Anda di halaman 1dari 12

KARAKTERISTIK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DARI SEGI FISIK

ANAK TUNADAKSA

Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

Dosen Pengampu : Dra. Ni Wayan Suniasih, S.Pd., M.Pd

Oleh :

Kelompok : 10

Kelas/Semester : I / 6

Ni Komang Puspita Dewi 1711031182 / 15

Luh Putu Erliana Ayu Cahyani 1711031281 / 29

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

DENPASAR

2020

1
A. PENGERTIAN DAN DEFINISI ANAK TUNADAKSA
Anak tunadaksa sering disebut dengan istilah anak cacat tubuh, cacat fisik,
dan cacat ortopedi. Istilah tunadaksa berasal dari kata "tuna yang berarti rugi atau
kurang dan daksa yang berarti tubuh". Tunadaksa adalah anak yang memiliki anggota
tubuh tidak sempurna, sedangkan istilah cacat tubuh dan cacat fisik dimaksudkan
untuk menyebut anak cacat pada anggota tubuhnya, bukan cacat indranya.
Selanjutnya, istilah cacat ortopedi terjemahan dari bahasa Inggris orthopedically
handicapped. Orthopedically mempunyai arti yang berhubungan dengan otot, tulang,
dan persendian. Dengan demikian, cacat ortopedi kelainannya terletak pada aspek
otot,tulang, dan persendian, atau dapat juga merupakan akibat adanya kelainan yang
terletak pada pusat pengatur sistem otot, tulang, dan persendian.
Anak tunadaksa dapat didefinisikan sebagai penyandang bentuk kelainan atau
kecacatan pada sistem otot, tulang, dan persendian yang dapat mengakibatkan
gangguan koordinasi, komunikasi, adaptasi, mobilisasi, dan perkembangan keutuhan
pribadi. Salah satu definisi mengenai anak tunadaksa menyatakan bahwa, anak
tunadaksa adalah anak penyandang cacat jasmani yang terlihat pada kelainan bentuk
tulang, otot, sendi, maupun cacat jasmani yang saraf-sarafnya. Istilah tunadaksa
maksudnya sama dengan istilah yang berkembang, seperti cacat tubuh, tuna tubuh,
tuna raga, cacat anggota badan cacat orthopedic, crippled, dan orthopedically
handicapped (depdikbud ,1986:6). Selanjutnya, Samuel A Kirk (1986) yang dialih
bahasakan oleh Moh. Amin dan Ina Yusuf Kusumah (1991: 3) mengemukakan bahwa
seseorang dikatakan anak tunadaksa jika kondisi fisik atau kesehatan mengganggu
kemampuan anak untuk berperan aktif dalam kegiatan sehari-hari, sekolah atau
rumah. Sebagai contoh, anak yang mempunyai lengan palsu tetapi ia dapat mengikuti
kegiatan sekolah, seperti pendidikan jasmani atau ada anak yang minum obat untuk
mengendalikan gangguan kesehatannya, maka anak-anak jenis itu tidak termasuk
penyandang gangguan fisik. Tetapi jika kondisi fisik tidak mampu memegang pena,
atau anak sakit-sakitan (mengidap penyakit kronis) sering kambuh sehingga ia tidak
dapat bersekolah secara utin, maka anak itu termasuk penyandang gangguan fisik
(tunadaksa).

B. PENYEBAB KETUNADAKSAAN
Penyebab terjadinya ketunadaksaan dapat dikelompokkan menurut saat terjadinya,
yaitu:
a. Sebab-sebab sebelum kelahiran (fase prenatal)

2
Pada fase ini kerusakan dapat disebabkan oleh: 1) penyakit yang menyerang ibu
hamil, misalnya infeksi sypilis, rubella;2) bayi dalam kandungan terkena radiasi; 3)
ibu hamil mengalami kecelakaan sehingga mengganggu pembentukan sistem syaraf
pusat pada janin; 4) Rh bayi tidak sama dengan ibunya.
b. Sebab-sebab pada saat kelahiran (fase natal)
Hal-hal yang menyebabkan ketunadaksaan pada saat natal, antara lain: 1) proses
kelahiran yang terlalu lama karena pinggul ibu kecil sehingga bayi mengalami
kekurangan zat asam; 2) Rusaknya jaringan syaraf otak akibat kelahiran yang
dipaksa, 3)bayi lahir sebelum waktunya.
c. Sebab-sebab setelah prases kelahiran (fase pastnatal)
Hal-hal yang dapat mengakibatkan kerusakan otak setelah bayi dilahirkan, antara
lain: 1) kecelakaan yang merusak otak bayi; 2)penyakit atau tumor otak, 3) virus
polio menyerang sumsum tulang belakang anak (adaptasi dari Musyafak Assyari,
1995:59-61).
C. CIRI-CIRI ANAK TUNADAKSA
a.Anggota gerak tubiuh kaku/lemah/lumpuh
b.Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna,tidak lentur/tidak terkendali).
c.Terdapat bagian anggota gerak yang tidak lengkap/tidak
sempurna/lebih kecil dari biasa.
d.Terdapat cacat pada alat gerak.
e.Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam.
f.Kesulitan pada saat berdiri/berjalan/duduk,dan menunjukkan sikap
tubuh tidak normal.
g.Hiperaktif/tidak dapat tenang.

D. KLASIFIKASI ANAK TUNADAKSA


Agar lebih mudah memberikan layanan terhadap anak tunadaksa, perlu
adanya sistem penggolongan (klasifikasi). Penggolongan anak tunadaksa bermacam-
macam.Salah satu diantaranya dilihat dari system kelainannya yang terdiri dari: (1)
kelainan pada sistem cerebral (cerebral system), dan (2) kelainan pada sistem otot dan
rangka (musculus skeletal system).
Penyandang kelainan pada sistem cerebral, kelainannya terletak pada sistem
saraf pusat, seperti cerebral palsy (CP) atau kelumpuhan otak. Cerebral palsy ditandai
oleh adanya kelainan gerak, sikap atau bentuk tubuh, gangguan koordinasi, kadang-

3
kadang disertai gangguan psikologis dan sensoris yang disebabkan oleh adanya
kerusakan atau kecacatan pada masa perkembangan otak. Soeharso (1982)
mendefinisikan cacat cerebral palsy sebagai suatu cacat yang terdapat pada fungsi
otot dan urat saraf dan peryebabnya terletak dalam otak. Kadang-kadang juga
terdapat gangguan pada pancaindra, ingatan, dan psikologis (perasaan).
Menurut derajat kecacatannya, cerebral palsy diklasifikasikan menjadi (1)
ringan, dengan ciri-ciri: dapat berjalan tanpa alat bantu, bicara jelas, dan dapat
menolong diri; (2) sedang, dengan ciri-ciri: membutuhkan bantuan untuk latihan
berbicara, berjalan, mengurus diri, dan alat-alat khusus, seperti brace; dan (3) berat,
dengan ciri-ciri: membutuhkan perawatan tetap dalam ambulasi, bicara, dan
menolong diri.
Sedangkan menurut letak kelainan di otak dan fungsi geraknya cerebral palsy
dibedakan atas: (1) spastik, dengan ciri seperti terdapat kekakuan pada sebagian atau
seluruh ototnya; (2) dyskenisia, yang meliputi athetosis (penderita memperlihatkan
gerak yang tidak terkontrol), rigid (kekakuan seluruh tubuh sehingga sulit
dibengkokkan); tremor (getaran kecil yang terus menerus pada mata, tangan, atau
pada kepala); (3) Ataxia (adanya gangguan keseimbangan, jalannya gontai,
koordinasi mata dan tangan tidak berfungsi; (4) jenis campuran (seorang anak
mempunyai kelainan dua atau lebih dari tipe-tipe di atas) Golongan anak tunadaksa
berikut ini tidak mustahil akan belajar Bersama dengan anak normal dan banyak
ditemukan pada kelas-kelas biasa. Penggolongan anak tunadaksa dalam kelompok
kelainan system otot dan rangka tersebut adalah sebagai berikut.
1.Poliomyelitis
Ini merupakan suatu infeksi pada sumsum tulang belakang yang
disebabkan oleh virus polio yang mengakibatkan kelumpuhan dan sifatnya
menetap. Dilihat dari sel-sel motorik yang rusak, kelumpuhan anak polio
dapat dibedakan menjadi:
a) tipe spinal, yaitu kelumpuhan atau kelumpuhan pada otot-otot leher, sekat
dada, tangan, dan kaki;
b) tipe bulbaris, yaitu kelumpuhan fungsi motorik pada satu atau lebih saraf tepi
dengan ditandai adanya gangguan pernapasan; dan
c) tipe bulbospinalis, yaitu gabungan antara tipe spinal dan bulbaris,
d) encephalitis yang biasanya disertai dengan demam, kesadaran
menurun,tremor, dan kadang-kadang kejang
Kelumpuhan pada polio sifatnya layu dan biasanya tidak menyebabkan
gangguan kecerdasan atau alat-alat indra. Akibat penyakit poliomyelitis adalah

4
otot menjadi kecil (atropi) karena kerusakan sel saraf, adanya kekakuan sendi
(kontraktur), pemendekan anggota gerak, tulang belakang melengkung ke salah
satu sisi, seperti huruf S (Scoliosis), kelainan telapak kaki yang membengkok ke
luar atau ke dalam, dislokasi (sendi yang ke luar dari dudukannya), lutut
melenting ke belakang (genu recorvatum).
2. Muscle Dystrophy
Jenis penyakit yang mengakibatkan otot tidak berkembang karena
mengalami kelumpuhan yang sifatnya progresif dan simetris. Penyakit ini ada
hubungannya dengan keturunan.
3. Spina Bifida
Merupakan jenis kelainan pada tulang belakang yang ditandai dengan
terbukanya satu atau tiga ruas tulang belakang dan tidak tertutupnya kembali
selama proses perkembangan. Akibatnya fungsi jaringan saraf terganggu dan
dapat mengakibatkan kelumpuhan, hydrocephalus, yaitu pembesaran pada
kepala karena produksi cairan yang berlebihan. Biasanya kasus ini disertai
dengan ketunagrahitaan (Black, 1975).

E. KARAKTERISTIK ANAK TUNADAKSA


1.Dampak Aspek Akademik
Pada umumnya tingkat kecerdasan anak tunadaksa yang mengalami Kelainan
pada sistem otot dan rangka adalah normal, sehingga dapat mengikuti pelajaran sama
dengan anak normal, sedangkan anak tunadaksa yang mengalami kelainan pada
sistem cerebral, tingkat kecerdasannya berentang mulai dari tingkat sangat rendah
sampai dengan sangat tinggi. Hardman (1990) mengemukakan bahwa 45% anak
cerebral palsy mengalami keterbelakangan mental (tunagrahita), 35% mempunyai
tingkat kecerdasan normal dan di atas normal. Sisanya berkecerdasan sedikit di
bawah rata-rata. Selanjutnya, P. Seibel (1984:138) mengemukakan bahwa tidak
ditemukan hubungan secara langsung antara tingkat kelainan fisik dengan kecerdasan
anak. Artinya, anak cerebral palsy yang kelainannya berat, tidak berarti
kecerdasannya rendah.
Selain tingkat kecerdasan yang bervariasi anak cerebral palsy juga mengalami
kelainan persepsi, kognisi, dan simbolisasi. Kelainan persepsi terjadi karena saraf
penghubung dan jaringan saraf ke otak mengalami kerusakan sehingga proses
persepsi yang dimulai dari stimulus maka diteruskan ke otak oleh saraf sensoris,

5
kemudian ke otak (yang bertugas menerima dan menafsirkan, serta menganalisis)
mengalami gangguan. Kemampuan kognisi terbatas karena adanya kerusakan otak
sehingga menggangu fungsi kecerdasan, penglihatan, pendengaran, bicara,
rabaan,dan bahasa, serta akhirnya anak tersebut tidak dapat mengadakan interaksi
dengan lingkungannya yang terjadi terus menerus melalui persepsi dengan
menggunakan media sensori (indra). Gangguan pada simbolisasi disebabkan oleh
adanya kesulitan dalam menerjemahkan apa yang didengar dan dilihat. Kelainan yang
kompleks ini akan mempengaruhi prestasi akademiknya.
2. Dampak Sosial/Emosional
Dampak sosial/emosional anak tunadaksa bermula dari konsep diri anak yang
merasa dirinya cacat, tidak berguna, dan menjadi beban orang lain yang
mengakibatkan mereka malas belajar, bermain, dan perilaku salah.Kehadiran anak
cacat yang tidak diterima oleh orang tua disingkirkan dari masyarakat akan mnerusak
perkembangan pribadi anak. Kegintan jasmani yang tidak dapat dilakukan oleh anak
tunadaksa dapat mengakibatkan timbulnya problem emosi, seperti mudah
tersinggung, mudah marah, rendah diri, kurang dapat bergaul, pemalu, menyendiri,
dan frustrasi.Problem emosi seperti itu, banyak ditemukan pada anak tunadaksa
dengan gangguan sistem cerebral. Oleh sebab itu, tidak jarang dari mereka tidak
memiliki rasa percaya diri dan tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan
sosialnya.

3.Dampak Fisik/Kesehatan
Dampak fisik/kesehatan anak tunadaksa biasanya selain mengalami cacat
tubuh adalah kecenderungan mengalami gangguan lain, seperti sakit gigi,
berkurangnya daya pendengaran, penglihatan, gangguan bicara, dan lain-lain.
Kelainan tambahan itu banyak ditemukan pada anak tunadaksa sistem cerebral.
Gangguan bicara disebabkan oleh kelainan motorik alat bicara (kaku atau lumpuh),
seperti lidah, bibir, dan rahang sehingga mengganggu pembentukan artikulasi yang
benar. Akibatnya, bicaranya tidak dapat dipahami orang lain dan diucapkan dengan
susah payah. Mereka juga mengalami aphasia sensoris, artinya ketidak mampuan
bicara karena organ reseptor anak terganggu fungsinya, dan aphasia motorik, yaitu
mampu menangkap informasi dari lingkungan sekitarnya melalui indra pendengaran,
tetapi tidak dapat mengemukakannya lagi secara lisan. Anak cerebral palsy
mengalami kerusakan pada Pyramidal tract dan extrapyramidal yang berfungsi
mengatur sistem motorik. Tidak heran mereka mengalami kekakuan, gangguan
keseimbangan, gerakan tidak dapat dikendalikan, dan susah berpindah tempat. Dilihat

6
dari aktivitas motorik, intensitas gangguannya dikelompokkan atas hiperaktif yang
menunjukkan tidak mau diam, gelisah; hipoaktif yang menunjukkan sikap pendiam,
gerakan lamban dan kurang merespon rangsangan yang diberikan; dan tidak ada
koordinasi, seperti waktu berjalan kaku, sulit melakukan kegiatan yang membutuhkan
integrasi gerak yang lebih halus, seperti menulis, menggambar, dan menari.

F. PELAYANAN PENDIDIKAN ANAK TUNADAKSA


Tujuan pendidikan anak Tunadaksa bersifat ganda (dual Purpose), yaitu yang
berhubungan dengan aspek rehabilitasi pemulihan dan pengembangan fungsi fisik,
dan yang berkaitan dengan pendidikan yang mengacu pada tujuan pendidikan
nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
Frances P. Connòr (1995) mengemukakan sekurang-kurangnya ada 7 aspek
yang perlu dikembangkan pada diri masing-masing anak Tunadaksa melalui
pendidikan, yaitu: (1) pengembangan intelektual dan akademik, (2) membantu
perkembangan fisik, (3) meningkatkan perkembangan emosi dan penerimaan diri
anak, (4} mematangkan aspek sosial, (5) mematangkan moral dan spiritual, (6)
meningkatkan ekspresi diri, dan (7) mempersiapkan masa depan anak. Adapun
prinsip dasar program pendidikannya meliputi hal-hal berikut ini.
1. Keseluruhan anak (All the children)
2. Kenyataan (Reality)
3. Program yang dinamis (A dynamic program)
4. Kesempatan yang sama (equality of opportunity)
5. Kerja sama (cooperative).
Adapun prinsip khusus pendidikannya terdiri dari prinsip multisensori dan prinsip
individualisası. Multisensori berarti banyak indra, maksudnya dalam proses
pendidikan pada anak tunadaksa sedapat mungkin memanfaatkan dan
mengembangkan indra-indra yang ada dalam diri anak agar kesan pendidikan yang
diterimanya lebih baik. Prinsip individualisasi berarti kemampuan masing- masing
diri individu lebih dijadikan titik tolak dalam memberikan pendidikan pada mereka.
Model layanannya dapat berbentuk individual dan klasikal pada individu yang
cenderung memiliki kemampuan yang hampir sama, bahan pelajaran yang diberikan
pada siswa sesuai dengan kemampuan masing-masing anak. Layanan pendidikan

7
untuk anak Tunadaksa dapat dilakukan dengan pendekatan guru kelas, guru mata
pelajaran/bidang studi, campuran dan pengajaran tim.
Pembelajaran di sekolah idealnya sebagai berikut.
1. Perencanaan kegiatan belajar mengajar: Program pendidikan yang
diindividualisasikan.
2. Prinsip Pembelajaran: prinsip multisensori dan prinsip individualisasi.
3. Penataan lingkungan belajar.
4. Bangunan gedung memprioritaskan tiga kemudahan. Mudah keluar masuk,
mudah bergerak dalam ruangan, dan mudah mengadakan penyesuaian.
5. Personel: guru PLB, guru regular, dokter ahli anak, dokter ahii rehab medis,
dokter ahli ortopedi, dokter ahli saraf. psikolog. guru BP, social worker,
fisioterapist, occupationai therupist, Speechterapist, orthotic, dan prosthetic.
6. Bimbingan Belajar: anak tunadaksa memerlukan bimbingan belajar membaca,
menulis, dan berhitung. Ketiga kemampuan dasapeu memperoleh layanan
sedini mungkin sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak, manakala telah
memasuki program sekolah dasar.
7. Pembinaan karier dan pekerjaan untuk mempersiapkan masa depan anak, di
sekolah perlu adanya pembinaan karier. Pengertian karier tidak dipandang
hanya sebagai pekerjaan yang diberikan pada tamatan sekolah menengah atas,
tetapi dibutuhkan olet semua siswa sejak Taman Kanak- Kanak sampai
Perguruan Tinggi. Pada jenjang TKLB dan SDLB materi pembahasannya
adalah untuk. memberikan pengertian dasar mengenai kemungkinan pekerjaan
dalam hidup kelak dan memberikan kesadaran bahwa sekolah memberi
kesempatan untuk bereksplorasi dalam mempersiapkan kehidupan kelak;
sedangkan pada tingkatan yang lebih tinggi selain melanjutkan materi tersebut
telah diarahkan pada prevokasional maupun vokasional.
Pembinaan karier dan pekerjaan dimulai dari kegiatan asesmen karier dan
pekerjaan agar dapat menyusun program pembinaan karier dan vokasional yang
sesuai dengan kondisi kemampuan dan kecacatan anak tunadaksa.
Berkaitan dengan penyusunan program, Philip (1986) mengemuka-kan bahwa
program yang disusun harus berbentuk iEP (Individualized Educational Program)
yang mempunyai ciri-ciri sasaran untuk remidi bila siswa mengalami kesulitan
dalam membaca formulir pekerjaan,berkomunikasi dengan menggunakan telepon,
penggunaan uang dalam pekerjaan, dan lain-lain. Salah satu contoh program IEP
adalah pengembangan motorik halus untuk pekerjaan menjahit,
pertanaman,mengatur makanan, dan lain-lain. Alur pembinaan karier dan
pekerjaan dapat disajikan seperti berikut ini, Asesmen →pemrograman →proses

8
→evaluasi →daya guna/tepat guna. Sebagaimana diketahui bahwa pendidikan
bagi anak tidak selalu harus berlangsung di suatu lembaga pendidikan
khusus .Sebab sebagian dari mereka (anak tunadaksa) pendidikannya berlangsung
di sekolah dan kelas reguler/sekolah umum. Hal ini disebabkan oleh faktor
kemampuan dan ketidakmampuan anak tunadaksa dan lingkungannya. Evelyn
Deno, (1970) dan Ronald L Taylor(1984) menjeaskan sistem Layanan pendidikan
bagi anak luar biasa (termasuk anak tunadaksa) yang bervariasi, mulai dar sistem
pendidikan di kelas dan sekolah reguler/umum sampai pendidikan yang diberikan
di suatu rumah sakit, bahkan sampai pada bentuk layanan yang tidak memiliki
makna edukasi sama sekali, yakni layanan yang diberikan kepada anak-anak
tunadaksa dalam perawatan medis dan bantuan pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Dari kenyataan di lapangan bahwa anak tunadaksa memilikiproblem penyerta.
Problem penyerta ini berbeda-beda antara seorang anak tunadaksa yang satu
dengan anak tunadaksa yang lainnya,bergantung pada penyebab ketunaannya,
serta berat ringannya Ketunaannya. Atas dasar kondisi anak tunadaksa tersebut
maka model pelayanan pendidikannya dibagi pada "Sekolah Khusus dan"Sekolah
Terpadu/inklusi".

SEKOLAH TERPADU/INKLUSI
Bagi anak tunadaksa dengan problem penyerta relatif ringan dan tidak disertai
dengan problem penyerta retardasi mental akan sangat baik jika sedini mungkin
pelayanan pendidikannya disatukan dengan anak-anak normal lainnya di sekolah
reguler/sekolah umum.Karena anak tunadaksa tersebut sudah dapat mengatasi
problem fisik maupun intelektual serta emosionalnya.Walaupun kondisi penyerta
anak tunadaksa cukup ringan, sekolah reguler yang ditunjuk untuk melayani
pendidikannya perlu persiapan yang matang terlebih dahulu, baik persiapan sarana
maupun prasarananya. Seperti persiapan aksesibilitas misalnya meminimalkan trap-
trap atau tangga-tangga. Jika memungkinkan dibuatkan ramp-ramp untuk akses kursi
roda, atau bagi anak yang khusus menggunakan alat bantu jalan lainnya, seperti kruk
atau wolker. Bentuk meja atau kursi belajar disesuaikan dengan kondisi anak. Hal
demikian memerlukan persiapan yang lebih terencana sehingga tidak menimbulkan
problem tambahan bagi anak tunadaksa. Juga bentuk toilet, kloset harus dapat
dipergunakan bagi anak yang menggunakan kursi roda. Di samping itu, sistem guru
kunjung dapat membantu memecahkan permasalahan yang mungkin timbul pada
anak tunadaksa di kemudian hari.

9
KETENAGAAN KHUSUS, KURIKULUM DAN ADMINISTRASI
a, Ketenagaan
1) Tenaga Kependidikan
Tenaga kependidikan untuk Pendidikan Luar Biasa bagian D (tunadaksa) adalah guru
yang secara khusus mempersiapkan diri untuk mengajar anak tunadaksa yang
mempunyai berbagai masalah dari tingkat Taman Kanak-kanak sampai dengan
Tingkat Menengah. Di samping itu, juga dapat merencanakan dan melaksanakan
tugas pendidikan bagi anak yang sedang dalam perawatan karena operasi.
Tenaga Guru yang Diperlukan adalah sebagai berikut.
a) Guru Kelas atau Guru Bidang Studi.
b Guru Keterampilan.
c) Guru Agama.
d) Guru Olahraga.

Persyaratan Tenaga Guru/Pendidik adalah sebagai berikut.


a) Tamatan minimal SGPLB, sarjana muda/Dii, sarjana pendidikan luar biasa dari
iKIP/Universitas.
b) Untuk guru agama dari PGA, Dill, S1 lAIN atau sederajat.
c) Untuk guru olahraga dari DIll, S1 iKIP atau Universitas.
d) Untuk guru keterampilan Dill, S1 IKIP/Universitas
e Untuk guru bidang studi minimal DiI, S1 iKIP/ Universitas dari jurusan yang sesuai

2) Tenaga Ahli
Tenaga ahli diperlukan untuk hal-hal berikut ini.
a) Remedial Teaching
Guru yang mendapat tugas khusus untuk remedial atau bertugas memberi bimbingan
dan penyuluhan.
b) Tim Rehabilitasi

10
(1) Dokter umum.
(2) Dokter anak.
(3) Dokter anak pediatri.
(4) Dokter ortopedi.
(5) Konselor.
(6) Psikolog.
(7) Orthopedagogik.
(8) Speech therapist.
(9 Occupational therapist.
(10) Pekerja sosial.

3. Tenaga Administrasi
a. Tenaga administrasi untuk pendidikan luar biasa bagian D (tunadaksa) adalah
sebagai berikut.
1) Kepala Sekolah.
2) Wakil Kepala Sekolah.
3) Bendahara.
4) Tenaga Usaha, yang dapat melaksanakan: agendaris, inventaris, dan pengetikan.
5) Pesuruh/pembantu sekolah.
b. Kurikulum
Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum PLB tahun 1994,
yang terdiri dari:
1. Landasan Program
2. Garis -garis Program Pengajaran.
3. Pedoman Pelaksanaan.
c. Administrasi

11
Administrasi yang digunakan adalah administrasi yang sesuai dengan pedoman
administrasi yang telah dibukukan, antara lain sebagai berikut
1. Administrasi Program Pengajaran.
2. Administrasi Kepegawaian.
3. Administrasi Keuangan.
4. Administrasi perengkapan dan Barang

12

Anda mungkin juga menyukai