Anda di halaman 1dari 46

Assesmen Kinerja

Kata asesmen berasal dari serapan bahasa Inggris yaitu

assessment. Penggunaannya sering disamakan dengan kata

"penilaian", Akan tetapi untuk membedakannya dari istilah evaluasi

yang sering diterjemahkan juga dengan kata penilaian) maka lebih

baik digunakan saja kata asemen. Gronlund(Arifin. 2010)

mengemukakan bahwa asesmen adalah suatu proses yang sistematis

dari pengumpulan data, analisis, dan interpretasi untuk menentukan

sejauh mana peserta didik telah mencapai tujuan pembelajaran.

Sedangkan Nitko (1996) agak lebih umum menjelaskan "assessment

is a broad term defined as a process for obtaining information about

students fearning... " Hampir senada Walvoord (1998) mengemuka-

kan bahwa "assessment is the systematic gathering and analyzing of

information(excluding course grades) to inform and improve

student learning or programs of student learning in light of goal oriented expectations". Asesmen adalah
kegiatan yang sistematik

untuk mengumpulkan dan menganalisisinformasiuntuk

menyampaikan/ menampilkan dan memperbaiki hasil belajar siswa

sesuai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Asesmen adalah sebagai suatu proses pengumpulan data siswa

yang dilakukan selama proses pembelajaran ataupun terhadap hasil

pembelajaran. Asesmen tidak hanya berlangsung pada akhir

pembelajaran tetapi juga selama pembelajaran berlangsung, sehingga

asesmen merupakan bagian dari pembelajar-an itu sendiri. Drake

(2000) menyatakan asesmen bukan hanya sebagai bagian dari suatu

kegiatan belajar (assessment of learning), tetapi asesmen untuk


pembelajaran(assessment for learning) dan berfungsi untuk

memajukan siswa dalam belajar (assessment as learning). Hal ini

menyiratkan bahwa assesment bukan hanya sebagai alat untuk

mengevaluasi hasil siswa, melainkan bagian dari dan untuk

pembelajaran itu sendiri.

Mengumpulkan informasi untuk dianalisis tentu saja didahului

dengan tes dan pengukuran. Asesmen juga adalah proses mengetahui

jenjang kemampuan siswa yang dapat dinilai berdasarkan suatu

kriteria tertentu sehingga proses ini mampu menciptakan kondisi

agar guru mampu mengembangkan kriteria, standar, atau ukuran

tertentu. Masih banyak definisi asesmen yang dikemukakan para

akhli yang pada dasarnya hampir sama, namun sangat bijak rasanya

disimak apa yang ditegaskan oleh Brown (2004) bahwa asesment

"not the same as testing; a process not a product, an ongoing

processs to ensure that cource/class objective and goals are met".

Asesmen tidak sama dengan testing meskipun tes adalah salah satu

bentuk asesement, bukan sekedar produk tetapi merupakan suatu

proses yang berlangsung berkesinambungan untuk meyakinkan

bahwa tujuan sudah tercapai.

Kata kinerja dalam konteks asesmen diterjemahkan dari kata

"performance" meskipun belum terlalu tepat. Andai bisa diserap ke bahasa Indonesia dengan kata
"performa" mungkin lebih baik.

Untuk sementara digunakan saja kata kinerja dalam konteks tugas,

sama dengan prestasi kerja atau hasil kemampuan suatu perbuatan.

Dengan demikian, asesmen kinerja merupakan penilaian yang dapat

menggambarkan semua kemampuan berpikir siswa dimulai dari awal


pembelajaran, selama proses dan ketika di akhir pembelajaran.

Ada banyak pengertian yang dikemukakan oleh para ahli

bidang asesment, diantaranya: Asesmen kinerja merupakan asesmen

yang mengharuskan siswa mempertunjukkan kinerja, bukan

menjawab atau memilih jawaban dari sederetan kemungkinan

jawaban yang sudah tersedia (Zainul, 2005). Nitko (Enger & Yager,

2001) menjelaskan bahwa asesmen kinerja merupakan prosedur

penggunaan tugas-tugas yang bertujuan untuk mengetahui seberapa

baik siswa telah belajar. Asesmen kinerja digunakan untuk menguji

skill dan kompetensi tertentu, yang mengaplikasikan skill dan

pengetahuan. Marzano (1994) menyatakan asesmen kinerja berarti

variasi tugas yang memberi kesempatan kepada siswa untuk

mendemonstrasikan pemahaman mereka dan mengaplikasikan

pengetahuan, skill, dan kebiasaan berpikir dalam menyelesaikannya.

Selanjutnya. Suwaibah (2015) mengutip Sa'dijah (2009) dan Karim

(2004) yang menyatakan bahwa asesmen kinerja menuntut para

siswa untuk secara aktif melaksanakan tugas-tugas yang kompleks

dan signifikan serta menggunakan pengetahuan dan keterampilan

yang relevan untuk menyelesaikan masalah-masalah realistik dan

otentik. Asesmen kinerja sebagai asesmen yang memberi kesempatan

siswa untuk menunjukkan kinerja, bukan menjawab atau memilih

jawaban dari sederetan kemungkinan jawaban yang telah tersedia.

Jadi, asesmen kinerja merupakan teknik asesmen yang mengharuskan

siswa mempertunjukkan kinerja, dengan mengaplikasikan

keterampilan dan pengetahuannya bukan menjawab atau hanya


memilih jawaban. Yacob (2013) menegaskan bahwa asesmen kinerja

menentukan suatu basis bagi guru dengan mengevaluasi keefektivan proses atau prosedur yang
digunakan (misalnya pendekatan untuk

pengumpulan data, manipulasi instrumen) dan produk yang

dihasilkan dari kinerja suatu tugas (misalnya, laporan hasil lengkap,

senikerja lengkap). Lebih lengkap dikemukakan Hibbard, dkk.(1996),

bahwa penilaiam berbasis kinerja "represent a set of strategies for the

application of knowledge, skills, and work habits through the

performance of tasks that are meaningful and engaging to students".

Masih banyak definisi dikemukakan, namun disimpulkan

sebagai berikut:

a. Asesmen kinerja merupakan suatu proses penilaian siswa yang

dilakukan pendidik secara sistimatis berdasarkan pekerjaan

yang ditugaskan kepadanya.

Asesmen kinerja merupakan penilaian dari perlakuan dalam

mengaplikasian perbuatan berdasarkan pengetahuan yang

dimiliki secara nyata.

Asesmen kinerja memungkinkan guru untuk mengamati

kemampuan siswa selama proses pembelajaran tanpa harus

menunggu pembelajaran berakhir.

d. Asesmen kinerja mengharuskan

didik

peserta

mempertunjukkan kinerja bukan menjawab atau memilih

jawaban alternatif jawaban yang tersedia.

Asessment kinerja dirancang khusus untuk menghasilkan respon


(lisan atau tulis), karya (produk), atau penerapan pengetahuan.

Asesmen kinerja memusatkan penilaian tugas pada kriteria

tertentu yang dinginkan.

2. Sekilas Perkembangan Asesmen Kinerja

Kita masih ingat pada era tahun 1980 an di Indonesia hampir

semua asesmen pembelajaran dari tingkat sekolah dasar sampai

perguruan tinggi didominasi dengan tes objektif khususnya tes

pilihan ganda. Argumentasi yang dikemukakan juga sangat logis

bahwa tes pilihan ganda hasilnya jauh lebih obyektif. Kemudian kita tersentak ketika awal tahun dua
ribuan muncul "protes" bahwa

siswa-siswa kita bukan saja tulisan tangan mereka yang sangat

semrawut juga mereka sangat kesulitan dalam mengungkapkan apa

yang dipikirkan dalam bentuk kalimat tertulis. Mungkin sampai

dewasa ini masih banyak ditemukan siswa yang sulit membuat

kesimpulan dari satu wacana dengan kalimat sendiri. Lebih banyak

hanya "menyalin kembali" apa yang mereka baca.

Timbulnya gagasan kurikulum berbasis komptetensi juga

didasari kenyataan bahwa dalam asesemen pembelajaran di kelas,

sebagian besar yang diases hanya ranah kognitif saja, sangat kurang

menyentuh aspek afektif dan psikomotor. Pada Kurikulum 2013 lebih

dipertegas lagi dengan adanya asesmen autentik dengan fokus pada

asesmen kinerja, proyek, dan portofolio. Hal yang perlu dicermati,

sangat sering kebijakan yang diambil dianggap terlambat. Negara-

negara barat (Amerika dan Eropa) yang sering jadi rujukan sudah

lama beralih ke sistem yang baru, kita baru memulai. Amerika Serikat

awal 90 an hampir semuanya sudah beralih ke asesmen kinerja


termasuk asesmen standar yang digunakan di beberapa negara

bagian.

Pada tahun 1990, di Amerika Serikat, delapan negara bagian

menggunakan beberapa bentuk asesmen kinerja dalam matematika

atau IPA, dan enam negara bagian yang lainnya mengembangkan

pilot proyek untuk asesmen alternatif dalam matematika, Sains,

membaca dan menulis. Ditambah lagi 10 negara bagian sedang

mempelajari kemungkinan rencana pengembangan beragai bentuk

asesmen kinerja. Secara total ada 24 negara bagian yang terterik,

mengembangkan, dan menggunakan asesmen kinerja (Aschbacher,

1991).

Penggunaan asesmen kinerja dapat ditelusuri jauh kebelakang

paling kurang dua milenium pada Dinasti Han di Cina, yang sangat

bersejarah dalam kemampuan membaca yang luar biasa (Madanus &

O'Dwyer, 1999). Pada era 1980 an di Amerika ditandai dengan meningkatnya penggunaan tes-tes
standar yang bertujuan untuk

pertanggungjawaban sekolah/dan siswa (Hamilton, Koretz, 2002),

Pada periode ini para pendidik menyumbangkan ide bahwa tes

dapat digunakan untuk meningkatkan reformasi pendidikan. Pada

akhir dekade ini, pendidik mulai menemukan sejumlah problem

berkaitan dengan tingginya pertaruhan tes pilihan ganda, termasuk

degradasi pembelajaran (penyempitan kurikulum pada topik yang

akan dites, penggunaan waktu belajar berlebihan di kelas yang

digunakan untuk persiapan mengikuti tes) untuk melambungkan skor

hasil tes. Ada juga kritik tentang spesifikasi konten bidang yang

diujikan. Pada guru Sains, misalnya, mempersoalkan bahwa tes


pilihan ganda hanya menekankan pada pengetahuan faktual (factual

knowledge) tidak pada pengetahuan prosedural (procedural

knowledge) (Frederiksen, 1984).

Banyak pendidik mulai meminta untuk menerapkan tes yang

mereka sebut "tests worth teaching to". Bernaung pada banner

"what you test is what you get: (WYTIWYG) (Resnick & Resnick,

1992) mereka menyerukan penggunaan asesmen kinerja yang akan

membawa perbaikan kurikulum, pembelajaran, dan hasil belajar.

Mereka meyakini bahwa asesmen kinerja dapat lebih mudah

didesain untuk mencapai kemampuan keterampilan tingkat tinggi

(high - order skills), termasuk pemecahan masalah (problem so/ving)

dan berpikir kritis (critical thinking) (Raizen et al., 1989). Antusiasme

ini mendorong banyak negara bagian menerima asemen dan

menggunakan asemen kinerja pada program penilaian pada sakala

yang luas.

Beberapa negara bagian dengan cepat mengembangkan

berbagai bentuk asesmen kinerja pada bidang-bidang tertentu,

diantaranya:

a. Vermont Developmental Reading Assessment (VT-DRA)

Program ini ditujukan pada kemampuan membaca bagi

siswa kelas Il. Siswa ditugaskan untuk membaca secara singkat dan menceritakannya kembali dalam
kalimat sendiri. Guru

memberikan skor pada kemampuan anak membaca secara oral

dan kemampuan siswa menceritakan kembali secara lengkap.

Untuk menjamin reliabilitasnya, guru memberikan asesmen

pertama untuk mendapatkan skor mereka melalui proses


online. Selanjutnya, hasil dari DRA direviu secara tahunan

pada Summer Auditing Institute. Sistem pertanggung-jawaban

Vermont tidak mempunyai resiko tinggi bagi siswa, promosi

siswa dan kelulusan tidak bergantung pada skor hasil tes

(Rohten, et.al., 2003).

Kentucky Instructional Results Information System (KIRIS)

Perubahan besar terjadi ketika diundangkan Kentucky

Education Reform Act, 1990. Aturan ini membawa perubahan

pada sistem persekolahan,termasuk perubahan

pertanggungjawaban sekolah terhadap kinerja siswa. Kentucky

Instructional Results Information System (KIRIS) adalah asalah

satu asesmen berbasis kinerja diimplementasikan peetama kali

pada musim Semi 1992. KIRIS mengetes siswa kelas 4, 8, dan 11

dalam tiga bagian asesmen yakni tes pilihan ganda dan esei

terstruktur,tampilan kinerja yang mengharuskan siswa

menyelesaikan persoalan nyata dan praktis, serta portofolio

dalam menulis dan matematika dimana siswa menampilkan

contoh hasil karya terbaik yang dikumpulkan selama satu

tahun ajaran. Sorotan dan kritikan banyak terjadi terutama

dari banyak orangtua dan pendidik mempertanyakan validitas

KIRIS (Fenster, 1996). KIRIS diganti dengan Commonwealth

Accountability Testing Systems (CATS) (White, 1999), yang

hanya terdiri atas dua komponen utama, "perdormance tasks,

and the writing portfolio". Terakhir, pada tahun 2009 CATS

diganti lagi dengan Kentucky Core Content Test (KCCT) yang


berisi asesmen untuk Matematika (kelas 3 sd 8 dan 11), Bahasa

Inggris (kelas 3 sd 8 dan 10), Sains (kelas 4,7, dan 11). Kemampuan menulis menggunakan Writing
Portfolio untuk

kelas 4, 7, dan 12, dan Reflective writing hanya kelas 12.

Maryland School Performance Assessment System (MSPAS)

Maryland School Performance Assessment System (MSPAS)

diluncurkan pada awal 1990, dan diimplementasikan pertama

kali tahun 1991 untuk mengases membaca, menulis, pemakaian

bahasa, matematika, Sains, dan llmu Sosial pada kelas 3, 5, dan

8. Hasil teknikal reviu tahun 2000 MSPAS disarankan direvisi

terutama isi dari tes dan beberapa hal yang tidak mendukung

Maryland Learning Outcome (Ferrara, 2009). Skor MSPAS

sekolah juga levelnya fluktuatif dari tahun ke tahun.

Sehubungan dengan faktor skor ini maka MSPAP diganti

dengan Maryland School Assessment (MSA) pada tahun 2002

(Hoff, 2002). MSA fokus pada tes matematika dan membaca

di kelas 3 sampai 8 dan Sains pada kelas 5 dan 8 menggunakan

pilihan ganda dan respon konstruktif item.

The California Learning Assessment System (CLAS)

California Learning Assessment System (CLAS) didesain

tahun 1991 untuk mensejajarkan program testing dengan isi

kurikulum, dan mengukur pencapaian siswa pada isi pelajaran

menggunakan asesmen berbasis kinerja (performance - based

assessment), serta menyiapkan asesmen kinerja bagi sekolah

dan siswa (Kirst & Mazzeo, 1996). Pertama kali diaplikasikan

tahun 1993 untuk mengases kemampuan siswa dalam


membaca, menulis, dan matematikan pada kelas 4, 8, dan 10.

Untuk membaca dan menulis dilakukan kegiatan kelompok,

esei dan cerita pendek untuk mengukur kemampuan berpikir

kritis. Untuk matematika, siswa harus menunjukkan bagaimana

ia sampai pada jawaban yang dihasilkan. Kontroversi terjadi

ketika banyak kelompok sekolah yang menyoroti bahwa item-

item tes sangat subjektif, mendorong siswa berpikir tentang

topik-topik kontroversial, atau menanyakan perasaan siswa yang dianggap melanggar hak-hak sipil siswa
(McDonnell;

2004). Tahun 1998 Standardized Testing and Reporting (STAR)

diberlakukan menggantikan CLAS yang justru kembali ke

pertanyaan-pertanyaan pilihan ganda untuk mengukur hasil

belajar siswa pada stantadar yang diberlakukan pada negara

bagian California. Namun demikian, tahun 2001 mulai

dimasukkan dalam California Standards Tests kemampuan

menulis pada kelas/level tertentu.

Masih banyak contoh lain yang mendorong asesmen kinerja,

seperti Connecticut Academic Performance Test (CAPT), The

Washington Assessment of Student Learning (WASL), dan National

Assessment of Educational Progress (NAEP) yang banyak dijadikan

rujukan. Banyak negara bagian menggunakan asesmen kinerja yang

sukses dewasa ini untuk asesmen kelas, tes akhir pembelajaran, dan

bentuk asesmen lainnya. Meskipun tantangan sangat besar dan

berubah dari masa ke masa asesmen kinerja sudah sukses digunakan

dalam skala yang luas.

Menjelang akhir abad 20, asesmen kinerja telah berubah dari


"a trendy innovation" menjadi satu bentuk yang diterima sebagai

"'element of good teaching and learning (Brandt, 1998). Seperti

dilihat pada tabel 3.2, asesmen kinerja mempunyai sejumlah

kelebihan dibadingkan dengan asesmen tradisonal dalam

mengevaluasi siswa secara individual. Terutama sekali, asesmen

kinerja mempunyai kapasitas mengases kemampuan berpikir tingkat

tinggi (higher-order-thinking) dan lebih berpusat pada siswa (student-

centered learning).

Table 4.1. Attributes of Traditional Assessments and Performance

Assessments

3. Karakateristik Asesmen Kinerja

Penyusunan asesmen kinerja harus memenuhi karakteristik

asesmen kinerja itu sendiri. Ciri utama yang harus dipenuhi adalah

tugas kinerja yang harus diamati dan harus diselesaikan siswa. Tugas

tersebut didasarkan pada standar kompetensi yang dirancang khusus

untuk menghasilkan karya (produk) melalui penerapan pengetahuan

yang dimiliki. Riadi (2012) mengutip pendapat Majid (2006) yang

menyatakan bahwa penilaian kinerja mengharuskan siswa

mendemonstrasikan pemahaman dan keterampilan di dalam

berbagai macam konteks sesuai tugas yang harus diselesaikan.

Pemantauan didasarkan pada kinerja (performance) yang

ditunjukkan dalam menyelesaikan suatu tugas atau permasalahan

yang diberikan. Menurut Popham (1995) syarat tugas dalam

menyusun asesmen kinerja adalah:

a. Generability, yakni dapat digeneralisasi kepada tugas - tugas


kinerja yang lain,

Authenticity, yakni dapat dilakukan secara nyata dalam

praktek kehidupan nyata sehari-hari,

Multiple foci, yakni lebih dari satu fokus dan memberikan lebih

dari satu solusi penyelesaiannya,

d. Teachability, yakni tugas kinerja sesuai dengan kompetensi

yang diharapkan dalam pembelajaran,

e. Fairness, yakni tugas kinerja diberikan bersifat adil, tidak

mengandung bias dan sesuai dengan tingkatan kognitif siswa.

f. Feasibility, yakni tugas kinerja yang diberikan sesuai dan

mampu dikerjakan,

g. Scorability, yakni tugas kinerja dapat diskor secara akurat dan

reliabel.

Asesmen kinerja dapat dilaksanakan selama pembelajaran

berlangsung, tanpa menunggu proses berakhir. Asesmen berlangsung

secara nyata (autentik) dan realistik dengan mengamati siswa dalam

menyelesaikan tugas. Tentu saja tugas yang diberikan harus

mendorong siswa yang berpikir lebih produktif (melakukan aktivitas

untuk menjawab solusi), dan terbuka (lebih dari satu macam solusi).

Akibatnya, akan memerlukan waktu lebih banyak dan penilaian

harus menggunakan kriteria yang jelas dengan pertimbangan yang

beragam. Senada dengan itu Setyono (2005) menyata-kan bahwa

penilaian performa digunakan untuk menilai kemampuan siswa

melalui penugasan yang berupa aspek pembelajaran kinerja dan

produk.Bentuknya dapat berupa kemampuan siswa dalam


menyajikan lisan, pemecahan masalah, kemampuan siswa dalam

menggunakan peralatan laboratorium serta kemampuan siswa

mengoperasikan suatu alat.

MENGAPA MENGGUNAKAN ASESMEN KINERJA

B.

Alternatif Asesmen Mendampingi Tes (Paper and Pencil Test)

Ditengarai sampai dewasa ini dalam melaksanakan penilaian

hasil belajar di persekolahan para guru masih mengutamakan

penggunaan tes (paper and pencil test) sebagai satu-satunya alat ukur

yang terpenting dalam proses pendidikan. Kecenderungan tersebut

dipicukeiinginan mencapai skor tinggi tanpa mengaitkan

perkembangan afektif (emosi) dan psikomotorik siswa. Tes

mendominasi asesmen yang dilakukan di sekolah padahal tes sendiri

mempunyai keterbatasan dalam mengukur kemampuan siswa.

Asesmen kinerja merupakan asesmen alternatif yang akan

mengungkap kemampuan siswa selain ranah kognitif. Jika kita ingin mengetahui pemahaman siswa
tentang jenis - jenis makanan sehat

dan fungsinya bagi kesehatan tubuh, mungkin dengan tes pilihan

ganda sudah cukup. Tetapi untuk membuktikan bahan makanan

mana yang nengandung karbohidrat paling tinggi maka siswa harus

melakukan aktivitas tertentu/praktikum, dan hal ini hanya bisa

diukur dengan asesmen kinerja.

2. Merangsang Rasa Ingin Tahu

Pradipto (2007) menyatakan bahwa pembelajaran hendaknya

mengarahkan siswa kepada keasadaran dan pemahaman yang

menumbuhkan rasa keingintahuan. Untuk menumbuhkan "rasa


keingintahuan" diperlukan kegiatan belajar dan bentuk asesmen yang

menarik minat siswa untuk belajar.Asesmen kinerja akan

mendorong siswa untuk bertanya "mengapa" dan "bagaimana"

sehingga rasa ingin tahu akan terpacu melalui tugas-tugas kinerja

yang bermakna dan menantang.

3. Menyatu dengan Pembelajaran

Drake (2000), menyatkan bahwa asesmen kinerja adalah alat

untuk memperbaiki cara mengajar guru dan cara belajar peserta

didik. Terkandung makna bahwa pembelajaran dan asesmen

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses pembelajaran

tersebut. Karena itu asesmen tidak hanya mengukur salah satu atau

beberapa aspek kemampuan peserta didik saja, tetapi harus

mengukur seluruh kemampuan peserta didik. Selama pembelajaran

berlangsung yang dibarengi asesmen kinerja, siswa akan memperoleh

peluang mengajukanpertanyaan produktif dan terbuka,

mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreativitas. Semua

kemampuan tersebut akan sangat sukar diases jika asesmen terpisah

dari pembelajaran.

Hal ini diperkuat Brualdy (1998) yang menyatakan: This type

of assessment provides teachers with information about how a child

understands and applies knowledge. Also, teachers can integrate

performance-based assessments into the instructional process to provide additional learning


experiences for students. Asesmen kinerja

akan memberikan informasi kepada guru bagaimana siswa dapat

mengaplikasikan pengetahuannya. Guru dapat mengintegrasikan

asesmen kinerja ke dalam proses pembelajaran dan menyiapkan


tambahan pengalaman belajar pada siswa.

C. PENYUSUNAN ASESMEN KINERJA

Menurut Brualdi (1998) ada lima langkah utama menyusun

asesmen kinerja yakni "defining the purpose of the Performance-

Based Assessment, choosing the activity, defining criteria, creating

performance rubrics, and assessing performance". Dengan kata lain,

kelima langkah tersebut adalah: menentukan tujuan dari asesmen

berbasis kinerja, memilih aktivitas (tugas yang harus dilakukan),

menentukan kriteria kinerja, menyusun rubrik asesmen kinerja, dan

menilai kinerja.

1. Menentukan Tujuan Asemen Kinerja

Agar bisa menhasilkan asesmen yang baik, langkah pertama

harus menyusun tujuan yang jelas. Untuk itu penting dijawab

beberapa pertanyaan yang penting berikut ini: (1) apa konsep,

keterampilan, dan pengetahuan yang akan diases?, (2) apa yang

harus siswa pahami/lakukan? (3) pada level apa tampilan kinerja

siswa?, dan (4) apa jenis pengetahuan yang diases, alasan, ingatan,

atau proses (Stiggins, 1994). Dengan menjawab pertanyaan tersebut

kita dapat memilih jenis tugas/kegiatan yang paling sesuai dengan

apa yang akan diases.

2. Memilih Tugas Kinerja

Sesudah menentukan tujuan asesmen, dapat dibuat keputusan

tentang tugas/ kegiatan yang akan dilakukan. Ada beberapa hal yang

perlu dipertimbangkan sebelum menetapkan kegiatan tertentu yakni

waktu yang dibutuhkan, ketersediaan sumber/bahan/alat yang


digunakan, dan berapa banyak data yang dibutuhkan untuk menentukan kualitas kinerja siswa. Menurut
literatur dibedakan dua

tipe aktivitas asesmen kinerja yang dapat dilaksanakan dalam kelas:

informal dan formal (Airasian (1991: Popham, 1995: Stiggins, 1994).

Ketika siswa diases secara informal, siswa tidak mengetahui kapan

asesmen dilakukan. Sebagai guru, mungkin kita sudah menggunakan

asesmen informal sepanjang waktu. Sebagai contoh, asesemen

kinerja informal ketika kita mengases bagaimana siswa berinteraksi

satu dengan lainnya (Stiggins, 1994).

Asesmen informal dapat digunakan untuk mengases beberapa

perilaku dan kebiasan kerja siswa. Sebaliknya, asesmen kinerja secara

formal diketahui oleh siswa bahwa mereka sedang diases. Pada

kondisi ini kita bisa mengases setelah tugas rampung, atau

mengamati penampilan siswa pada tugas-rugas khusus yang sedang

berlangsung. Asesmen kinerja secara formal mengharuskan siswa

secara individu mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilannya

dalam menyelesaikan tugas (Wiggins, 1993).

3. Menentukan Kriteria Kinerja

Sesudah menentukan kegiatan yang akan dilakukan dan tugas-

tugas pada kegiatan tersebut, kita harus menentukan bagian mana

tugas-tugas tersebut yang menggambarkan bahwa seorang siswa

berhasil kinerjanya. Kadang-kadang, kriteria dapat diambil dari

kurikulum atau bahan cetak yang lain, akan tetapi untuk lebih

tepatnya kriteria terhadap tugas maka guru sebaiknya lebih banyak

mengembangkan sendiri kriteria kinerja yang akan digunakan.

Airasian (1991) menyarankan untuk mengikuti langkah berikut ini:


a. Identifikasi keseluruhan tugas kinerja yang akan diases, dan

bayangkan seakan guru yang akan melakukannya.

b. Buat daftar aspek penting dari tampilan kinerja atau hasil karya

c. Usahakan membatasijumlahkriteria kinerja,sehingga

semuanya teramati.

d.Jika mungkin,minta pendapat kelompok guru untuk

memikirkan perilaku penting apa yang akan ditambahkan

dalam tugas.

e. Ekspresikan semua kriteria kinerja dapat terobservasi baik

perilaku siswa maupun karakteristik produk yang dihasilkan.

f. Hindari penggunaan kata yang ambigu yang mengaburkan arti

atau makna kriteria kinerja.

g. Aturlah kriteria kinerja berdasarkan urutan pengamatannya.

Guru dapat melibatkan siswa dalam penyusunan kriteria.

Mungkin ditanyakan kepada siswa elemen-elemen tugas yang akan

menentukan keberhasilan mereka menyelesaikan tugas tersebut. Hal

ini penting agar guru mengetahui dengan pasti konsep atau

keterampilan apa yang seharusnya diases, dan siswa juga mengetahui

dengan tepat apa yang diharapkan dari mereka.

Menyusun Rubrik Kinerja

Kondisi yang agak berlawanan dengan asesmen tradisional (tes

pada umumnya) adalah pada asesmen kinerja tidak ada "batasan

pasti" antara jawaban benar dan salah. Tetapi lebih kepada

tingkatan kesuksesan/ ketidaksuksesan seorang siswa dalam

melakukan tugas. Tingkat kesuksesan atau keberhasilan yang dicapai


dapat ditentukan dengan menggunakan rubrik. Rubrik merupakan

penentuan level dalam berbagai tingkatan dalam pemenuhan kriteria

tugas kinerja. Sama halnya, ketika mengembangkan kriteria kinerja.

guru dapat menggunakan rubrik yang sudah jadi, tetapi tetap

disarankan akan lebih baik jika kita menyusun rubrik sendiri.

Rubrik sebaiknya dibuat secara tegas dan sederhana. Tampilan

kinerja setiap level harus jelas merefleksikan dan berhubungan

dengan kriteria.Tampilan setiap level mungkin lebih baik

menggunakan "kata" (misalnya, baik, sedang, kurang) daripada

menggunakan "angka" (misalnya. 3, 2, 1) (Stix, 1997). Jika kriteria

sudah dikembangkan, sebaiknya libatkan lagi siswa dalam menyusun

Assesmen Proyek

BAB V

ASESMEN PROYEK

(PROJECT ASSESSMENT)

KONSEP DASAR ASESMEN PROYEK

Pengertian Asesmen Proyek

Penggunaan teknik asesmen berbasis proyek dewasa ini

berlanjut terus dan berkembang dalam kurikulum pendidikan sebagai

pilihan dan konsep melebihi asesmen tradisional yang digunakan

selama ini. Ada nilai tambah bagi siswa pada keseluruhan proses

belajar dengan penggunaan asesesmen berbasis proyek sebagai

pelengkap dari materi satandar kurikulum. Sering komponen berbasis

proyek dari rencana pembelajaran dapat membantu menyediakan


konsep yang sesuai untuk siswa.

Asesmen berbasis proyek juga merupakan pilihan bagi pendidik

untuk mereviu kemampuan siswa agar lebih kreatif, variatif dan

autentik terhadap konsep yang dipelajari dan pengalaman yang

diperoleh dalam pembelajaran selama kurun waktu tertentu di kelas.

Belajar adalah tidak sekedar dibimbing untuk mempelajari

keterampilan dan melengkapi lembar kerja dan rencana

pembelajaran. Kemampuan guru mengaplikasikan tambahan tehnik

asesmen untuk menentukan tingkat pemahaman satu topik tertentu

dapat memberikan manfaat yang tinggi pada perkembangan siswa

secara utuh.

Apa itu asesmen berbasis proyek? Proyek adalah tugas yang

harus diselesaikan dalam periode atau waktu tertentu. Tugas tersebut

berupa suatu investigasi sejak dari pengumpulan, pengorganisasian,

pengevaluasian,hingga, penyajian data. Pelaksanaan proyek

bersumber pada data primer atau skunder, evaluasi dan hasil

kerjasama dengan pihak lain. Penilaian proyek merupakan penilaian

untuk mendapatkan gambaran kemampuan menyeluruh/ umum secara kontekstual, mengenai


kemampuan siswa dalam menerapkan

konsep dan pemahaman mata pelajaran tertentu. Penilaian proyek

dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman, kemampuan

mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan dan kemampuan meng-

informasikan siswa pada mata pelajaran tertentu secara jelas (Zainul,

2001)

Menurut Kemdikbud (2004) Project based learning merupakan

model pembelajaran yang memberikan kebebasan kepada siswa


untuk merencanakan aktivitas belajar, melaksanakan proyek secara

kolaboratif, dan menghasilkan produk kerja yang dapat

dipresentasikan kepada orang lain. Aktivitas dalam asesmen proyek

adalah "... culminating experiences, activities designed to bring

together a number of strands in a unit. As culminating activities,

projects often consist of higher-order objectives, which are

integrative in nature." (Dancer, D. and Kamvounias, P.(2005).

Asesmen berbasis proyek membantu siswa untuk lebih memahami

dimana kadang-kadang seseorang membutuhkan kepuasan dengan

menanyakan "pertanyaan yang benar" (right questions) daripada

fokus pada "jawaban yang benar" (right answers). Siswa akan belajar

mengatur waktu, menafsirkan kumpulan data, menyelesaikan konflik

nilai antara anggota kelompok dan menyiapkan serta

mengkomunikasikan hasil-hasil investigasi mereka. Dengan kata lain,

mereka akan menggunakan pengalaman mereka untuk belajar

mengelola situasi kehidupan nyata di lapangan.

Hasil belajar sesungguhnya dapat dinilai ketika siswa sedang

melakukan proses suatu projek, misalnya pada saat merencanakan

dan mengororganisasikan investigasi, bekerja dalam tim, dan arahan

diri. Selain itu hasil belajar ada yang lebih sesuai apabila dinilai pada

produk suatu projek, misalnya pada saat mengidentifikasi dan

mengumpulkan informasi, menganalisis dan menginterpretasikan

data dan mengkomunikasikan hasil. Penilaian projek dapat dilakukan

dalam semua level pendidikan karena penilaian tugas projek menekankan pada keterampilan dalam
mengumpulkan,

mengorganisasikan, mengevaluasi dan menyajikan informasi.


Ada beberapa karakteristik penilaian proyek antara lain,

mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan, sering digunakan

dengan metode Cooperative Learning, dan dapat diterapkan secara individu maupun kelompok
(www.teachnology.com/projectbased.html). Asesmen berbasis proyek memberi

peluang untuk menggunakan dan mengukur keterampilan berpikir

tingkattinggi siswa. Asesmen proyek akan mengaplikasikan

keterampilan ganda dalam keseluruhan proyek. Tujuannya adalah

mendesain asesmen proyek melalui rencana pembelajaran, lembar

kerja siswa, dan tambahan lain dari guru yang berdasarkan pada apa

yang telah dipelajari dan apa yang dapat diaplikasikan oleh siswa.

Temuan solusi kreatif terhadap satu masalah mendorong

pembelajaran harus lebih bermakna yang sulit diases dengan bentuk

evaluasi tardisional.Kriteria asesmen berbasis proyek dapat

dispesifikkan atau dirinci sesuai desain guru. Kerja lapangan (field

trip) yang sesuai dengan muatan pembelajaran sangat potensial

dijadikan tugas-tugas berbasis proyek, dilengkapi dengan lembar

kegiatan (woksheets) untuk membantu mengarahkan siswa selama

proses berlangsung.

2. Mengapa Asesmen Proyek

Keuntungan dari asesmen berbasis proyek karena hampir

keseluruhan kegiatan berkorelasi dengan aplilasi konsep bidang studi

dengan kehidupan nyata di lapangan. Misalnya, siswa belajar

penggunaan formula atau teori fisika, melalui proyek dapat dilihat

manfaatnya dan penggunaanya dalam kehidupan sehari-hari. Ide

dibalik nilai tambah asesmen berbasis proyek adalah menguatkan

pemahaman melalui penerapan pengalaman secara relevan.


Pendidikan bidang eskpresi seperti bidang seni, secara khusus

merupakan kreativitas proyek. Oleh sebab itu, guru harus berperan penting untuk mengembangkan
lembar kegiatan dan rencana

pembelajaran untuk mendukung ide sentral atau teknik diseputar

proyek.

Ada banyak sumber bagi guru yang tersedia untuk membantu

pengembangan satu rancangan asesmen berbasis proyek.

Kemampuanuntuk mengarahkan siswa kearah pengembangan

pemahaman pembelajaran secara menyeluruh dan

berkesinambungan antara konsep yang di peroleh di kelas dengan

kondisi nyata di lapangan. Asesmen proyek membantu guru

menyiapkan asesmen untuk keterampilan yang diperlukan pada era

abad ke 21, menjadikan asesmen sebagai bagian integral dalam

pembelajaran, dan membantu siswa memahami isi pelajaran lebih

bermakna.

Fungsi asesmen proyek dari berbagai kajian disimpulkan:

a. Membantu siswa mengembangkan hubungan pembelajaran

disiplin ilmu yang lebih kompleks.

b.Membantu siswa menjawab pertanyaan "apakah saya

berhasil?"' dan "'bagaimana saya melakukannya?"'

c. Membantu menyusun koneksi isi pelajaran lebih jelas

d. Melibatkan siswa secara langsung dalam menilai hasil kerja

sendiri

e. Membantu guru merencanakan langkah berikutnya

f. Membantu siswa merencanakan proyek mereka

Berikut pengalaman langsung pembelajaran proyek dari


Michael Hernandes (03/10/16. www.edutopia.org/evaluation-pbl).

Pengalaman ini ditampilkan untuk memberikan gambaran lebih utuh

mengapa guru harus menggunakan asesmen proyek dalam

pembelajaran.

Tahun lalu saya ikut satu

kelompok siswa ke Cuba untuk

proyek memproduksi dokumentasi

tentang sejarah dan budaya

kepulauan ter-sebut. Tujuan utama

adalah belajar bagaimana

menghasilkan dokumentasi, tetapi

seorang siswa saya belajar lebih

dalam lagi melalui proses ini.

Sesudah melengkapi proyeknya, ia mempublikasi ke You Tube

dan menerima komentar serta kritik dari seseorang yang tinggal di

Cuba. Balikan dari pembacanya, seorng anggota dari negara lain sangat

mempengaruhinya, menjadikan dia berhati-hati tentang apa yang hilang

dari laporannya, dan dampak bahwa kerjanya dapat dimiliki orang lain.

Tidak ada test, rangking, atau evaluasi yang membantu dia

belajar lebih dalam lagi. Hal itu memperjelas bagi saya, untuk

mengevaluasi kembali mengapa dan bagaimana memberi nilai pada

siswa jika kita peduli tentang kesuksesan mereka. Banyak hal yang

timbul waktu penyelesaikan proyek yang tidak diperkirakan

sebelumnya. Keterkaitan antara satu disiplin ilmu dengan disiplin ilmu

yang lain sangat diperlukan. Metode tradisional dari evaluasi "which


have flaws on their own" tidak tepat untuk interdisiplin. Guru

membutuhkan ide kreatif untuk mendorong siswa, menyiapkan umpan

balik yang berarti, dan menseting siswa untuk sukses.

Pengalaman tersebut kelihatan sederhana tetapi memberi

inspirasi yang mendalam bahwa asesmen proyek sangat penting dan

harus disiapkan dengan matang sebelum melaksanakannya di

lapangan. Tujuan yang jelas, metode dan teknik pelaksanaan, serta

asesmen yang bermakna harus menjadi pondasi keberhasilan

asesmen proyek.

Meskipun Project Based Learning mempunyai sejarah panjang

dalam pendidikan di Amerika, mulai John Dewey dan pakar lain

yang menyarankan tentang " learning by doing", pendekatan berbasis proyek telah menjadi "second
wind" selama dekade terakhir sebagai

satu strategi untuk memfasilitasi perbedaan peserta didik dalam

pembelajaran kelompok.

Adopter awal termasuk beberapa jaringan sekolah negeri,

dikenal sebagai sekolah "New Teach" yang mengembangkan

tenknologiyang memasukkan Project Based Learning sebagai

pendorong pada pembaruan di sekolah. High Tech High, yang telah

memfokuskan dalam menyiapkan siswa untuk ke perguruan ringgi,

mulai dengan satu sekolah di Southern California dan telah

merambah menjadi 11 sekolah negeri dari sekolah dasar (SD) sampai

sekolah menengah atas (SMA), dalam wilayah San Diego County.

Expeditionary Learning, adalah jaringan nasional yang lain, telah

mencapai sekitar 50.000 siswa dalam berbagai variasi dari kelas 12 di

sekolah negeri. Model-model ini menekankan pelayanan belajar dan


proyek berbasis lokasi mempunyai koneksi yang sangat kuat dengan

masyarakat sekitarnya.

PBL berekspansi melebihi dari "early adopter" menjadi strategi

pada beberapa negara bagian untuk membantu siswa memenuhi

Common Core State Standards. Dalam proyek seperti pada "Perang

Amerika", siswa diases berdasarkan apa yang mereka hasilkan atau

demonstrasikan bukan apa yang mereka ingat kembali dalam satu

tes. Contoh lain ditampilan oleh Suzie Boss (2012) tentang pengalaman nyata yang menantang
(www.districtadministration.com/challenge-project-based-learning).

Keputusan untuk implementasi PBL pada sistem persekolahan

mengangkat satu pertanyaan yang menantang: Bagaimana sekolah /

district mengases lebih "open ended learning yang melibatkan

berpikir kritis dan kolaborasi sekaligus ketuntasan materi/content?

Daripada dites untuk merecall informasi, proyek jauh lebih baik dan

sesuai dengan asesmen berbasis performa yang meminta siswa untuk

mendemonstrasikan, memgaplikasikan dan merefleksi apa yang

mereka telah pelajari.Siswa harus dapat mendemonstrasikan

pengetahuan mereka melalui aplikasi nyata. Hal itu menjadi tiket,

kata George Wood, yang menjadi pengawas pada Federal Hocking

Local School dan kepala sekolah pada Federal Hoching High. Dia

juga menjadi president dari Coalition of Essential Schools, satu badan

non profit yang mempromosikan pembelajaran personal dan

exellent inteletual dari ratusan sekolah secara nasional.

Alasan lain yang sangat menguatkan mengapa menggunakan

Asesmen Berbasis Proyek adalah terjadinya penguatan dalam


asesmen formatif. Asesmen formatif adalah elemen yang krusial dari

Project Based Laerning dan pendidikan professional secara

keseluruhan. Memahami bagaimana merubah dan mengadaptasi

serta memodifikasi skop pembelajaran berdasarkan ke butuhan siswa

akan memegang peranan yang luar biasa dalam pembelajarn siswa.

Ketika dilakukan PPL, ditemukan beberapa strategi asesmen formatif

yang unik untuk Pembelajaran Berbasis Proyek. Berikut ini

difokuskan pada dua contoh strategi yang sangat membantu.

1. Bagaimana Pelajaran Hari ini: Gunakan Driving Question

Driving Question (Pertanyaan Pengarah) adalah roadmap

untuk keseluruhan proyek. Pertanyaan-peranyaan yang disusun

dengan baik akan menggiring siswa ke dalam pembelajaran yang

sesuai isi yang harus dikuasai siswa sesuai standar yang ditetapkan.

Misalnya, "bagaimana kita dapat mengkreasi satu karya seni untuk

dipamerkan di pentas tertentu? Pertanyaan ini secara instant terkait

erat dengan tatabahasa, sastra, dan pengetahuan sosial dalam kurikulum. Gunakan "driving qustions"
sebagai asesmen formatif

dengan proses yang relatif sederhana.Pada akhir setiap

pembelajaran tanyakan kepada siswa, "bagaimana pelajaran anda

hari ini? Jika mereka dapat sukses merespon dan mengelaborasi, kita

akan tahu bahwa pembelajaran telah diikat dengan baik dalam

proyek dan kita akan merasa lebih baik/ percaya diri untuk

pembelajaran berikutnya.

2. Rujuk selalu ke " the Need to Know List

"A Need to Know List" (Daftar yang Ingin Diketahui) adalah

elemen penting dan utama dalam Pembelajaran Berbasis Proyek.


Ketika memulai satu proyek yang disusun dengan sejumlah

pertanyaan, akan membantu siswa menmunculkan satu daftar dari

apa yang mereka rasa perlu untuk diketahui dan mencapai sukses.

Daftar ini menyajikan satu alat asesesmen formatif yang sempurna

dengan menjadikannya dokumen yang bisa ditambah atau dikurangi

daftarnya pada waktu siswa memberikan jawaban. Secara natural

siswa akan merespon apa yang mereka "need to know" dari isi pengetahuan yang dioutline pada standar
proyek yang diharapkan

dapat dicapai.

B. LANGKAH PENYUSUNAN ASESMEN PROYEK

Program asesmen yang efektif menggunakan strategi yang

bervariasi untuk dapat menggambarkan perkembangan dan

performa, dan harus berkorelasi erat dengan tujuan yang akan

dicapai. Proyek dimana siswa menyajikannya dengan presentase

multimedia, halaman web, karya seni atau musik, misalnya, harus

diases secara berbeda dengan asesmen tradisional. Strategi asesmen

dapat termasuk tugas-tugas penampilan (performa), observasi guru,

komunikasi personal, dan bahkan menggunakan rubrik, dan yang

lainnya. Dengan demikian, ada dua pertanyaan mendasar yang harus

diperhatikan sebelum memulai satu proyek: (1) Bagaimana kita

ketahui bahwa proyek berhasil?, dan (2) bagaimana mengukur apa

yang dipelajari siswa dalam proyek?. Untuk itu ada beberapa

langkah acuan yang bisa dilakukan dalam pelaksanaan asesmen

proyek.

1. Menetapkan Standar dan Tujuan Proyek

Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah menjawab


pertanyaan "apa yang ingin dicapai?" Dengan kata lain, harus

dimulai dengan menentukan tujuan-tujuan dari satu proyek yang

akan dilaksanakan. Desain proyek akan bervariasi bergantung pada

tujuan yang diharapkan. Perlu diingat bahwa proyek yang baik harus

fokus dengan arah yang jelas. Sering terjadi guru mencoba untuk

menjangkau terlalu banyak hal yang secara sepintas kelihatan baik.

Akan tetapi dalam pelaksanaannya sangat sulit untuk dicapai. Berikut

ini beberapa contoh tujuan proyek yang bisa dipilih dalam satu

rancangan proyek.

a. Untuk mendalami bidang studi secara khusus

b. Untuk mengajarkan keterampilan manajemen informasi

c. Untuk megajarkan kerjasama (kolaborasi)

d. Untuk memotivasi siswa dalam belajar

e. Untuk memamerkan (showcase) hasil karya siswa

f. Untuk mendorong kerjasama sekolah dan masyarakat

g. Untuk menyiapkan siswa pada lapangan kerja secara nyata

Penentuan tujuan ini sangat penting sehingga harus dipastikan

bahwa proyek dapat dilaksanakan dan tidak keluar dari skema

kurikulum. Untuk itu penting menjadi pertimbangan, antara lain:

a. Apa yang diperlukan (alat/bahan) dalam pelaksanaan proyek?

b. Apakah proyek tersebut sesuai dengan batasan dalam

kurikulum?

c. Apakah proyek sesuai antara persyaratan yang diperlukan

dengan skema kurikulum?


2. Menyeleksi Proyek

Ada banyak jenis proyek yang memungkinkan dilakukan dalam

satu pembelajaran, namun harus diperhatikan dari berbgai aspeknya.

Jika tujuan proyek, misalnya, terkait dengan kegiatan online/

internet maka harus dipastikan kesesuaian jaringan dalam kegiatan

proyek. Selanjutnya, setiap proyek harus disajikan dan ditampilkan

kepada para audiens. Oleh karena itu dalam menyeleksi proyek yang

akan dilaksanakan, perlu diperhatikan siapa yang akan menjadi

audiens dari proyek. Kemampuan komunikasi pada internet dan

website dapat menghilangkan dinding kelas siswa. Bahkan, audience

ini bisa interkatif dan menjadi kolaborasi proyek. Dengan demikian,

jika kerjasama melalui jaringan dijadikan proyek atau diupload

proyek di web, maka perlu didentifikasi beberapa kelompok yang

mungkin menjadi audiens dalam proyek:

-Siswa-siswa yang lain di sekolah

-Orangtua siswa

-Orang dewasa dalam masyarakat setempat

-Siswa lain dalam masyarakat (seluruh dunia)

-Orang-orang yang tertarik pada area proyek

- Komunitas pengguna internet

3. Identifikasi Data yang Diperlukan atau Akan Dikumpulkan

Mekanisme pengumpulan data harus fokus pada penentuan

instrumen apa yang paling sesuai dengan data yang akan

dikumpulkan. Untuk alat bukti utama dapat diperoleh dari gabungan

data dari berbagai sumber. Sebagai contoh, gabungan observasi


langsung (misalnya, pengamatan unjuk kerja di kelas) dengan

observasi tidak langsung (misalnya, angket, atau interviu).

Beberapa faktor harus menjadi perhatian serius dalam

mengumpulkan data yang diperlukan dalam satu proyek,

diantaranya:

-Sebelum mendesain instrumen pengumpulan data, periksa

instrumen yang sudah tervalidasi yang mungkin dapat

digunakan atau diadaptasi untuk tujuan satu proyek.

-Sebelum mengumpulkan data, pastikan jenis teknologi yang

digunakan untuk mengumpul dan menganalisis data.

-Jika proyek didanai dari luar, pastikan jenis data apa yang

paling diperlukan oleh sponsor. Banyak sponsor yang

menawarkan panduan khusus pada pelaporan hasil evaluasi.

-Jika ada rencana publikasi atau presentase temuan, sesuaikan

dengan persyaratan untuk reviuer dan pengesahan rancangan

yang perlu.

4. Menyusun Rubrik Asesmen

Alat evaluasi yang paling umum digunakan untuk

pembelajaran kolaboratif, termasuk proyek adalah rubrik berbasis

web. Meskipun kebanyakan dalam bentuk rubrik versi cetak, guru

tetap mempunyai kewenangan untuk menyeleksi performa yang

paling sesuai dengan tingkatan yang disiapkan. Mengembangkan

rubrik yang bermakna menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi

guru. Guru yang kreatif dapat melibatkan siswa dalam penyusunan kriteria tugas dan rubrik asesmen.
Melibatakan siswa dalam

pengembangan rubrik akan membantu mereka meningkatkan


kemampuan berpikir, menyarankan hal yang perlu pada bagian

tertentu sesuai dengan harapan yang mereka inginkan. Secara

sederhana satu rubrik adalah daftar dari satu set kriteria yang

mendefinisikan dan menguraikan komponen-komponen penting

yang akan dievaluasi. Satu kriteria diletakkan dalam beberapa level

ketuntasan atau kompetensi yang berbeda dengan bobot skor

berbeda pada setiap level (misalnya, O untuk level terendah dan 5

untul level tertinggi).

Satu rubrik harus memberi petunjuk yang jelas kepada guru

atau instruktur dalam hal bagaimana mengevaluasi atau memberi

rentangan skor untuk satu paparan proyek. Jika kriteria asesmen

didefiniskan dengan jelas dalam pemberian rentang skor mulai dari

poor (kurang) sampai excellent (sangat baik), maka isntruktur yang

berbeda akan smapai pada kongklusi yang hampir sama ketika

membandingkan hasil penilaian pada tingkatan kriteria dalam satu

rubrik. Sebagai satu panduan untuk perencanaan, satu rubrik

memberikan siswa terget yang jelas apa yang diharapkan dapat

dicapai dari mereka. Dengan satu rubrik di tangan, mereka

memahami apa yang bersesuaian dengan kategori "baik" dalam

paparan satu proyek.

Sebagai satu alat ukur kemajuan dalam satu proyek yang

sedang berlangsung, satu rubrik dapat membantu siswa tetap pada

target yang akan dicapai. Mereka juga dapat membandingkan

kemajuan mereka dengan apa yang dituntut oleh rubrik pada setiap

tingkatan. Akhirnya, sebagai satu alat asesmen, guru dapat


menggunakannya untuk mengases proyek,kelompok atau

individual, atau untuk asesmen teman sejawat. Meskipun terbatas,

sudah ada beberapa rubrik yang sudah siap pakai yang dapat dipilih

siswa untuk mengases ketercapaian tujuan-tujuan proyek yang

berbeda. Hanya perlu diingatkan bahwa rubrik yang sudah jadi perlu dikaji lagi karena tidak selamanya
cocok dengan karakteristik proyek

yang sedang dilaksanakan.

C. PELAKSANAAN ASESMEN PROYEK

1. Menentukan Instrumen Pengukuran yang Sesuai

Asesmen proyek dalam pendidikan biasanya melibatkan

aktivitas untuk mengukur hasil nyata suatu proyek yang diharapkan.

Dengan demikian, tempat yang paling tepat untuk memulai adalah

memperjelas apa tujuan proyek dan apakah dapat terukur "the best

place to begin is to clearly articulate what the goals of the project

are and to restate these goals as objectives that can be measured".

Lakukan reviu strategi pembelajaran efektif dan hasil belajar

dari penelitian yang ada. Pikirkan apa eviden/ bukti yang mencirikan

keberhasilan. Pikirkan pula keefektifan baik tujuan jangka pendek

maupun jangka panjang, serta indikator-indikator apa yang

menunjukkan proyek berhasil.

2. Pemberian Skor Hasil Asesmen

Ada banyak dimensi hasil belajar siswa yang perlu diases dalam

Pembelajaran Berbasis Proyek. Produk akhir tentulah sangat penting,

tetapi jika kita hanya fokus disitu, pembelajaran yang bermakna yang

terjadi sepanjang proses bisa hilang. Siswa juga akan merasa tertekan

jika dasar yang dijadikan penilaian hanya hasil akhirnya saja. Prinsip
yang digunakan bisa seperti yang dikemukakan dalam Eutopia

(2011) "establish target goals early to provide purpose for the project,

while also establishing expectations of the result" (memunculkan

target tujuan lebih awal untuk menyiapkan tujuan khusus proyek,

sementara ditampilkan juga hasil yang diharapkan. Pedapat lain yang

lebih tertstruktur menganjurkan untuk memberikan skor pada

bagian-bagian proyek, misalnya:

- Apa masalah yang diberikan, solusi, atau produk yang

dihasilkan

- Apa isi pelajaran dibutuhkan yang harus dimasukkan dalam

proyek?

- Apa yang diharapan untuk produk final? Apakah Presentase,

Publikasi, atau Unjuk Kerja?

- Apa jenis kolaborasi/kerjasama yang harus ditampilkan siswa

selama proses berlangsung?

Balikan dan koreksi harus terjadi sesering mungkin untuk

menjaga siswa tetap pada jalur belajarnya, menyempurnakan

penkerjaannya, dan menyiapkan mereka berhasil baik pada produk

akhir. Menunggu terlalu lama untuk memberikan umpan balik dapat

berakibat pada pekerjaan mereka dimana sudah terlalu jauh untuk

kembali diperbaiki atau disempurnakan.

3. Pelaporan Hasil Asesmen Proyek

Pastikan untuk melaporkan kepada semua sponsor dan

stakeholder tepat waktu. Buatlah laporan yang singkat padat yang

memancing pembaca tertarik dan menimbulkan lebih banyak diskusi,


daripada laporan yang formal, panjang dengan banyak halaman.

Proyek yang sudah dilakukan perlu diperbaiki secara

berkesinmabungan. Temuan dapat juga digunakan untuk:

- Meningkatkan sikap/ pandangan tentang bidang studi

- Memperkuat aplikasi sponsor dimasa datang

-Mendukung pengukuran hasil belajar siswa

-Kontribusi perbaikan proses pembelajaran

4. Refleksi Hasil Asesmen

Hasil asesmen dapat digunakan sebagai umpan balik

(feedback), sebagai ganmbaran proses pembelajaran yang dilakukan,

dan sebagai bukti pencapaian hasil akhir siswa. Pola yang digunakan

dapat bersifat formal atau informal. Paling tidak hasil asesmen

mempunyai 4 dimensi:

-Diri

-Teman sejawat

-Guru

-Peserta

Sementara format rubrik pengskoran dapat menjadi cara cepat

dan efisien dalam menyiapkan umpan balik pada kelas yang besar,

sedang balikan lisan atau tulisan agak lebih personal dan spesifik.

Asesmen proyek dapat berfungsi untuk assemen diri atau asesmen

teman sejawat. Hal itu akan menjadikan siswa berpikir tentang

keberhasilan, kesalahan, dan tujuan-tujuan yang akan dicapai pada

waktu berikutnya. Hasil asesmen teman sejawat dapat juga dijadikan

umpan balik yang sangat baik karena akan dapat meningkatkan


proses kolaborasi yang lebih baik. Informasi hasil asesmen teman

sejawat dapat dijadikan acuan untuk memodifikasi jenis pekerjaan

untuk proyek berikutnya.

Faktor lain yang penting untuk dijadikan reflkeksi dalam

asesmen proyek adalah tanggapan, saran, bahkan kritikan, dari

audiens di luar sekolah. Kritik publik, misalnya, komentar posting

pada blog, akan membantu memberikan perspektif yang lebih luas

dan bermakna bagi guru dan siswa.

D. KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN ASESMEN PROYEK

1. Keunggulan Penilaian Proyek

a. Memperluas pemikiran siswa yang berguna dalam

menghdapi masalah kehidupan sehari-hari.

b. Membiasakan siswa menerapkan pengetahuan sikap, dan

keterampilan dalam kehidupan sehari- hari secara terpadu.

c. Memupuk kemampuan individual siswa dan kerjasama

dalam kelompok.

d. Mendekatkan teori dengan praktik, sekolah dan

kehidupan masyarakat merupakan satu kesatuan yang tak

terpisahkan.

e. Meningkatkan motivasi belajar siswa dan kemampaun

pemecahan masalah yang kompleks.

f. Mendorong siswa untuk mengembangkan dan

mempraktikkan keterampilan kolaborasi dan komunikasi.

g. Memberikan pengalaman belajar kepada dalam

mengorganisasi kegiatan, dan membuat alokasi waktu dan


sumber-sumber lain yang diperlukan dalam menyelesaikan

tugas.

h. Melibatkan para siswa untuk belajar menyeleksi informasi

dan menunjukkan pengetahuan yang dimiliki, ketika

diimplementasikan dengan dunia nyata.

i. Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan,

sehingga siswa maupun pendidik menikmati proses

pembelajaran.

2. Kekurangan Penilaian Proyek

a.Pemahaman guru tentang kurikulum dan asesmen

khususnya rubrik asesmen masih belum mampu

menunjang pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek.

b. Pemilihan proyek sering tidak sesuai dengan kebutuhan

siswa, dan karena pembelajaran sering di luar sekolah

dapat mengaburkan unit yang dibahas.

c. Memerlukan banyak waktu dan kemungkinan biaya serta

peralatan untuk menyelesaikan masalah yang dirancang

dalam pembelajaran berbasis proyek.

d.Banyak guru yang merasa nyaman dengan kelas

tradisional, di mana guru memegang peran utama di kelas,

sementara siswa masih memiliki kelemahan dalam

percobaan dan pengumpulan informasi.

e. Kebiasan kolaborasi masih sangat lemah sehingga ada

kemungkinan siswa kurang aktif dalam kerja kelompok,

atau didominasi oleh beberapa orang.


f. Ketika topik yang diberikan kepada masing-masing

kelompok berbeda, dikhawatirkan siswa tidak bisa

memahami topik secara keseluruhan

Mengatasi kelemahan dari pembelajaran berbasis proyek di

atas seorang pendidik harus berusaha dengan cara memfasilitasi siswa

dalam menghadapi masalah, membatasi waktu siswa dalam

menyelesaikan proyek, mengurangi penggunaan alat yang biaya

tinggi dan menyediakan peralatan yang sederhana yang terdapat di

lingkungan sekitar, memilih lokasi penelitian yang mudah dijangkau

sehingga tidak membutuhkan banyak waktu dan biaya, menciptakan

suasana pembelajaran yang menyenangkan sehingga instruktur dan

siswa merasa nyaman dalam proses pembelajaran.

Pembelajaran Berbasis Proyek ini juga menuntut siswa untuk

mengembangkan keterampilan seperti kolaborasi dan refleksi.

Menurut studi penelitian, Pembelajaran Berbasis Proyek membantu

siswa untuk meningkatkan keterampilan sosial mereka, sering

menyebabkan absensi berkurang dan lebih sedikit masalah disiplin di

kelas. Siswa juga menjadi lebih percaya diri berbicara dengan

berbagai kelompok, termasuk orang dewasa. Pelajaran berbasis

proyek juga meningkatkan antusiasme untuk belajar. Ketika anak-

anak bersemangat dan antusias tentang apa yang mereka pelajari,

mereka sering mendapatkan lebih banyak terlibat dalam subjek dan

kemudian memperluas minat mereka untuk mata pelajaran lainnya.

Antusias siswa cenderung untuk mempertahankan apa yang mereka

pelajari, bukan melupakannya secepat mereka telah lulus tes.


Siswa akan belajar bagaimana bekerja dengan orang lain,

menyelesaikan masalah, menyajikan ide-ide mereka, dan belajar dari

kesalahan mereka. Dengan kata lain, kita ingin memahamkan tidak

hanya "apa yang mereka pelajari" tetapi "bagaimana itu dipelajari"

sehingga mereka dapat gunakan proses ini di masa yang akan

datang.

TIP #1

Pertahankan Produk Autentik

Pada pembelajaran berbasis proyek (project based learning),

siswa tidak hanya mengingat fakta dan informasi, mereka belajar lebih

dalam lagi dengan belajar sambil berbuat (by doing). Perencanaan

sangat penting untuk mencapai tujuan pembelajaran, materi, dan

keterampilan yang harus dikuasai siswa. Demikian pula waktu untuk

strategi asesmen yang menuntun selama kegiatan proyek. Jika selama

ini terbiasa dengan tes tradisional, maka harus dirubah menjadi lebih

autentik sehingga siswa dapat mendemonstrasi-kan apa yang mereka

kethaui dan dapat dilaksanakan (what they know and are able to do).

Selama proyel berlangsung dapat berperan sebagai ahli Sains, ahli

sejarah, penulis, atau pakar dari bidang lain. Bidang kepakaran ini akan

menggambarkan kesesuaian dengan proyek yang dikerjakan. Apa

produk yang harus dihasilkan dan ditampilkan oleh ahli biologi,

penyair, atau pakar yang lain? Hasil yang dicapai adalah kulminasi dari

proyek yang meperlihatkan apa yang mereka telah pelajari. Produk

autentik secara alamiah merefleksikan tujuan pembelajaran dan standar

isi yang telah diidentifikasi selama perencanaan proyek berlangsung


(http://www.essentialschools.org/ resources/115.)

TIP #2

Jangan Lewatkan Soft Skills

Ada peningkatan secara nasional terhadap pilihan siswa apakah

siap langsung ke dunia kerja atau siap lanjut ke perguruan tinggi.

Persoalannya, kesiapan untuk masa depan melibatkan tidak sekedar

menguasai semua materi yang dipelajari tetapi siswa juga membutuhkan

bantuan pengembangan dalam soft skills, seprti kemampuan berpikir

kritis, globalisasi, dan kemampuan menyelesaikan masalah secara

kreatif. Tugas proyek memberi penekanan dalam penyiapan siswa pada

tantangan yang kompleks ke depan.

Beberapa program berpikir kreatif yang dianggap bagus yskni

"Critical Thinking Compedium"


(http://www.microsoft.com/education/teachers/guides/critical_thinking,aspx) yang

dikembangkan secara online oleh Howard Rheingold bersama

beberapa pemikir besar bidang pendidikan. Untuk ide-ide praktikal

tentang bagaimana pertanyaan-pertanyaan dalam kelas memicu diskusi

mendalam dan memperlihatkan pertanyaan tingkat tinggi dapat dilhat

pada contoh "Doing What Works" (http://dww.ed.gov/ practice/)

TIP #3

Belajar dari Pemikir Besar

Asesmen berlanjut terus menjadi topik panas dalam pendidikan

dengan perdebatan seru yang sedang berlang-sung tentang semua

permasalan yang membandingkan hasil tes siswa pada level

internasional. Sangat dimaklumi isu asesmen dengan belajar dari

beberapa pemikir besar di bidangnya. Bagaimana pelaksanaan belajar -


mengajar, dan asesmen pada negara-naegara yang mencapai hasil

belajar yang tinggi. Wiggins yang digelar presiden Asesmen Autentik

menjelaskan bagaimana penggunaan asesmen untuk pengembangan pembelajaran dalam


"Understanding by design" (http://www.edutopia.org/authentic-assessment-grantwiggins). Heidi Hayes
Jacobs, pakar desain kurikulum, dalam buku "Essential Education

for a Changing WJorld menyarankan bahwa revisi atau perubahan pola

pikir guru tentang asesmen adalah satu langkah realistik terhadap

pembelajaran di abad 21 (http:// www. edutopia. org/webinar-

november). Tip ini akan memberikan pencerahan dan membantu tetap

"up-to-date" pada pemikiran mutahir reformasi pendidikan.

TIP #4

Gunakan Strategi Formatif

Lebih dari satu dekade yang lalu, banyak peneliti sperti Paul

Black dan Dylan William (http://www.edutopia.org/10-assessment-tips-

for-class), menyimpulkan bahwa asesmen formatif menyiapkan metode

terbaik untuk memperbaiki pembelajaran. Asesmen formatif membantu

anda mengum-pulkan informasi tentang pembelajaran sementara hal itu

terjadi melalui strategi seperti pertanyaan, pengamatan, kuiz, dan

pengecekan pemahaman yang lainnya. Hal ini tidak berbeda dengan

setting PBL karena siswa akan belajar dalam tugas-tugas yang berbeda

pada waktu yang berbeda. Asesmen formatif menjaga proyek tetap

pada jalurnya yang menjamin siswa yang berbeda menguasai kontent

yang penting.

Bagaimana bentuk asesmen formatif dalam praktik PBL?

Beberapa contoh terbaik datang dari guru yang menggunakan blogs

dan komunitas online untuk merefleksi-kan praktik mereka. Sebagai


contoh,gurusenior Kevin Hodgson (http://digitalis.nwp.org

/resource/), menawarkan satu jendela masuk ke kelasnya dengan

"Digital Is" satu komunitas online dari National Writing Project. Beliau

menjalankan"mini lessons" dan menggunakan hasilnya untuk

perbaikan secara berkesinambungan.

TIP #5

Kumpul Umpan Balik Cepat

Menyiapkan umpan balik untuk siswa segera selama proyek

berlangsung adalah kunci untuk membantu mereka menuju sukses.

Jagalah hal ini tetap aktual dengan menggunakan gabungan beberapa

strategi untuk mengumpul-kan umpan balik dan selanjutnya berbagi

dengan siswa tepat pada waktunya. Gunakan 5 menit pertama untuk

isyarat aktivitas pendahuluan belajar menggunakan "lonceng" untuk

mengecek pemahaman siswa. Hal ini merupakan pemanasan yang

cepat yang hanya memerlukan sedikit atau tidak memerlukan

penjelasan. Siswa melakukannya segera setelah mereka tiba di kelas.

Pada waktu hari sekolah selesai, cobalah gunakan "'ticket out the

door" (tiket untuk keluar pintu), atau "exit-card method" (metode

kartu keluar) untuk mendorong mereka merefleksi apa yang sudah

dipelajari. Pada satu hari anda bisa menggunakan "exit card" untuk

melihat kemajuan kelompok. Hari lain bisa menggunakan "tiket

pulang" secara perseorangan dengan menjawab merefleksi yang sudah

dipelajari (http://www.kgcs.k12.va.us/kges/Vocabulary%20pdf)

TIP #6

Fokus pada Kerja Tim


Kerja Tim menjadi praktik standar dalam pembel-ajaran berbasis

proyek, meskipun tidak berarti siswa secara otomatis mengetahui

bagaimana bekerja sama (work together) dengan baik. Membantu

siswa membuat sebagian besar tim berkesempatan dalam pembelajaran

untuk membentuk kolaborasi strategis. Jadwal proyek, membantu

anggota tim untuk tetap pada jalur menuju dedlines. Aktivitas refleksi

mendorong siswa untuk berpikir bagaimana kerja tim berjalan.

Mendorong kolaborasi yang lebih baik dengan melibatkan siswa untuk

membagi tugas dalam kelompok dengan baik.

University New England telah mengembangkan strategi untuk

membangun kolaborasi aktif yang lebih efektif dalam kelas. Sebagai

contoh, anda dapat menyuruh siswa untuk memikirkan tentang

bagaimana mereka berinteraksi dalam tim (apakah lebih banyak sebagai

pemimpin atau yang dipimpin? Atau membuat rating kualitas

kolaborasi yang dilakukan bagimana mereka mendengarkan terhadap

ide dari setiap anggota tim dan apakah anggota tim merasa dihargai?

(http://collaborate, iearn.org/spaces). The International Education and

Resource Network, mendorong adanya kolaborasi global diantara guru

dan siswa dari lebih 125 negara.

TIP#7

Telusuri Kemajuan dengan Alat Digital

Observasi dan Kuesioner strategi asesmen yang sangat familiar,

tetapi alat-alat digital akan banyak membantu anda menelusuri

kemajuan siswa dalam cara yang berbeda. Variasi metode asesmen

melalui penggunaan alat elektronik mobile seprti e-pod, smartphone


dan podcasting, akan memberi peluang anda memperoleh lebih banyak

informasi terhadap pembelajaran berbasis proyek. Menggunakan iPods

dan alat digital yang lainnya untuk mengases program kemajuan

membaca, misalnya, jmerupakan satu strategi untuk membantu siswa-

siswa yang bervariasi menjadi pembaca yang lebih percaya diri

(http://mobilelearning4. wikispaces. com/).

Bagaimana menyikapi bentuk asesmen jenis ini? Satu kelompok

belajar guru di California (Calofornia's Escondido Union School District)

menciptakan suatu stratgei menggunakan alat digital yang disebut iREAD

(I Record Educational Audio Digitally). Program ini banyak membantu

siswa sekolah dasar merekam praktik membaca dengan iPods. Yang

berkesulitan membaca dapat mendengarkan dan menganalisis usaha

yang telah mereka lakukan, tanpa merasa dipermalukan untuk membaca

nyaring.

TIP#8

Tumbuhkan Audiens Anda

Menyiapkan siswa dengan audiens untuk hasil karya mereka

akan menginspirasi dan memotovasi dalam Pembelajaran Berbasis

Proyek. Audiens yang tepat dapat menjadikan belajar lebih bermakna.

Ketika siswa menyajikan karya mereka ke publik, mereka akan

menemukan banyak pertnayaan yang menantang dan menerima

kritikan yang membangun. Tumbuhkan audiens anda, termasuk

anggota keluarga, pakar materi, anggota masyarakat yang lainnya,

bahkan partisipasi secara online yang dapat memberi nilai tambah

terhadap proyek dan pengalaman belajar.


Pada satu proyek di sekolah, guru dapat meminta siswa untuk

mencari ahli pemberi umpan balik pada berbagai tingkatan dari satu

proyek.Sesudah siswa meranpungkan penelitiannya, siswa

mengirimkan laporan hasil pryek mereka kepada pakar di bidang yang

sesuai. Hollinger mencatat bahwa umpan balik dari pakar akan

memberikan informasi tahapan beriktnya pada pekerjaan siswa. Sosial

media menyediakan banyak cara untuk menumbuhkan audience pada

proyek siswa. Jika siswa mensharing/ mengupload hasil karya mereka

ke publikasi pada blog, misalnya, maka akan mendapatkan komentar

yang sangat banyak dan variatif dari pembacanya.

TIP #9

Kembangkan

Sikap

Profesional

Mengembangkan strtegi asesmen memerlukan waktu dan praktik.

Untunglah, tidak ada batas sumber-sumber secara online yang

mengarahkan pada pengembangan profesional. Misalnya "Do-It-

Yourself" (DIY) dan "High Tech High" (HTH), satu jejaring proyek

berbasis K-12 yang dimulai di San Diego, memberikan penekanan

pembelajaran untuk orang dewasa dan siswa. HTH menyiapkan

pengembangan profesional yang berfokus pada topik-topik yang

berbeda stiap bulan yang memberi peluang untuk para pendidik untuk

meningkatkan praktik mereka (http://gse.hightechhigh.org.)

Program lain dalam pengembangan profesi melalui pembelajaran

berbasis proyek adalah Buck Institute for Education (BIE) dengan


program "PBL Do-It-Youeself" suatu langkah mandiri, tutorial

multimedia untuk membantu guru pada stiap fase perencanaan dan

implementasi suatu proyek,termasuk asesmennya.Jika guru

menginginkan umpan balik pada proyek yang sedang berjalan,

disediakan ruang untuk mengsubmit dan meminta reviu dari tim BIE.

Asesmen cenderung ke "free e-learning course" dari internet yang

didesain untuk membantu guru beralih dari tes-tes dan kuiz tradisional

ke pendekatan asesmen yang baru.http://www.intel,com/

education/video/assess/content.htm.

TIP #10

Lakukan Asesmen Bersama

Bentuk tim dari teman sejawat untuk menggali keakuratan

asesmen. Pengkajian dan perdalaman pemahaman dari praktek asesmen

dapat menjadi kegiatan pengembangan profesional, yang membantu

guru membuat strategi yang lebih baik dan mendorong kualitas karya

siswa yang tinggi. The Academic for Educational Development telah

mengembangkan resources online, termasuk panduan diskusi, untuk

menuntundiskusi profesional tentang hasil karya siswa

(http://scs.aed.org/rsw/). Jika anda tahu apa yang dipikirkan siswa,

anda akan dapat menyelaraskan pembelajaran dengan kebutuhan mereka.

"Visible Thinking" satu riset berbasis proyek dari "Harvard's

Project Zero" mengemukakan satu strategi berpikir yang simpel tetapi

sangat kuat (powerful) dimana guru dapat mengiplementasikannya di kelas walaupun persiapan yang
minimal (http://www.pz.gse.harvard.edu). Guru - guru di Calgary Science

School, satu sekolah berbasis inquiry di Alberta, Canada.

(http://calgaryscienceschool.blogspot.com) telah memfokuskan


perhatian mereka pada tiga pertanyaan besar yang memerlukan

bantuan untuk didiskusikan: Apa yang dapat disampaikan kepada

orangtua melalui kartu rapor? Bagaimana kita mengumpul data dengan

cara yang efektif yang merepresentasikan permahaman terbaik siswa?

Bagaimana rubrik membantu guru dan siswa terhadap penggunaan

bahasa dalam asesmen dalam konteks kelas?

Anda mungkin juga menyukai