Anda di halaman 1dari 4

Project Based Teaching

Pembelajaran yang berorientasi tujuan, perlu mendapat dukungan pembalajaran.


Pembelajaran secara proses dibutuhan suatu rancangan pembelajaran yang mampu
mengakomodasi siswa dalam menerapkan materi tersebut. Materi dalam pembelajaran
berbantuan Secara umum merupakan learning object yang terbuka (Praherdhiono & Pramono
Adi, 2017). Perencaan dan Pemutakhiran materi adalah materi yang cocok dipelajari dengan cara
menggunakan model pengajaran berbasis proyek (Project-based teaching) (Larmer,
Mergendoller, & Suzie, 2015).

Berikut penjelasan langkah-langkah model Project based Teaching Menurut, Lee &
Owens (2004):
1) Need Assessment: merupakan proses sistematis dalam menentukan tujuan akhir hasil
pengembangan pembelajaran, megidentifikasi perbedaan kondisi sebenarnya dengan kondisi
diharapkan untuk menentukan prioritas tindakan. Hasil dari penilaian kebutuhan adalah
pembelajaran pada materi perencanaan dan pemutakiran objek masih menggunakan metode
klasikal dengan ceramah sehingga mengakibatkan siswa kurang termotivasi secara intrinsic,
belum tersedianya sarana pembelajaran yang mampu memberikan pengalaman nyata dan
motivasi secara intrinsik pada siswanya.

2) Front-end Analysis: tahap ini merupakan tahap analisis secara keseluruhan, tujuan dari
analisis ini adalah mendapatkan data sebanyak yang dibutuhkan mulai data peserta didik, data
kondisi dilapangan, data masalah yang ada, data analisis dari tugas, analisis dari tujuan
pembelajaran, dan analisis media yang digunakan. Hasil dari analisis keseluruhan adalah siswa
atau peserta didik cenderung menyukai belajar secara mandiri, pada pembelajaran perencaan dan
pemutakiran objek seharusnya menggunakan model proyek , berdasarkan karakteristik dari
materi perencanaan dan pemutakiran.

3) Design: pada tahap design (perancangan) peneliti merancang penjadwalan dalam pengerjaaan
rancangan pembelajaran, memilih tim proyek, menentukan spesifikasi media, merancang
strutktur isi pembelajaran, dan merancang control kualitas. Penjadwalan untuk proses
perancangan sampai proses evaluasi dan ujicoba dilaksanakan selama 3 bulan.
4) Development: pada tahap pengembangan perancang mengembangkan produk mulai dari
menentukan jenis produk yang akan dikembangkan, mengumpulkan komponen, menentukan
ulasan, melatih presentasi dan menentukan sesi. Produk pengembangan dikemas dalam LMS
School, sehingga sebagian proses pembelajaran dilaksanakan dengan cara online.

5) Implementation: pada tahap ini peneliti dan anggota tim melaksanakan serangkaian uji coba
yang telah dijadwalkan untuk memperoleh data hasil uji coba produk yang telah dikembangkan.
Pada pelaksanaan produk pembelajaran yang telah dikembangkan juga dilengkapi dengan buku
petunjuk pelaksanaan sebagai pegangan untuk guru dalam merancang pembelajaran berbantuan
media.

6) Evaluation: tahap ini adalah tahap terakir dari model penelitian dan pengembangan yang
dilakukan berdasarkan model penelitian dan pengembangan (Lee & Owens, 2004), pada tahap ini
peneliti hanya menguji sampai pada tahap evaluasi formatif dikarenakan produk yang diuji hanya
sebatas sub bab materi pada mata pelajaran.
Sementara pengajaran berbasis proyek tidak memiliki definisi tunggal yang tepat, para
pendukungnya umumnya setuju pada karakteristik dasar tertentu dari pendekatan tersebut
(Edutopia, 2014; Larmer & Mergendoller, 2015; Thomas, 2000). Ini termasuk memberi siswa
kesempatan untuk mempelajari masalah yang menantang, terlibat dalam penyelidikan
berkelanjutan, menemukan jawaban atas pertanyaan otentik, membantu memilih proyek,
merenungkan proses, mengkritik dan merevisi pekerjaan, dan menciptakan produk publik.
Meskipun para guru dalam penelitian kami mengoperasionalkan elemen-elemen ini dengan cara
yang agak berbeda, semuanya menggabungkan sebagian besar komponen ini dalam praktik
berbasis proyek mereka.
Banyak literatur tentang pengajaran dan pembelajaran berbasis proyek berfokus pada
kurikulum, tetapi kami telah berusaha membangun kerangka kerja yang berfokus pada praktik
guru. Upaya ini mengacu pada pekerjaan sejumlah pendidik guru, termasuk kami sendiri, yang
telah mencoba untuk memastikan guru memiliki kesempatan untuk mengembangkan praktik
yang terkait dengan instruksi ambisius sehingga semua siswa, terutama siswa yang secara
historis kurang terlayani oleh sekolah, menerima kesempatan belajar yang kaya (mis. , Bola &
Forzani, 2009; Grossman, Hammerness, & McDonald, 2009). Sebagai
Jean Anyon (1980) menunjukkan sejak lama, siswa di jalur atas atau dalam pengaturan yang
lebih elit jauh lebih mungkin untuk memiliki kesempatan seperti itu. Membantu guru
mengembangkan praktik yang terkait dengan pengajaran berbasis proyek dapat membantu kita
menginterupsi aturan hafalan, instruksi persiapan ujian yang merembes terlalu banyak sekolah
yang terkena dampak kemiskinan.
Pengajaran berbasis proyek mungkin cocok untuk semua siswa, tetapi tidak ada praktik
instruksional tunggal yang sesuai sepanjang waktu. Itu sebabnya kerangka kerja inti kami diatur
di sekitar tujuan instruksional. Ketika seorang guru memutuskan untuk melakukan praktik pada
saat tertentu dengan kelompok siswa tertentu, keputusan instruksional itu harus sesuai dengan
konteks dan tujuan pelajaran dan tujuan pembelajaran yang lebih besar.
Refrensi

Utami, Rini. "Model pembelajaran berbasis masalah dengan langkah penyelesaian berdasarkan
polya dan krulik-rudnick ditinjau dari kreativitas siswa." Delta: Jurnal Ilmiah Pendidikan
Matematika 1.1 (2017): 82-98.

Grossman, P., Hammerness, K., & McDonald, M. (2009). Redefining teaching, re-imagining
teacher education. Teachers and Teaching: Theory and Practice, 15 (2), 273-89.

Anda mungkin juga menyukai