum dapat dikatakan bahwa sampai usia tertentu
ketunadaksaan akan mempengaruhi laju perkembangan seseorang.5
b. Perkembangan Bicara dan Emosi Anak Tunadaksa
perkembangan emosinya karena anak mereka pernah merasakan kehidupan
normal sebelumnya oleh karena itu dukungan dari orang-orang disekitarnya dapat
memberikan pengaruh yang baik untuk anak tunadaksa. Apabila orang tua yang
terlalu bersikap melindungi secara berlebihan maka akan menyebabkan anak
tunadaksa mengalami ketergantungan.
c. Perkembangan Sosial Anak Tunadaksa
Kelainan pribadi dan emosi anak tunadaksa tidak secara langsung diakibatkan
karena ketunaannya, melainkan ditentukan oleh bagaimana seseorang itu
berinteraksi dengan lingkungannya. Sikap orang tua, keluarga, teman sebaya,
teman sekolah, dan masyarakat pada umumnya sangat berpengaruh terhadap
pembentukan konsep diri anak tunadaksa. Hal-hal yang sebagaimana dijelaskan
ini, secara tidak langsung akan mempengaruhi perkembangan sosial anak
tunadaksa mereka bisa saja merasakan ditolak, harga diri yang rendah, dan kurang
percaya diri serta menjauh dari lingkungannya.6
5
Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2008), h.125
6
Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarata : Rineka Cipta, 2004),
9
a. pengembangan intelektual dan akademik
b. membantu perkembangan fisik
c. meningkatkan perkembangan emosi dan penerimaan diri anak
d. mematangkan aspek sosial
e. mematangkan moral dan spiritual
f. meningkatkan ekspresi diri
g. mempersiapkan masa depan anak
7
fitria fajar setiawati, Efektivitas Metode Multisensori Untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan
Pada Anak Tunagrahita Ringan. 2017 hal 32
10
• Personil: guru slb, guru reguler, dokter ahli anak, dokter ahli rehabilitasi medis,
dokter ahli ortopedi, dokter ahli syaraf, psikolog, guru bimbingan dan penyuluhan,
social worker, fisioterapist, occupational therapist, speechterapist, orthotic dan
prosthetic.
4). Program layanan rehabilitasi pendidikan bagi anak tunadaksa, lembaga pendidikannya
memiliki beberapa tenaga ahli yang tergabung dan bekerja sebagai suatu tim
rehabilitasi8.
Dapat dilihat dari akses pendidikan untuk tunadaksa, jika dulu disediakan TKLB
(Taman Kanak-kanak Luar Biasa), SDLB (Sekolah Dasar Luar Biasa), SLTPLB
(Sekolah Lanjut Tingkat Pertama Luar Biasa), dan SMLB (Sekolah Menengah Luar
Biasa). Tapi, tidak disediakan ULB (Universitas Luar Biasa). Hal ini, mencerminkan
bahwa kebijakan tersebut memang masih setengah hati dalam memberikan hak-hak
di bidang pendidikan untuk anak-anak 14 Peter, Coleridge, Pembebasan dan
Pembangunan; Perjuangan Penyandang Cacat di Negara-negara Berkembang,
diterjemahkan oleh Omi Intan Naomi (United Kingdom: Oxfam, 1997), h. 24. 15
Ibid, h. 4. Membebaskan Anak Tunadaksa Dalam Mewujudkan Masyarakat
Multikultural Demokratis Jurnal Al-Maiyyah, Volume 11 No. 1 Januari-Juni 2018
180 tunadaksa. Terlepas dari sisi negatif menyekolahkan anak di Sekolah Luar Biasa
yaitu anak-anak akan cenderung tidak mampu untuk beradaptasi dengan lingkungan
sosial karena mereka sudah terbiasa bertemu dengan anak-anak yang secara fisik
tidak berfungsi penuh, maka ketika bertemu dengan anak-anak yang secara fisik
berfungsi penuh anak-anak tunadaksa akan merasa teralienasi dan merasa bukan
bagian dari mereka. Melihat keadaan tersebut pemerintah mengambil langkah dengan
menyediakan sekolah inklusif bagi anak-anak berkebutuhan khusus termasuk
tunadaksa. Sekali lagi langkah ini berhadapan dengan kendala seperti jumlah siswa
yang melebihi batas tampung, ketidaksiapan tenaga pendidik, dan terjadinya bullying
akibat ketidaksiapan dari teman sebaya dalam menerima anak atau siswa ABK. Dari
tindakan bullying tersebut sangat jelas bahwa masyarakat difabel belum diterima
secara penuh ditengah masyarakat bahkan di dalam sistem layanan pendidikan
inklusif.
8
sri widati, Pendidikan bagi anak tunadaksa.
11
khusus, namun di balik itu sesungguhnya sistem di persekolahan juga harus berubah
guna mencari format. Di sinilah sesungguhnya konsep pembaharuan itu muncul
karena sekolah dituntut melakukan berbagai inovasi dan terobosan model
penyelenggaraan pendidikan inklusif yang tepat di sekolah. Harus disadari bahwa
konsep dan model inklusif yang dilakukan di sekolah lain belum tentu dapat
diterapkan secara sama persis di sekolah9.
Pendidikan inklusif bertujuan: (1) memberikan kesempatan yang seluas-luasnya
kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan
sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/ atau bakat istimewa untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya; (2)
mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan
tidak diskriminatif bagi semua peserta didik sebagaimana yang dimaksud bahwa
peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/ atau
memiliki potensi kecerdasan dan/ atau bakat istimewa perlu mendapatkan layanan
pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan hak asasinya.
Selanjutnya mengenai prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam proses
pembelajaran anak-anak tunadaksa adalah: 1) pelayanan medis, 2) pelayanan
pendidikan, dan 3) pelayanan sosial yang pada dasarnya juga tidak dapat lepas
dengan prinsip rehabilitasi dan habilitasi. Disamping itu, hal yang juga harus
diperhatikan adalah kondisi gedung sekolah karena akan mempengaruhi kegiatan
anak di sekolah.
Strategi yang biasa diterapkan bagi anak tunadaksa yaitu melalui pengorganisasian
tempat pendidikan, sebagai berikut:
9
fawziah zahrawati, Membebaskan Anak Tunadaksa Dalam Mewujudkan Masyarakat Multikultural Demokratis,
Jurnal Al-Maiyyah, Volume 11 No. 1 Januari-Juni 2018. Hal 180-182.
12
c) Penataan lingkungan belajar : Lingkungan belajar anak adalah dunia bermain mereka
baik di dalam (indoor) maupun di luar ruangan (outdoor). Penataan lingkungan belajar
merupakan penataan lingkungan fisik, baik di dalam maupun di luar ruangan. Penataan
lingkungan termasuk seluruh asesoris yang digunakan , baik di dalam maupun di luar
ruangan, seperti: bentuk dan ukuran ruang, pola pemasangan lantai, warna dan hiasan
dinding, bahan dan ukuran mebeulair, bentuk, warna, ukuran, jumlah, dan bahan
berbagai alat main yang digunakan sesuai dengan perencanaan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tuna daksa adalah seseorang yang mengalami kesulitan dalam
mengoptimalkan fungsi anggota tubuhnya akibat dari adanya luka, penyakit,
pertumbuhan yang salah perlakuan, sehingga akibat dari adanya pengalaman
tersebut maka dapat menjadikan penurunan fungsi gerakan-gerakan tubuh. Anak
tuna daksa dapat dibedakan berdasarkan kelainan fungsi dan sebab yang melatar
belakanginya, yaitu: 1). Anak tuna daksa yang berhubungan dengan kerusakan
sistem syaraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang). Maka disebut dengan
tuna daksa Cerebral Palsy (CP). 2) Anak tuna daksa yang berhubungan dengan
13
kerusakan pada alat gerak tubuhnya (tulang, sendi, dan otot). Sedangkan
karakteristik anak tuna daksa terdiri dari: 1) karakteristik akademik, 2)
karakteristik sosial/emosional, dan 3) karakteristik fisik/kesehatan.
B. Saran
Tuna daksa adalah seseorang yang memiliki kesulitan dalam
memfungsikan anggota gerak tubuhnya. Oleh karena itu, kita sebagai seorang
calon guru harus mempersiapkan diri dengan banyak-banyak belajar tentang
bimbingan anak berkebutuhan khusus terutama dalam bidang tuna daksa demi
memenuhi kebutuhan belajarnya dan dalam hal pendidikan lainnya. Dan juga kita
sebagai seseorang yang telah diberi kesempurnaan anggota tubuh dengan segala
kemanfaatan anggota tubuh haruslah bersyukur atas anugerah dan kasih sayang
yang telah Allah SWT berikan dan itu semua haruslah kita jaga dengan sebaik-
baiknya.
DAFTAR PUSTAKA
Imelda Pratiwi dan Hartosujono, “Resiliensi Pada enyandang Tuna Daksa Non Bawaan”, Jurnal
SPIRITS, Vol. 5, No. 1 (November, 2014), 51.
Onah, “Penongkatan Hasil Belajar Perkalian Melalui Penggunaan Sempoa Pada Siswa Tuna
Daksa Kelas IV Di SDLB PRI Pekalongan”, Jurnal Profesi Keguruan, JPK 3(1) (2017), 62.
Salim, A. Pendidikan Bagi Anak Cerebral Palsy. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti PPTA.
Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung : Refika Aditama, 2006).
14
Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarata : Rineka Cipta, 2004),
15