1
REKREASI
MARET 2022
KATA PENGANTAR
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB 1
PENDAHULUAN
4
masih dipermasalahkan. Munculnya permasalahan tersebutterkait
dengan asumsi bahwa anak tunadaksa (kehialangan salah satu atau
lebih fungsianggota tubuh) pada kenyataannya banyak yang tidak
mengalami kesulitan untuk menititugas perkembangannya, tanpa harus
masuk sekolah khusus untuk anak tunadaksa(khususnya tunadaksa
ringan).
Ada manusia tuna daksa mulai dari lahir, ada pula yang menjadi
tuna daksa karena kecelakaan. Mereka tidak seperti manusia manusia
normal lainnya. Mereka memerlukan bantuan alat tambahan untuk
dapat beraktifitas normal, walau penggunaan alat tersebut hanya
sekedar membantu saja tidak menyembuhkan secara permanen.
Sehingga diperlukan berbagai modifikasi yang dapat membantu
meringankan aktivitas manusia tuna daksa. Dalam hal ini penulis
memilih untuk mengkaji lebih dalam mengenai modifikasi dalam
bidang pembelajaran pendidikan jasmani. Oleh karena itu dalam
makalah ini kami akan membahas model pembelajaran serta modifikasi
untuk anak berkebutuhan khusus tuna daksa dalam permainan bola
voli.
1.3 Tujuan
5
4. Menjelaskan model pembelajaran jasmani untuk Tuna Daksa
6
BAB II
PEMBAHASAN
Anak tuna daksa anak yang mempunyai kelainan ortopedik atau salah satu
bentuk berupa gangguan adalah dari fungsi normal pada tulang, otot, dan persendian
yang mungkin karena bawaan sejak lahir, penyakit atau kecelakaan, sehingga apabila
mau bergerak atau berjalan memerlukan alat bantu.
Menurut Direktorat Pendidikan Luar Biasa, pada dasarnya kelainan pada anak
tunadaksa dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu (1) kelainan pada
sistem serebral ( Cerebral System), dan (2) kelainan pada sistem otot dan rangka
( Musculus Skeletal System)
7
pusat ide, pusat kecerdasan, pusat motorik, pusat sensoris dan lain sebagainya.
Kelompok kerusakan bagian otak ini disebut Cerebral Palsy (CP). Cerebral
Palsy dapat diklasifikasikan menurut:
• Golongan ringan adalah mereka yang dapat berjalan tanpa menggunakan alat,
berbicara tegas, dapat menolong dirinya sendiri dalam kehidupan sehari-hari.
Mereka dapat hidup bersama-sama (dalam hal ini mengikuti aktivitas sehari-hari)
anak normal lainnya. Kelainan yang dimiliki oleh kelompok ini tidak mengganggu
kehidupan dan pendidikannya.
Monoplegia
Hanya satu anggota gerak yang lumpuh, misalnya kaki kiri.Sedangkan kaki
kanan dan kedua tangannya normal.
8
Hemiplegia
Lumpuh anggota gerak atas dan bawah pada sisi yang sama, misalnya tangan
kanan dan kaki kanan, atau tangan kiri dan kaki kiri.
Paraplegia
Diplegia
Lumpuh kedua tangan kanan dan kiri atau kedua kaki kanan dan kiri
(paraplegia).
Triplegia
Tiga anggota gerak mengalami kelumpuhan, misalnya tangan kanan dan kedua
kakinya lumpuh, atau tangan kiri dan kedua kakinya lumpuh.
Quadriplegia
Dilihat dari fisiologi, yaitu segi gerak, letak kelainan terdapat di otak dan fungsi
geraknya (motorik), maka anak Cerebral Palsy dibedakan atas:
Spastik
Tipe spastik ini ditandai dengan adanya gejala kekejangan atau kekakuan pada
sebagian ataupun seluruh otot. Kekakuan itu timbul ketika akan bergerak
sesuai dengan kehendak. Dalam keadaan ketergantungan emosional, kekakuan
atau kekejangan itu akan makin bertambah, sebaliknya dalam keadaan tenang,
9
gejala itu menjadi berkurang. Pada umumnya, anak CP jenis spastik ini
memiliki tingkat kecerdasan yang tidak terlalu rendah. Di antara mereka ada
yang normal bahkan ada yang di atas normal.
• Athetoid
Pada tipe ini tidak terdapat kekejangan atau kekakuan. Otot-ototnya dapat
digerakkan dengan mudah. Ciri khas tipe ini terdapat pada sistem gerakan.
Hampir semua gerakan terjadi di luar kontrol dan koordinasi gerak.
• Ataxia
Ciri khas tipe ini adalah seperti kehilangan keseimbangan. Kekakuan hanya
dapat terlihat dengan jelas saat berdiri atau berjalan. Gangguan utama pada
tipe ini terletak pada sistem koordinasi dan pusat keseimbangan pada otak.
Akibatnya, anak tipe ini mengalami gangguan dalam hal koordinasi ruang dan
ukuran. Sebagai contoh dalam kehidupan sehari-hari adalah pada saat makan
mulut terkatup terlebih dahulu sebelum sendok berisi makanan sampai ujung
mulut.
• Tremor
Gejala yang tampak jelas pada tipe tremor adalah gerakan-gerakan kecil dan
terus menerus berlangsung sehingga tampak seperti bentuk getaran-getaran.
Gerakan itu dapat terjadi pada kepala, mata, tungkai, dan bibir.
• Rigid
Pada tipe ini dapat dijumpai kekakuan otot – tidak seperti pada tipe spastik –
di mana gerakannya tampak tidak ada keluwesan.
• Tipe campuran
Anak pada tipe ini menunjukkan dua ataupun lebih jenis gejala CP sehingga
akibatnya lebih berat bila dibandingkan dengan anak yang hanya memiliki satu
tipe CP.
1
0
b. Kelainan pada sistem otot dan rangka ( musculus scelatel system)
Penggolongan anak tuna daksa ke dalam kelompok sistem otot dan rangka
didasarkan pada letak penyebab kelainan anggota tubuh yang mengalami kelainan
yaitu: kaki, tangan dan sendi, dan tulang belakang. Jenis-jenis kelainan sistem otak
dan rangka antara lain meliputi
a. Poliomylitis
Penderita polio ini mengalami kelumpuhan otot sehingga otot akan mengecil
dan tenaganya melemah. Peradangan akibat virus polio ini menyerang sumsum
tulang belakang pada anak usia dua tahun sampai enam tahun.
b. Muscle Dystrophy
1
1
Anak tuna daksa yang mengalami kerusakan alat tubuh, tidak ada masalah
secara fisiologis dalam struktur kognitifnya. Masalah terjadi ketika anak tuna daksa
mengalami hambatan dan mobilitas. Anak mengalami hambatan dalam melakukan
dan mengembangkan gerakan-gerakan, sehingga sedikit banyak masalah ini
mengakibatkan hambatan dalam perkembangan struktur kognitif anak tuna daksa.
Dalam pengukuran intelegensi pada anak tuna daksa, sering ditemukan angka
intelegensi yang cukup tinggi. Namun potensi kognitif yang cukup tinggi pada
anak-anak tuna daksa ini belum dapat difungsikan secara optimal. Hambatan
mobilitas, masalah emosi, kepribadian akan mempengaruhi anak tuna daksa dalam
melakukan eksplorasi keluar.
a. Modifikasi Pembelajaran
1
2
pelaksanaan pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan siswa”.
Jenis modifikasi dalam pembelajaran ini berveriasi dan bermacam-macam
disesuaikan dengan kebutuhan dan keterbatasan siswa berkebutuhan khusus, tetapi
tetap memiliki tujuan untuk memaksimalkan proses pembelajaran. Ada beberapa hal
menurut Tarigan (2000;50) yang dapat dimodifikasi untuk meningkatkan
pembelajaran diantaranya:
1. Penggunaan Bahasa
1
3
Learner dalam Abdurrahman (2003:146) bahwa “siswa berkesulitan belajar
memiliki gangguan perkembangan motorik antara lain kekurangan pemahaman
dalam hubungan keruangan dan arah, dan bingung lateralitas (confused
laterality)”. oleh karena itu dia memerlukan instruksi yang jelas bahkan kalau
bisa guru juga ikut memperagakan gerakan yang diinstruksikan agar siswa tidak
mengalami kesalahan dalam melakukan gerakan dan instruksi yang diberikan
harus berurutan dari tahapan awal sampai akhir karena apabila ada gerakan yang
runtutannya hilang kemungkinan besar dia akan bingung saat melakukan gerakan
selanjutnya.
Sedangkan bagi siswa yang memiliki hambatan pendengaran guru harus
menggunakan dua metode komunikasi yakni komunikasi verbal dan Isyarat yang
sering disebut dengan komunikasi total. Komunikasi total ini dapat lebih
memahami instruksi yang diberikan oleh guru, pada saat siswa tidak memahami
bahasa isyarat dia bisa membaca gerak bibir dan juga sebaliknya.
Dalam melakukan tugas gerak yang diberikan oleh guru terkadang siswa
melakukan kesalahan dalam melakukannya, hal ini diasumsikan bahwa para
siswa memiliki kemampuan memahami dan membuat urutan gerakan-gerakan
secara baik, yang merupakan prasyarat dalam melaksanakan tugas gerak.
Seorang guru menyuruh siswa “ berjalan ke pintu” yang sedang dalam
keadaan duduk. Untuk melaksanakan tugas gerak yang diperintahkan oleh guru
tersebut, diperlukan langkah-langkah persiapan sebelum anak benar-benar
melangkahkan kakinya menuju pintu.
Jika seorang siswa mengalami kesulitan dalam membuat urutan-urutan
peristiwa yang dialami, maka pelaksanaan tugas yang diperintahkan guru tersebut
akan menjadi tantangan berat yang sangat berarti bagi dirinya. Oleh karena itu
guru harus tanggap dan memberikan bantuan sepenuhnya baik secara verbal
maupun manual pada setiap langkah secara beraturan.
1
4
menguasai pelajaran dalam waktu yang sesuai dengan siswa-siswa lain pada
umumnya.
Namun pada sisi lain ada siswa yang membutuhkan waktu lebih banyak
untuk memproses informasi dan mempelajari suatu aktivitas gerak tertentu. Hal
ini berarti dibutuhkan pengulangan secara menyeluruh dan peninjauan kembali
semua aspek yang dipelajari. Demikian juga halnya dalam praktek atau berlatih,
sebaiknya diberikan waktu belajar yang berlebih untuk menguasai suatu
keterampilan atau melatih keterampilan yang telah dikuasai
Contohnya bagi siswa yang memiliki hambatan mental dengan tingkat
kecerdasan di bawah rata-rata, dia tidak dapat memproses informasi atau perintah
yang diberikan dengan cepat, sehingga dia akan mengalami kesulitan dan sedikit
membutuhkan waktu lebih banyak dalam melakukan kegiatan tersebut. Begitu
pula dengan siswa yang memiliki hambatan motorik, mereka membutuhkan
waktu yang lebih saat melakukan sebuah aktivitas jasmani karena hambatan yang
dimilkinya.
Contoh kegiatannya, pada saat kegiatan berlari mengelilingi lapangan siswa
yang lain di berikan alokasi waktu 2 menit untuk dapat mengelilingi lapangan,
tetapi bagi siswa yang memiliki hambatan mental, motorik dan perilaku mungkin
membutuhkan alokasi waktu 4 sampai 5 menit untuk dapat mengelilingi lapangan
tersebut.
Jadi waktu yang diberikan kepada siswa yang memiliki hambatan harus
disesuaikan dengan kemampuan dan hambatan yang dimiliki oleh siswa tersebut,
tetapi bukan erarti harus selalu lebih dari siswa lainnya karena pada kenyataanya
ada siswa yang memiliki hambatan dapat menguasai pelajaran waktu yang
dibutuhkannya sama dengan siswa lainnya. Sesuai dengan apa yang diungkapkan
oleh Tarigan (2000;56) bahwa: dalam menghadapi siswa cacat perlu disediakan
waktu yang cukup, baik lamanya belajar maupun pemberian untuk memproses
informasi. Sebab dalam kenyataannya ada siswa yang cacat mampu menguasai
pelajaran dalam waktu yang sesuai dengan rata-rata anak normal.
1
5
memperoleh hasil maksimal.
Adapun teknik-teknik memodifikasi lingkungan belajar siswa menurut
Tarigan dalam Penjas adaptif (2000: 58) sebagai berikut:
1
6
tersebut dengan baik. Seperti yang disampaikan oleh Tarigan (2000;60) bahwa ‘
Seorang guru pendidikan jasmani harus selalu kreatif dan menemukan cara–cara
yang tepat untuk memanfaatkan sarana yang teredia, sehingga menjadi suatu
lingkungan belajar yang layak’.
Cara yang kedua adalah guru harus memiliki antusiasme yang tinggi serta
selalu ikut berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Pada saat pembelajaran
berlangsung guru harus dapat berperan aktif dalam setiap kegiatan yang
dilakukan bersama-sama dengan siswa. Guru dengan siswa bersama-sama
1
7
melakukan kegiatan jasmani dengan menunjukan semangat dan keceriaan yang
dapat menarik perhatian siswa agar mau mengikuti kegiatan yang dilakuan.
1
8
Lapangan yang telah dimodifikasi yaitu dengan lapangan badminton.
Bola voli standart untuk dewasa dan bola plastik untuk anak - anak.
Net dalam model permainan ini menggunakan net standar yang biasa
digunakan dalam badminton dengan ketinggian ± 100 cm.
2) Perlengkapan Pemain
3) Jumlah pemain
4) Wasit
1
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Tuna daksa adalah suatu kelainan fisik atau tubuh yang diperoleh sejak
lahir maupun karena trauma, penyakit, atau kecelakaan. Kelainan atau
keterbatasan tersebut dapat menimbulkan gangguan koordinasi, komunikasi,
adaptasi, mobilisasi, dan gangguan perkembangan keutuhan pribadi. Maka dari itu
anak tuna daksa mebutuhkan alat, perhatian, dan fasilitas khusus untuk membantu
mereka untuk dapat beraktifitas dengan baik.
2
0
DAFTAR RUJUKAN
2
1