83%(6)83% menganggap dokumen ini bermanfaat (6 suara)
1K tayangan13 halaman
Lembar kerja ini membahas model-model dan metode pembelajaran dalam Kurikulum 2013, termasuk model Discovery Learning, Project Based Learning, dan langkah-langkah pelaksanaannya. Tujuan utama model-model ini adalah meningkatkan aktifitas dan kreativitas siswa dalam pembelajaran."
Lembar kerja ini membahas model-model dan metode pembelajaran dalam Kurikulum 2013, termasuk model Discovery Learning, Project Based Learning, dan langkah-langkah pelaksanaannya. Tujuan utama model-model ini adalah meningkatkan aktifitas dan kreativitas siswa dalam pembelajaran."
Lembar kerja ini membahas model-model dan metode pembelajaran dalam Kurikulum 2013, termasuk model Discovery Learning, Project Based Learning, dan langkah-langkah pelaksanaannya. Tujuan utama model-model ini adalah meningkatkan aktifitas dan kreativitas siswa dalam pembelajaran."
A. Judul Modul : Model-Model dan Metode Pembelajaran Dalam
Kurikulum 2013
B. Kegiatan Belajar : Kegiatan Belajar 3
C. Refleksi
NO BUTIR REFLEKSI RESPON/JAWABAN
KEGIATAN BELAJAR 3: MODEL-MODEL DAN METODE PEMBELAJARAN DALAM KURIKULUM 2013
A. Model-Model Pembelajaran Kurikulum 2013
1. Pengertian Model Pembelajaran Menurut Joice & Wells, model pembelajaran adalah keangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam implementasi pembelajaran yang disusun secara sistematis untuk mencapat tujuan belajar Sedangkan menurut Arends dalam Trianto, model pembelajaran adalah suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas.
Peta Konsep Model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yaitu:
1 (Beberapa istilah a. Rasional teoretis logis yang disusun oleh para pencipta atau dan definisi) di pengembangnya. Model pembelajaran mempunyai teori modul bidang studi berfikir yang masuk akal. b. b. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai). Model pembelajaran mempunyai tujuan yang jelas tentang apa yang akan dicapai, termasuk di dalamnya apa dan bagaimana siswa belajar dengan baik serta cara memecahkan suatu masalah pembelajaran. c. c. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil. d. d. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai. Model pembelajaran mempunyai lingkungan belajar yang kondusif serta nyaman, sehingga suasana belajar dapat menjadi salah satu aspek penunjang apa yang selama ini menjadi tujuan pembelajaran. (Trianto, 2010). 2. Jenis-jenis Model Pembelajaran Berdasarkan Permendikbud Nomor 65 Tahun tentang Standar Proses, model pembelajaran yang diutamakan dalam implementasi Kurikulum 2013 adalah model pembelajaran Inkuiri (Inquiry Based Learning), model pembelajaran Discovery (Discovery Learning), model pembelajaran berbasis projek (Project Based Learning), Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning) dan model pembelajaran berbasis permasalahan (Problem Based Learning).
1. Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)
Model pembelajaran Discovery Learning mengarahkan siswa untuk memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005: 43). Dengan penggunaan model pembelajaran discovery learning siswa didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorganisasi atau membentuk (konstruksi) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir. Tujuan dari model pembelajaran Discovery Learning adalah: a) meningkatkan kesempatan peserta didik untuk teribat aktif dalam pembelajaran; b) membantu peserta didik belajar menemukan pola dalam situasi konkritmeupun abstrak c) membantu peserta didik belajar merumuskan strategi tanya jawab dan memperoleh informasi yang bermanfaat dalam menemukan d) membantu peserta didik membentuk cara kerja bersama yang efektif, saling membagi nformasi serta mendengarkan dan menggunakan ide-ide orang lain e) meningkatkan keterampilan konsep dan prinsip peserta didik yang lebih bermakna. Penggunaan Discovery Learning ingin merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented. Merubah modus Ekspository siswa hanya menerima informasi secara keseluruhan dari guru ke modus Discovery siswa menemukan informasi sendiri. Langkah-langkah Pembelajaran Dscovery Learning a. Menciptakan stimulus/ rangsangan (Stimulation) Kegiatan penciptaan stimulus dilakukan pada saat siswa melakukan aktivitas mengamati fakta atau fenomena dengan cara melihat, mendengar, membaca, atau menyimak. Fakta yang disediakan dimulai dari yang sederhana hingga fakta atau femomena yang menimbulkan kontroversi. b. Menyiapkan pernyataan masalah (Problem Statement) Setelah dilakukan stimulasi, langkah selanjutnya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agendaagenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atau opini atas pertanyaan masalah) (Syah, 2004: 244) c. Mengumpulkan data (Data Collecting) Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan dalam rangka membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244 d. Mengolah data (Data Processing) Menurut Syah (2004: 244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. e. Memverifikasi data (Verrification) Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan sebelumnya dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004: 244) f. Menarik kesimpulan (Generalization) Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004: 244) 2. Pendidikan Berbasis Proyek (Project Based Learning) Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning atau PjBL)) adalah model pembelajaran yang menggunakan proyek/ kegiatan sebagai inti pembelajaran. Pembelajaran Berbasis Proyek dirancang untuk digunakan pada permasalahan komplek yang diperlukan peserta didik dalam melakukan insvestigasi dan memahaminya Langkah Pembelajaran 1. Menyiapkan pertanyaan atau penugasan proyek Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang memberikan tugas kepada siswa dalam melakukan suatu aktivitas. Mengambil topik yang sesuai dengan dunia nyata yang dimulai dengan sebuah investigasi mendalam. 2. Mendesain perencanaan proyek Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara guru dengan siswa sehingga siswa merasa “memiliki” proyek tersebut. Perencanaan berisi aturan main, pemilihan aktivitas pendukung untuk menjawab pertanyaan esensial dengan cara mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin 3. Menyusun jadwal Guru dan siswa secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain: (1) membuat timeline untuk menyelesaikan proyek, (2) membuat deadline penyelesaian proyek, (3) membawa siswa agar merencanakan cara yang baru, (4) membimbing siswa ketika mereka membuat cara yang tidak berhubungan dengan proyek, dan (5) meminta siswa untuk membuat penjelasan (alasan) tentang pemilihan suatu cara 4. Memonitor kegiatan dan perkembangan proyek Guru bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas siswa selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara memfasilitasi siswa pada setiap proses 5. Menguji hasil Penilaian dilakukan untuk membantu guru dalam mengukur ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing-masing siswa, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai siswa, membantu guru dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya. 6. Mengevaluasi kegiatan/ pengalaman Pada akhir proses pembelajaran, guru dan siswa melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun kelompok. Manfaat model pembelajaran project based learning 1) Meningkatkan motivasi belajar, mendorong kemampuan siswa melakukan pekerjaan penting, artinya mereka perlu dihargai. 2) Mengembangkam kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dan berpikir kritis. 3) Mengembangkan keterampilan komunikasi, kolaborasi, dan pengelolaan sumberdaya. 4) Memberikan pengalaman kepada siswa dalam pembelajaran, praktik, dalam mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas. 5) Melibatkan siswa untuk belajar mengambil informasi dan menunjukkan pengetahuan yang dimiliki, kemudian diimplementasikan dengan dunia nyata. 6) Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga siswa maupun guru menikmati proses pembelajaran 3. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) merupakan sebuah model pembelajaran yang menyajikan berbagai permasalahan nyata dalam kehidupan sehari-hari peserta didik (bersifat kontekstual) sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Problem Based Learning (PBL) menantang peserta didik untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Langkah-langkah Pembelajaran a. Mengorientasi peserta didik pada masalah Pembelajaran dimulai dengan menjelaskan tujuan pembelajaran dan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan. Tahapan ini sangat penting dimana guru harus menjelaskan dengan rinci apa yang dilakukan oleh siswa maupun guru, serta dijelaskan bagaimana guru akan mengevaluasi proses pembelajaran. Ada empat hal yang perlu dilakukan dalam proses ini, yaitu: (1) Tujuan utama pengajaran tidak untuk mempelajari sejumlah besar informasi baru, tetapi lebih kepada belajar bagaimana menyelidiki masalah-masalah penting dan bagaimana menjadi siswa yang mandiri. (2) Permasalahan dan pertanyaan yang diselidiki tidak mempunyai jawaban mutlak “benar“, sebuah masalah yang rumit atau kompleks mempunyai banyak penyelesaian dan seringkali bertentangan. (3) Selama tahap penyelidikan (dalam pengajaran ini), siswa didorong untuk mengajukan pertanyaan dan mencari informasi. Guru akan bertindak sebagai pembimbing yang siap membantu, sedangkan siswa harus berusaha untuk bekerja mandiri atau dengan temannya. (4) Selama tahap analisis dan penjelasan, siswa didorong untuk menyatakan ide-idenya secara terbuka. Semua peserta didik diberi peluang untuk menyumbang kepada penyelidikan dan menyampaikan ide-ide mereka. b. Mengorganisasikan kegiatan pembelajara Di samping mengembangkan keterampilan memecahkan masalah, pembelajaran PBL juga mendorong peserta didik belajar berkolaborasi. Pemecahan suatu masalah sangat membutuhkan kerjasama dan sharing antar anggota. Oleh sebab itu guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok siswa, masing-masing kelompok akan memilih dan memecahkan masalah yang berbeda. Setelah siswa diorientasikan pada suatu masalah dan telah membentuk kelompok belajar, selanjutnya guru menetapkan subtopik-subtopik yang spesifik, tugas-tugas penyelidikan, dan jadwal. c. Membimbing penyelidikan mandiri dan kelompok Penyelidikan adalah inti dari PBL. Meskipun setiap situasi permasalahan memerlukan teknik penyelidikan yang berbeda, namun pada umumnya melibatkan karakter yang identik, yakni pengumpulan data dan eksperimen, berhipotesis dan penjelasan, dan memberikan pemecahan. Pengumpulan data dan eksperimentasi merupakan aspek yang sangat penting. Pada tahap ini, guru harus mendorong siswa untuk mengumpulkan data dan melaksanakan eksperimen (mental maupun aktual) sampai mereka betul-betul memahami dimensi situasi permasalahan. Tujuannya adalah agar siswa mengumpulkan cukup informasi untuk menciptakan dan membangun ide mereka sendiri. d. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Tahap penyelidikan diikuti dengan menciptakan artefak (hasil karya) dan pameran. Artefak lebih dari sekedar laporan tertulis, namun bisa berupa suatu video tape (menunjukkan situasi masalah dan pemecahan yang diusulkan), model (perwujudan secara fisik dari situasi masalah dan pemecahannya), program komputer, dan sajian multimedia e. Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah Fase ini merupakan tahap akhir dalam PBL. Fase ini dimaksudkan untuk membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses mereka sendiri dan keterampilan penyelidikan dan intelektual yang mereka gunakan. Selama fase ini guru meminta siswa untuk merekonstruksi pemikiran dan aktivitas yang telah dilakukan selama proses kegiatan belajarnya 4. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning) Pembelajaran Kontekstual atau Contextual Teaching Learning (CTL) adalah sebuah sistem belajar yang didasarkan pada filosofi konstruktivistik. Dalam pendekatan kontekstual, ada delapan (8) komponen yang harus ditempuh, yaitu: a. Membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna b. Melakukan pekerjaan yang berarti c. Melakukan pembelajaran yang diatur sendiri d. Bekerja sama; e. berpikir kritis dan kreatif e. membantu individu untuk tumbuh dan berkembang f. Mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan penilaian otentik Pendekatan kontekstual dapat diterapkan dalam mata pelajaran apa saja, tidak terkecuali pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti. Menurut konsep CTL, belajar akan lebih bermakna jika anak didik ‘mengalami’ apa yang dipelajarinya, bukan sekedar ‘mengetahui’ apa yang dipelajarinya. Pembelajaran yang berorientasi pada target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi ‘mengingat’ jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak didik memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang (Hernowo, 2005: 61) CTL merupakan konsep belajar yang membantu para guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru kepada siswa. Proses pembelajaran lebih penting daripada hasil Dari konsep tersebut ada tiga (3) hal yang harus dipahami. 1) Pertama, CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi. 2) Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata 3) Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkan pengetahuannya dalam kehidupan
Terdapat lima (5) karakteristik penting dalam proses
pembelajaran yang menggunakan CTL: a. Dalam CTL pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activing knowledge) b. Pembelajaran yang kontekstual adalah pembelajaran dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge). c. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge) berarti pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal, melainkan untuk dipahami dan diyakini. d. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge). e. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan
5. Pembelajaran Inkuiri (Inquiry Learning)
Pembelajaran inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Pembelajaran inkuiri menekankan kepada proses mencari dan menemukan. Materi pelajaran tidak diberikan secara langsung. Peran siswa dalam pembelajaran ini adalah mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran, sedangkan guru berperan sebagai “fasilitator” dan “pembimbing” siswa untuk belajar. Pembelajaran inkuiri merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa. Pembelajaran ini sering juga dinamakan pembelajaran heuristic, yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu heuriskein yang berarti “saya menemukan”. Ciri-ciri Pembelajaran Inkuiri Pembelajaran inkuiri memiliki beberapa ciri: 1. Pertama, pembelajaran inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan 2. Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief) 3. Ketiga, tujuan dari pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Dengan demikian, dalam pembelajaran inkuiri siswa tidak hanya dituntut untuk menguasai materi pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Inkuiri Pembelajaran inkuiri mengacu pada prinsip-prinsip berikut ini: a. Berorientasi pada Pengembangan Intelektual. Tujuan utama dari pembelajaran inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir. Dengan demikian, pembelajaran ini selain berorientasi kepada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar. b. Prinsip Interaksi. Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antara siswa maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan interaksi antara siswa dengan lingkungan. c. Prinsip Bertanya. Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan pembelajaran ini adalah guru sebagai penanya. Sebab, kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berpikir. d. Prinsip Belajar untuk Berpikir. Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses berpikir (learning how to think), yakni proses mengembangkan potensi seluruh otak. e. Prinsip Keterbukaan. Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya.
Langkah-Langkah Pelaksanaan Pembelajaran Inkuiri
Proses pembelajaran inkuiri dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: a. Merumuskan masalah. Kemampuan yang dituntut adalah: (1) kesadaran terhadap masalah; (2) melihat pentingnya masalah dan (3) merumuskan masalah. b. Mengembangkan hipotesis. Kemampuan yang dituntut dalam mengembangkan hipotesis ini adalah: (1) menguji dan menggolongkan data yang dapat diperoleh; (2) melihat dan merumuskan hubungan yang ada secara logis; dan (3) merumuskan hipotesis. c. Menguji jawaban tentatif. Kemampuan yang dituntut adalah: (1) merakit peristiwa, terdiri dari: mengidentifikasi peristiwa yang dibutuhkan, mengumpulkan data, dan mengevaluasi data; (2) menyusun data, terdiri dari: mentranslasikan data, menginterpretasikan data dan mengklasifikasikan data; (3) analisis data, terdiri dari: melihat hubungan, mencatat persamaan dan perbedaan, dan mengidentifikasikan trend, sekuensi, dan keteraturan. d. Menarik kesimpulan. Kemampuan yang dituntut adalah: (1) mencari pola dan makna hubungan; dan (2) merumuskan kesimpulan. e. Menerapkan kesimpulan dan generalisasi. 6. Science, Technology, Engeneering, dan Mathematics (STEM) Pendekatan STEM merupakan salah satu inovasi pembelajaran yang berkembang di Era Revolusi Industri 4.0. STEM merupakan singkatan dari Science, Technology, Engineering dan Mathematics. Pembelajaran dengan pendekatan STEM diidentifikasikan sebagai pembelajaran yang menggabungkan empat disiplin ilmu yaitu Science, Teknologi, Engineering dan Mathematics dengan memfokuskan proses pembelajaran yang mengeksplorasi dua atau lebih bidang yang melibatkan siswa aktif dalam konteks pemecahan masalah dalam dunia nyata (Sanders, 2009); Roberts, 2012); Bybee, 2013). Penerapan STEM dalam pembelajaran harus menekankan beberapa aspek yaitu: a. Mengajukan pertanyaan dan mejelaskan masalah; b. Mengembangkan dan menggunakan model; c. Merancang dan melaksanaan penelitian, d. Menginterpretasi dan menganalisis data; e. Menggunakan pemikiran matematika dan komputasi, f. Membuat penjelasan dan merancang solusi; g. Berpartisipasi dalam kegiatan argumentasi yang didasarkan pada bukti yang ada; h. Mendapatkan informasi, memberikan evaluasi dan menyampaikan informasi (National Research Council, 2012). Dalam merancangan pembelajaran dengan pendekatan STEM, ada beberapa langkah yang haus dilakukan, yaitu: a. Melakukan analisis Kompetensi Dasar (KD). Analisis KD dimaksudkan untuk mengidentifikasi KD 3 dan KD 4 yang mengandung muatan STEM sehingga berpotensi untuk dibelajarkan menggunakan pendekatan STEM. Hal ini perlu dilakukan karena tidak semua KD mengandung muatan STEM. b. Mengidentifikasi topik yang sesuai dengan KD, yaitu topik yang mengandung muatan STEM sehingga dapat dibelajarkan melalui pendekatan STEM. c. Merumuskan indikator pencapaian kompetensi. d. Melakukan analisis materi STEM, kemudian mendeskripsikan materi STEM yang dikandung oleh KD 3 dan KD 4. Penerapan STEM dalam pembelajaran harus menekankan beberapa aspek yaitu: a. Mengajukan pertanyaan dan menjelaskan masalah b. Mengembangkan dan menggunakan model c. Merancang dan melaksanaan penelitian d. Menginterpretasi dan menganalisis data e. Menggunakan pemikiran matematika dan komputasi. Langkah Pemilihan Model Pembelajaran Pemilihan model pembelajaran (discovery learning, project based learning, atau problem based learning) sebagai pelaksanaan pendekatan saintifik pembelajaran memerlukan analisis yang cermat sesuai dengan karakteristik kompetensi dan kegiatan pembelajaran dalam silabus. Pemilihan model pembelajaran mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut. a. Karakteristik pengetahuan yang dikembangkan menurut kategori faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif. Pada pengetahuan faktual dan konsepetual dapat dipilih discovery learning, sedangkan pada pengetahuan prosedural dapat dipilih project based learning dan problem based learning b. Karakteristik keterampilan yang tertuang pada rumusan kompetensi dasar dari KI4. Pada keterampilan abstrak dapat dipilih discovery learning dan problem based learning, sedangkan pada keterampilan konkret dapat dipilih project based learning. c. c. Pemilihan ketiga model tersebut mempertimbangkan sikap yang dikembangkan, baik sikap religius (KI-1) maupun sikap sosial (KI- 2) B. Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK) TPACK adalah sebuah framework (kerangka kerja) dalam mendesain model pembelajaran baru bagi guru atau calon guru dengan menggabungkan tiga aspek utama yaitu teknologi, pedagogi dan konten/materi pengetahuan. Konten pengetahuan (Content knowledge) pada kerangka kerja TPACK, adalah elemen dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru sesuai disiplin keilmuannya. Untuk meningkatkan content knowledge, latar belakang pendidikan sangatlah penting, selain itu guru tidaklah cukup hanya mengandalkan text book semata, namun perlu didukung dengan men-update informasi terkini bidang keilmuan terkait yang dipublikasikan oleh lembaga-lembaga jurnal penelitian terpercaya. TPACK adalah theoretical framework yang merupakan pengembangan dari Pedagogical Content Knowledge (PCK). Pedagogical Content Knowledge (PCK) pertama kali digagas oleh Shulman pada tahun 1986. Menurut Shulman (1986), seorang guru harus menguasai Pedagogical Knowledge (PK) dan Content Knowledge (CK). Perpaduan PK dan CK tersebut berarti seorang guru tidak hanya harus menguasai konten/materi tetapi juga pedagogi dalam menciptakan pembelajaran. C. Metode Pembelajaran 1. Pengertian Metode Pembelajaran Metode mengajar dan pembelajaran, dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran adalah cara sistematis yang digunakan oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Metode mengajar sangat berperan dalam menciptakan suasana proses pembelajaran yang dapat membuat siswa tertarik, sehingga siswa termotivasi untuk belajar secara aktif 2. Jenis-jenis Metode Pembelajaran Muhammad Adnan dalam artikelnya mengatakan bahwa PAIKEM adalah metode pembelajaran singkatan dari kata Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Dari metode PAIKEM tersebut, kemudian muncul beberapa jenis metode yang mendukung konsep tersebut. Dalam beberapa literatur, metode pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013 dan sejalan dengan konsep PAIKEM terdiri dari: 1) Metode Examples non Examples, yaitu metode mengajar yang menginstruksikan pada para siswa menganalisis gambar secara berkelompok lalu mendiskusikan hasilnya. 2) Metode Picture and Picture, yaitu metode mengajar yang meminta siswa untuk mengurutkan gambar berseri yang disusun secara acak, dan sambil mengurutkan siswa diminta untuk memaparkan alasan pengurutannya 3) Metode Numbered Heads Together, yaitu metode yang terdiri dari tugas yang diberi nomor. Tujuan metode ini adalah agar dipelajari oleh siswa yang mendapatkan nomor tersebut dalam kelompok yang berbeda. Setelah itu masingmasing siswa pemegang nomor akan berbagi dengan anggota kelompok dan kelompok lainnya. 4) Metode Cooperative Script, yaitu metode Naskah Kooperatif yang mengajak peserta didik bekerja berpasangan dan bergantian untuk menjadi pembicara dan pendengar. 5) Metode Jigsaw, yaitu metode pembelajaran yang membagi siswa ke dalam beberapa tim, dan masing-masing anggota tim menjadi ahli untuk kemudian membahas sesuatu berdasarkan keahliannya 6) 6) Metode Mind Mapping, yaitu metode pembelajaran dimana guru memberikan permasalahan kepada siswa, kemudian siswa membuat peta konsepnya dan mencari solusi atas permasalahan tersebut
Berdasarkan pertimbangan itu, metode-metode yang bisa
digunakan dalam proses pembelajaran adalah metode ceramah, tanya jawab, diskusi, demonstrasi, resitasi, eksperimen, dan beberapa metode mengajar lainnya.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Pembelajaran
Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih metode pembelajaran, yaitu: 1) Tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran adalah faktor penentu utama dalam memilih metode pembelajaran, karena dari tujuan inilah bisa diketahui apakah tujuan pembelajaran bersifat kognitif, afektif, dan psikomotorik 2) Materi pembelajaran. Materi pembelajaran akan menentukan metode apa yang akan digunakan untuk menyampaikan pesan kepada siswa 3) Karakteristik siswa. Salah satu faktor siswa yang harus dipertimbangkan dalam memilih metode mengajar adalah usia, tingkat kecerdasan, minat, motivasi, 4) dan kondisi fisik siswa; 5) Karakteristik Guru. Karakteristik guru yang harus dipertimbangkan dalam memilih metode mengajar adalah kondisi fisik dan kompetensi yang dimiliki guru 6) Media pembelajaran. Faktor media yang harus dipertimbangkan oleh guru adalah ketersediaan media pembelajaran yang ada, karena pemilihan metode akan menentukan pula media apa yang dibutuhkan 7) Lingkungan. Faktor lingkungan yang harus dipertimbangkan oleh guru dalam memilih metode mengajar adalah lingkungan alam, cuaca, dan lingkungan sosial dimana proses pembelajaran dilakukan.
Daftar materi bidang studi yang 1. Pendekatan technological, pedagogical and content knowledge 2 sulit dipahami pada (TPACK) modul
Daftar materi yang 1. –
sering mengalami 2. – 3 miskonsepsi dalam 3. – pembelajaran