Anda di halaman 1dari 38

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Landasan Teori

1. Hakikat Sekolah Luar Biasa

a) Pengertian Sekolah Luar Biasa

Di dunia ini tidak ada manusia yang dilahirkan sempurna.

Pasti ada sesuatu kekurangan pada manusia itu sendiri. Seperti

contohnya, Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Walaupun ABK

berbeda dengan anak normal yang lainya, namun mereka juga

memiliki hak mendapatkan pendidikan hingga mereka dewasa

nanti. Seorang ABK harus mempunyai sarana sekolah yang

dikhususkan untuk mereka namun banyak ABK daerah depok

yang tidak bersekolah dikarenakan kurangnya sarana dan

prasarana. Karena itu timbullah rencana rancangan sekolah khusus

ABK disekitar daerah Depok khususnya anak yang menyandang

Tuna Grahita yang banyak sekali dijumpai di kota depok namun

tak ada sekolah khusus yang mampu menerimanya.

Menurut Joppy Liando dan Aldjo Dapa (2007:19) pendidikan

khusus diselenggarakan dalam wadah satuan pendidikan khusu

sebagaimana berlaku selama ini dengan system segregatif yaitu

dengan mengelompokkan anak – anak berkebutuhan khusus di

sekolah dan kelas khusus dalam bentuk SLB. Dalam Peraturan

6
7

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1991 tentang

Pendidikan Luar Biasa pasal 1 ayat 1 dijelaskan bahwa pendidikan

luar biasa adalah pendidikan yang khusus diselenggarakan bagi

peserta didik yang menyandang kelainan fisik atau mental.

Sedangkan menurut Joppy Liando dan Aldjo Dapa (2007:22)

pendidikan khusus adalah pendidikan yang khusus ditunjukan

untuk kelompok populasi khusus, diantaranya adalah ABK.

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27

tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Biasa pasal 4 disebutkan

bentuk satuan pendidikan luar biasa dara Sekolah Dasar Luar

Biasa (SDLB), Sekolah mengenah Pertama Luar Biasa (SMPLB),

dan Sekolah Mengenah Atas Luar Biasa (SMALB). Selain itu,

jenis kelainan peserta didik dijelaskan pada pasal 3 terdiri atas

kelainan fisik atau mental, dan kelainan perilaku. Klasifikasi

tersebut sebagai berikut:

i. Kelainan fisik, meliputi

(a). Tuna netra

(b). Tuna rungu

(c). Tuna daksa

ii. Kelainan mental, meliputi

(a). Tuna gharita ringan

(b). Tuna gharita sedang

iii. Kelainan perilaku, meliputi tuna laras

iv. Kelainan Ganda


8

Dari beberapa pengertian diatas dapat simpulkan

bahwa SLB Terpadu ialah sebuah wadah untuk

melaksanakan pendidikan darai berbagai macam ABK.

b) Standar Sarana Prasarana Sekolah Luar Biasa boarding school

Tuna Grahita

Menurut Barnawi dan M. Arifin (2012 : 87) standarisasi sarana

dan prasarana sekolah dapat diartikan sebagai suatu penyesuaian

bentuk, baik spesifikasi, kualitas maupun kuantitas sarana dan

prasarana sekolah dengan criteria minimum yang telah ditetapkan

untuk mewujudkan transparasi dan akuntabilitas public serta

meningkatkan kinerja penyelenggara sekolah.

2. Hakikat Arsitektur

Arsitektur merupakan tempat bernaung dari yang paling sederhana

hingga yang paling rumit. Arsitektur juga merupakan lingkungan

binaan (built environment) dan Lingkungan buatan (built environment)

mempunyai bermacam-macam kegunaan, yaitu, melindungi manusia

dan kegiatan - kegiatannya serta harta miliknya dari elemen-elemen,

dari musuh-musuh berupa manusia dan hewan, dan dari kekuatan-

kekuatan adikodrati, membuat tempat, menciptakan suatu kawasan

aman yang berpenduduk dalam suatu dunia fana dan cukup berbahaya,

menekankan identitas social dan menunjukan status, dan sebagainya.

Menurut  Amos Rappoport (1981 ) : Arsitektur adalah ruang tempat

hidup manusia, yang lebih dari sekedar fisik, tapi juga menyangkut

pranata-pranata budaya dasar. Pranata ini meliputi: tata atur kehidupan


9

sosial dan budaya masyarkat, yang diwadahi dan sekaligus

memperngaruhi arsitektur sedangkan  Menurut  JB. Mangunwijaya

(1992) : Arsitektur sebagai vastuvidya (wastuwidya) yang berarti ilmu

bangunan. Dalam pengertian wastu terhitung pula tata bumi, tata

gedung, tata lalu lintas (dhara, harsya, yana).

3. Hakikat Tuna Grahita

Tuna Grahita merupakan kata lain dari Retardasi Mental yang

berarti keterbelakangan mental. Tuna berarti merugi sedangkan Grahita

berarti pikiran.

“A state of incomplete mental development of such a kind and degree

that the individual is incapable of adapting himself to the normal

environment of his flow in such a way to maintain existence

independently of supervision, control, or external support”

(“Peristilah dan Batasan-Batasan Tuna Grahita,

hhtp://www.pdpersi.co.id/?show=detailnew&kode=953&tbl=article)

Anak tuna grahita adalah anak yang mengalami hambatan atau

keterlambatan dalam perkembangan mental (fungsi intelektual di

bawah teman-teman sesuainya) disertai ketidakmampuan/

kekurangmampuan untuk belajar dan untuk menyesuaikan diri.

Semuanya itu berlangsung atau terjadi pada masa perkembangannya.

Seseorang dikatakan tuna grahita apabila memiliki keterhambatan

fungsi kecerdasan secara umum atau dibawah rata-rata,

ketidakmampuan dalam perilaku adaptif, dan terjadi selama

perkembangan sampai usia 18 tahun.


10

American Asociation on Mental Deficiency (AAMD)

mendefinisikan tuna grahita sebagai kelainan yang meliputi fungsi

intelektual umum dibawah rata-rata, yaitu IQ 84 ke bawah berdasarkan

tes. Sedangkan pengertian tuna grahita menurut Japan League for

Mentally Retarded yang meliputi fungsi intelektual lamban, yaitu IQ

70 ke bawah berdasarkan tes inteligensi baku. Para ahli Indonesia

menggunakan klasifikasi:

1) Tuna grahita ringan memiliki IQ 50-70

2) Tuna grahita sedang memiliki IQ 55-40

3) Tuna grahita berat dan sangat berat memiliki IQ<30

Tingkat kecerdasannya yang rendah juga dapat ditemukan dalam

keganjilan fisiknya. Dua sisi dari wajah dan kepala yang tidak simetris,

kepala lebih kecil atau lebih besar dibandingkan dengan anak-anak

normal. Keganjilan juga dapat dilihat dari gerakan-gerakan ototnya.

Anak tuna grahita mengalami kesulitan dalam menggerakkan otot-

ototnya.

Menurut Brown (1996:485-486) nak Tuna grahita mempunyai

karateristik sebagai berikut:

1) Lamban dalam mempelajari hal-hal yang baru, mempunyai

kesulitan dalam mempelajari pengetahuan abstark atau yang

berkaitan, dan selalu cepat lupa apa yang dia pelajari tanpa latihan

yang terus menerus

2) Kesulitan dalam menggeneralisasikan dan mempelajari hal-hal

yang baru .
11

3) Kemampuan bicaranya sangat kurang bagi anak tuna grahita berat.

4) Cacat fisik dan perkembangan gerak. Kebanyakan anak dengan

tuna grahita berat mempunyai keterbatasan dalam gerak fisik, ada

yang tidak dapat berjalan, tidak dapar berdiri atau bangun tanpa

bantuan.

5) Mereka lambat dalam mengerjakan tugas-tugas yang sangat

sederhana , sulit menjangkau sesuatu, dan mendongakkan kepala.

6) Kurang dalam menolong diri sendiri. Contohnya sulit mengurus

diri sendiri seperti berpakaian, makan dan mengurus kebersihan

diri sendiri.

7) Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim. Hal ini disebabkan

kesulitan anak tuna grahita dalam memberikan perhatian terhadap

lawan main.

8) Tingkah laku kurang wajar yang terus menerus. Banyak anak tuna

grahita berat bertingkah laku tanpa tujuan yang jelas. Misalnya:

menggigit diri sendiri, membentur- benturkan kepala, dll.

4. Bentuk Pelayanan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Anak berkebutuhan khusus yang mengalami kecacatan fisik, yaitu

tunanetra, tunarungu/wicara, tuna daksa, tunamental, tunalaras, dan

anak berbakat. Untuk mengenal lebih lanjut layanan pendidikan bagi

anak berkebutuhan khusus terlebih dahulu akan diuraikan beberapa

bentuk atau jenis layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus

secara umum dan khusus. Setelah mengikuti uraian ini diharapkan


12

saudara memiliki kompetenti untuk menjelaskan bentuk layanan

pendidikan bagi anak bekebutuhan khusus

Bentuk-bentuk layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus

dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok besar, yaitu:

1. Bentuk Layanan Pendidikan Segregrasi

Sistem layanan pendidikan segregasi adalah sistem pendidikan

yang terpisah dari sistem pendidikan anak normal. Pendidikan anak

berkebutuhan khusus melalui sistem segregasi maksudnya adalah

penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan secara khusus, dan

terpisah dari penyelenggaraan pendidikan untuk anak normal.

Dengan kata lain anak berkebutuhan khusus diberikan layanan

pendidikan pada lembaga pendidikan khusus untuk anak

berkebutuhan khusus, seperti Sekolah Luar Biasa atau Sekolah

Dasar Luar Biasa, Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa, Sekolah

Menangah Atas Luar Biasa.  Sistem pendidikan segregasi

merupakan sistem pendidikan yang paling tua. Pada awal

pelaksanaan, sistem ini diselenggarakan karena adanya 

kekhawatiran atau keraguan terhadap kemampuan anak

berkebutuhan khusus untuk belajar bersama dengan anak normal.

Selain itu, adanya kelainan fungsi tertentu pada anak berkebutuhan

khusus memerlukan layanan pendidikan dengan menggunakan

metode yang sesuai dengan kebutuhan khusus mereka. Misalnya,

untuk anak tunanetra, mereka memerlukan layanan khusus berupa

braille, orientasi mobilitas. Anak tunarungu memerlukan


13

komunikasi total, bina persepsi bunyi; anak tunadaksa memerlukan

layanan mobilisasi dan aksesibilitas, dan layanan terapi untuk

mendukung fungsi fisiknya.

2. Bentuk Layanan Pendidikan Terpadu/Integrasi

Bentuk layanan pendidikan terpadu/integrasi adalah sistem

pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak

berkebutuhan khusus untuk belajar bersama-sama dengan anak

biasa (normal) di sekolah umum. Dengan demikian, melalui sistem

integrasi anak berkebutuhan khusus bersama-sama dengan anak

normal belajar dalam satu atap.

Sistem pendidikan integrasi disebut juga sistem pendidikan

terpadu, yaitu sistem pendidikan yang membawa anak

berkebutuhan khusus kepada suasana keterpaduan dengan anak

normal. Keterpaduan tersebut dapat bersifat menyeluruh,

sebagaian, atau keterpaduan dalam rangka sosialisasi.  Pada sistem

keterpaduan secara penuh dan sebagaian, jumlah anak

berkebutuhan khusus dalam satu kelas maksimal 10 % dari jumlah

siswa keseluruhan. Selain itu dalam satu kelas hanya ada satu jenis

kelainan. Hal ini untuk menjaga agar beban guru kelas tidak terlalu

berat, dibanding jika guru harus melayani berbagai macam

kelainan.

Untuk membantu kesulitan yang dialami oleh anak

berkebutuhan khusus, di sekolah terpadu disediakan Guru


14

Pembimbing Khusus (GPK). GPK dapat berfungi sebagai

konsultan bagi guru kelas, kepala sekolah, atau anak berkebutuhan

khusus itu sendiri. Selain itu, GPK juga berfungsi sebagai

pembimbing di ruang bimbingan khusus atau guru kelas pada kelas

khusus.  Ada tiga bentuk keterpaduan dalam layanan pendidikan

bagi anak berkebutuhan khusus menurut Depdiknas (1986).

3. Pendidikan Inklusif

Konsep inklusi, dimana sistem suatu institusi atau lembaga yang

menyesuaikan dengan kebutuhan siswa. Selain itu, integrasi lebih

berfokus pada kurikulum dan diatur oleh guru, sedangkan inklusi

berpusat pada siswa, dan dikembangkannya interaksi yang

komunikatif dan dialogis.

Dari uraian tersebut sesungguhnya dikemukakan, bahwa konsep

inklusif lebih menekankan pada upaya pemenuhan kebutuhan

pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Pendidikan

inklusif menurut Sapon-Shevin dalam O’Neil (1994/1995)

didefinisikan sebagai suatu sistem layanan pendidikan khusus yang

mensyaratkan agar semua anak berkebutuhan khusus dilayani di

sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman

seusianya. Untuk itu perlu adanya restrukturisasi di sekolah

sehingga menjadi komunitas yang mendukung pemenuhan

kebutuhan khusus bagi setiap anak. Sejalan dengan konsep ini,

Smith (2006:45) mengemukakan, bahwa inklusi dapat berarti

penerimaan anak-anak yang mengalami hambatan ke dalam


15

kurikulum, lingkungan, interaksi sosial dan konsep diri (visi-misi)

sekolah. Gagasan utama mengenai pendidikan inklusif ini menurut

Johnsen (2003:181), adalah sebagai beriku:

1. Bahwa setiap anak merupakan bagian integral dari komunitas

lokalnya dan kelas dan kelompok reguler.

2. Bahwa kegiatan sekolah diatur dengan sejumlah besar tugas

belajar yang kooperatif, individualisasi pendidikan dan

fleksibilitas dalam pilihan materinya.

3. Bahwa guru bekerjasama dan memiliki pengetahuan tentang

strategi pembelajaran dan kebutuhan pengajaran umum, khusus

dan individual, dan memiliki pengetahuan tentang cara

menghargai tentang pluralitas perbedaan individual dalam

mengatur aktivitas kelas.

Pendidikan inklusi mempercayai bahwa semua anak berhak

mendapatkan pelayanan pendidikan yang baik sesuai dengan usia

atau perkembangannya, tanpa memandang derajat, kondisi

ekonomi, ataupun kelainannya. Penting bagi guru untuk disadari,

bahwa di sekolah mereka dapat membuat penyesuaian pendidikan

bagi anak-anak berkebutuhan khusus, manakala mereka memiliki

pandangan pendidikan yang komprehensif , yang terpusat pada

anak. Meskipun mungkin masih memerlukan pelatihan tentang

metode atau strategi khusus yang akan diterapkan di sekolah.

Kesadaran tersebut juga perlu dibangun, terutama berkenaan

dengan pengembangan pendidikan yang disesuaikan dengan


16

kebutuhan masing-masing anak secara individual. Ini didasari atas

pertimbangan, bahwa anak memiliki hak untuk memperoleh

pendidikan yang berkualitas sesuai dengan potensi dan

kebutuhannya. Mereka juga memiliki hak untuk belajar bersama

dengan teman-teman sebayanya.

5. Kurikulum Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusu Tunagrahita

Kurikulum adalah seperangkat rencana pembelajaran yang

didalamnya menampung pengaturan tentang tujuan, isi, proses, dan

evaluasi. Dengan demikian kurikulum tingkat satuan pendidikan

(KTSP) adalah kurikulum yang dirancang, diberlakukan dan

diimplementasikan dalam satu lembaga atau satuan pendidikan

tertentu. Selanjutnya silabus merupakan rancangan pembelajaran yang

disusun oleh guru selama satu semester. Sedangkan RPP sebagai

rencana pembelajaran yang di susun guru untuk satu atau bebrapa

pertemuan dengan peserta didik.

Dalam pembelajaran inklusif, model kurikulum bagi ABK dapat

dikelompokan  menjadi empat, yakni:

1. Duplikasi Kurikulum

Yakni ABK menggunakan kurikulum yang tingkat kesulitannya

sama dengan siswa rata-rata/regular. Model kurikulum ini cocok

untuk peserta didik tunanetra, tunarungu wicara, tunadaksa, dan

tunalaras. Alasannya peserta didik tersebut tidak mengalami

hambatan intelegensi. Namun demikian perlu memodifikasi proses,

yakni peserta didik tunanetra menggunkan huruf Braille, dan


17

tunarungu wicara menggunakan bahasa isyarat dalam

penyampaiannya.

2. Modifikasi Kurikulum

Yakni kurikulum siswa rata-rata/regular disesuaikan dengan

kebutuhan dan kemampuan/potensi ABK. Modifikasi kurikulum ke

bawah diberikan kepada peserta didik tunagrahita dan modifikasi

kurikulum ke atas (eskalasi) untuk peserta didik gifted and talented.

3. Substitusi Kurikulum

Yakni beberapa bagian kurikulum anak rata-rata ditiadakan dan

diganti dengan yang kurang lebih setara. Model kurikulum ini

untuk ABK dengan melihat situasi dan kondisinya.

4. Omisi Kurikulum

Yaitu bagian dari kurikulum umum untuk mata pelajaran tertentu

ditiadakan total, karena tidak memungkinkan bagi ABK untuk

dapat berfikir setara dengan anak rata-rata.

6. Boarding School

Boarding School adalah system sekolah dengan asrama, dimana

peserta didik , para guru dan para pengelola sekolah tinggal di asrama

yang berada dalam lingkungan sekolah dalam kurun waktu tertentu

yang biasanya satu semester diselingidengan libur satu bulan sampai

menamatkan sekolah (Arsy Karima Zahra, 2008: 145).

Boarding school menyediakan sarana dan prasarana untuk

memenuhi kebutuhan siswa.lengkapnya fasilitas yang ada untuk


18

menyalurkanbakat dan hobi siswa-siswi (Gaztambide-Fernandez,

Ruben,2009)

Dalam system pendidikan boarding school, seluruh peserta didik

wajib tinggal dalam satu asrama.oleh karena itu, guru atau pendidik

lebih mudah mengontrol perkembangan karakter peserta didik. Dalam

segala kegiatan sekolah maupun lingkungan masyarakat dipantau oleh

guru-guru selama 24 jam. Kesesuaian system boarding-nya, terletak

pada semua aktivitas siswa yang diprogramkan, diatur dan dijadwalkan

dengan jelas. Sementara aturan kelembagaanya sarat dengan muatan

nilai-nilai moral.

7. Hakikat Arsitektur Perilaku

Arsitektur Perilaku dapat diartikan sebagai suatu lingkungan binaan

yang diciptakan oleh manusia sebagi tempat untuk melakukan

aktivitasnya dengan mempertimbangkan segala aspek dari tanggapan

atau reaksi dari manusia itu sendiri menurut pola pikir atau persepsi

manusia selaku pemakai. (Setiawan. B & Haryadi, Arsitektur

Lingkungan dan Perilaku)

Sehubungan dengan pengertian di atas maka Arsitektur Perilaku

tersebut membahas tentang hubungan antara tingkah laku manusia

dengan lingkungannya. Hal ini tentunya tidak terlepas dari pembahasan

psikologis yang secara umum didefenisikan sebagai ilmu pengetahuan

yang mempelajari tingkah laku manusia dengan lingkungan.

Menurut Garden Murphy, psikologi adalah ilmu yang mempelajari

respons yang diberikan oleh makhluk hidup terhadap lingkungannya.


19

Menurut Amos Rapoport, kajian arsitektur lingkungan berkaitan

dengan karakter manusia yang berbeda-beda, lingkungan terbangun

yang membentuk atau mempengaruhi perilaku manusia yang

didalamnya dan interaksi manusia dengan lingkungannya.

Penyesuaian antara perilaku dengan lingkungannya terbagi atas dua

yaitu : Perubahan perilaku agar sesuai dengan lingkungan. Sifat

manusia yang mampu belajar dari pengalaman, perubahan perilaku agar

sesuai dengan lingkungan akan bisa dilakukan secara bertahap. Dengan

kata lain, manusia bisa dididik, dilatih dan belajar sendiri untuk bisa

menyesuaikan

diri dengan lingkungan barunya yang masih asing.

Perubahan lingkungan agar sesuai dengan perilaku manusia selalu

berusaha untuk memanipulasi lingkungan agar sesuai dengan

kondisi

dirinya (keadaan yang diinginkannya). Proses manipulasi

lingkungan

tersebut melibatkan tingkah laku mendesain (merancang)

lingkungan.

Dlam mendesain bangunan ada dua unsur yaitu kelayakan huni

(habitability) dan alternatif desain.

Menurut Garry T. More dalam buku Introduction to Architecture :

Istilah perilaku diartikan sebagai suatu fungsi dari tuntutan-tuntutan

organism dalam dan lingkungan sosio-fisik luar. Penkajian perilaku


20

menurut Garry T. More diakitkan denga lingkungan sekitar yang lebih

dikenal sebagai pengakjian lingkungan-perilaku.

Sedangkan menurut  Y.B Mangun Wijaya dalam buku Wastu

Citra : Arsitektur berwawasan perilaku adalah Arsitektur yang

manusiawi, yang mampu memahami dan mewadahi perilaku-perilaku

manusia yang ditangkap dari berbagai macam perilaku, baik itu

perilaku pencipta, pemakai, pengamat juga perilaku alam sekitarnya.

Disebutkan pila bahwa Arsitektur adalah penciptaan suasana,

perkawinan guna dan citra. Guna merujuk pada manfaat yang

ditimbulkan dari hasil rancangan. Manfaat tersebut diperoleh dari

pengaturan fisik bangunan yang sesuai dengan fungsinya. Namun

begitu guna tidak hanya berarti manfaat saja, tetapi juga mengahsilkan

suatu daya yang menyebabkan kualitas hidup kita semakin meningkat.

Cita merujuk pada image yang ditampilkan oleh suatu karya

Arsitektur. Citra lebih berkesan spiritual karena hanya dapat dirasakan

oleh jiwa kita. Citra adalah lambing yang membahasakan segala yang

manusiawi, indah da agung dari yang menciptakan (Mangunwijaya,

1992).

Dari pernyataan di atas dapat dikatakan baha mencapai guna dan

citra yang sesuai tidak lepas dari berbagai perilaku yang berpengaruh

dalam sebuah karya, baik itu perilaku pencipta, perilaku pemakai,

perilaku pengamat juga menyangkut perilaku alam dan sekitarnya.


21

B. Tinjauan Proyek Sejenis

1. Sekolah Luar Biasa Boarding School Nusantara (A,B,C.D.AUTIS)

Depok

Gambar 2.1 Sekolah Luar Biasa Boarding Schoo Nusantara Depokl

(sumber: Survei, Maret 2017)

a. Lokasi

Sekolah Luar Biasa Boarding School Nusantara Depok ini berlokasi di

Jl. Sempu I Rt. 006/004 No. 7-8 Beji Depok yang berdekatan dengan

Polres Beji. Akses sekolah ini cukup sulit dijangkau karena terletak jauh

darai jalan raya besar dan jarang angkutan umum melewati sekitar

sekolah itu.

b. Identitas Sekolah

Luas tanah pada bangunan sekolah ini adalah 2.000m² yang

bekemukiman di lahan milik yayasan. Siswa yang bersekolah di SLB ini

berjumlah 144 anak dengan katagori anak penyandang Tuna Netra, Tuna

Rungu,Tuna Grahita, Tuna Daksa, dan anak autism.


22

Gambar 2.2 Daftar Anak dan Karyawan

(sumber: Survei, Maret 2017)

Status sekolah ini adalah Swasta yang dinaungan yayasan sehingga

sekolah ini dibiayayai pihak yayasan tanpa campur tangan pemerintah.

Sekolah ini memiliki fasilitas lengkap dikarenakan sekolah ini berasrama

dan satu-satunya di kota Depok.

c. Fasilitas

1). Ruang Kelas

Gambar 2.3 Ruang Kelas1

(sumber: Survei, Maret 2017)


23

SLB Boarding School Nusantara Depok ini memiliki 9 ruang kelas

dengan luasan 3 x 3.5 m². Pembagian kelas pun disesuaikan menurut type

anak, sehingga setiap anak berkebutuhan khusus beda penyadang

mempunyai 1 kelas ruangan.

2). Ruang Serba Guna

Gambar 2.4 Serba Guna

(sumber: Survei, Maret 2017)

Ruang Seni ini memiliki luasan ruang 5 x 6m² yang didalamnya

terdapat peralatan permainan indoor seperti peralatan ping pong, lemari

berisis mainan dan juga kursi roda. Biasanya ruangan ini digunakan untuk

tempat bermain anak sela istirahat di jam sekolah.

4). Aula
24

Gambar 2.5 Aula Sekolah

(sumber: Survei, Maret 2017)

Ruang Aula ini merupakan fasilitas yang dapat dijadikan sebagai

lapangan dalam ruangan yang merupakan salah satu fasilitas yang

menunjang pada sekolah ini. Biasanya aula ini digunakan sebagai upacara

sekolah maupun kegiatan olahraga.

5). Toilet

Gambar 2.6 Toilet Siswa

(sumber: Survei, Maret 2017)

Sekolah ini hanya memiliki 2 toilet untuk siswa laki-laki dan 1

toilet untuk siswa perempuan dengan 1 toilet berukuran 1 x 1.2 m².

sedangkan toilet untuk pengelolah sekolah berukuran sama seperti siswa.


25

6). Fasilitas Asrama Wanita

Gambar 2.7 Ruang Tidur dan Ruang Kumpul Siswi

(sumber: Survei, Maret 2017)

Asrama ini mempunyai banyak beberapa kamar yang setiap kamar

terdiri dari 3 orang. Namun bagi anak berkebutuhan khusus Tuna grahita,

1 kamar terdiri dari min. 5 orang. Hal ini dikarenakan ana Tuna grahita

tidak bisa tidur sendirian.

Luasan kamar pada anak Tuna grahita ialah 8 x 10 m² sedangkan

untuk kamar yang lain berluasan 4 x 5 m².


26

7). Fasilitas Asrama Pria

Gambar 2.8 Ruang Tidur dan Ruang Kumpul Siswa

(sumber: Survei, Maret 2017)

Bagi asrama siswa pria pun sama seperti siswi perempuan yakni

anak tuna grahita dibedakan dengan anak yang lain. Namun di asrama

pria ini mempunyai kamar-kamar khusus yang dikhususkan untuk siswa

yang tempramennya sedikit terganggu.

Gambar 2.9 Ruang Tidur khusus siswa

(sumber: Survei, Maret 2017)


27

8). Dapur Asrama

Gambar 2.10 Dapur Asrama

(sumber: Survei, Maret 2017)

Dapur asrama ini memiliki luasan sekira 10 x 11 m² yang biasanya

memasak makanan untuk para siswa. Tak hanya itu, yang memasak

makanan itu pun para anak kebutuhan khusus yang dilatih oleh pihak

sekolah ini.

9). Gym

Gambar 2.11 Gym Asrama

(sumber: Survei, Maret 2017)

asrama ini terdapat Gym atau tempat kebugaran bagi tubug siswa

yang biasanya dipaka seminggu 3 kali. luasan ruangan ini sekitar 6 x 8

m².
28

10). Ruang Musik

Gambar 2.12 Ruang Musik

(sumber: Survei, Maret 2017)

Ruangan music ini memiliki perlengkapan music modern namun

tidak ada peralatan music nasional.

11). Gedung Kantor

Gambar 2.13 Gedung Kantor

(sumber: Survei, Maret 2017)

Pada bangunan kantor ini terdapat ruang guru, kepala sekolah,

pemilik yayasan, ruang admin dan juga ruang penerimaa tamu yang

luasannya belum dapat terhitung dikarenakan masih ada proses renovasi.


29

12). Tempat Ibadah

Gambar 2.14 Mushollah

(sumber: Survei, Maret 2017)

Ruangan Mushollah ini ruangan yang paling luas pada bangunan

sekolah ini. Tak hanya itu, terdapat ruangan bagi siswa yang non muslim.

d. Metode Pembelajaran

SLB ini menggunakan kurikulum 2013 dalam pembelajaran materi

dalam kelas. Tetapai, bagi anak Tuna Grahita dalam pembelajaran harus

menyesuaikan mental berfikir anak. Maka dari itu dalam proses

pembelajaran, anak Tuna Grahita tak bisa digabungkan dengan anak

berkebutuhan khusus yang lain.


30

e. Analisa Ruang

Gambar 2.15 Denah SLB Nusantara

(sumber: Analisis, Maret 2017)


31

Sirkulasi ruangan pada bangunana ini tidak teratur dikarenakan area

ruang kelas sirkulasinya terpusat sedangkan ruangan area lainya

berbentuk cluster.

Lalu di sekolah ini sedikit lembab pada dalam bangunan

dikarenakan ruangan yang tak direncanakan dan juga kurangnya lahan

pada bangunanan.

Ruangan pada sekolah ini kurang adanya ventilasi dan juga

banyaknya selasar-selasar yang gelap sehingga pihak sekolah kurang

memantau para siswa dalam beraktivitas selama di asrama.


32

f. Hubungan Ruang

i. Bangunan Bagian Kantor

PARKIR RUMAH
MASUK KETUA
YAYASAN

TANGGA
MENUJU
LANTAI
ATAS R.
R. KEPALA ADMINTRASI
(ASRAMA)
ii. Bangunan Bagian Sekolah R. TAMU
YAYASAN

MASUK

KELAS KELAS KELAS KELAS

KELAS

KELAS
KELAS

KELAS

R. KESENIAN SE R. KEPALA
KELAS
LA SEKOLAH
SA
ASRAMA KHUSUS R
TUNAGRAHITA
BERAT
UKS R. GURU

TANGGA
MENUJU
ASRAMA

KOPERASI LAPANGAN LAB.


KOMPUTER

GYM
R. MUSIK
PERPUSTAKAAN
33

iii. Bangunan Bagian Asrama (Putri)


TEMPAT
TANGGA TIDUR
MENUJU ASRAMA
R. MENYIMPAN LANTAI PUTRI
BAHAN BAWAH
MAKANAN KAMAR MANDI
(KANTOR)

MENUJU ASRAMA PUTRA MENUJU ASRAMA R. PENJAGA


PUTRI

DAPUR

iv. Bangunan Bagian Asrama (Putra)

TEMPAT TIDUR ASRAMA MENUJU ASRAMA PUTRA


PUTRA

R. PENJAGA

TANGGA MENUJU KELAS

KAMAR
MUSHOLAH MANDI
34

g. Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihan pada sekolah ini ialah:

i. Sekolah ini adalah sekolah pertama yang ada asramanya di

Kota Depok.

ii. Sekolah ini bagus untuk dijadikan literature dalam

prancangan boarding school.

iii. Sekolah ini banyak mempunyai fasilitas yang jarang ditemui

di SLB Kota Depok.

Kekurangan pada sekolah ini ialah:

i. Lokasi sekolah banyak tidak diketahiu warga sekitarnya.

ii. Akses menuju sekolah cukup jauh dari jalan.

iii. Penataan dalam ruangan sangat tidak teratur.

iv. Mempunyai ruangan-ruangan kosong yang dibiarkan tanpa

dirawat.

v. Lahan pada bangunan kurang.

vi. Banyak ruanagan yang lembab dikarenakan kurang adanya

cahaya yang masuk pada ruang.


35

2. Sekolah Luar Biasa Negeri Depok

Gambar 2.16 SLB Negeri Depok

(sumber: Survei, Desember 2016)

a. Lokasi

Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Depok ini berlokasi di Jl. Raya

Citayam, Cipayung, Depok yang berada dalam Perumahan Duta Permata

Ratu Jaya. Akses sekolah ini cukup mudah dijangkau karena terletak

dekat dengan Stasiun Depok dan dekat dengan jalan Raya Ratu Jaya.

b. Identitas Sekolah

Luas tanah pada bangunan sekolah ini adalah 3.300m² yang

bekemukiman di lahan milik perumahan Duta Permata. Siswa yang

bersekolah di SLB Negeri Depok ini berjumlah 80 anak dengan katagori

anak penyandang Tuna Netra, Tuna Rungu, Tuna Grahita dan Tuna

Daksa.

Status sekolah ini adalah Negeri yang dinaungan Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan sehingga sekolah ini terdapat fasilitas

lengkap dibandingkan SLB lainya di kota Depok dan juga sekolah ini

memiliki siswa terbanyak sehingga banyak siswa yang ingin mendaftar


36

sekolah ini tidak dapat diterima dikarenakan ruang kelas yang kurang dan

juga jumlah pengajar yang tak lebih.

c. Fasilitas

1). Ruang Kelas

Gambar 2.17 Ruang Kelas

(sumber: Survei, Desember 2016)

SLB Negeri Depok ini memiliki 6 ruang kelas dengan luasan 8 x 7 m²

yang dibagi menjadi dua kelas lagi. Hal ini dikarenakan untuk anak yang

penyandang Tuna Gharita dipisahkan dengan anak penyandang Tuna

Rungu. Sedangkan anak yang penyandang Tuna Netra digabungkan

dengan anak penyandang Tuna Rungu.

Ketika pagi hari, sekolah ini dikhususkan untuk siswa SDLB

sedangkan waktu siang hari, sekolah ini digunakan oleh siswa SMPLB

dan SMALB yang jumlah siswanya sedikit dibandikan siswa SDLB.


37

2). Perpustakaan

Gambar 2.18 Perpustakaan

(sumber: Survei, Desember 2016)

SLB Negeri Depok memiliki ruang Perpustakaan dengan luasan 4 x

5m² dengan adanya interior 2 buah meja dan 4 buah kursi didalamnya.

Namun, ruangan ini tak dapat menampung jumlah siswa yang ingin

membaca buku di dalam sehingga pihak sekolah membangun ruang

perpustakaan lagi tepat dibelakang ruang kelas dengan luasan 8 x8m².


38

3). Ruang Keterampilan Seni

Gambar 2.19 Ruang Seni

(sumber: Survei, Desember 2016)

Ruang Seni ini memiliki luasan ruang 7 x 8m² dengan sedikit

interior dalam ruang sehingga membuat siswa lebih banyak melakukan

kegiatan bergerak dari pada kegiatan duduk.

4). Aula

Gambar 2.20 Aula Sekolah

(sumber: Survei, Desember 2016)

Ruang Aula ini merupakan fasilitas yang hanya dimiliki SLB Negeri

di kota Depok dengan luasan 12 x 15m². didalam ruangan ini terdapat


39

sebuah stage yang biasa digunakan untuk pentas seni maupun latihan

menari siswa.

5). Toilet

Gambar 2.21 Toilet Siswa

(sumber: Survei, Desember 2016)

Sekolah ini hanya memiliki 2 toilet untuk siswa dan 2 toilet untuk

guru dengan luasan 1,2 x 1,5 m².

6). Fasilitas Lainnya

Gambar 2.22 Taman dan area cuci tangan

(sumber: Survei, Desember 2016)


40

Sekolah ini menjaga sekali tentang kebersihan maupun kesehatan

para siswanya sehingga disediakan area pencuci tangan dan juga sebuah

taman bermain dibelakang area tersebut.

d. Metode Pembelajaran

SLB Negeri Depok menggunakan kurikulum 2013 dalam

pembelajaran materi dalam kelas. Sekolah ini lebih banyak melakukan

kegiat pembelajaran materi dari pada praktek. Hal ini dikarenakan sekolah

ini milik pemerintah sehingga mengikuti metode pembelajaran dari

pemerintah maupun sekolah lain dan juga menyamakan dengan sekolah

negeri biasa.

e. Sirkulasi

Gambar 2.23Denah SLB Negeri Depok

(sumber: Analisis, Desember 2016)


41

Sirkulasi ruangan pada bangunana ini sangat teratur yang berbentuk

terpusat dan linear. Hal ini memudahkan para siswa dalam kegiatan

bersekolah.

Namun dikarenakan ruang yang sempit dan juga berdekatan dengan

ruang yang lain, hali ini menyebabkan ruang pada sekolah ini terlihat

kecil.

f. Hubungan Ruang

AULA

UKS WC SISWA

KELAS KELAS
PERP
USTA
KAAN
KELAS KELAS BARU

KELAS KELAS

KELAS KELAS

WC
MASUK GURU

R. GURU R. KEPALA LAB PERPUSTAKA R. KESENIAN WC SISWA


SEKOLAH KOMPUTER
AN LAMA
42

g. Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihan pada sekolah ini ialah:

i. Sekolah ini menerima bantuan dari pemerintah dan biaya

masuk sekolah ini gratis.

ii. Ruangan dalam bangunan yang teratur.

iii. Sedikit kerusakan pada sekolah ini.

Kekurangan pada sekolah ini ialah:

i. Sekolah ini tidak dapat menampung banyak siswa.

ii. Kurang lengkapnya fasilitas pada sekola ini.

iii. Kurangnya lahan pada sekolah sehingga sedikit ruang kelas

pada sekolah ini.


43

C. Kerangka Berfikir

Bagan 2.1 Kerangka Berfikir

LATAR BELAKANG

Kota Depok merupakan kota dengan banyaknya jumlah ABK

Kurangnya Sekolah Luar Biasa (SLB-C) Kota Depok yang memadai

Difable dan Kebutuhan Pendidikan

Katagori SLB-C berdasarkan Kebutuhan Pendidikan

Karasteristik Dan Statistik difable semua katagori

PERMASALAHAN

Bagaimana merencanakan dan merancang bangunan SLB Tuna

Grahita yang memenuhi standard TEORI


TINJAUAN memiliki ruang dan fasilitas yang

dapat mengakomodasi
Pembahasan perilaku khusus
Sekolah Luar siswa SLB-C
Pembahasan dalam proses
Arsitektur Perilaku
Biasa Boarding
pembelajaran School
agar dapat berlangsung optimal.

ANALISA STUDI KASUS DAN TINJAUAN LOKASI


Berisi tentang analisa bangunan dengan tipologi dan pendekatan
serupa untuk dijadikan referensi dalam konsep perencanaan SLB dan
analisa lokasi.

Konsep Perancangan Sekolah Luar Biasa Boarding School Tuna


Grahita Kota Depok

Anda mungkin juga menyukai