Anda di halaman 1dari 32

PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA DI KELAS TINGGI

EVALUASI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA


Dosen Pengampu : Drs. I Ketut Adnyana Putra, M.Pd

Oleh :
Kelompok : 11
Kelas : I/4

I Kadek Dwi Cahya Adi Kusuma 1711031199 / 18


Ni Komang Reza Cahyani 1711031285 / 32

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
DENPASAR
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa atau
Ida Sang Hyang Widi Wasa, karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya
sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Dalam makalah ini kami membahas mengenai tugas mata kuliah Pendidikan
Bahasa Indonesia di Kelas Tinggi dengan judul makalah “ Evaluasi
Pembelajaran Bahasa Indonesia”.
Makalah ini dibuat dengan berbagai bantuan dari berbagai pihak/sumber
untukmembantumenyelesaikan masalah-masalah selama mengerjakan makalah
ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. 
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar
pada makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan
saran serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca
sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. 
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
sekalian. 

Denpasar, 15 Mei 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN   
1.1 Latar Belakang..............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan...........................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan.........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Evaluasi.......................................................................................3
2.2 Jenis/Bentuk Pelaksanaan Evaluasi .............................................................5
2.3 Alat dan Teknik Evaluasi..............................................................................7
2.4 Komponen dan Jenis Tes Pengajaran...........................................................10
2.4.1 Komponen Tes Pengajaran.................................................................10
2.4.2 Jenis Tes Pengajaran Bahasa..............................................................12
2.5 Merancang Program Pengayaan dan Remidiasi...........................................18
2.5.1 Umpan Balik Hasil Analisis Butir Soal..............................................19
2.5.2 Umpan Balik Dari Hasil Evaluasi Belajar..........................................25
2.5.3 Alternatif Model-Model Pengayaan dan Remidiasi Pengajaran Bahasa
Indonesia di Sekolah Dasar.................................................................25

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan....................................................................................................30
3.2 Saran..............................................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam penyelenggaraan pembelajaran bahasa Indonesia, sebagaimana
halnya dalam penyelenggaraan pembelajaran bidang-bidang lain, evaluasi
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari penyelenggaraan pembelajaran
secara keseluruhan. Sebagai suatu pembelajaran, pembelajaran bahasa
Indonesia diselenggarakan untuk mencapai sejumlah tujuan pembelajaran yang
telah diidentifikasi dan dirumuskan berdasarkan telaah mendalam terhadap
kebutuhan yang perlu dipenuhi. Pencapaian tujuan-tujuan pembelajaran
diupayakan melalui serangkaian proses pembelajaran yang dirancang secara
matang dan saksama dan dilaksanakan secara sungguh-sungguh agar tujuan-
tujuan pembelajaran tersebut dicapai dengan semestinya. Evaluasi berfungsi
sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan proses dan hasil belajar peserta
didik. Evaluasi merupakan salah satu komponen dalam kegiatan belajar
mengajar. Sebagai suatu komponen, maka evaluasi tidak dapat dipisahkan dari
komponen-komponen yang lain. Artinya, setiap kali kegiatan itu
diselenggarakan maka evaluasi juga diadakan.
Dalam kegiatan belajar mengajar (KBM), evaluasi mempunyai peranan
penting. Melalui evaluasi, kita dapat mengetahui keberhasilan ataupun
kegagalan kegiatan yang diselenggarakannya, sehingga ia dapat memikirkan
tindakan selanjutnya, dengan arah yang jelas. Dari hasil evaluasi dalam
kegiatan belajar mengajar, tidak hanya hasil belajar siswa yang dapat diketahui,
tetapi keberhasilan belajar siswa, atau kegagalan program pembelajaran juga
terpantau. Untuk dapat memperoleh gambaran yang terpecaya mengenai
keberhasilan ataupun KBM yang dilaksanakan, maka evaluasi yang dilakukan
perlu direncanakan dan dipersiapkan secara baik.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut rumusan masalah yang dapat diangkat
antara lain sebagai berikut:

1
1. Apa pengertian dari evaluasi ?
2. Apa saja jenis atau bentuk pelaksanaan evaluasi ?
3. Apa saja alat dan teknik evaluasi dalam pembelajaran bahasa ?
4. Apa saja komponen dan jenis tes pengajaran bahasa ?
5. Bagaiama cara merancang program pengayaan dan remediasi pembelajaran
bahasa?

1.3 Tujuan
Tujuan dari penuliasan makalah ini adalah, sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian dari evaluasi.
2. Untuk mengetahui jenis atau bentuk pelaksanaan evaluasi.
3. Untuk mengetahui alat dan teknik evaluasi pembelajaran bahasa.
4. Untuk mengetahui komponen dan jenis tes pengajaran bahasa.
5. Untuk mengetahui cara merancang program pengayaan dan remediasi
pembelajaran bahasa

1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai
berikut :
1. Bagi penulis, dengan adanya tugas yang berupa penyusunan makalah ini,
secara implisit penulis dapat memahami materi yang terdapat dalam
makalah ini.
2. Bagi pembaca, makalah ini dapat memberi wawasan yang luas untuk
pembaca mengenai pengertian evaluasi, jenis atau bentuk pelaksanaan
evaluasi, alat dan teknik evaluasi pembelajaran bahasa, komponen dan jenis
tes pengajaran bahasa serta cara merancang program pengayaan dan
remediasi pembelajaran bahasa.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Evaluasi


Kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti
penilaian atau penaksiran (John M. Echols dan Hasan Shadily : 1983). Dalam
dunia pendidikan dan pengajaran istilah evaluasi biasanya berkawan akrab
dengan istilah “pengukuran” dan “penilian” serta “skor” dan “nilai”.
Pelaksanaan evaluasi pendidikan dalam praktiknya dilaksanakan dalam dua
tahap, yaitu tahap pengumpulan data/informasi dan tahap pengolahan
data/informasi.
Tahap pertama, yakni pengumpulan data merupakan tahap pengukuran
(measurement). Pada tahap ini, guru sedang berusaha mengumpulkan data.
Data dimaksud merupakan data kasar yang berupa skor-skor mentah (raw
score). Data skor mentah yang diperoleh dari hasil pengukuran itu belum dapat
dimaknai sebelum diolah menjadi skor jadi atau skor terjabar()derived score).
Proses pengukuran dapat dilakukan dengan berbagai cara dan berbagai jenis
alat ukur. Alat ukur yang biasa digunakan untuk memperoleh data (skor
mentah) dapatberupa alat tes dan alat non tes, seperti wawancara, observasi,
tugas dan lain-lain.
Tahap kedua dari pelaksanaan proses evaluasi adalah tahap penilaian atau
tahap pertimbangan. Pada tahap ini, guru akan mengolah skor menjadi terjabar
(nilai jadi) dengan cara menilai, mempertimbangkan, mengolah, menafsirkan,
atau membandingkanskor-skor mentahtersebut dengan suatu acuan atau
patokan tertentu. Ada bermacam-macam standar nilai yang biasa dijadikan
acuan untuk memperoleh skor terjabar misalnya standar nilai 5, 10, 100, dan
sebagainya. Standar nilai yang biasa digunakan di SD adalah standar nilai 10
dengan skala 1-10.
Berdasarkan kedua tahap proses pelaksanaan evaluasi di atas,
pengukuran dan penilaiab, sampailah kita pada istilah skor dan nilai. Skor

3
merupakan hasil pengukuran. Data hasil pengukuran biasanya berupa data
kuantitatif (data angka) atau data yang dikuantifikasikan. Melalui proses
penilaian, data hasil pengukuran itu kemudian diolah menjadi nilai. Nilai itu
sendiri dapat berbentuk nilai kuantitatif, seperti 5,6,7,8, dan seterusnya atau
nialai kualitatif, seperti sedang, cukup, baik, amat baik, dan seterusnya.
Tingkat keberhasilan siswa dalam belajar, baru dapat kita tentukan
setelah skor yang kita peroleh memalui pengukuran diolah menjadi nilai
melalui proses penilaian. Untuk lebih jelasnya, mari perhatikan ilustrasi
berikut.
Pada suatu hari, Gumelar, siswa kelas 5 mengikuti dua macam ulangan,
yakni ulangan Matematika dan ulangan Bahasa Indonesia. Untuk Matematika,
dia memperoleh skor 20, sedangkan untuk Bahasa Indonesia memperoleh skor
30. Hasil ulangannya itu diperlihatkannya pada neneknya. Tiba-tiba, neneknya
(yang bukan guru) berpikir dalam hati bahwa cucunya termasuk anak yang
kurang cerdas. Di samping itu beliau beranggapan bahwa cucunya termasuk
anak yang tergolong kurang dalam bidang matematika ketimbang bahasa.
Sebagai guru atau calon guru, anda tentu tidak setuju dengan pikiran-
pikiran nenek Gumilar tersebut. Mengapa? Bagaimana jika skor ideal (skor
maksimum) Matematika 25 dan skor ideal Bahasa Indonesia 50? Betulkah
Gumelar tergolong anak yang kurang cerdas? Betulkah Gumelar lebih
menguasai bidang eksakta ketimbang bidang bahasa?
Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, tentu saja
terlebih dahulu kita harus mengolah skor mentah tersebut ke dalam nilai jadi.
Jika hendak menggunakan standar nilai 10 maka rumus yang digunakan untuk
mengolah skor mentah menjadi nilai jadi itu menjadi sebagai berikut.
skor perolehan
× 10
skor maksimum
Dengan demikian, nilai yang akan diperoleh Gumelar untuk :
20
1. Matematika : × 10 = 8,0
25
30
2. Bahasa Indonesia : × 10 = 6,0
50

4
Melihat kasus diatas, akhhirnya kita berkesimpulan bahwa anggapan
neneknya Gumelar mengenai prestasi belajar cucunya itu tidak benar. Gumelar
tidak tergolong ke dalam anak yang kurang cerdas, sebab ternyata dia mampu
meraih nilai yang berada pada atau di atas batas lulus (6,0). Di samping itu,
tidak benar pula bahwa Gumelar lebih menguasai bidang bahasa ketimbang
bidang eksakta, karena ternyata nilai Matematikanya lebih bagusdari nilai
Bahasa Indonesia.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa istilah
Evaluasi pendidikan/pengajaran mengacu kepada pengertian suatu proses
kegiatan yang dilakukan guru guna mendapatkan informasi/data mengenai
hasil belajar siswa dan mengolah serta menafsirkannya menjadi nilai-nilai.
Hasil evaluasi ini diperlukan guna dijadikan landasan untuk berbagai
keputusan dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Keputusan-keputusan
dimaksud antara lain berupa program perbaikan, pengayaan, kenaikan kelas,
kelulusan siswa, dan lain-lain.
Contoh kasus Gumelar di atas merupakan contoh Evaluasi tehadap hasil
belajar. Dalam Evaluasi belajar, tentu saja harus juga diperhatikan dan
dipertimbangkan Evaluasi terhadap proses belajar, di samping Evaluasi
terhadap hasil belajar (produk). Evaluasi terhadap proses belajar mengacu
kepada usaha-usaha yang dilakukan siswa dalam meningkatkan kemampuan
dirinya guna mencapai tingkat kemajuan belajar yang seoptimal mungkin.
Sementara, evaluasi hasil belajar mengacu kepada penilaian terhadap
pencapaian akhir hasil belajar siswa sesuai dengan patokan-patokan tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya.

2.2 Jenis/Bentuk Pelaksanaan Evaluasi


Untuk sampai kepada keputusan-keputusan dalam bidang pendidikan dan
pengajaran, Anda akan memanfaatkan hasil evaluasi siswa dari berbagai jenis
atau bentuk evaluasi. Di samping ada waktu tertentu untuk melaksanakan
evaluasi secara serentak di suatu sekolah, ada juga evaluasi yang dilaksanakan
secara insidental. Artinya, setiap guru pada setiap kelas mempunyai rencana
dan program evaluasi tersendiri untuk mengukur keberhasilan belajar pada

5
siswanya. Pelaksanaan evaluasi seperti ini tentu saja sangat bergantung pada
kebijakan dan pertimbangan masing-masing guru.
Di samping itu, pelaksanan evaluasi ada yang dilakukan dalam bentuk
lain, misalnya dalam bentuk penugasan. Tugas itu sendiri dapat dikerjakan
siswa di sekolah atau mungkin juga di rumah. Pengerjaannya mungkin
dilakukan siswa secara individual atau mungkin juga secara berkelompok.
Jenis/bentuk pelaksanaan evaluasi di SD meliputi:
1. Ulangan Harian
Ulangan harian ini dikenal juga dengan istilah "tes formatif“. Jenis tes ini
biasanya dimaksudkan untuk mengukur tingkat keberhasilan belajar siswa
dalam satu atau beberapa pokok bahasan tertentu. Penentuan alokasi waktu,
alat evaluasi yang digunakan, bentuk dan banyaknya soal, waktu pelaksanaan
tes, dan lain-lain bergantung kepada kebijakan dan pertimbangan guru kelas
yang bersangkutan/masing-masing.
Pelaksanaan tes formatif ini dapat dilakukan dalam bentuk tertulis, lisan/
mencongak, dan atau perbuatan. Pelaksanaannya tentu saja harus disesuaikan
dengan jenis dan karakteristik tuntutan pokok bahasan/bahan kajian, tingkatan
kelas, serta kondisi dan situasi setempat. Bentuk-bentuk soal uraian sangat
diutamakan dan dianjurkan penggunaannya untuk jenis tes ini.
Pada kelas rendah (misalnya kelas 1 SD), ulangan harian dapat
dilaksanakan secara lisan. Hal ini dimaksud untuk membantu siswa yang
belum lancar membaca. Masih ingatkah anda dengan modul Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia untuk Kelas Rendah, khususnya Modul 5 tentang
MMP?
Pada awal-awal persekolahan untuk siswa pemula, pembelajaran bahasa
lndonesia lebih diarahkan dan diutamakan pada paket MMP (Membaca
Menulis Permulaan). Meskipun demikian, bukan berarti tes tertulis terlarang
untuk siswa kelas 1 SD. Jika bentuk ini mau digunakan maka teknis
pelaksanaannya harus disertai dengan pembacaan soal oleh guru. Dengan
demikian, kegagalan atau ketidakberhasilan siswa dalam menjawab tes itu,
bukanlah disebabkan oleh ketidakmampuannya menjawab soal. Mengenai
jumlah atau frekuensi penyelenggaraan ulangan harian tidaklah dibatasi.

6
Namum, ada satu hal yang harus diperhatikan guru, yakni ulangan harian
sekurangkurangnya harus dilaksanakan sebanyak tiga kali dalam satu catur
wulan. Lebih sering lebih bagus, jika menurut pertimbangan guru, bahan ajar
yang seharusnya diterima anak telah tercapai.

2. Pemberian Tugas
Jenis penilaian lain yang biasanya digunakan di SD adalah pemberian
tugas.
Pemberian tugas dapat dilaksanakan mulai dari kelas 1 hingga kelas 6, untuk
semua mata pelajaran. Meskipun begitu, ada beberapa butir penting yang harus
diperhatikan guru dalam pelaksanaan pemberian tugas. Butir-butir penting itu
adalah:
a. Jumlah dan jenis tugas tidak terlalu memberatkan siswa; perhatikan
dan pertimbangkan pula dari tugas-tugas dari mata pelajaran lain atau
guru lain;
b. Tujuan pemberian tugas hendaknya ditekankan pada proses pelatihan
menerapkan dan menggunakan suatu konsep tertentu;
c. Pemilihan dan penentuan jenis materi tugas harus disesuaikan dengan
tujuan pemberian tugas (lihat butir b);
d. Sangat dianjurkan untuk tidak memberikan tugas materi pelajaran IPA
dan Matematika dalam waktu bersamaan.
3. Ulangan Umum
Jenis penilaian biasanya dilaksanakan pada setiap akhir catur wulan.
Meskipun jenis pelaksanaan penilaian ini dapat dilakukan secara lisan atau
perbuatan, namun pada umumnya, ulangan umum atau tes sumatif
dilaksanakan secara tertulis dan dilaksanakan secara serentak untuk semua
kelas.

2.3 Alat dan Teknik Evaluasi


Anda mungkin pernah mendengar komentar para guru atau para orang
tua siswa atau yang lainnya mengenai prestasi belajar salah seorang siswa kita.
Mari kita kutip, beberapa komentar dimaksud!

7
(1) Si Budi tampaknya agak kurang dalam pelajaran matematika. Setiap kali
ulangan, dia belum pernah memperoleh nilai di atas 6. Nilai ulangan
matematikanya selalu saja di bawah 6.
(2) Meskipun Anggit dan Gina selalu bersaing dalam perolehan nilai, namun
tampaknya Gina mempunyai kelebihan dari saingannya, Anggit.
Keberanian Gina dalam mengemukakan pendapat tampak lebih menonjol
daripada Anggit. Dengan demikian, Gina tampak lebih aktif, bahkan
cenderung cerewet dibandingkan dengan Anggit yang pendiam dan
pemalu.

Berdasarkan ilustrasi kedua pernyataan di atas, dapatkah Anda


menentukan teknik evaluasi yang digunakan untuk menilai prestasi belajar
ketiga anak di atas? Samakah teknik evaluasi yang digunakan untuk kedua
pernyataan dimaksud? Bagus, Anda benar! Teknik evaluasi yang digunakan
untuk memperoleh data/informasi hasil belajar untuk kedua kasus di atas tentu
saja tidak sama. Kesimpulan tentang kemampuan Budi dalam bidang
Matematika diperoleh melalui teknik evaluasi dalam bentuk tes; sedangkan
informasi tentang keaktifan Gina dalam memgemukakan pendapat diperoleh
melalui teknik pengamatan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa teknik
evaluasi memiliki dua bentuk, yakni teknik tes dan teknik nontes.
Teknik tes merupakan teknik yang digunakan untuk melaksanakan tes
berupa pertanyaan yang harus dijawab, pernyataan yang harus ditanggapi, atau
tugas yang harus dilaksanakan oleh si teruji. Dalam hal tes prestasi belajar,
yang hendak diukur adalah sejauh mana seorang siswa telah menguasai
pelajaran yang disampaikan, terutama meliputi aspek pengetahuan dan
keterampilan.
Berdasarkan cara pelaksanaannya, secara garis besar alat penilaian
dengan teknis tes dapat dikelompokkan ke dalam bentuk-bentuk berikut.
1. Tes tertulis, yakni alat penilaian yang penyajian maupun pengerjaannya oleh
siswa dilakukan dalam bentuk tertulis. Jawaban siswa dapat berupa jawaban
atas pertanyaan, tanggapan atas pernyataan atau tugas yang diberikan.
2. Tes lisan, yakni alat penilaian yang penyajian maupun pengerjaannya oleh
siswa dilakukan secara lisan.

8
3. Tes perbuatan, yakni alat penilaian yang penugasaannya dapat disampaikan
secara tertulis maupun lisan, dan pengerjaannya dilakukan dalam bentuk
penampilan atau perbuatan; misalnya praktik kesenian, deklamasi,
keterampilan, percobaan/praktik labolatorium.

Berdasarkan penjelasan di atas,dapat dibuat ikhtisar yang merupakan rangkuman


untuk ketiga konsep alat evaluasi di atas. Silahkan perhatikan tabel berikut! :

Cara penyajian Cara pengerjaan


Alat evaluasi Keterangan
oleh guru oleh siswa
Tes tertulis Tertulis Tertulis Jawaban
pertanyaan,
tanggapan
pernyataan dan
tugas.
Tes lisan Lisan Lisan Jawaban
pertanyaan,
tanggapan
pertanyaan
Tes perbuatan Tertulis/lisan Tertulis/lisan Praktik kesenian,
deklarasi,
dramatisasi
percobaan
laboratorium,
keterampilan.

Teknik nontes merupakan prosedur yang dilalui untuk memperoleh


gambar mengenai karakteristik minat, sikap, atau kepribadian. Dalam peroses
belajar-mengajar, pada umumnya kegiatan penilaian mengutamakan teknik tes,
mengingat lebih berperannya aspek pengetahuan dan keterampilan dalam
pengambilan keputusan di dalam kelas.

Alat evaluasi nontes dapat dilaksanakan melalui pengamatan, skala sikap,


angket, catatan harian, wawancara, atau ceklis. Alat evaluasi jenis ini, biasanya
digunakan untuk memperoleh informasi atau data mengenai gambaran minat,
sikap, atau kepribadian siswa.
Penilaian dapat dilakukan selama peroses belajar-mengajar berlangsung.
Aspek-aspek yang hendak dinilai harus ditetapkan sebelumnya agar guru
mempunyai pedoman di dalam melaksanakan penilaiannya. Sebagai contoh,

9
anda hendak menilai kemampuan berkomunikasi siswa anda dalam kegiatan
berdiskusi. Untuk mengetahui kemampuan berdiskusi masing-masing siswa,
anda menetapkan aspek-aspek yang menjadi bahan penilaian sebagai berikut:
1. keberanian mengemukakan pendapat;
2. keaktifan/peran serta;
3. sikap menghargai pendapat orang lain;
4. kerja sama dalam kelompok;
5. kemampuan dalam memecahkan masalah;
6. kefasihan dan kejelasan berbahasa, dan lain-lain;

Penilaian dapat dilaksanakan secara kualitatif atau kuantitatif. Pedoman


penilaian kualitatif dan kuantitatif yang biasa digunakan di SD berdasarkan
petunjuk dari Depdikbud (1994/1995: 10) adalah sebagai berikut:
Sangat baik = A = 8,510
Baik = B = 7,0-8.4
Cukup = C = 5,5-6,9
Kurang = K = 4,0-54
Kurang sekali = B = <4,0

Berdasarkan kedua pedoman diatas, langkah selanjutnya adalah menyiapkan


format penilaian. Format dimaksud dapat Anda buat seperti contoh berikut.
Kegiatan : Diskusi
Pokok/Sub pokok Bahasan :Perkembangan Komunikasi
Hari/Tanggal : Selasa, 9 Agustus l996 Kelas/Cawu : 6/2
Sekolah : SDN....

2.4 Komponen dan Jenis Tes Pengjaran


2.4.1 Komponen Tes Pengajaran
Dalam Kurikulum SD 1994 Bidang Studi Bahasa Indonesia dijelaskan
bahwa ruang lingkup pembelajaran Bahasa Indonesia meliputi komponen
kebahasaan, pemahaman, dan penggunaan. Komponen kesastraan, meskipun
tidak dicantumkan secara eksplisit di dalam komponen pembelajaran bahasa
Indonesia, namun sesungguhnya aspek kesastraan secara implisit terdapat

10
dalam aspek pemahaman dan aspek penggunaan. Untuk menilai tinggkat
pencapaian hasil belajar siswa dalam pengajaran bahasa Indonesia, tentu saja
harus didasarkan atas ruang lingkup materi pembelajaran bidang studi yang
bersangkutan. Berdasarkan ruang lingkup pembelajaran bahasa Indonesia
dalam Kurikulum SD 1994 tersebut, kita dapat mengaplikasikan cakupan
pengajaran bahasa Indonesia ke dalam tiga komponen, yakni (a) kompetensi
kebahasaan, (b) keterampilan berbahasa, dan (c) kesastraan.
 Kompetensi Kebahasaan
Kompetensi kebahasaan berkaitan dengan pengetahuan tentang sistem
bahasa, struktur, kosakata atau seluruh aspek kebahasaan itu, dan
bagaimana tiap aspek tersebut saling berhubungan. Tes kompetensi
kebahasaan terbagi ke dalam dua aspek tes, yakni tes struktur dan tes
kosakata. Kedua aspek kebahasaan ini memegang peranan penting dalam
kegiatan kebahasaan karena pada dasarnya tidak berbahasa itu
sesungguhnya merupakan pengoperasian dari kedua aspek tersebut.
Meskipun secara umum Kurikulum 1994 menghendaki pengajaran dan tes
kebahasaan yang lebih menekan pada fungsi komunikatif bahasa, namun
aspek struktur dan kosakata perlu mendapat perhatian para guru bahasa.
 Keterampilan Berbahasa
Tes yang berkenaan dengan aspek keterampilan berbahasa meliputi tes
keterampilan yang bersifat reseptif dan tes keterampilan yang bersifat
produktif. Kegiatan berbahasa yang tercermin dalam empat aspek
keterampilan berbahasa, yakni menyimak-membaca (aspek reseptif) dan
bicara-menulis (aspek produktif) merupakan manifestasi nyata dari
kompetensi kebahasaan seseorang. Kegiatan berbahasa semacam ini
disebut juga ”performansi". Performansi merupakan kebalikan dari
kompetensi. Tinggi-rendahnya kadar performansi seorang dalam tindak
berbahasa biasanya dipengaruhi tinggirendahnya kadar kompetensi yang
dimilikinya.
 Kesastraan
Tes kesasteraan meliputi tes pengetahuan tentang sastra dan kemampuan
aperesiasi sastra.Dari kedua aspek tes kesastraan ini, tes kemampuan

11
apresiasi sastra merupakan proritas tentang kesastraan merupakan alat
bantu untuk mencapai pengalaman apresiasi dan ekspresi sastra.

2.4.2 Jenis Tes Pengajaran Bahasa


Jenis-jenis tes pengajaran bahasa Indonesia dapat diklasifikasikan ke
dalam tiga jenis, yaitu (1) tes diskrit, (2) tes integratif, (3) tes pragmatik.
1. Tes Diskrit
Tes diskrit adalah sejenis tes yang hanya menekankan atau berkaitan
dengan salah satu aspek kebahasaan tertentu pada satu waktu tertentu, misalnya
aspek fonologi, morfologi, sintaksis, kosakata, dan lain-lain atau keterampilan
berbahasa tertentu seperti menyimak, berbicara, membaca, atau menulis. Dasar
pemikiran tes diskret (juga dalam hal pengajaran) adalah teori strukturalisme
(linguistik) dan behaviorisme (psikologi). Kedua teori itu beranggapan bahwa
keseluruhan dapat dipecah-pecah ke dalam bagian-bagian. Atau, keseluruhan
adalah jumlah dari bagian-bagian. Tiap bagian tersebut (kebahasaan dan
keterampilan) dapat diajarkan dan diteskan secara terpisah.
Pembelajaran dan pengujian kebahasaan dalam teori ini mengabaikan
konteks. Pandangan bahwa teori tes diskrit dapat memecah-mecah unsur
kebahasaan dan menghadirkannya dalam keadaan terisolasi, dianggap sebagai
kelemahan tes diskrit yang paling mencolok orang tidak mungkin belajar
bahasa dalam situasi yang mutlak diskrit dan terisolasi (tanpa konteks). Lagi
pula dalam hal belajar bahasa, keseluruhan belum tentu sama jumlah dari
bagian-bagian. Pandangan teori diskrit yang memecah-mecah unsur
kebahasaan sebagai sesuatu yang terisolasi, ditentang oleh para penganut
paham komunikatif dan pragmatik. Pendekatan komunikatif (sebagaimana
yang ditekankan oleh Kurikulum 1994 sekarang ini) menekankan pengajaran
bahasa pada fungsi bahasa sebagai alat komunikasi. Oleh karena itu, muncullah
reaksi terhadap tes deskriptif dan menawarkan alternatif tes pengajaran bahasa
yang bersifat integratif.
2. Tes Integratif
Tes yang mengukur lebih dari unsur kebahasaan atau satu keterampilan
berbahasa dalam satu waktu. Dalam tes integratif, ada beberapa unsur

12
kebahasaan atau keterampilan berbahasa yang harus harus dilibatkan, dan itu
dipadukan.
Dalam satu kali tes minimal ada dua aspek/keterampilan yang diukur.
Aspek-aspek kebahasaan tidak saling dipisahkan, melainkan dipadukan
sehingga ada keterkaitan antarunsur/antarketerampilan. Bahasa yang alamiah
bukanlah kumpulan dari unsur-unsur bahasa semata. Dalam tes keterampilan
bahasa, bahkan akan lebih baik jika juga mempertimbangkan aspek konteks.
Tes integratif memang sudah memadukan beberapa unsur kebahasaan, tetapi
belum tentu kontekstual.
Tes yang kontekstual lazimnya bersifat pragmatik/komunikatif
Tes pragmatik/komunikatif pasti integratif, tetapi tes integratif belum tentu
pragmatik. Tes integratif yang tidak kontekstual masih terisolasi, mirip-mirip
dengan tes diskret, belum mencerminkan penggunaan bahasa yang alamiah.
Berbagai tes unsur kebahasaan yang diteskan minimal berada dalam konteks
kalimat, atau konteks yang lebih besar. Dilihat dari sudut pembelajaran bahasa
dewasa ini, tes integratif terlihat lebih menjanjikan daripada tes diskrit.Walau
demikian, pemilihan tes haruslah disesuaikan dengan pendekatan, metode, dan
teknik, bahkan juga bahan pembelajaran, yang dipergunakan dalam
pembelajaran bahasa di kelas.
Bentuk-bentuk soal tes integratif antara lain dapat berupa:
1. Menyusun kalimat;
Contoh:
Susunlah kata-kata berikut menjadi sebuah kalimat yang baik! Tadi-
kecelakaan-rumah-di pagi-terjadi-depan
2. Menafsirkan isi wacana yang didengar;
3. Menafsirkan isi wacana yang dibaca;
4. Menyusun paragraf berdasarkan kalimat acak.
3. Tes Pragmatik
Tes pragmatik mempunyai persamaan pengertian dengan tes kompetensi
komunikatif. Keduanya menekankan kemampuan siswa untuk berkomunikasi
dengan bahasa dalam situasi tertentu. Tes pragmatik dapat diartikan sebagai

13
suatu prosedur atau tugas yang menuntut siswa untuk menghasilkan bahasa
sesuai dengan pemakaian bahasa itu secara nyata.
Contoh-contoh bentuk tes pragmatik, antara lain :
1. Dikte
Dikte memiliki beragam variasi, antara lain: dikte standar, dikte
sebagian, dikte gangguan suara, dikte komposisi, dan produksi lisan imitasi.
Dalam dikte standar, siswa diminta menuliskan wacana yang dibacakan
langsung atau melalui rekaman dengan kecepatan normal. Dikte yang
dibacakan dengan lambat, pendek (misal satu kata atau suku kata tiap
ucapan) tidak bersifat alami.
Dalam dikte sebagian dibacakan wacana seperti dalam dikte standar,
tetapi terdapat kata-kata tertentu yang dihilangkan. Tugas siswa adalah
menulis kata-kata yang dihilangkan tersebut. Prosedur ini mirip dengan
teknik isian rumpang, tetapi disampaikan secara lisan (mengenai tes isian
rumpang akan dibicarakan di muka).
Dikte dengan gangguan suara adalah dikte yang disertai suara lain yang
sengaja dimaksudkan untuk mengganggu suara-suara yang didiktekan.
Dikte-komposisis adalah dikte standar (prosa, dialog) yang menuntut
siswa untuk menyimaknya, Selanjutnya mereka diminta menuliskannya
kembali dalam bentuk karangan.
Dikte imitasi pada hakikatnya sama dengan dikte komposisi; hanya pada
dikte imitasi siswa diminta menceritakan kembali secara lisan.
2. Berbicara/Ekspresi Lisan
Tes ini dipandang sebagai salah satu jenis tes yang paling
mencerminkan kemampuan berbahasa seseorang. Terdapat beberapa
macam bentuk tes berbicara, antara lain menceritakan gambar, wawancara,
bercerita, pidato, diskusi, dan lain-lain. Menceritakan gambar merupakan
salah satu macam bentuk tes untuk mengukur keterampilan berbicara
siswa. Gambar dijadikan alat rangsang untuk kegiatan berbahasa siswa.
Oleh karena itu, penyajian gambar hendaknya dipilih yang kira-kira dapat
merangsang dan menarik minat siswa. Untuk membantu siswa yang
mengalami kesulitan dalam memproduksi bahasa lisan, guru dapat

14
membantunya dengan pemberian pertanyaan. Cara lain yang bisa
membantu siswa adalah cerita guru tentang gambar itu. Sebelum siswa
sendiri diminta untuk menceritakan gambar tersebut.
Aspek penilaian untuk jenis tes ini dapat dilakukan dari segi ketepatan
dan kelancaran berbahasa dan kelayakan konteks. Ketepatan dan
kelancaran berbahasa meliputi kefasihan, kekayaan kosakata, ketepatan
struktur kata dan kalimat, kualitas dan kuantitas produksi bahasa, dan lain-
lain. Penilaian kelayakan konteks meliputi ketepatan dan kesesuaian topik
cerita dan dengan gambar, kejelasan gagasan, kreativitas imajinatif, dan
kelogisan cerita antargambar.
Wawancara merupakan jenis evaluasi nontes .yang paling sering
digunakan untuk mengukur kemampuan ekspresi lisan seseorang. Teknik
wawancara, walaupun praktis, murah, dan populer mempunyai kelemahan
dalam hal penilaian karena dihindarinya sifat subjektivitas penilai. Di
samping itu, penilai harus orang yang terlatih dan berpengalaman.
Bercerita merupakan salah satu cara untuk mengungkap kemampuan
berbicara secara pragmatis. Melalui tugas ini, paling tidak, anak dituntut
menguasai dua hal, yakni unsur linguistic (bagaimana memilih Bahasa
untuk bercerita) dan unsur ekstralinguistik (kelancaran, kejelasan,
ekspresi, dan lain-lain). Tugas bercerita dapat dilakukan melalui rangsang
gambar susun, pengalaman pribadi, pengalaman baca, cerita bebas.
Komponen-komponen yang menjadi aspek penilaian guru untuk kegiatan
ini tidak jauh berbeda dengan penilaian pidato.
Pidato merupakan salah satu bentuk tes pragmatik yang termasuk
kemampuan ekspresi lisan. Dalam kaitannya dengan pengajaran dan tes
bahasa, tugas berpidato dapat terwujud permainan simulasi, misalnya
siswa bersimulasi sebagai kepala sekolah yang berpidato pada saat upacara
penaikan bendera, menyambut siswa baru, peringatan hari-hari besar
nasional. Aspek-aspek penilaian untuk kemampuan bercerita dan
berpidato, sekurangkurangnya meliputi aspek-aspek, keakuratan informasi,
hubungan antarinformasi, struktur dan kosakata, kelancaran dan kefasihan
berbicara, kelogisan urutan penyajian, dan gaya pengungkapan.

15
Bentuk lain dari tes ekpresi lisan adalah keterampilan berdiskusi. Tes
atau tugas ini tidak saja baik untuk melatih kemampuan berbicara,
melainkan juga baik untuk melatih nalar, misalnya melatih
mengungkapkan gagasan, menanggapi gagasan secara kritis,
mempertahankan gagasan sendiri dengan argumentasi yang logis dan
dapat dipertanggung jawabkan. Aspek-aspek penilaian kemampuan
diskusi tidak jauh berbeda dengan wawancara dan berpidato. Anda bisa
menambah atau mengurangi aspek penilaian dimaksud sesuai dengan
keperluan dan pertimbangan kita. Sebagai pedoman kasar, Anda mungkin
perlu memperhatikan; ketepatan struktur, kualitas dan orisinilitas gagasan,
kuantitas gagasan, kekritisan,  menanggapi gagasan, kemampuan
mempertahankan gagasan.
3. Pemahaman Parafrase
Tes pragmatik dalam bentuk parafrase pada hakikatnya adalah
pemahaman terhadap suatu rangsang bahasa yang dibuktikan dengan
kemampuan siswa dalam memahami maksud rangsang bahasa. Pemahaman
dimaksud dibuktikan oleh kemampuan siswa dalam memahami maksud
dan-makna rangsang bahasa tadi. Di samping itu, dibukakan pula oleh
kemampuan siswa dalam mengungkapkan kembali isi/maksud/
informasi/gagasan tersebut dengan cara yang berbeda dari bentuk atau cara
semula. Bentuk penyajian tes parafrase ini misalnya, dengan cara
menyajikan wacana singkat (lisan atau tertulis), kemudian siswa diminta
untuk mengidentifikasi salah satu jawaban yang memiliki maksud yang
sama.
Untuk sekadar contoh, coba perhatikan contoh tes parafrase (objektif
tes) dari wacana sederhana berikut ini.
Rangsang yang diperdengarkan atau dibacakan atau ditulis sebagai
berikut. "Gina sebenarnya datang lebih dulu dari Anggi, tetapi dia
terlambat sepuluh menit dari Gumgum".
Alternatif jawaban :
1. Gina datang paling dahulu
2. Gumgum datang sesudah Anggi.

16
3. Gumgum datang sebelum Anggi.
4. Anggi datang sebelum Gumgum.
Manakah jawaban yang benar untuk parafrase di atas? Tentu saja
alternatif jawaban B, bukan? Gumgum bahkan datang sebelum Gina dan
Anggi.
4. Menjawab Pertanyaan
Menjawab pertanyaan merupakan bentuk lain dari tes pragmatik. Tes
ini dapat digali dari bacaan atau rangsang yang diperdengarkan. Tuntutan
jawaban dapat berupa pemahaman isi/maksud bacaan atau dapat berupa
kelogisan atau kesesuaian kontekstual. Di bawah ini akan diberikan contoh
tes menjawab pertanyaan yang menuntut siswa untuk mengidentifikasi
jawaban yang berkaitan secara kontekstual.
Rangsang yang diperdengarkan:
"Mahalkah harga buku baru itu?"
Altematif jawaban:
A. bersama kawan-kawan
B. di toko buku
C. saat ada pameran buku di kotaku
D. tak sebagus bentuknya

Coba, sekarang anda tentukan jawaban yang benarnya dan kemukakan


alasannya. anda pasti memilih D, bukan? Artinya buku baru itu tidak terlalu
mahal jika dibandingkan dengan bentuknya yang begitu bagus. Antara
rangsang yang diperdengarkan dengan altematif jawaban D terdapat
hubungan kontekstual.
5. Teknik Isian Rumpang
Bentuk lain dari tes pragmatik adalah teknik isian tumpang. Tes ini
disajikan dalam bentuk penyajian wacana yang sudah mengalami
perumpangan atau pelepasan pada bagian-bagian tertentu secara teratur.
Bagian kata yang dilesapkan atau dihilangkan itu dilakukan secara teratur,
misalnya setiap kata ke-5, ke-6, ke-7, atau yang lainnya. Tugas siswa adalah
mengisi tempat-tempat yang dikosongkan itu dengan kata-kata yang tepat
dan sesuai dengan maksud wacana. Tentu saja, untuk dapat mengisi tes isian

17
tumpang dengan benar dituntut penguasaan sistem gramatika bahasa yang
bersangkutan dan pemahaman isi wacana.
Berikut ini disajikan sebuah contoh tes isian tumpang dengan pelepasan
kata pada setiap kata kelima.
Di Sumatera Utara ada daerah pegunungan yang kurang subur. Di sana
pada zaman … l) ada seorang petani miskin. Setiap … 2) dia menggarap
ladangnya. Bila … 3) lelah mencangkul, dia pergi … 4) hutan mencari kayu
bakar … 5) untuk kebutuhan sendiri, kayu … 6) itu dijual ke pasar. …7)
untuk membeli keperluan dapur, … 8) garam, ikan asin, dan gula.
Kata yang tepat untuk mengisi lesapan no. 1-8 di atas adalah: dahulu,
hari, sudah, ke, selain, bakar, uangnya, seperti.

2.5 Merancang Program Pengayaan dan Remidiasi


Pada kegiatan belajar ini, kita akan membicarakan tindak lanjut dari
pelaksanaarn evaluasi. Tentu saja, sebelumnya kita harus mendiskusikan hal-
hal yang perlu kita ketahui sebelum kita melaksanakan tindak lanjut dimaksud.
Informasi-informasi tersebut berkenaan dangan data penilaian hasil belajar
siswa berikut perangkat yang digunakarn untuk mengukur hasil belajar itu.
Data tersebut dapat dimanfaatkan untuk evaluasi peroses belajar mengajar
(PBM), perbaikan pengelolaan kegiatan belajar mengajar (KBM), dan
penentuan keberhasilan/kegagalan siswa.
2.5.1 Umpan Balik Hasil Analisis Butir Soal
Analisis butir tes/soal (selanjutnya disebut anabus) dimaksudkan untuk
mengetahui masing-masing butir soal dalam suatu tes. Dengan demikian,
melalui anabus dimaksud diharapkan keefektifan dari masing-masing soal
dapat diketahui. Caranya ialah dengan jalan mengkaji jawaban-jawaban siswa
untuk masing-masing butir soal. Karena sistem penilaian itu dapat dilakukan
melalui dua cara, yakni penilaian patokan/mutlak (PAP) dan penilain acuan
normal/relatif (PAN) maka pembicaraan mengenai anabus harus dibedakan
atas kedua hal tersebut.
Anabus yang akan kita perbincangkan sekarang hanyalah soal-soal dalam
bentuk objektif, khususnya soal-soal pilihan berganda. Hal ini disebabkan oleh

18
keterbatasan teknis yang tidak memungkinkan kita untuk berbicara secara
leluasa dalam media Namun, buku-buku rujukan yang tercantum pada bagian
akhir modul ini akan banyak membantu Anda dalam mendalami dan
memperkaya wawasan Anda mengenai materi ini.
Cara penilaian hasil belajar yang menggunakan PAN dimaksudkan untuk
mengetahui kedudukan/posisi relatif seorang siswa dibandingkan dengan siswa
lainnya dalam satu kelompok. Dengan demikian, guru akan dapat menentukan
peringkat peringkat siswa sesuai dengan kedudukannya masing-masing dalam
kelompok itu. Dengan sistem penilaian PAP, keberhasilan dan kedudukan
seorang siswa dalam belajartidak dibandingkan prestasi teman-teman
sekelasnya, melainkan dengan suatu kriteria atau standar/patokan yang telah
ditetapkan sebelumnya.
1. Analisis Butir Soal untuk PAN
Anabus untuk PAN ini meliputi: (a) tingkat kesukaran/kemudahan butir
soal, (b) daya pembeda, dan (c) keefektifan dari masing-masing pilihan.
Dengan kata lain, analisis butir soal dapat memberikan informasi kepada
kita, apakah terlalu sukar; bagaimana butir-butir soal itu dapat membedakan
antara siswa yang pandai dan siswa yang kurang ; dan apakah semua pilihan
alternatif jawaban (option) berfungsi dengan baik.
Anabus bermanfaat bagi guru. Informasi ini merupakan bahan balikan
guna perbaikan dan peningkatan mutu PBM yang dikelolanya. Soal-soal
yang dipandang terlalu sukar dapat dimanfaatkan untuk topik diskusi di
dalam kelas. Jika sejumlah besar siswa dari suatu kelas lebih banyak
memilih alternatif pengecoh ketimbang alternatif yang seharusnya, mungkin
sebagian besar siswa telah salah menangkap dan memakai suatu konsep
tertentu, atau mungkin guru kurang dapat menjelaskan hal itu dengan baik,
atau bahkan mungkin memberikan penjelasan yang keliru. Di samping itu,
dengan anabus guru juga akan terlatih dan terbiasa dengan pembuatan soal-
soal yang baik.
Prosedur yang harus tempuh untuk melakukan Anabus adalah sebagai
berikut.
A. Urutan lembaran jawaban siswa dari skor tertinggi hingga skor terendah

19
B. Pilihlah dan ambilah 1/3 jawaban siswa yang termasuk kelompok tinggi
dan 1/3 dari kelompok skor rendah. Kedua kelompok tersebut dinamai
kelompok atas dan kelompok bawah.
C. Contoh: siswa kelas 6 SD yang mengikuti tes bahasa Indonesia
sebanyak 34 orang dari jumlah tersebut diambil 1/3 dari kelompok atas
dan 1/3 dari kelompok bawalh (1/3 x 34 11). Sisanya, yakni 34 -11-11=
12 siswa disisihkan.
D. Untuk setiap butir soal, hitunglah berapa jumlah siswa yang memilih
masing- masing alternatif jawaban (A, B, C, atau D), baik pada
kelompok atas maup bawah. Kemudian ke dalam format sebaran
jawaban butir soal.
Perhatikan contoh berikut!

No. Alternatif Jawaban


Kelompok Keterangan
Soal A B C D
Atas 7 3 0 1
5
Bawah 3 2 2 3

E. Tentukan indeks kesukaran butir soal (P) dengan rumus sebagai


berikut!

P = PA + PB
3
Keterangan:

PA : persentase atau porsi siswa dari kelompok atas yang menjawab


dengan butir soal itu.

PB: persentase atau porsi siswa dari kelompok bawah yang menjawab
dengan benar butir soal itu.

Berdasarkan contoh data yang tercantumdalam langkah (3) di atas


maka akan diperoleh harag P (tingkat kesukaran) butir soal no 5
sebagai berikut.

7 3
DA = DA = = 0,63 = 63% DB = = 0,27 =27%
3 11

20
0,63+0,27
Jadi = PA= 0,63 + 0,27 = 0,45 = 45 %
¿2

P bisa dinyatakan dalam persen (%) atau dalam decimal. Semakin


besar harga P, berarti semakin mudah soal itu. Hal ini menunjukan
bahwa jumlah siswa yang dapat menjawab dengan benar soal itu¸ juga
semakin banyak.

Untuk menafsirkan indeks kesukaran dapat melihat kreteria berikut.

P Tafsiran
0,29 ke bawah Soal sukar
0,30-0,69 Soal sedang
0,70-keatas Soal sukar

F. Tentukanlah daya perbedaan butir soal (D) dengan rumus sebagai


berikut:
D = PA-PB
Dengan mengambil contoh data pada langkah (3) di atas, akan
diperoleh haraga D sebagai berikut:
D = 0,63-0,327
= 0,36 atau 36% (soal cukup baik)

Untuk menafsirkan harga D Ebel (Depdikbud, 1982:79) memberikan


pedoman sebagai berikut:

P Penilaian soal
0,40 keatas Soal sangat baik
0,30 – 0,339 Soal cukup baik
0,20 – 0,29 Soal sukar baik
0,19 kebawah Soal jelek

G. Tentukan keefektifan masing-masing alternatif jawaban dengan cara


melihat pola sebaran jawaban siswa untuk setiap pilihan pada setiap
butir soal dengan jalan membandingkan jumlah siswa yang memilih
masing-masing alternatif jawaban pada siswa kelompok atas dan
kelompok bawah. Alternatif pengecoh dianggap efektif, jika dipilih

21
lebih banyak oleh siswa dari kelompok bawah. Jika terjadi hal yang
sebaliknya, yakni dipilih lebih banyak oleh siswa dari kelompok atas
maka alternatif jawaban tersebut kurang atau bahkan mungkin tidak
efektif. Melihat contoh kasus data seperti pada langkah (4) di atas maka
alternatif jawaban untuk butir soal no. 5 tadi adalah sebagai berikut.

Alternatif Tafsiran
Sangat tidak efektif (lebih banyak dipilih oleh siswa dari
A
kelompok atas)
Sangat efektif (alternativf kunci jawaban ini lebih banyak
B dipilih oleh siswa dari kelompok atas dari pada kelompok
bawah).
Tidak efektif (lebih banyak dipilih oleh siswa dari kelompok
C
atas)
D Efektif dan berfungsi dengan baik

Dengan demikian, alternatif jawaban A dan C merupakan topik yang baik


untuk bahan pembahasan dan diskusi di dalam kelas dalam upaya pengayaan
dan remidiasi pengajaran bahasa.
2. Analisis Butir Soal untuk PAP
Tes dalam PAP dirancang untuk mengungkapakan tugas/pekerjaan mana
yang bisa dikerjakan dan mana yang tidak bisa dikerjakan siswa. Tolak ukur
keberhasilan (batas keberhasilan) telah ditetapkan sebelumnya.
Keberhasilan seorang siswa dalam hal tertentu tidaklah dibandingkan
dengan hasil yang diperoleh sesama temannya, melainkan oleh suatu
ketentuan secara mutlak.
Evaluasi suatu butir soal pada PAP dimaksudkan untuk mengetahui
sejauh mana masing-masing butir soal mengukur pengaruh/efek suatu
KBM/PBM tertentu. Apabila sebuah butir soal dapat dijawab dengan benar
oleh seluruh siswa, baik sebelum maupun sesudah KBM dilaksanakan,
berarti soal itu tidak mengukur pengaruh/efek KBM yang bersangkutan.
Karena yang diukur pengaruh KBM maka tes yang diberikan sebelum
proses KBM harus sama dengan tes sesudah proses KBM. Suatu KBM
dianggap memiliki pengaruh, jika butir soal itu dapat dijawab dengan benar

22
oleh sebagian besar siswa setelah mereka mengikuti proses KBM, bukan
sebelum proses KBM.
Rumus yang biasa digunakan untuk mengukur keefektifan soal (K) pada
PAP adalah sebagai berikut.
K = BSd ˗ Bsb
N
Keterangan :
K : Keefektifan butir soal
Bsd : Banyaknya siswa yang menjawab dengan benar butir tertentu
sesudah proses KBM
Bsd : Banyaknya siswa yang menjawab dengan benar butir tertentu
sebelum proses KBM.
N : Jumlah siswa yang mengikuti kedua tes.

Nilai K mempunyai jangkauan nilai antara 0,00 - 1,00. Semakin besar


nilai K maka semakin peka butirsoal itu terhadap pengaruh pengajaran.
Sebaliknya, semakin kecil nilai K maka semakin kecil pula pengaruh suatu
proses pengajaran yang dilaksanakan.
Berdasarkan informasi dan diperoleh dari hasil anabus, para guru akan
dapat mengidentifikasikan kelemahan kekurangan siswa. Setidak-tidaknya
guru akan dapat menentukan isi materi atau aspek pengajaran bahasa mana
yang sudah dikuasai siswa dan yang mana yang belum dikuasainya.
Selanjutnya, berbekal informasi dimaksud, guru merencanakan, merancang,
dan melaksanakan program pengayaan dan remidiasi pengajaran bahasa
yang dianggap tepat untuk para siswanya..

2.5.2 Umpan Balik dari Hasil Evaluasi Belajar (Prestasi Belajar Siswa)
Data prestasi siswa, baik dalam penilaian formatif, penilaian sumatif,
atau jenis pilihan lainnya dapat dijadikan dasar untuk merancang program
pengayaan dan remidiasi. Bila mayoritas siswa (sekitar 60% atau Iebih)
gagal dalam butir soal tertentu, artinya topik/materi yang diteskan itu harus
diulang untuk seluruh kelas. Hal ini menandakan sebagian besar siswa

23
belum menguasai konsep ilmu pengetahuan yang dipersoalkan dalam butir
soal tersebut.
Untuk merancang program pengayaan dan remidiasi secara perorangan,
kita perlu melihat kemampuan atau daya serap setiap siswa dalam
memahami suatu konsep tertentu. Jika seorang siswa telah mencapai tingkat
penguasaan 75% atau lebih, siswa tersebut dipandang telah menguasai
konsep yang dipersoalkan. Oleh karena itu, siswa yang bersangkutan berhak
untuk meneruskan kegiatan belajarnya pada topik/materi berikutnya. Jika
tingkat pengusaannya kurang dari 75%, Siswa tersebut masih diperbolehkan
untuk mengikuti pelajaran berikutnya, dengan catatan dia harus diberi tugas
tambahan sebagai bahan remidiasi untuk memperbaiki kelemahan-
kelemahannya.
2.5.3 Alternatif Model-model Pengayaan dan Remidiasi Pengajaran Bahasa
Indonesia di Sekolah Dasar
Sesuai dengan sasaran tujuan pengajaran bahasa Indonesia di SD, yakni
agar siswa terampil berbahasa lndonesia (terampil menyimak, berbicara,
membaca, dan, menulis) yang ditunjang dan didasari oleh kemampuan
kebahasan maka rancangan model Pengayaan dan remidiasi yang akan kita
bicarakan di sini meliputi hal-hal tersebut.
Untuk memperjelas pembicaraan kita, mari kita perhatikan contoh-
contoh kasus di bawah ini berikut alternatif model rancangan program
pengayaan dan remidiasi yang ditawarkan.
1. Kasus I
Contoh kasus:
20 siswa kelas 6 SD dari jumlah seluruhnya 30 siswa telah menjawab
salah butir soal 1-5 pada suatu tes formatif. Butir-butir soal dimaksud
berupa pertanyaan-pertanyaan tentang isi suatu wancana yang
dibicarakan guru.
Identifikasi kasus:
a. sebagian besar siswa ( 66 % ) tidak menguasai konsep yang
dipersoalkan pada butir soal no. 1-5;

24
b. aspek kebahasaan yang diduga sebagai sumber kesulitan siswa
adalah keterampilan menyimak (aspek pemahaman dan penggunaan)
dan kosakata (aspek kebahasaan);
c. upaya tindak lanjut berupa latihan keterampilan menyimak dan
latihan kosakata.
Alternatif rancangan model remidiasinya
a. Latihan menjawab pertanyaan bacaan/cerita:
1) Guru bercerita atau membacakan bacaan sederhana.
2) Siswa yang menjadi sasaran remidiasi diminta menjawab
pertanyaan mengenai isi cerita/bacaan tentang siapa, kapan, di
mana, mengapa, bagaimana mengenai cerita/bacaan tersebut.
3) mendiskusikan kosakata baru atau asing telah didengarnya.
4) Masing-masing siswa (terutama siswa remidiasi) berlatih
membuat kalimat baru dari kosakata itu.
5) Beberapa siswa diminta menceritakan kembali isi bacaan/cerita
tadi atau menuliskannya dalam buku latihan.
b. Latihan identifikasi kata kunci dalam kalimat :
1) Guru memperdengarkan sebuah kalimat, misalnya, "Gina yang
berambut panjang berekor kuda adalah siswa terpandai di kelas
5".
2) Guru mengajukan pertanyan untuk mengedintifikasi kata
kunci, misalnya:
a) Siapa yang terpandai di kelas 5? (Gina)
b) Bagaimana Gina? (terpandai)
Kata tanya yang biasa digunakan untuk membantu mencari
kata kunci adalah siapa/apa, dan (b) bagaimana/mengapa. Jadi,
kata kunci kalimat di atas: Gina terpandai.
3) Lakukan pada beberapa kalimat lain yang dibuat oleh siswa.
c. Latihan identifikasi kalimat topik:
1) Guru/salah seorang siswa membacakan sepenggal wancana.
2) Latihan mencari ide pokok dan kalimat topik dengan bantuan
kalimat-kalimat tanya berikut.

25
a. Apa yang dibicarakan paragraf itu? atau Paragraf itu
berbicara tentang apa?
b. Apakah semua paragraf berbicara tentang hal itu? (ide
pokok adalah inti pembicaraan yang dibicarakan dan
disoroti oleh seluruh kalimat yang ada dalam wacana itu).
c. Apa bukti bahwa kalimat yang terdapat dalam wacana
tersebut membicarakan hal itu? (perhatikan pemakaian kata
ganti, kata penghubung antar kalimat).
d. Kalimat mana yang mengandung inti pembicaran itu?
e. Apakah kalimat tersebut dijelaskan oleh kalimat lain dalam
paragrap tersebut, sementara kalimat itu sendiri tidak
menjelaskan kalimat lain? (Jika, "ya", itu kalimat topik; jika
tidak berarti bukan kalimat topik).
3) Lakukan latihan ini dengan beragam wacana.
2. Kasus 2
Contoh kasus:
Setiap kali pelajaran membaca, Bu Ani meminta siswanya (kelas 4 SD)
untuk membaca dalam hati bacaan yang terdapat dalam buku paket. Untuk
memanfaatkan waktu, selama membaca dalam hati, Bu Ani mengerjakan
tugas lain. Setelah kira-kira 15 menit, kemudian dia mengajukan beberapa
pertanyaan yang berhubungan dengan isi bacaan. Hanya satu-dua siswa
saja yang dapat menjawab pertanyaan dengan benar, sedangkan yang
lainnya hanya terdiam membisu. Kemudian, Bu Ani mencoba meminta
salah rang siswa untuk membacakan kalimat pertama bacaan itu dengan
suara nyaring. Pembaca kalimat itu terdengar seperti berikut: Kelas/kami
baru/diperbaiki. Pintunya yang biasanya/berlobang-lobang
dan/kuncinya/macet diganti/dengan yang baru. Identifikasi kasus:
a. Sebagian besar siswa kelas 4 itu belum bisa membaca.
b. Aspek pembelajaran bahasa yang harus mendapat perhatian adalah
keterampilan membaca cepat dan membaca pemahaman.
c. Upaya tindak lanjut berupa pelatihan membaca cepat dan membaca
pemahaman.

26
Alternatif model rancangan remidiasinya.
a. Latihan membaca kelompok kata:
1) Guru menyediakan penggalan wacana
2) Siswa diminta untuk membuat tanda-tanda sekatan pada bacaan itu
yang kelompok-kelompok bermakna.
3) Misalnya: Kelas kami/baru diperbaiki./Pintunya/yang biasanya
berlobang- lobang/ dan kuncinya macet/ diganti/dengan yang
baru./
4) Bertanya jawab dan berdiskusi tentang makna/maksud kelompok
kata. Misalnya: Kelas kamil/baru diperbaiki; berbeda dengan
kelas kami yang baru/ diperbaiki./
5) Lakukan setiap kali sebelum kegiatan membaca dalam hati
dimulai.
b. Latihan membaca pemahaman.
Ada beberapa macam model latihan membaca pemahaman, misalnya:
1. latihan menyusun kalimat acak menjadi paragraf;
2. latihan menjawab pertanyaan bacaan;
3. latihan identifikasi kata kunci;
4. latihan identifíkasi kalimat topik;
5. latihan membuat ikhtisar/menceritakan kembali;
6. latihan menentukan tema dan judul bacaan;
7. latihan parafrase; dan lain-lain (lihat remidasi menyimak dan
berbicara).

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

27
Evaluasi adalah proses penilaian yang sistematis mencakup pemberin
nilai, atribut, apresiasi, dan pengenalan permasalahan serta pemberian solusi-
solusi atas permasalahan yang ditemukan.Evaluasi pendidikan dilaksanakan
dalam dua tahap, yakni (1) tahap pengumpulan dan pengolahan data, (2) tahap
penilaian. Tahap pertama merupakan tahap pengukuran yang
akanmenghasilkan skor-skor mentah; sedangkan tahap kedua merupakan tahap
penilaian yang akan menghasilkan nilai jadi. Di SD dikenal tiga macam
jenis/bentuk pelaksanaan evaluasi, yakni ulangan harian (tes formatif),
pemberian tugas, dan ulangan umum (tes sumatif). Teknik evaluasi dapat
dilakukan dengan teknik tes dan teknik nontes. Komponen tes pengajaran
bahasa meliputi aspek kebahasaan, aspek keterampilan berbahasa, dan aspek
kesastraan. Jenis tesnya itu sendiri dapat berupa tes deskrit, tes integratif, dan
tes pragmatik. Salah satu upaya tindak lanjut dari proses evaluasi adalah
merancang dan melaksanakan program dan pengayaan dan remidiasi bagi
siswa yang memerlukannya. Informasi mengenai hal ini dapat diketahui guru
melalui umpan balik hasil anabus dan hasil prestasi belajar siswa.

3.2 Saran
Dalam melakukan evaluasi pembelajaran, sebaiknya diperhatikan syarat-
syarat dalam penyusunan evaluasi pembelajaran tersebut serta memilih teknik
evaluasi pembelajaran yang sesuai agar hasil yang diinginkan sesuai.Makalah
ini merupakan resume dari berbagai sumber, untuk lebih mendalami isi
makalah dapat dibaca dalam website rujukan yang tercantum dalam daftar
pustaka. Selanjutnya, penulis menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-
besarnya pada pembaca apabila terdapat kesalahan dalam penulisan ataupun
kekeliruan dalam penyusunan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini
bisa menambah wawasan dan pengetahuan kita terutama mengenai evaluasi
pembelajaran bahasa Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

28
Yeti Mulyati, dkk. 2005. MATERI pokok pendidikan bahasa dan sastra Indonesia
di kelas tinggi. Jakarta: Universitas Terbuka.
Cahyadi, Dwi.2013.Jenis Tes Bahasa dan Pendekatan Bahasa(Online).
(http://dwicahyadiwibowo.blogspot.com/2013/02/jenis-tes-bahasa-dan-
pendekatan-bahasa.html, diakses pada tanggal 15 Mei 2019)

29

Anda mungkin juga menyukai