Anda di halaman 1dari 5

NAMA : ILKHAIDO RAMAZIE

NIM : 190611643283
OFF : C13

SISTEM EKONOMI DALAM ISLAM


Dalam buku Teori dan Praktik Ekonomi Islam, M.A. Manan (1993:19) menyatakan bahwa
ekonomi Islam adalah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah ekonomi rakyat
yang diilhami oleh nilai-nilai Islam. Sementara itu, Halide berpendapat bahwa yang
dimaksud dengan ekonomi Islam ialah kumpulan dasardasar umum ekonomi yang
disimpulkan dari al-Qur‟an dan sunnah yang ada hubungannya dengan urusan ekonomi (Ali,
1988:3).

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan


sistem ekonomi Islam adalah sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang disimpulkan dari
alQur‟an dan sunnah, dan merupakan bangunan perekonomian yang didirikan di atas
landasan dasar-dasar tersebut sesuai dengan kondisi lingkungan dan masa tertentu. Menurut
Halide, pendekatan Islam dalam masalah ekonomi berbeda dengan pendekatan kebijakan
ekonomi yang berasal dari Barat, karena kebijakan ekonomi Barat berdasarkan perhitungan
meterialistik dan sedikit sekali memasukkan pertimbangan moral agama. Pendekatan Islam
dalam ekonomi, antara lain:
1. Konsumsi manusia dibatasi sampai pada tingkat yang perlu dan bermanfaat bagi kehidupan
manusia
2. Alat pemuas dan kebutuhan manusia harus seimbang.
3. Dalam pengaturan distribusi dan sirkulasi barang dan jasa, nilainilai moral harus
ditegakkan
4. Pemerataan pendapatan dilakukan dengan mengingat bahwa sumber kekayaan seseorang
yang diperoleh berasal dari usaha yang halal
5. Zakat sebagai sarana distribusi pendapatan dan peningkatan taraf hidup golongan miskin
merupakan alat yang ampuh (Ali, 1986:5)

Nilai Dasar dan Instrumental Ekonomi Islam Nilai-nilai dasar ekonomi Islam sebagai
implikasi dari asas filsafat tauhid ada tiga, yaitu:

Kepemilikan Kepemilikan oleh manusia bukanlah penguasaan mutlak terhadap sumber-


sumber ekonomi, sebab sesungguhnya segala sesuatu yang ada di dunia adalah milik Allah.
Manusia hanya berhak mengurus dan memanfaatkannya sesuai dengan aturan Allah
» ‫« َون ُ م ِ ل ْ ُس ْالم ُ َكاء َ ٍث ِف ُشر الْ َك ِف ِل ثَا َل ِ اء َ ْالم َ و النَّاِر َ و‬
“Semua orang berserikat (memiliki kepemilikan bersama) dalam tiga hal, yaitu:
rumput, air, dan api.”

Keseimbangan Keseimbangan merupakan nilai dasar yang mempengaruhi berbagai


aspek tingkah laku ekonomi seorang Muslim. Asas keseimbangan ini, misalnya,
terwujud dalam kesederhanaan, hemat, dan menjauhi pemborosan.
ِ
‫الَّذ َ و َ َذ ين ا ِ إ وا ُ َق ْف أَن ْ ُوا ِر َل ف ْ ُس ي ْ َل َ و وا ُ ُر ت ْ ق َ َن ي َكا َ َْ َي و َك ب ِ َذ ا ل ً ام َ َو ق‬

“Orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihlebihan


dan tidak (pula) kikir. Adalah (pembelanjaan ideal itu) di tengah-tengah antara yang
demikian itu” (Q.S. al-Furqan:67).

Keadilan Keadilan harus diterapkan di semua bidang ekonomi dalam proses produksi,
konsumsi maupun distribusi. Selain itu, keadilan juga harus menjadi alat pengatur
efisiensi dan pemberantas pemborosan.
‫َذا ِ إ َ َ و ا ن ْ د َ ْن أَر َك أَ ِ ل ْ ُه ن ً ة َ ي ْ َر ق ا َ ن ْ ر َ أَم ا َ يه ِ ف َ ْر ت ُ ُ م وا‬
‫ق َ َس َف ف ا َ يه ف َّق ِ َ َح ف ا َ ه ْ لَي َ ع ُل ْ َو ْالق ا َ اه َ ن ْ َ َّمر َد ف ا ً ري ِ َْدم ت‬

“Jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada
orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (agar menaati Allah), tetapi mereka
melakukan kedurhakaan di negeri itu” (Q.S. al-Isra’:16).

Keadilan juga berarti kebijaksanaan dalam mengalokasikan sejumlah kecil kegiatan


ekonomi tertentu bagi orang yang tidak mampu memasuki pasar, yaitu melalui zakat,
infak, dan sedekah kepada orang miskin, yang tidak ditentukan jenis, jumlah maupun
waktunya.

Perbedaan Sistem Ekonomi Islam dengan Sistem Ekonomi Kapitalis dan Sistem
Ekonomi Sosialis Jika dipandang semata-mata dari tujuan dan prinsip ekonomi, maka
tidak ada perbedaan antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lain. Sebab
menurut Daud Ali, semua sistem ekonomi, termasuk sistem ekonomi Islam, memiliki
tujuan yang sama, yaitu mengupayakan pemuasan atas berbagai keperluan hidup, baik
hajat hidup pribadi maupun hajat hidup masyarakat secara keseluruhan. Di samping
itu, setiap sistem ekonomi bekerja di atas motif ekonomi yang sama, yaitu berusaha
mencapai hasil sebesarbesarnya dengan tenaga dan ongkos seminim-minimnya

Sistem ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang mandiri dan terlepas dari sistem-
sistem ekonomi lainnya. Adapun yang membedakan sistem ekonomi Islam dengan
sistem-sistem ekonomi lainnya, sebagaimana diungkapkan oleh Suroso (dalam Lubis,
2000 :15), adalah:

1. Asumsi dasar dan norma pokok dalam proses maupun interaksi kegiatan ekonomi
yang diberlakukan. Asumsi dasar sistem ekonomi Islam adalah syariat Islam. Syariat
Islam diberlakukan secara menyeluruh terhadap individu, keluarga, kelompok
masyarakat, pengusaha dan pemerintah di dalam upaya mereka memenuhi kebutuhan
hidupnya, baik untuk kebutuhan jasmani mapun rohani. Perintah agar melaksanakan
ajaran Islam dalam seluruh kegiatan umat Islam dapat dilihat dalam Q.S. al-Baqarah :
208. 159

2. Prinsip ekonomi Islam adalah penerapan asas efisiensi dan manfaat dengan tetap
menjaga kelestarian lingkungan alam. Hal ini dapat dilihat ketentuannya dalam Q.S.
al-Rum:41.

3. Motif ekonomi Islam adalah mencari keseimbangan antara dunia dan akhirat
dengan jalan beribadah dalam arti yang luas. Persoalan motif ekonomi menurut
pandangan Islam dapat dilihat ketentuannya dalam Q.S. al-Qashash:77.

Etos Kerja Dan Kemandirian Hidup

1. Etos Kerja Islami Sebelum membahas etos kerja Islami, perlu dipahami hakikat
kerja. Kerja adalah sebuah aktivitas yang telah direncanakan dan dilakukan tahap
demi tahap agar bisa mendapatkan nilai lebih demi memenuhi kebutuhan hidup serta
memberikan manfaat bagi seluruh manusia (Agung, 2007:112).

Seorang muslim harus memiliki prinsip bahwa bekerja adalah ibadah dengan
menjadikan takwa sebagai landasannya. Sehingga yang menjadi tujuan utamanya
adalah meraih ridha Allah, tidak semata mengejar materi belaka. Selain itu seorang
muslim harus juga memperhatikan etika kerja, yaitu: a. Menyadari pekerjaannya
terkait dengan Allah, sehingga membuat dia bersikap cermat, bersungguh-sungguh
dalam bekerja, dan menjalin hubungan yang baik dengan relasinya demi memperoleh
keridhaan Allah; b. Bekerja dengan cara yang halal dalam seluruh jenis pekerjaan; c.
Tidak memberikan beban berlebihan pada pekerja, alat produksi atau binatang dalam
bekerja. Semua harus dipekerjakan secara profesional dan wajar; d. d. Tidak
melakukan pekerjaan yang melanggar aturan Allah; e. Profesional dalam setiap
pekerjaan (Ismail, 2012).

Bekerja adalah suatu keharusan bagi umat Islam. Allah tidak akan menurunkan rezeki
dari langit, tetapi rezeki tersebut harus diusahakan. Umat Islam diharuskan untuk
bekerja dan dilarang menganggur atau bermalas-malasan. Hal ini disebutkan dalam
Q.S. al-Mulk ayat 15

ْ
ِ ‫ض ْالَر ُ َل ُكم َ َل ع َ ي ج ِ الَّذ َ و ُ ه َذلُ ًَول ِ ه ِ ق ْ ِرز ْ ن ِ ُكلُوا م َ ا و َ ِه ب ا‬
. ْ َ َ ‫ك َ ن َ ْ ُشوا ِف م ام َ ۖ ف ِ ه ْ لَي ِ إ‬
‫و ُ ُشور ُّ الن‬

“Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala
penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah
kamu (kembali setelah) dibangkitkan.”
Dengan bekerja, seseorang bisa hidup mandiri dan tidak menjadi beban orang lain.
Dengan bekerja pula, seseorang dapat memiliki harga diri dan percaya diri, bahkan
menjadi manusia terhormat karena bisa meringankan beban orang lain. Sebagaimana
sabda Rasulullah SAW bahwa sebaik-baik manusia adalah manusia yang paling
banyak manfaatnya (HR. Bukhari Muslim). Islam adalah agama yang mengajarkan
kepada umatnya untuk selalu berdoa dan berusaha (bekerja) demi mencapai
kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Hal ini dinyatakan dalam al-Qur‟an,
َ ‫ل َِم ع ْ ن َ م ا ً اِ ِل َ َ ى ث ْ ْ ص أُن َذ ٍكر أَو ْ ن ِ ي ً م طَي اة َ ي َ ُ ح نَّه َ ي ِ ي ْ ُح لَن َ ف ٌ ن ِ م ْ ؤ ُ م َ و ُ ه َ ً و‬
‫ة َ ۖ ب ْ م ُ َّن ه َ ِزي ْ َج لَن َ و لُ َون َ ْم ع َ ُوا ي َكان ا َ ِن م َ ْس أَح ِ ب ْ م ُ ه َ ر ْ أَج‬

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan


dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (Q.S.
AnNahl:97).
Agar dalam bekerja bisa memperoleh kesuksesan dan keridhaan, terdapat sejumlah
panduan yang perlu dipatuhi, di antaranya adalah:
a. Mulailah mencari pekerjaan yang halal. 166
b. Jadilah pekerja yang jujur (bisa dipercaya) saat mengembangkan usaha.
c. Carilah mitra kerja yang baik dan ajak mereka bekerja secara baik pula.
d. Gunakan cara yang baik dalam bekerja supaya memperoleh hasil yang baik.
e. Setelah memperoleh upah, keluarkanlah sebagian rezeki yang diperoleh untuk
zakat, infak atau sedekah.
f. Bersyukurlah atas nikmat Allah yang diperoleh dengan menjalankan segala
perintah-Nya dan menjauhi segala laranganNya.
Tasmara (2002:73-105) menjelaskan bahwa etos kerja berhubungan dengan beberapa
hal penting seperti:
a. Orientasi ke masa depan, yaitu segala sesuatu direncanakan dengan baik (waktu
maupun kondisi) agar hari esok lebih baik dari kemarin.
b. Menghargai waktu. Disiplin waktu merupakan hal yang sangat penting guna
efisiensi dan efektivitas bekerja.
c. Tanggung jawab, yaitu memberikan asumsi bahwa pekerjaan yang dilakukan
merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan ketekunan dan kesungguhan.
d. Hemat dan sederhana agar pengeluaran bermanfaat untuk masa depan.
e. Persaingan sehat, yaitu dengan memacu diri agar saat bekerja tidak mudah patah
semangat dan berusaha menambah kreativitas diri.

Etos kerja islami memiliki beberapa karakteristik, diantaranya adalah:


(a) baik dan bermanfaat;
(b) kualitas kerja yang mantap;
(c) kerja keras, tekun dan kreatif;
(d) berkompetisi dan tolongmenolong;
(e) objektif (jujur);
(f) disiplin atau konsekuen;
(g) konsisten dan istiqamah;
(h) percaya diri dan kemandirian; efisien dan hemat (Ismail, 2012)
Kemandirian dalam Islam Dalam Islam, kemandirian adalah melakukan usaha
sekuatkuatnya untuk tidak menjadi benalu bagi orang lain selagi seseorang masih
mampu, tanpa melupakan peran Allah SWT. Dengan kata lain, konsep kemandirian
Islam dibangun atas dasar tauhid sehingga manusia cukup bergantung hanya kepada
Allah SWT tanpa menafikan kerja sama dengan sesama untuk melipatgandakan
kinerja. Kemandirian dalam Islam berakar dari satu kata kunci, yakni harga diri
(Abdurahman, 2012).

Dalam hadis riwayat Imam Daruquthni dari Jabir, Nabi SAW bersabda: ”Suatu yang
amat aku khawatirkan terhadap umatku adalah besar perut, tidur siang hari, malas,
dan lemah keyakinan (tekad)“. Dalam hidup, seseorang pasti membutuhkan orang
lain, akan tetapi menikmati hidup dengan membebani orang lain adalah hidup yang
tidak mulia. Mandiri adalah sikap mental yang membuat seseorang lebih tenang dan
tentram. Dalam Q.S. Al-Ra‟d ayat 11 ditegaskan bahwa Allah tidak mengubah nasib
suatu kaum sebelum kaum itu gigih mengubah nasibnya sendiri. ْ

َ ‫ي ب ِ ِر هَّللا ْ أَم ْ ن ِ م ُ َه َظُ„„ون ف ْ َي ِ ه ِ ْل„„ف َ ْ خ ن ِ م َ و ِ ه ْ ي َ د َ ۖ ا ي َ م ُ ر ي ي‬


ِ َْ ‫ن ِ ٌت م ا َ يقب َ ع ُ م ُ لَه‬
ِ ۖ ‫غ ُ َل ي َ َّن هَّللا ِ إَ ‹„َّّت َ ح ٍ م ْ َو ق ِ ب ْ أَن ِ ا ب َ وا م ُ ر ي ي َ غ ُ ي ْ ِهم‬
ْ ‫ُس ف ُ َّد لَ„„„„ه َ ر َ َال م ا ف ً وء ُ س ٍ م‬
11 ‫ ا َ و ْ ن ِ م ِ ه ِ ُون د ْ ن ِ م‬:‫) َو ق ِ ب ُ هَّللا َ اد َ َذا أَر ِ إ َ ۖ و ْ م ُ ا َل َ م َ و ٍل )الرعد‬

Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka


dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah
tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada
pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap
sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada
pelindung bagi mereka selain Dia.

Anda mungkin juga menyukai