Anda di halaman 1dari 23

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

“TUNADAKSA”
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah
Pendidikan Berkebutuhan Khusus
Dosen Pengampu: Dra. Yuliatun, M.Pd.

Disusun Oleh:

1. Siti Nur Hidayati


(15013040)
2. Tri Kusworo
(15013042)

Semester V

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
IKIP PGRI WATES
2017

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem pendidikan di Indonesia belum sepenuhnya berjalan sesuai
harapan. Metode pembelajaran yang diterapkan masih menyisakan
sejumlah masalah, terutama dalam hal penerimaan materi. Dalam kegiatan
belajar mengajar, setiap siswa selalu datang di kelas dengan membawa
sikap dan karakter masing-masing. Karakter antara siswa satu dengan yang
lain sering kali berbeda sehingga berpengaruh terhadap penerimaan dan
pemahaman materi. Perbedaan ini semakin tampak bagi mereka yang
memiliki kelainan serta sejumlah sikap menyimpang. Pada akhirnya, hal
tersebut akan mempengaruhi hasil atau prestasi belajar di kelas.
Pembelajaran untuk siswa yang mempunyai sikap dan karakter
khusus membutuhkan suatu strategi tersendiri sesuai kebutuhan. Dalam
menyusun program pembelajaran untuk setiap bidang studi, hendaknya
guru kelas sudah memiliki data pribadi dari setiap peserta didik. Data
pribadi harus memuat sifat dan karakteristik spesifik, kemampuan dan
kelemahan, kompetensi yang dimiliki, serta tingkat perkembangannya.
Dalam hal ini, penanganan khusus terhadap mereka layak diberikan agar
tercipta proses pembelajaran yang optimal. Dengan demikian, siswa yang
memiliki kebutuhan khusus tetap mampu menyerap dan mengikuti
pelajaran di sekolah dengan baik. Oleh karena itu, dalam penyusunan
makalah ini kami akan membahas tentang ABK “Tunadaksa”.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan ABK “Tunadaksa”?
2. Apa sajakah ciri-ciri dari ABK “Tunadaksa”?
3. Apa saja faktor penyebab ABK “Tunadaksa”?
4. Apa saja karakteristik ABK “Tunadaksa”?
5. Apa saja klasifikasi ABK “Tunadaksa”?

3
6. Bagaimana model pelayanan bagi ABK “Tunadaksa”?
7. Bagaimana strategi pembelajaran bagi ABK “Tunadaksa”?
8. Bagaimana prinsip pembelajaran bagi ABK “Tunadaksa”?

C. Tujuan
1. Mengetahui yang dimaksud dengan ABK “Tunadaksa”.
2. Mengetahui ciri-ciri ABK “Tunadaksa”.
3. mengetahui faktor penyebab ABK “Tunadaksa”.
4. Mengetahui karakteristik ABK “Tunadaksa”.
5. Mengetahui klasifikasi ABK “Tunadaksa”.
6. Mengetahui model pelayanan bagi ABK “Tunadaksa”.
7. Mengetahui strategi pembelajaran bagi ABK “Tunadaksa”.
8. Mengetahui prinsip pembelajaran bagi ABK “Tunadaksa”.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi ABK “Tunadaksa/ Tunafisik (Physical Disability)”


1. Definisi ABK “Tunadaksa/ Tunafisik (Physical Disability)” menurut
Meita Shanty (2012: 31)
Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang
disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang
bersifat bawaan, sakit, atau akibat kecelakaan, termasuk cerebral
palsy, amputasi, polio, dan lumpuh.
Tingkat gangguan pada tunadaksa:
a. Tunadaksa Ringan : memiliki keterbatasan dalam melakukan
aktivitas fisik tapi masih dapat ditingkatkan melalui terapi.
b. Tunadaksa Sedang : memiliki keterbatasan motorik dan mengalami
gangguan koordinasi sensorik.
c. Tunadaksa Berat : memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik
dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik.
2. Definisi ABK “Tunadaksa/ Tunafisik (Physical Disability)” menurut
Dodo Sudrajat & Lilis Rosida (2013: 43)
a. Anak yang mengalami kelainan atau kecacatan yang menetap pada
alat gerak (tulang, sendi, otot) sedemikian rupa sehingga mereka
memerlukan layangan pendidikan khusus.
b. Kelainan yang meliputi cacat tubuh atau kerusakan pada fisik atau
kesehatan.
c. Kelainan atau kerusakan yang disebabkan oleh kerusakan otak dan
saraf tulang belakang.
3. Definisi ABK “Tunadaksa/ Tunafisik (Physical Disability)” menurut
Aqila Smart (2011: 45)
Tunadaksa/ tunafisik merupakan sebutan halus bagi orang-orang yang
memiliki kelainan fisik, khususnya anggota badan, seperti kaki,
tangan, atau bentuk tubuh.

5
4. Definisi ABK “Tunadaksa/ Tunafisik (Physical Disability)” menurut
Bambang Putranto (2015: 240)
Tunadaksa adalah kondisi kelainan atau cacat yang menetap pada
anggota gerak, seperti tulang, sendi, dan otot. Orang mengalami
gangguan gerak akibat kelayuan otot atau gangguan fungsi saraf otak
(Cerebral Palsy/ CP). Dari segi fungsi fisik, tunadaksa diartikan
sebagai seorang yang fisik dan kesehatannya terganggu sehingga
mengalami kelainan dalam berinteraksi dengan lingkungan social.
Untuk meningkatkan fungsi fisik diperlukan program dan layanan
pendidikan khusus. Peristilahan dalam hal kelumpuhan dibagi menurut
daerah pada badan. Sebagai contoh, kelumpuhan sebelah badan disebut
hemiparalise. Adapun kelumpuhan kedua anggota gerak bawah disebut
paraparalise.

Gambar Contoh ABK “Tunadaksa”

6
B. Identifikasi/ Ciri-ciri ABK “Tunadaksa/ Tunafisik (Physical
Disability)”
1. Identifikasi/ ciri-ciri ABK “Tunadaksa/ Tunafisik (Physical
Disability)” menurut Meita Shanty (2012: 31-32), antara lain:
a. Anggota gerak tubuh kaku/ lemah/lumpuh
b. Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna, tidak lentur/ tidak
terkendali)
c. Terdapat bagian anggota gerak yang tidak lengkap/ tidak
sempurna/ lebih kecil dari biasa
d. Terdapat cacat pada alat gerak.
e. Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam
f. Kesulitan pada saat berdiri/ berjalan/ duduk, dan menunjukkan
sikap tubuh tidak normal
g. Hiperaktif/ tidak dapat tenang.
2. Identifikasi/ ciri-ciri ABK “Tunadaksa/ Tunafisik (Physical
Disability)” menurut Dodo Sudrajat & Lilis Rosida (2013: 43), antara
lain:
a. Mengalami kelumpuhan anggota tubuh
b. Anggota tubuh tidak sempurna (kaki bengkok, tangan kaku,
bahkan ada yang tidak memiliki kaki atau tangan)
c. Berjalan tidak seimbang bahkan banyak yang pakai alat bantu jalan
(tongkat, kursi roda)
3. Identifikasi/ ciri-ciri ABK “Tunadaksa/ Tunafisik (Physical
Disability)” menurut Aqila Smart (2011: 46), antara lain:
a. Anggota gerak tubuh tidak bisa digerakkan/ lemah/ kaku/ lumpuh.
b. Setiap bergerak mengalami kesulitan.
c. Tidak memiliki anggota gerak lengkap.
d. Hiperaktif/ tidak dapat tenang

7
e. Terdapat anggota gerak yang taksama dengan keadaan normal pada
umumnya. Misalkan, jumlah yang lebih, ukuran yang lebih kecil,
dan sebagainya.

8
4. Identifikasi/ ciri-ciri tunadaksa menurut Bambang Putranto (2015:
243)
Karakteristik fisik anak tunadaksa selain mengalami cacat tubuh
biasanya memiliki kecenderungan mengalami gangguan lain yang
banyak ditemukan pada anak tunadaksa sistem cerebral, seperti:
a. Sakit gigi
b. Berkurangnya daya pendengaran atau penglihatan
c. Menderita gangguan berbicara, dan sebagainya.
Gangguan bicara disebabkan oleh kelainan motorik alat-alat bicara
(kaku atau lumpuh), seperti lidah, bibir, dan rahang sehingga
mengganggu pembentukan artikulasi secara benar. Akibatnya,
pembicaraannya tidak dapat dipahami orang lain, sekalipun telah
diucapkan dengan susah payah. Mereka juga mengalami afasia
sensoris, yakni ketidakmampuan bicara karena gangguan fungsi organ
reseptor. Selain itu, penderita tunadaksa juga mengalami afasia
motoris, yaitu ditandai kemampuan menangkap informasi dari
lingkungan sekitar melalui indra pendengaran, tetapi tidak dapat
mengemukakan secara lisan.
Anak cerebral palsy mengalami kerusakan pada pyramidal tract
dan extrapyramidal yang berfungsi mengatur sistem motorik. Oleh
karena itu, tak heran jika mereka mengalami kekakuan, gangguan
keseimbangan, gerakan tak terkendali, serta kesulitan berpindah
tempat. Dilihat dari aktivitas motorik, intensitas gangguan dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1. Hiperaktif, yakni ditunjukkan sikap tidak mau diam dan selalu gelisah.
2. Hipoaktif, yaitu sikap pendiam, gerakan lamban, serta kurang
merespons rangsangan yang diberikan.
3. Tidak ada koordinasi, yakni ditunjukkan dengan cara berjalan kaku
serta sulit melakukan kegiatan yang membutuhkan integrasi gerak
lebih halus, misalnya menulis, menggambar, dan menari.

9
10
C. Faktor Penyebab ABK “Tunadaksa/ Tunafisik (Physical Disability)”
Ada beberapa macam penyebab yang menjadikan seseorang
menjadi tunadaksa. Salah satu contohnya adalah kerusakan otak. Selain
karena rusaknya jaringan otak, tunadaksa juga bisa disebabkan oleh
rusaknya jaringan sumsum tulang belakang, yaitu pada sistem musculus
skeletal.
Berikut ini merupakan faktor penyebab Abk “Tunadaksa/ Tunafisik
(Physical Disability)” menurut Bilqis (2012: 2-4):
1. Sebelum Lahir (Fase Prenatal)
a. Pada saat hamil, ibu hamil mengalami trauma atau terkena infeksi/
penyakit sehingga otak bayi pun ikut terserang dan menimbulkan
kerusakan. Misalkan infeksi sypilis, rubela, dan typus abdominolis.
b. Terjadinya kelainan pada kehamilan sehingga menyebabkan
peredaran darah terganggu, tali pusat tertekan, dan pembentukan
saraf-saraf dalam otak pun terganggu.
c. Bayi di dalam kandungan terkena radiasi secara langsung.
Sedangkan yang kita tahu bahwa radiasi langsung dapat
mempengaruhi sistem saraf pusat sehingga struktur maupun
fungsinya terganggu.
d. Ibu yang sedang mengandung mengalami trauma (kecelakaan)
yang dapat mengakibatkan terganggunya pembentukan sistem saraf
pusat. Misalnya: ibu jatuh dan perutnya membentur yang cukup
keras dan secara kebetulan mengganggu kepala bayi, maka dapat
merusak sistem saraf otak.
2. Saat kelahiran (Fase Neonatal)
a. Akibat proses kehamilan yang terlalu lama sehingga bayi
kekurangan oksigen. Kekurangan oksigen dapat menyebabkan
terganggunya sistem metabolisme dalam otak bayi, akibatnya
jaringan otak mengalami kerusakan.

11
b. Pemakaian alat bantu, seperti pada saat proses melahirkan dapat
merusak jaringan saraf otak bayi.
c. Pemakaian obat bius yang berlebihan pada ibu yang melahirkan
dengan caesar dapat mempengaruhi sistem persarafan ataupun
fungsinya.
3. Setelah Melahirkan (Postnatal)
a. Kecelakaan/ trauma kepala, amputasi
b. Infeksi penyakit yang menyerang otak
c. Anoxia/ hipoxia, yaitu kondisi ketidakcukupan oksigen dalam
tubuh
4. Faktor keturunan
5. Usia ibu pada saat hamil
6. Pendarahan pada waktu hamil
Bambang putranto (2015: 242) juga menyebutkan faktor penyebab
ketunadaksaan yaitu sebagaimana kondisi kecacatan yang lain, kelainan
pada fungsi anggota tubuh atau tunadaksa dapat terjadi sebelum anak lahir
(prenatal), saat lahir (neonatal), dan setelah lahir (postnatal). Kelainan
fungsi anggota tubuh atau tunadaksa yang terjadi sebelum bayi lahir atau
ketika dalam kandungan, diantaranya disebabkan faktor genetika serta
kerusakan pada sistem saraf pusat.
Beberapa faktor lain berikut menjadi penyebab kelainan pada bayi
selama dalam kandungan.
1. Anoxia Prenatal
Hal ini disebabkan pemisahan bayi dari plasenta, penyakit anemia,
kondisi jantung yang gawat, shock, serta percobaan abortus
(pengguguran kandungan).
2. Gangguan metabolisme pada ibu.
3. Faktor rhesus
Kondisi tunadaksa yang terjadi pada masa kelahiran bayi,
diantaranya:

12
1. Kesulitan persalinan karena letak bayi sungsang atau pinggul ibu
terlalu kecil
2. Pendarahan pada otak saat kelahiran
3. Melahirkan secara prematur
4. Gangguan pada plasenta yang dapat mengurangi oksigen sehingga
mengakibatkan terjadinya anoxia.

D. Karakteristik ABK “Tunadaksa/ Tunafisik (Physical Disability)”


Menurut Bilqis (2012: 4-5), karakteristik anak tunadaksa dapat dibedakan
menjadi tiga kategori, yaitu:
1. Karakteristik Fisik/ Kesehatan
Karakteristik fisik/ kesehatan anak tunadaksa antara lain:
a. Mengalami cacat tubuh.
b. Kecenderungan mengalami gangguan sakit gigi.
c. Berkurangnya daya pendengarn dan penglihatan.
d. Gangguan bicara.
e. Gangguan keseimbangan.
f. Gerakan tidak dapat dikendalikan.
g. Susah berpindah tempat.
h. Anggota geraktubuh kaku, lemah, atau lumpuh.
i. Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam.
j. Kesulitan pad saat berdiri, berjalan, atau duduk, dan menunjukkan
sikap tubuh tidak normal.
k. Hiperaktif/ tidak dapat tenang.
l. Sulit melakukan kegiatan yang membutuhkan integrasi gerak yang
lebih halus, seperti menulis, menggambar, dan menari.
2. Karakteristik Akademik
Karakteristik akademik anak tunadaksa antara lain:
a. Anak tunadaksa yang mengalami kelainan pada sistem otot dan
rangka umumnya memiliki tingkat kecerdasan normal. Oleh karena

13
itu, mereka dapat mengikuti pelajaran sama dengan anak lain yang
bukan penyandang tunadaksa.
b. Anak tunadaksa yang mengalami kelainan pada sistem cerebral,
memiliki tingkat kecerdasan berentang, mulai di tingkat idiocy
sampai dengan gifted.
c. Anak Cerebral Palsy juga mengalami kelainan persepsi, kognisi,
dan simbolisasi. Kelainan persepsi terjadi karena saraf
penghubung dan jaringan saraf ke otak mengalami kerusakan
sehingga proses persepsi mengalami gangguan. Kemampuan
kognisi terbatas disebabkan oleh adanya kerusakan otak sehingga
mengganggu fungsi kecerdasan, penglihatan, pendengaran, bicara,
rabaan, dan bahasa, hingga akhirnya gangguan anak tersebut tidak
dapat berinteraksi dengan lingkungan. Gangguan pada simbolisasi
disebabkan oleh adanya kesulitan dalam menerjemahkan apa yang
didengar dan dilihat. Kelainan yang kompleks ini akan
mempengaruhi prestasi akademik anak Cerebral Palsy.
3. Karakteristik Sosial/ Emosional
Karakteristik sosial/ emosional anak tunadaksa antara lain:
a. Konsep diri anak yang merasa dirinya cacat, tidak berguna, dan
menjadi beban orang lain akan membuat anak tunadaksa
menunjukkan karakteristik, antara lain malas belajar, malas
bermain, dan perilaku lainnya.
b. Penolakan oleh orangtua dan masyarakat terhadap anak
penyandang tunadaksa akan merusak perkembangan pribadi
mereka.
c. Ketidakmampuan melakukan kegiatan jasmani dapat
mengakibatkan anak tunadaksa mengalami problem emosi, seperti
rendah diri, mudah tersinggung, mudah marah, pemalu,
menyendiri, kurang dapat bergaul, dan frustasi. Oleh sebab itu,
kebanyakan dari mereka tidak memiliki rasa percaya diri dan tidak
mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial mereka.

14
15
E. Klasifikasi ABK “Tunadaksa/ Tunafisik (Physical Disability)”
Klasifikasi anak tunadaksa menurut Dodo Sudrajat & Lilis Rosida
(2013: 44-45) terdiri dari:
1. Kelainan pada sistem otak (Cerebral System Disorder). Penggolongan
anak tunadaksa ini ke dalam sistem cerebral yang didasarkan pada
letak penyebab kelahiran yang terletak pada sistem saraf pusat.
2. Cerebral Palsy, dapat digolongkan berdasar:
a. Derajat Kecacatan
Penggolongan Cerebral Palsy menurut derajat kecacatan meliputi:
1) Ringan yaitu mereka yang dapat berjalan tanpa menggunakan
alat, berbicara tegas, dan dapat menolong dirinya sendiri.
2) Sedang yaitu mereka yang membutuhkan treatment atau latihan
untuk bicara, berjalan, dan mengurus dirinya sendiri.
3) Berat yaitu golongan yang selalu membutuhkan perawatan
dalam bergerak, bicara, dan menolong diri sendiri.
b. Topologi
Penggolongan Cerebral Palsy menurut topografi meliputi:
1) Monoplegia yaitu kecacatan satu anggota gerak misalnya kaki
knan/ kaki kiri.
2) Hemiplegia yaitu lumpuh anggota gerak atas dan bawah
misalnya tangan kanan dan kaki kanan.
3) Paraplegi yaitu lumpuh pada kedua tungkai kakinya.
4) Diplegia yaitu lumpuh kedua tangan, kanan dan kiri atau kaki
kanan dan kiri.
5) Quadriplegi yaitu kelumpuhan seluruh anggota gerak.
c. Fisiologi kelainan gerak
Penggolongan menurut Fisiologi (motorik) meliputi:
1) Spastik
2) Atetoid
3) Antaxia

16
4) Tremor
5) Rigid
6) Tipe Campuran
Klasifikasi anak tunadaksa menurut Bambang Putranto (2015: 240)
terdiri dari:
1. Spastic
Anak yang mengalami spastic menunjukkan kekejangan pada otot-
ototnya yang disebabkan oleh gerakan-gerakan kaku. Rasa kejang baru
akan hilang dalam keadaan diam, misalnya sewaktu tidur. Pada
umumnya, kekejangan ini akan bertambah parah apabila anak berada
dalam keadaan marah.
2. Athetoid
Anak yang mengalami athetoid tidak mengalami kekejangan atau
kekakuan. Otot-ototnya dapat bergerak dengan mudah, bahkan sering
terjadi gerakan-gerakan tak terkendali yang timbul diluar
kemampuannya. Hal ini sangat mengganggu dan merepotkan anak itu
sendiri. Gerakan ini terjadi pada tangan, kaki, lidah, bibir, serta mata.
3. Tremor
Anak yang mengalami tremor sering melakukan gerakan-gerakan kecil
yang berulang-ulang. Terkait hal ini, cukup sering dijumpai anak yang
salah satu anggota tubuhnya selalu bergerak.
4. Rigid
Anak Cerebral Palsy jenis rigid mengalami kekakuan pada otot.
Akibatnya gerakan-gerakan yang ditunjukkan sangat lambat dan kasar.
Kondisi anak seperti itu jelas memberi dampak negatif terhadap
aktivitas kesehariannya.

F. Model Pelayanan Pendidikan bagi ABK “Tunadaksa/ Tunafisik


(Physical Disability)”
Model Pelayanan Pendidikan bagi ABK “Tunadaksa/ Tunafisik (Physical
Disability)” menurut Aqila Smart (2011: 93-95), antara lain:

17
18
1. Sekolah Khusus
Pelayanan sebuah pendidikan bagi anak-anak penyandang tunadaksa di
sekolah khusus diperuntukkan untuk anak-anak yang memiliki masalah
lebih berat, yaitu pada masalah penyerta intelektualnya, seperti
retardasi mental maupun masalah kesulitan lokomosi (gerakan) dan
emosinya. Di sekolah ini layanan pendidikannya dibagi menjadi dua
bagian lagi, yaitu untuk anak-anak tunadaksa ringan dan anak-anak
tunadaksa sedang.
a. Sekolah Khusus untuk Anak Tunadaksa Ringan (SLB-D)
Layanan sekolah ini diperlukan untuk anak-anak tunadaksa yang
memiliki masalah yang ringan dan yang tidak memiliki masalah
penyerta berupa retardasi mental, yaitu anak tunadaksa yang
memiliki intelektual rata-rata yang bagus bahkan di atas rata-rata
intelektual anak-anak normal lainnya. Namun, kelompok anak ini
belum bisa diberikan di sekolah terpadu karena masih memerlukan
banyak terapi-terapi, seperti fisio therapy, speech therapy,
occupation therapy, atau terapi-terapi lainnya.
b. Sekolah Khusus untuk Anak Tunadaksa Ringan (SLB-D1)
Sekolah khusus ini diperuntukkan bagi anak-anak tunadaksa yang
memiliki problem emosi, persepsi, atau campuran keduanya dan
disertai dengan retardasi mental. Untuk anak-anak yang berada
dalam kategori tunadaksa sedang ini, memiliki nilai intelektual di
bawah anak-anak normal lainnya.

2. Sekolah Terpadu/ Inklusi


Untuk sekolah terpadu ini, diperuntukkan bagi anak-anak penyandang
tunadaksa yang memiliki intensitas masalah yang relatif ringan dan
tidak disertai dengan problem penyerta yang retardasi mental. Anak-
anak tunadaksa dengan intensitas ringan tersebut sudah dapat
mengatasi masalah fisiknya, intelektualnya, serta emosionalnya.

19
G. Strategi Pembelajaran bagi ABK “Tunadaksa/ Tunafisik (Physical
Disability)”
Pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus membutuhkan
suatu strategi tersendiri sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Dalam
penyusunan program pembelajaran untuk setiap bidang studi hendaknya
guru kelas sudah memiliki data data pribadi setiap peserta didiknya. Data
pribadi yakni berkaitan dengan karakteristik spesifik, kemampuan dan
kelemahannya, kompetensi yang dimiliki, dan tingkat perkembangannya.
Karakteristik spesifik pada umumnya berkaitan dengan tingkat
perkembangan fungsional. Karakteristik spesifik tersebut meliputi tingkat
perkembangan sensor motor, kognitif, kemampuan berbahasa,
keterampilan diri, konsep diri,kemampuan berinteraksi sosial serta
kreativitasnya.
Di bawah ini merupakan strategi pembelajaran bagi anak
berkebutuhan khusus “Tunadaksa” melalui pengorganisasian tempat
pendidikan menurut Meita Shanty (2012: 41), yakni:
1. Pendidikan Integrasi (Terpadu)
2. Pendidikan Segresi (Terpadu)
3. Penataan Lingkungan Belajar

H. Prinsip Pembelajaran bagi ABK “Tunadaksa/ Tunafisik (Physical


Disability)”
Menurut Aqila Smart (2011: 95-96), prinsip-prinsip yang perlu
diperhatikan dalam proses pembelajaran anak-anak tunadaksa adalah:
1. Pelayanan medis;
2. Pelayanan pendidikan; dan
3. Pelayanan sosial yang pada dasarnya juga tidak dapat lepas dengan
prinsip rehabilitasi dan habilitasi.
Habilitasi adalah usaha yang dilakukan seseorang agar anak menyadari
bahwa mereka masih memiliki kemampuan atau potensi yang dapat

20
dikembangkan meski kemampuan atau potensi tersebut terbatas.
Sedangkan rehabilitasi adalah usaha yang dilakukan dengan berbagai
macam bentuk dan cara, sedikit demi sedikit mengembalikan
kemampuan yang hilang atau belum berfungsi optimal.

I. Sarana Pendidikan yang Diperlukan ABK “Tunadaksa/ Tunafisik


(Physical Disability)”
Sarana pendidikan yang diperlukan abk “tunadaksa/ tunafisik (Physical
Disability) menurut Dodo Sudrajat & Lilis Rosida (2013: 47), yaitu:
1. Sarana umum, misalnya: aksesibilitas jalan, ruang WC, lingkungan
sekolah, ruang belajar, alat olahraga, alat keterampilan.
2. Sarana khusus, misalnya: alat bantu jalan, alat latihan jalan, alat
latihan makan dan minum, kursi roda, kruk, pen, kaki palsu.

21
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Tunadaksa/ Tunafisik merupakan sebutan halus bagi orang-orang yang
memiliki kelainan fisik, khususnya anggota badan, seperti kaki, tangan,
atau bentuk tubuh yang permanen yang disebabkan oleh kelainan neuro-
muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit, atau akibat
kecelakaan, termasuk cerebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh.

B. Saran
Pembelajaran untuk siswa yang mempunyai sikap dan karakter khusus
membutuhkan suatu strategi tersendiri sesuai kebutuhan. Dalam menyusun
program pembelajaran untuk setiap bidang studi, hendaknya guru kelas
sudah memiliki data pribadi dari setiap peserta didik. Data pribadi harus
memuat sifat dan karakteristik spesifik, kemampuan dan kelemahan,
kompetensi yang dimiliki, serta tingkat perkembangannya. Dalam hal ini,
penanganan khusus terhadap mereka layak diberikan agar tercipta proses
pembelajaran yang optimal. Dengan demikian, siswa yang memiliki
kebutuhan khusus tetap mampu menyerap dan mengikuti pelajaran di
sekolah dengan baik

22
DAFTAR PUSTAKA

Bilqis. 2012. Lebih Dekat dengan Anak Tuna Daksa. Yogyakarta: Familia.
Putranto, Bambang. 2015. Tips Menangani Siswa yang Membutuhkan Perhatian
Khusus. Yogyakarta. DIVA Press.
Shanty,Meita. 2012. Strategi Belajar untuk Anak Berkebutuhan Khusus.
Yogyakarta: Familia.
Smart, Aqila. 2011. Anak Cacat Bukan Kiamat: Metode Pembelajaran & Terapi
untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Jogjakarta: Katahati.
Sudrajat, Dodo & Lilis Rosida. 2013. Pendidikan Bina Diri bagi Anak
Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Luxima Metro Media.

23

Anda mungkin juga menyukai