NIM : 190611643283
OFF : C13
Nilai Dasar dan Instrumental Ekonomi Islam Nilai-nilai dasar ekonomi Islam sebagai
implikasi dari asas filsafat tauhid ada tiga, yaitu:
Keadilan Keadilan harus diterapkan di semua bidang ekonomi dalam proses produksi,
konsumsi maupun distribusi. Selain itu, keadilan juga harus menjadi alat pengatur
efisiensi dan pemberantas pemborosan.
َذا ِ إ َ َ و ا ن ْ د َ ْن أَر َك أَ ِ ل ْ ُه ن ً ة َ ي ْ َر ق ا َ ن ْ ر َ أَم ا َ يه ِ ف َ ْر ت ُ ُ م وا
ق َ َس َف ف ا َ يه ف َّق ِ َ َح ف ا َ ه ْ لَي َ ع ُل ْ َو ْالق ا َ اه َ ن ْ َ َّمر َد ف ا ً ري ِ َْدم ت
“Jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada
orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (agar menaati Allah), tetapi mereka
melakukan kedurhakaan di negeri itu” (Q.S. al-Isra’:16).
Perbedaan Sistem Ekonomi Islam dengan Sistem Ekonomi Kapitalis dan Sistem
Ekonomi Sosialis Jika dipandang semata-mata dari tujuan dan prinsip ekonomi, maka
tidak ada perbedaan antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lain. Sebab
menurut Daud Ali, semua sistem ekonomi, termasuk sistem ekonomi Islam, memiliki
tujuan yang sama, yaitu mengupayakan pemuasan atas berbagai keperluan hidup, baik
hajat hidup pribadi maupun hajat hidup masyarakat secara keseluruhan. Di samping
itu, setiap sistem ekonomi bekerja di atas motif ekonomi yang sama, yaitu berusaha
mencapai hasil sebesarbesarnya dengan tenaga dan ongkos seminim-minimnya
Sistem ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang mandiri dan terlepas dari sistem-
sistem ekonomi lainnya. Adapun yang membedakan sistem ekonomi Islam dengan
sistem-sistem ekonomi lainnya, sebagaimana diungkapkan oleh Suroso (dalam Lubis,
2000 :15), adalah:
1. Asumsi dasar dan norma pokok dalam proses maupun interaksi kegiatan ekonomi
yang diberlakukan. Asumsi dasar sistem ekonomi Islam adalah syariat Islam. Syariat
Islam diberlakukan secara menyeluruh terhadap individu, keluarga, kelompok
masyarakat, pengusaha dan pemerintah di dalam upaya mereka memenuhi kebutuhan
hidupnya, baik untuk kebutuhan jasmani mapun rohani. Perintah agar melaksanakan
ajaran Islam dalam seluruh kegiatan umat Islam dapat dilihat dalam Q.S. al-Baqarah :
208. 159
2. Prinsip ekonomi Islam adalah penerapan asas efisiensi dan manfaat dengan tetap
menjaga kelestarian lingkungan alam. Hal ini dapat dilihat ketentuannya dalam Q.S.
al-Rum:41.
3. Motif ekonomi Islam adalah mencari keseimbangan antara dunia dan akhirat
dengan jalan beribadah dalam arti yang luas. Persoalan motif ekonomi menurut
pandangan Islam dapat dilihat ketentuannya dalam Q.S. al-Qashash:77.
1. Etos Kerja Islami Sebelum membahas etos kerja Islami, perlu dipahami hakikat
kerja. Kerja adalah sebuah aktivitas yang telah direncanakan dan dilakukan tahap
demi tahap agar bisa mendapatkan nilai lebih demi memenuhi kebutuhan hidup serta
memberikan manfaat bagi seluruh manusia (Agung, 2007:112).
Seorang muslim harus memiliki prinsip bahwa bekerja adalah ibadah dengan
menjadikan takwa sebagai landasannya. Sehingga yang menjadi tujuan utamanya
adalah meraih ridha Allah, tidak semata mengejar materi belaka. Selain itu seorang
muslim harus juga memperhatikan etika kerja, yaitu: a. Menyadari pekerjaannya
terkait dengan Allah, sehingga membuat dia bersikap cermat, bersungguh-sungguh
dalam bekerja, dan menjalin hubungan yang baik dengan relasinya demi memperoleh
keridhaan Allah; b. Bekerja dengan cara yang halal dalam seluruh jenis pekerjaan; c.
Tidak memberikan beban berlebihan pada pekerja, alat produksi atau binatang dalam
bekerja. Semua harus dipekerjakan secara profesional dan wajar; d. d. Tidak
melakukan pekerjaan yang melanggar aturan Allah; e. Profesional dalam setiap
pekerjaan (Ismail, 2012).
Bekerja adalah suatu keharusan bagi umat Islam. Allah tidak akan menurunkan rezeki
dari langit, tetapi rezeki tersebut harus diusahakan. Umat Islam diharuskan untuk
bekerja dan dilarang menganggur atau bermalas-malasan. Hal ini disebutkan dalam
Q.S. al-Mulk ayat 15
ْ
ِ ض ْالَر ُ َل ُكم َ َل ع َ ي ج ِ الَّذ َ و ُ ه َذلُ ًَول ِ ه ِ ق ْ ِرز ْ ن ِ ُكلُوا م َ ا و َ ِه ب ا
. ْ َ َ ك َ ن َ ْ ُشوا ِف م ام َ ۖ ف ِ ه ْ لَي ِ إ
و ُ ُشور ُّ الن
“Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala
penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah
kamu (kembali setelah) dibangkitkan.”
Dengan bekerja, seseorang bisa hidup mandiri dan tidak menjadi beban orang lain.
Dengan bekerja pula, seseorang dapat memiliki harga diri dan percaya diri, bahkan
menjadi manusia terhormat karena bisa meringankan beban orang lain. Sebagaimana
sabda Rasulullah SAW bahwa sebaik-baik manusia adalah manusia yang paling
banyak manfaatnya (HR. Bukhari Muslim). Islam adalah agama yang mengajarkan
kepada umatnya untuk selalu berdoa dan berusaha (bekerja) demi mencapai
kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Hal ini dinyatakan dalam al-Qur‟an,
َ ل َِم ع ْ ن َ م ا ً اِ ِل َ َ ى ث ْ ْ ص أُن َذ ٍكر أَو ْ ن ِ ي ً م طَي اة َ ي َ ُ ح نَّه َ ي ِ ي ْ ُح لَن َ ف ٌ ن ِ م ْ ؤ ُ م َ و ُ ه َ ً و
ة َ ۖ ب ْ م ُ َّن ه َ ِزي ْ َج لَن َ و لُ َون َ ْم ع َ ُوا ي َكان ا َ ِن م َ ْس أَح ِ ب ْ م ُ ه َ ر ْ أَج
Dalam hadis riwayat Imam Daruquthni dari Jabir, Nabi SAW bersabda: ”Suatu yang
amat aku khawatirkan terhadap umatku adalah besar perut, tidur siang hari, malas,
dan lemah keyakinan (tekad)“. Dalam hidup, seseorang pasti membutuhkan orang
lain, akan tetapi menikmati hidup dengan membebani orang lain adalah hidup yang
tidak mulia. Mandiri adalah sikap mental yang membuat seseorang lebih tenang dan
tentram. Dalam Q.S. Al-Ra‟d ayat 11 ditegaskan bahwa Allah tidak mengubah nasib
suatu kaum sebelum kaum itu gigih mengubah nasibnya sendiri. ْ