Anda di halaman 1dari 12

STRATEGI PEMBELAJARAN ANAK TUNA DAKSA

DI SLB BiNJAI
Nurleli1, Nur Ismarida2, Siska Monika3
1Keperawatan 1
2Keperawatan 2
3Keperawatan 3
e-mail: nurlelinurdin0@gmail.com isma40119@gmail.com2 siskamonika591@gmail.com3
1

Abstrak

Anak Berkebutuhan Khusus adalah istilah lain untuk menggantikan kata “Anak Luar
Biasa, yang menandakan adanya kelainan khusus. Anak berkebutuhan khusus mempunyai
karakteristik yang berbeda antara yang satu dengan lainnya. Karakteristik dan hambatan yang
dimiliki membuat anak berkebutuhan khusus memerlukan pelayanan pendidikan khusus yang
disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka. Anak berkebutuhan khusus memiliki
kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial, baik dalam tingkat keterbatasan
maupun kelebihan. Demi suksesnya perluasan dan pemerataan pelayanan pendidikan bagi Anak
berkebutuhan khusus di SLB PKK Bandar Lampung, penulis menyarankan agar pihak sekolah
proaktif mensosialisasikan keberadaan pendidikan khusus ini kepada masyarakat.

Kata kunci: Anak Berkebutuhan Khusus, strategi pembelajaran

Abstract

Special need children is used to replace extraordinary children indicating specific


abnormalities had. Special need children have different characteristics from one another. The
characteristics and constraints had make them require special education services adapted with
their abilities and potential. Special need children have physical, emotional, mental, intellectual,
or or social weakness and strength. Proposing expansion and equalization of educational services
for special need children in SLB PKK Bandar Lampung, school should be pro-active in
socializing the existence of special education.

Keywords : special need children, student with special need strategic.


1. PENDAHULUAN
Strategi pembelajaran adalah cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan materi
pelajaran dalam lingkungan pengajaran tertentu, meliputi sifat, lingkup, dan urutan kegiatan
yang dapat memberi pengalaman belajar kepada anak tunadeksa. Adapun tujuan dari
menerapkan strategi pembelajaran dalam kegiatan belajar-mengajar adalah untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi
anak tunadeksa. Mewujudkan kegiatan belajar-mengajar yang efektif dan efisien. Terdapat
beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi
pembelajaran, diantaranya: ceramah, demonstrasi, diskusi, simulasi, laboratorium,
pengalaman lapangan, brainstorming, debat, simposium, dan sebagainya. Kesimpulan
Strategi pembelajaran ini berbasis masalah dapat meningkatkan motivasi belajar anak
tunadeksa, Yaitu dengan jalan persiapan guru sebelum melaksanakan proses pembelajaran
dikelas, memilih strategi, metode dan mempersiapkan materi yang akan disampaikan.
Membawa permasalahan yang berbedabeda ke dalam pembelajaran, sehingga permasalahan-
permasalahan yang diperoleh anak tunadeksa akan membentuk pengetahuan baru misalnya
motivasi, minat belajar mereka semakin bagus. Dalam penerapan berbasis masalah anak
tunadeksa diberi kesempatan untuk mengutarakan masalah, apabila dari anak tunadeksa
sendiri tidak ada yang mengutarakan maka dari guru tersebut yang akan memulai
memberikan permasalahan.
Menurut Direktorat Pendidikan Luar Biasa, istilah yang sering digunakan untuk
menyebut anak tunadaksa adalah anak yang memiliki cacat fisik, tubuh atau cacat orthopedi.
Dalam bahasa asing sering kali dijumpai istilah crippled, physically handicapped, physically
disabled, dan sebagainya. Keragaman istilah yang dikemukakan untuk menyebutkan
tunadaksa tergantung dari kesenangan atau alasan tertentu dari para ahli yang bersangkutan.
Meskipun istilah yang dikemukakan berbeda-beda, tapi secara material pada dasarnya
memiliki makna yang sama (Pendidikan, 2006).
Tunadakasa berasal dari kata “tuna” yang berarti rugi atau kurang, dan “daksa” yang
berarti tubuh. Dalam banyak literatur, cacat tubuh atau kerusakan tubuh tidak terlepas dari
pembahasan tentang kesehatan sehingga sering dijumpai judul “Physical and Health
Impairments” (kerusakan atau gangguan fisik dan kesehatan). Hal ini disebabkan karena
seringkali terdapat gangguan kesehatan. Sebagai contoh, otak adalah pusat kontrol seluruh
tubuh manusia. Apabila ada sesuatu yang salah pada otak (luka atau infeksi), maka dapat
mengakibatkan suatu kelainan pada fisik atau tubuh, juga pada emosi atau terhadap fungsi-
fungsi mental. Luka yang terjadi pada bagian otak, baik sebelum, saat, maupun sesudah
kelahiran, dapat menyebabkan retardasi dari mental.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definis Tunadaksa

Tunadakasa berasal dari kata “tuna” yang berarti rugi atau kurang, dan “daksa”
yang berarti tubuh. Dalam banyak literatur, cacat tubuh atau kerusakan tubuh tidak
terlepas dari pembahasan tentang kesehatan sehingga sering dijumpai judul “Physical and
Health Impairments” (kerusakan atau gangguan fisik dan kesehatan). Hal ini disebabkan
karena seringkali terdapat gangguan kesehatan. Sebagai contoh, otak adalah pusat kontrol
seluruh tubuh manusia. Apabila ada sesuatu yang salah pada otak (luka atau infeksi),
maka dapat mengakibatkan suatu kelainan pada fisik atau tubuh, juga pada emosi atau
terhadap fungsi-fungsi mental. Luka yang terjadi pada bagian otak, baik sebelum, saat,
maupun sesudah kelahiran, dapat menyebabkan retardasi dari mental.

2.2 Klasifikasi Tunadaksa

Menurut Direktorat Pendidikan Luar Biasa, pada dasarnya kelainan pada anak
tunadaksa dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu (1) kelainan pada sistem
serebral (Cerebral System), dan (2) kelainan pada sistem otot dan rangka (Musculus
Skeletal System) (www.ditplb.or.id).

1. Kelainan pada sistem serebral (cerebral system disorders) Penggolongan anak


tunadaksa ke dalam kelainan sistem serebral (cerebral) didasarkan pada letak penyebab
kelahiran yang terletak di dalam sistem syaraf pusat (otak dan sumsum tulang
belakang). Kerusakan pada sistem syaraf pusat mengakibatkan bentuk kelainan yang
krusial karena otak dan sumsum tulang belakang merupakan pusat dari aktivitas hidup
manusia. Di dalamnya terdapat pusat kesadaran, pusat ide, pusat kecerdasan, pusat
motorik, pusat sensoris dan lain sebagainya. Kelompok kerusakan bagian otak ini
disebut Cerebral Palsy (CP).
Cerebral Palsy dapat diklasifikasikan menurut:
a. Penggolongan menurut derajat kecacatan
Menurut derajat kecacatan, cerebal palsy dapat digolongkan atas: golongan ringan,
golongan sedang, dan golongan berat.
 Golongan ringan adalah mereka yang dapat berjalan tanpa menggunakan alat,
berbicara tegas, dapat menolong dirinya sendiri dalam kehidupan sehari-hari.
Mereka dapat hidup bersama-sama (dalam hal ini mengikuti aktivitas sehari-hari)
anak normal lainnya. Kelainan yang dimiliki oleh kelompok ini tidak mengganggu
kehidupan dan pendidikannya.
 Golongan sedang adalah mereka yang membutuhkan treatment atau latihan khusus
untuk bicara, berjalan, dan mengurus dirinya sendiri. Golongan ini memerlukan
alat-alat khusus untuk membantu gerakannya, seperti brace untuk membantu
penyangga kaki, kruk atau tongkat sebagai penopang dalam berjalan. Dengan
pertolongan secara khusus, anak-anak kelompok ini diharapkan dapat mengurus
dirinya sendiri.
 Golongan berat adalah mereka yang memiliki cerebral palsy. Golongan ini yang
tetap membutuhkan perawatan dalam ambulansi, bicara, dan menolong dirinya
sendiri. Mereka tidak dapat hidup mandiri di tengah-tengah masyarakat.
b. Penggolongan menurut topografi
Dilihat dari topografi yaitu banyaknya anggota tubuh yang lumpuh, Cerebral Palsy
dapat digolongkan menjadi enam golongan, yaitu:
 Monoplegia
Hanya satu anggota gerak yang lumpuh, misalnya kaki kiri. Sedangkan kaki kanan
dan kedua tangannya normal.
 Hemiplegia
Lumpuh anggota gerak atas dan bawah pada sisi yang sama, misalnya tangan kanan
dan kaki kanan, atau tangan kiri dan kaki kiri.
 Paraplegia
Lumpuh pada kedua tungkai kakinya.
 Diplegia
Lumpuh kedua tangan kanan dan kiri atau kedua kaki kanan dan kiri (paraplegia).
 Triplegia
Tiga anggota gerak mengalami kelumpuhan, misalnya tangan kanan dan kedua
kakinya lumpuh, atau tangan kiri dan kedua kakinya lumpuh.
 Quadriplegia
Anak jenis ini mengalami kelumpuhan seluruhnya anggota geraknya.Mereka cacat
pada kedua tangan dan kedua kakinya, quadriplegia disebutnya juga tetraplegia.
c. Penggolongan menurut fisiologi
Dilihat dari fisiologi, yaitu segi gerak, letak kelainan terdapat di otak dan fungsi
geraknya (motorik), maka anak Cerebral Palsy dibedakan atas:
 Spastik
Tipe spastik ini ditandai dengan adanya gejala kekejangan atau kekakuan pada
sebagian ataupun seluruh otot. Kekakuan itu timbul ketika akan bergerak sesuai
dengan kehendak. Dalam keadaan ketergantungan emosional, kekakuan atau
kekejangan itu akan makin bertambah, sebaliknya dalam keadaan tenang, gejala
itu menjadi berkurang. Pada umumnya, anak CP jenis spastik ini memiliki tingkat
kecerdasan yang tidak terlalu rendah. Di antara mereka ada yang normal bahkan
ada yang di atas normal.
 Athetoid
Pada tipe ini tidak terdapat kekejangan atau kekakuan. Otot-ototnya dapat
digerakkan dengan mudah. Ciri khas tipe ini terdapat pada sistem gerakan.
Hampir semua gerakan terjadi di luar kontrol dan koordinasi gerak.
 Ataxia
Ciri khas tipe ini adalah seperti kehilangan keseimbangan. Kekakuan hanya dapat
terlihat dengan jelas saat berdiri atau berjalan. Gangguan utama pada tipe ini
terletak pada sistem koordinasi dan pusat keseimbangan pada otak. Akibatnya,
anak tipe ini mengalami gangguan dalam hal koordinasi ruang dan ukuran.
Sebagai contoh dalam kehidupan sehari-hari adalah pada saat makan mulut
terkatup terlebih dahulu sebelum sendok berisi makanan sampai ujung mulut.
 Tremor
Gejala yang tampak jelas pada tipe tremor adalah gerakan-gerakan kecil dan terus
menerus berlangsung sehingga tampak seperti bentuk getaran-getaran. Gerakan itu
dapat terjadi pada kepala, mata, tungkai, dan bibir.
 Rigid
Pada tipe ini dapat dijumpai kekakuan otot – tidak seperti pada tipe spastik – di
mana gerakannya tampak tidak ada keluwesan.
 Tipe campuran
Anak pada tipe ini menunjukkan dua ataupun lebih jenis gejala CP sehingga
akibatnya lebih berat bila dibandingkan dengan anak yang hanya memiliki satu
tipe CP.
3. LAPORAN KEGIATAN
3.1 Persiapan

Persiapan dilakukan beberapa tahap :

3.1.1 Koordinasi dengan SLB Binjai

Koordinasi dengan SLB Binjai telah berlangsung sejak tahun 2022 dengan
ditandatanganinya surat perjanjian kerjasama dalam bentuk MoU serta
penugasan pengelolaaan dan pembinaan keluarga dalam bentuk pengabdian
kepada masyarakat (PKM) di SLB Binjai kepada institusi Perguruan Tinggi
dalam hal ini Akper Kesdam I/BB Binjai. Dalam rangka memenuhi program
kerja dalam surat perjanjian kerjasama yang telah disepakati tersebut serta untuk
menjaga kualitas masyarakat, maka untuk proses keberlanjutan dilaksanakan
pembinaan keluarga secara berkala dan teratur, yang dilaksankan oleh Akper
Kesdam I/BB Binjai.
3.1.2 Koordinasi dengan pengurus organisasi Siswa/i SLB Binjai
a. Tim Akper Kesdam I/BB Binjai dalam memenuhi program yang telah
tertuang dalam MoU, berkoordinasi dengan Ketua dan pengurus organisasi
masyarakat SLB Binjai untuk membahas bentuk atau model pelaksanaan
kegiatan. Berdasarkan hasil pembicaraan dalam persiapan dengan ketua
dan pengurus organisasi Siswa/I SLB Binjai, maka disepakati untuk
diadakan kegiatan sosialisasi strategi pembelajaran yang bisa diterapkan
bagi anak tunadaksa dengan cara melaksanakan penyuluhan.
b. Waktu yang dapat disepakati bersama untuk pelaksanaan adalah hari Kamis,
30 Juni 2022 pukul 10.00 WIB-11.00WIB.
3.1.3 Persiapan tim

Persiapan tim dilaksanakan dalam aspek akademik dan logistik. Untuk aspek
logistik, masing-masing anggota mendapatkan penugasan persiapan.

a. Kelompok penyuluhan
Kelompok penyuluhan bertanggung jawab menyusun dan menyampaikan
materi penyuluhan dan booklet yang berisi sosialisasi strategi pembelajaran
yang bisa diterapkan bagi anak tunadaksa (terlampir).
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Penyuluhan

Penyuluhan dilaksanakan tanggal Kamis, 30 Juni 2022 di SLB Binjai.


Acara dimulai pada pukul 10.00 WIB.

3.2.2 Pengumpulan data sekunder hasil pemeriksaan kondisi umum Siswa/i

Data tentang kondisi umum masyarakat Kelurahan Pujidadi Binjai diambil


berdasarkan hasil pemeriksaan rutin bulan Mei 2022, yang terdiri dari: jenis
kelamin, umur dan pemeriksaan kesehatan yang merupakan dilaksanakannya
penyuluhan strategi pembelajaran yang bisa diterapkan bagi anak tunadaksa.
3.3 Tindak Lanjut Kegiatan

Sesuai dengan rencana, pada Kamis, 30 Juni 2022 tim melakukan evaluasi hasil
serta tanggapan atau respon ataupun kondisi masyarakat beserta keluarga dari kader
yang bersedia untuk mengetahui adanya perkembangan situasi dan pengaruh
penyuluhan yang telah diberikan.
Berkenaan dengan topic pada tulisan pengabdian Masyarakat ini, maka melalui kegiatan ini
dilakukan penyuluhan tentang Strategi pembelajaran anak tuna daksa hal - hal yang berhubungan
dengan konsep Strategi Pembelajaran yang sehat dan aman sesuai dengan prosedur di SLB pada
Siswa/i, yang bertempat di SLB Binjai, yang dilaksanakan pada tanggal 30 Juni 2022 yang
diikuti oleh 20 peserta, yang terdiri dari Siswa/i serta Kepala Sekolah setempat lainnya, termasuk
salah seorang Pemimpin tersebut. Kegiatan pengabdian ini pada saat pelaksanaan meminta
kepada para peserta untuk mengisi daftar hadir peserta secara langsung disertai dengan saran dan
manfaat yang mereka dapatkan dari kegiatan ini. Narasumber penyuluhan merupakan praktisi
akademisi yang berasal dari mahasiswa/I Akper Kesdam I/BB Binjai dan Dosen yang menguasai
persoalan di bidangnya
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus (student with special needs)


membutuhkan suatu strategi tersendiri sesuai dengan kebutuhan masing–masing. Dalam
penyusunan program pembelajaran untuk setiap bidang studi hendaknya guru kelas sudah
memiliki data pribadi setiap peserta didiknya. Data pribadi yakni berkaitan dengan karateristik
spesifik, kemampuan dan kelemahanya, kompetensi yang dimiliki, dan tingkat perkembanganya.
Karakteristik spesifik student with special needs pada umumnya berkaitan dengan tingkat
perkembangan fungsional. Karaktristik spesifik tersebut meliputi tingkat perkembangan sensori
motor, kognitif, kemampuan berbahasa, ketrampilan diri, konsep diri, kemampuan berinteraksi
sosial serta kreativitasnya.

Untuk mengetahui secara jelas tentang karakteristik dari setiap siswa seorang guru
terlebih dahulu melakukan skrining atau asesmen agar mengetahui secara jelas mengenai
kompetensi diri peserta didik bersangkutan. Tujuannya agar saat memprogramkan pembelajaran
sudah dipikirkan mengenbai bentuk strategi pembelajaran yang dianggap cocok. Asesmen di sini
adalah proses kegiatan untuk mengetahui kemampuan dan kelemahan setiap peserta didik dalam
segi perkembangan kognitif dan perkembangan sosial, melalui pengamatan yang sensitif.
Kegiatan ini biasanya memerlukan penggunaan instrumen khusus secara baku atau dibuat sendiri
oleh guru kelas.

Model pembelajaran terhadap peserta didik berkebutuhan khusus yang di persiapkan oleh
guru di sekolah, ditujukan agar peserta didik mampu berinteraksi terhadap lingkungan sosial.
Pembelajaran tersebut disusun secara khusus melalui penggalian kemampuan diri peserta didik
yang didasarkan pada kurikulum berbasis kompetensi. Kompetensi ini terdiri atas empat ranah
yang perlu diukur meliputi kompetensi fisik, kompetensi afektif.

Strategi yang biasa diterapkan bagi anak tunadaksa yaitu melalui pengorganisasian tempat
pendidikan, sebagai berikut:

1. Pendidikan integrasi (terpadu)

2. Pendidikan segresi (terpisah)

3. Penataan lingkungan belajar


5. PENUTUP
KESIMPULAN

Media audio visual merupakan media yang baik untuk penyuluhan kesehatan dan
dapat meningkatkan pengetahuan anak tuna daksa .Strategi pembelajaran meningkat
setelah dilakukan aplikasi media audiovisual penyuluhan kesehatan tentang strategi
pembelajar bagi anak tuna daksa. Dimana sebelum diberikan penyuluhan, strategi
pembelajaran dalam kategori kurang dan setelah diberikan mettode, strategi
pembelajaran meningkat menjadi kategori baik.Terdapat Ada pengaruh penyuluhan
kesehatan terhadap anak tuna daksa tentang cacat fisik. Berdasarkan hasil penelitian, dapat
ditarik kesimpulan bahwa ada perbedaan yang sangat signifikan antara kemandirian
penyandang tuna daksa bawaan dengan kemandirian penyandang tuna daksa akibat
kecelakaan. Hasil perhitungan analisis Uji t-test diperoleh t = 3,946 pada taraf signifikansi p
= 0,000 (p < 0,05) dimana kelompok tuna daksa bawaan memiliki rerata = 166,67 lebih
tinggi dibandingkan dengan kelompok tuna daksa akibat kecelakaan dengan rerata = 152,47.
Hal tersebut menunjukkan bahwa kemandirian penyandang tuna daksa bawaan lebih tinggi
atau lebih mandiri dari pada penyandang tuna daksa akibat kecelakaan, maka hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini diterima.

SARAN

Berdasarkan hasil dari penelitian ini, maka saran yang diajukan peneliti adalah, sebagai
berikut : 1. Bagi penyandang tuna daksa bawaan, kemandirian tersebut hendaknya tetap
dipertahankan agar selalu mampu bersaing menghadapi berbagai tuntutan dan tantangan
dalam mencapai proses perkembangan diri sesuai dengan hakikat eksistensi manusia. Bagi
penyandang tuna daksa akibat kecelakaan diharapkan mampu menerapkan langkah-langkah
untuk meningkatkan kemandiriannya secara optimal, misalnya dapat melakukan Activity
Daily Living (ADL) sendiri yaitu latihan berbagai kegiatan sehari-hari yang berkaitan dengan
aktivitas di lingkungan rumah maupun dalam hubungan dengan kehidupan sosialnya antara
lain aktivitas melayani keperluan sendiri, aktivitas bergerak dan berpindah tempat, atau
aktivitas bepergian. Selain itu bisa juga melalui Occupational Therapy yaitu bentuk usaha
atau aktivitas yang bersifat fisik dan psikis dengan tujuan membantu penderita tunadaksa
agar menjadi lebih kuat dan mandiri dari kondisi sebelumnya melalui sejumlah tugas atau
pekerjaan tertentu misalnya melukis, membuat kerajinan tangan seperti merajut, menyulam,
memahat untuk melatih kemampuan tangan. Dapat pula disuruh menjalankan mesin jahit
atau mesin bubut untuk melatih kemampuan kaki.

DAFTAR PUSTAKA

Delphie, Bandi, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: Refika Aditama, 2006

Abdurrahman, Mulyono, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta,
1999

Delphie, Bandi, Pembelajaran Anak Tunagrahita. Bandung: Refika Aditama, 2006

Hamalik, Oemar, Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara, 2007

Kauffman dan Hallahan. Hand Book of Special Education, New York: Routledge, 2005

Wardani, I.G.A.K, Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Universitas Terbuka, 2007

Anda mungkin juga menyukai