Anda di halaman 1dari 29

A.

Pengertian Keperawatan Jiwa


Keperawatan jiwa adalah area khusus dalam praktek keperawatan
yang menggunakan ilmu tingkah laku manusia sebagai dasar dan
menggunakan diri sendiri secara teraupetik dalam meningkatkan,
mempertahankan, memulihkan kesehatan mental klien dan kesehatan
mental masyarakat dimana klien berada (American Nurses Associations).

B. Pengertian Keperawatan Jiwa menurut para ahli

1.      Menurut American Nurses Associations (ANA)


Keperawatan jiwa adalah area khusus dalam praktek keperawatan yang
menggunakan ilmu tingkah laku manusia sebagai dasar dan
menggunakan diri sendiri secara teraupetik dalam meningkatkan,
mempertahankan, memulihkan kesehatan mental klien dan kesehatan
mental masyarakat dimana klien berada (American Nurses
Associations).
2.      Menurut WHO
Kesehatan Jiwa bukan hanya suatu keadaan tidak gangguan jiwa,
melainkan mengandung berbagai karakteristik yang adalah perawatan
langsung, komunikasi dan management, bersifat positif yang
menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yg
mencerminkan kedewasaan kepribadian yang bersangkutan.
3.      Menurut UU KES. JIWA NO 03 THN 1966
Kondisi yg memungkinkan perkembangan fisik, intelektual emosional
secara optimal dari seseorang dan perkebangan ini selaras dengan orang
lain.

C. Gangguan Fisik dan Gangguan Jiwa.

1
Kondisi fisik dan psikologis seseorang seringkali saling terkait. Pasien yang mederita
penyakit bisa dari sakit fisik memicu munculnya gangguan psikologis. Ini lebih
sering terlihat pada pasien yang sakitnya sudah tahunan. Sebaliknya pula, dari
gangguan psikologis bisa muncul sakit fisik. Misalnya pasien secara tidak sadar
melukai dirinya sendiri. Dalam mengkaji hubungan di antara keduanya, analisis
permasalahan meliputi pencarian/penggalian dan penjelasan hubungan antara
kepribadian dan penyakit fisik yang diikuti dengan pendekatan penelitian
kontemporer.

Sebenarnya apa perbedaan antara gangguan psikologis seperti cemas dan depresi
dengan gangguan fisik seperti penyakit infeksi dan kanker? Secara langsung,
gangguan psikologis dapat dijelaskan dengan mengetahui penyebab psikologis itu
sendiri seperti stres, pengalaman trauma, dan masalah kanak-kanak. Sementara itu,
gangguan fisik dapat diakibatkan oleh penyebab fisik misalnya cacat tubuh, cacat
bawaan dan luka di tubuh yang mengganggu pergerakkan. Setelah mengetahui itu,
kita dapat menggunakan sarana terapi yang tepat bagi masing – masing pasien. Pasien
dengan gangguan psikologis seharusnya diarahkan ke sarana penyembuhan psikologi
supaya dapat disembuhkan disembuhkan dengan menggunakan terapi seperti
psikoterapi dan terapi perilaku, sedangkan gangguan fisik diarahkan ke klinik atau
rumah sakit agar disembuhkan secara medis.

Gangguan psikologis berkisar dari penyakit mental yang serius sampai kasus yang
depresi yang relatif ringan yang biasanya disebabkan ketidakseimbang biokimia,
sering dianggap sebagai gangguan keturunan. Hal ini terutama didukung oleh
penelitian DNA. Di sisi lain, jenis kepribadian tertentu ada yang mudah terkena
penyakit jantung dan stres, yang merupakan faktor utama dalam penyebab banyak
penyakit fisik. Pengobatan holistik dan terapi sejenisnya untuk penyakit fisik
seringnya mempunyai komponen psikologi yang besar seperti program manajemen
stres, relaksasi, hingga pelatihan pernafasan.

2
1. Komunikasi Terapeutik Gangguan Fisik
a) Pengertian Gangguan Fisik
Gangguan fisik adalah suatu keadaan dimana seseorang
mempunyai kekurangan pada anggota tubuh atau terganggunya sistem
organ dalam tubuh, sensorik, dan motorik pada tubuh. Gangguan fisik yang
dari kekurangan anggota tubuh sering kali membuat pergerakan terganggu.
Gangguan dari sistem organ membuat pasien berasa tidak enak badan dan
harus mendapatkan pengobatan medis.

Gangguan fisik ini bisa dialami oleh semua orang baik orang dewasa
maupun anak kecil. Untuk orang dewasa gangguan fisik ini dimungkinkan
karena faktor eksternal seperti : kecelakaan yang menyebabkan rusaknya
anggota tubuh atau organ tubuh, sehingga menimbulkan keterbatasan
dalam beraktivitas. Sedangkan gangguan fisik yang dialami oleh anak kecil
dikarenakan oleh faktor bawaan seperti :

Kelainan pada sistem cerebral (sistem syarat pusat), gangguan fisik ini
disebabkan oleh luka pada otak yang mempengaruhi kemampuan
menggerakkan bagian-bagian tubuh manusia (gangguan motorik), disebut
juga cerebral palsy (CP). Menurut letak kelainan otak dan fungsi geraknya,
cerebral palsy dibedakan atas : spastic (kekakuan sebagian atau seluruh otot
karena kerusakan pada cortex cerebri), athetoid (gerakan kaki tangan di
luar kemauan karena kerusakan pada basal ganglia). Ataxia (hambatan
keseimbangan kerema kerusakan pada otak kecil/cerebellum), rigid
(kekuatan seluruh anggota gerak karena kerusakan pada basal ganglia),
tremor (gerakan kecil yang terus-menerus karena kerusakan pada basal
ganglia).

Kelainan pada sistem musculus skeletal (sistem otot dan rangka),


gangguan fisik ini dialami oelh anak-anak yang memiliki cacat fisik akibat

3
kelemahan atau penyakit pada otot atau tulang, disebut juga gangguan
orthopedic. Jenis kelainan yang berkaitan dengan sistem ototdan rangka
meliputi : polio (kelumpuhan tangan dan kaki karena virus polio), muscular
dystrophy (kelumpuhan yang bersifat progresif karena otot tidak dapat
berkembang), osteogenesis imperfect (tulang mudah patah karena
pertumbuhan kerangka tulang tidak normal), spina bifida (kelumpuhan
anggota tubuh bagian bawah karena sebagian ruas tulang belakang tidak
menutup), hambatan fisik motorik karena bawaan lahir (bentuk kaki tangan
seperti tongkat, tubuh kerdil, hydrocephalus atau micrcephalus, jari kurang
atau lebih dari lima, dilahirkan tanpa anggota tubuh tertentu, dan lain-lain)

Gangguan kesehatan yang mempengaruhi kemampuan fisik, antara


lain : asma (penyempitan pembuluh tenggorokan) dan hemophilia
(kelainan/kurangnya produksi factor pembekuan darah).

 Gangguan fisik dan kesehatan dapat terjadi sebelum lahir, dan


sesudah lahir. Pada masa sebelum lahir, dapat disebabkan oleh : infeksi
atau penyakit, kelainan kandungan bayi dalam kandungan terkena radiasi,
atau ibu mengalami trauma (kecelakaan). Pada saat lahir, kerusakan otak
bayi dapat disebabkan oleh : proses kelahiran yang terlalu lama, pemakaian
alat bantu kelahiran, dan pemakaian anastesi yang berlebihan. Pada masa
sesudah lahir, hal-hal yang dapat menyebabkan kecacatan antara lain :
kecelakaan.trauma pada kepala, amputasi, infeksi/penyakit yang
menyerang otak, dan malnutrisi.

  Anak-anak dengan gangguan fisik motorik biasanya mengalami


kekakuan, kelumpuhan, gerakan-gerakan yang tidak dapat dikendalikan,
gerakan ritmis, dan hambatan keseimbangan. Adanya berbagai hambatan
ini menyebabkan anak kesulitan melakukan aktifitas sehari-hari seperti
berpindah tempat, makan, minum, berpakaian, dan lain-lain. Kerusakan

4
sistem syaraf pusat di otak maupun sumsum tulang belakang juga dapat
menimbulkan gangguan fungsi fisiologis tubuh seperti :

 Gangguan reflex
 Gangguan perasaan kulit
 Gangguan fungsi sensoris
 Gangguan pengaturan sikap dan gerak motorik
 Gangguan fungsi metabolism dan sistem endokrin
(hormonal).
 Gangguan fungsi gastrointestinal
 Gangguan fungsi sirkulasi darah
 Gangguan fungsi pernafasan
 Gangguan pembentukan ekskresi urine.

Kecerdasan anak dengan gangguan fisik dan kesehatan bervariasi dari


tingkat paling rendah sampai yang paling tinggi. Separuh anak CP diduga
mengalami intelegansi yang rendah. Hal ini karena anak-anak CP memiliki
kelainan pada otak mereka dimana syaraf penghubung dan jaringan syaraf
otak mengalami kerusakan. Kondisi ini menyebabkan proses stimulus yang
berasal dari luar sulit untuk diterima dan dianalisis oleh syaraf sensoris.
Anak CP akan mengalami kesulitan untuk mengolah stimulus visual,
auditori, dan taktil yang diterimanya. Selanjutnya mereka akan mengalami
kesulitan dalam konsep bentuk, keseimbangan posisi tubuh, orientasi
ruang, warna, bunyi, rasa, dan peraba.

Kebanyakan anak CP mengalami hambatan bicara, karena otot-otot


bicara yang lumpuh atau kaku. Selain itu, kurangnya interaksi dengan
lingkungan sekitar dapat menyebabkan anak mengalami kemiskinan
bahasa. Anak yang mempunyai gagasan atau ide yang akan disampaikan

5
kepada orang lain secara lisan tidak terkomunikasikan, karena bicaranya
tidak jelas dan ucapannya susah dimengerti (supena, 2012).

Anak-anak dengan gangguan fisik dan kesehatan biasanya juga


mengalami kesulitan penyesuaian sosial. Mereka kesulitan
mempertahankan hubungan dengan teman-teman sebaya. Mereka juga
mungkin mempunyai konsep diri yang rendah, akibatnya untuk berinteraksi
dengan lingkungan menjadi terlambat. Anak merasa rendah diri, menolak
kenyataan.

b) Komunikasi pada Pasien Gangguan Fisik


i. Pasien dengan Gangguan Pendengaran
Pada pasien dengan gangguan pendengaran, media komunikasi
yang paling sering digunakan ialah media visual. Pasien menangkap
pesan bukan dari suara yang dikeluarkan orang lain, tetapi dengan
mempelajari gerak bibir lawan bicaranya. Kondisi visual menjadi
sangat penting bagi pasien ini sehingga dalam melakukan komunikasi,
diusahakan supaya sikap dan gerakan kita dapat ditangkap oleh indra
visual si pasien.
Teknik-teknik komunikasi yang dapat digunakan pada pasien
dengan gangguan pendengaran, antara lain:
 Orientasikan kehadiran kita dengan cara menyentuh
pasien atau memposisikan diri di hadapan yang terlihat
oleh pasien.
 Gunakan bahasa dan kalimat yang sederhana dan
bicaralah dengan perlahan untuk memudahkan pasien
membaca gerak bibir kita.

6
 Usahakan berbicara dengan posisi tepat di hadapan atau
di depan pasien dan pertahankan sikap tubuh dan mimik
wajah yang lazim.
 Jangan melakukan pembicaraan ketika kita  sedang
mengunyah sesuatu, misalnya permen karet.
 Bila mungkin gunakan bahasa pantomim dengan gerakan
yang sederhana dan wajar.
 Jika diperlukan gunakanlah bahasa jari atau jika kita
menguasai bahasa isyarat, dapat menggunakannya.
 Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan,
cobalah sampaikan pesan dalam bentuk tulisan, gambar
atau simbol yang mudah dimengerti.

ii. Pasien dengan Gangguan Penglihatan.

Gangguan penglihatan dapat terjadi baik karena kerusakan organ, maupun


bawaan dari lahir. Gangguan penglihatan karena kerusakan organ misalnya: kornea,
lensa mata, kekeruhan humor viterius, maupun kerusakan kornea, serta kerusakan
saraf penghantar impuls menuju otak. Kerusakan di tingkat persepsi antara lain
dialami pasien dengan kerusakan otak. Semua ini mengakibatkan penurunan visus
hingga dapat menyebabkan kebutaan, baik parsial maupun total. Akibat kerusakan
visual, kemampuan menangkap rangsang ketika berkomunikasi sangat bergantung
pada pendengaran dan sentuhan.

Oleh karena itu, komunikasi yang dilakukan harus mengoptimalkan fungsi


pendengaran dan sentuhan karena fungsi penglihatan sedapat mungkin harus
digantikan oleh informasi yang dapat ditransfer melalui indra yang lain.

7
Berikut adalah teknik-teknik yang diperhatikan selama berkomunikasi dengan
pasien yang mengalami gangguan penglihatan:

 Sedapat mungkin pengobat mengambil posisi yang dapat dilihat pasien bila
pasien mengalami kebutaan parsial atau total.
 Sampaikan secara verbal keberadaan / kehadiran kita ketika berada di dekat
pasien.
 Identifikasikan diri kita dengan menyebutkan nama .
 Berbicaralah dengan menggunakan nada suara normal bila kondisi pasien
tidak memungkinkan pasien menerima pesan verbal secara visual. Dalam
kondisi ini, nada suara kita memegang peranan besar dan bermakna bagi
pasien.
 Terangkan alasan kita menyentuh atau mengucapkan kata – kata sebelum
melakukan sentuhan apapun pada pasien.
 Informasikan kepada pasien ketika kita akan meninggalkan ruangan atau
meninggalkan pasien / memutus komunikasi.
 Orientasikan pasien dengan suara – suara yang terdengar disekitarnya.
 Orientasikan pasien pada lingkunganya bila pasien dipindah ke lingkungan /
ruangan yang baru.

 Syarat-Syarat Komunikasi

 Dalam melakukan komunikasi terapeutik dengan pasien dengan gangguan


sensori penglihatan, kita sebagai pengobat dituntut untuk menjadi
komunikator yang baik sehingga terjalin hubungan terapeutik yang efektif
antara pengobat  dan pasien, untuk itu syarat yang harus dimiliki oleh
pengobat dalam berkomunikasi dengan pasien dengan gangguan sensori
penglihatan adalah:
 Adanya kesiapan, artinya pesan atau informasi, cara penyampaian, dan
saluarannya harus dipersiapkan terlebih dahulu secara matang.

8
 Kesungguhan, artinya apapun wujud dari pesan atau informasi tersebut tetap
harus disampaikan secara sungguh-sungguh atau serius.
 Ketulusan, artinya sebelum individu memberikan informasi atau pesan kepada
individu lain, pemberi informasi harus merasa yakin bahwa apa yang
disampaikan itu merupakan sesuatu yang baik dan memang perlu serta
berguna untuk si pasien.
 Kepercayaan diri, artinya jika pengobat mempunyai kepercayaan diri maka
hal ini akan sangat berpengaruh pada cara penyampaiannya kepada pasien.
 Ketenangan, artinya sebaik apapun dan sejelek apapun yang akan
disampaikan, perawat harus bersifat tenang, tidak emosi maupun memancing
emosi pasien, karena dengan adanya ketenangan maka informasi yang
disampaikan akan lebih jelas, baik dan lancar.
 Keramahan, artinya bahwa keramahan ini merupakan kunci sukses dari
kegiatan komunikasi, karena dengan keramahan yang tulus tanpa dibuat-buat
akan menimbulkan perasaan tenang, senang dan aman bagi pasien.
 Kesederhanaan, artinya di dalam penyampaian informasi, sebaiknya dibuat
sederhana baik bahasa, pengungkapan dan penyampaiannya. Meskipun
informasi itu panjang dan rumit akan tetapi kalau diberikan secara sederhana,
berurutan dan jelas maka akan memberikan kejelasan informasi dengan baik.
iii. Pasien dengan gangguan Wicara.
Gangguan wicara dapat terjadi akibat kerusakan organ lingual,
kerusakan pita suara, ataupun gangguan persarafan. Berkomunikasi dengan
pasien dengan gangguan wicara memerlukan kesabaran supaya pesan dapat
dikirim dan ditangkap dengan benar pasien yang mengalami gangguan wicara
umumnya telah belajar berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat
atau menggunakan tulisan atau gambar.
Pada saat berkomunikasi dengan pasien gangguan wicara, hal – hal
berikut perlu di perhatikan:

9
 Pengobat benar – benar dapat memperhatikan mimik dan gerak bibir
pasien.
 Usahakan memperjelas hal yang disampaikan dengan mengulang
kembali kata-kata yang diucapkan pasien.
 Mengendalikan pembicaraan supaya tidak membahas terlalu banyak
topik, komunikasi dengan pasien tidak menyimpang.
 Mengendalikan pembicaraan sehingga pasien menjadi lebih rileks dan
komunikasi menjadi lebih pelan.
 Memperhatikan setiap detail komunikasi sehingga pesan dapat
diterima dengan baik.
 Gunakan bahasa isyarat, tulisan, gambar atau simbol bila diperlukan.
 Apabila memungkinkan, hadirkan orang yang terbiasa berkomunikasi
lisan dengan pasien untuk menjadi mediator komunikasi.

iv. Pasien dengan keadaan tidak sadar


Ketidaksadaran mengakibatkan fungsi sensorik dan motorik pasien
mengalami penurunan sehingga seringkali stimulus dari luar tidak dapat
diterima pasien dan pasien tidak dapat merespons kembali stimulus tersebut.
Keadaaan tidak sadar dapat terjadi akibat gangguan organik pada otak, trauma
otak yang berat, syok, pingsan, kondisi tidur dan narkose, ataupun gangguan
berat yang terkait dengan penyakit tertentu. Seringkali timbul pertanyaan
tentang perlu tidaknya pengobat berkomunikasi dengan pasien yang
mengalami gangguan kesadaran ini. Bagaimanapun, secara etika penghargaan
terhadap nilai nilai kemanusiaan mengharuskan penerapan komunikasi pada
pasien dengan gangguan kesadaran.
Pada saat berkomunikasi dengan pasien dengan gangguan kesadaran,
hal hal berikut perlu diperhatikan:
 Berhati – hati ketika melakukan pembicaraan verbal dekat pasien
karena ada keyakinan bahwa organ pendengaran merupakan organ

10
terakhir yang mengalami penurunan dan penerimaan rangsang pada
individu yang tidak sadar dan yang menjadi pertama kali berfungsi
pada waktu sadar. Maka perawat harus berhati – hati tidak mengatakan
sesuatu pada pasien yang tidak sadar atau pada dalam jarak
pendengaran pasien. Jaga selalu untuk tidak mengatakan hal – hal
yang tidak akan mereka katakan pada pasien yang sepenuhnya sadar.
 Ambil asumsi bahwa pasien  dapat mendengar pembicaraan kita.
Usahakan mengucapkan kata dengan menggunakan nada normal dan
memperhatikan materi ucapan yang kita sampaikan di dekat klien.
 Ucapkan kata – kata sebelum menyentuh pasien . Sentuhan diyakini
dapat menjadi salah satu bentuk komunikasi yang sangat efektif pada
pasien dengan penurunan kesadaran.
 Upayakan untuk mempertahankan lingkungan sekitar pasien setenang
mungkin untuk membantu pasien pada komunikasi yang dilakukan.

v. Pasien dengan gangguan perkembangan


Berbagai kondisi dapat mengakibatkan gangguan perkembangan
kognitif pada pasien, antara lain akibat penyakit : retardasi mental, syndrome
down, ataupun situasi sosial, misal, pendidikan yang rendah, kebudayaan
primitif, dan sebagainya. Dalam berkomunikasi dengan klien yang mengalami
gangguan kematangan kognitif, sebaiknya kita memperhatikan prinsip
komunikasi bahwa komunikasi dilakukan dengan pendekatan komunikasi
efektif, yaitu mengikuti kaidah sesuai kemampuan audience (capability of
audience) dengan demikian  komunikasi dapat berlangsung lebih efektif.
Cara – cara berkomunikasi dengan pasien yang mengalami gangguan
kematangan kognitif / perkembangan kognitif :
 Berbicaralah dengan menggunakan tema yang jelas dan terbatas.
 Hindari menggunakan istilah yang membingungkan pasien,
usahakan menggunakan kata pengganti yang lebih mudah

11
dimengerti dengan menggunakan contoh atau gambar dan simbol
yang mudah dimengerti oleh pasien.
 Berbicaralah dengan menggunakan nada yang relatif datar dan Nada
tinggi seringkali di terima oleh pasien sebagai sesuatu yang tidak
menyenangkan.
 Selalu lakukan pengulangan dan tanyakan kembali pesan yang
diutarakan untuk memastikan kembali maksud pesan sudah diterima
dengan baik oleh pasien.
 Berhati – hatilah dalam menggunakan teknik komunikasi non
verbal karena dapat menimbulkan interprestasi yang berbeda pada
pasien dan menimbulkam sesuatu yang tidak di inginkan.
2. Komunikasi Terapeutik Pada Pasien Gangguan Jiwa.
a) Pengertian Gangguan Jiwa.
Gangguan jiwa adalah gangguan pada otak yang ditandai oleh
terganggunya emosi, proses berpikir, perilaku, dan persepsi
(penangkapan panca indera). Gangguan jiwa ini menimbulkan stress
dan penderitaan bagi penderita dan keluarganya (Stuart & Sundeen,
1998). Gangguan jiwa dapat mengenai setiap orang, tanpa mengenal
umur, ras, agama, maupun status sosial dan ekonomi.
Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2000) adalah suatu
perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada
fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan pada individu dan atau
hambatan dalam melaksanakan peran sosial. Penyebab gangguan
jiwa itu bermacam-macam. Gangguan Jiwa ada yang bersumber dari
hubungan dengan orang lain yang tidak memuaskan, misalnya seperti
diperlakukan tidak adil, diperlakukan semena-mena, cinta tidak terbalas,
kehilangan seseorang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, dan lain-lain.
Selain itu ada juga gangguan jiwa yang disebabkan faktor organik,
kelainan saraf dan gangguan pada otak (Djamaludin, 2001). Jiwa atau

12
mental yang sehat tidak hanya berarti bebas dari gangguan. Seseorang
bisa dikatakan jiwanya sehat jika dia bisa dan mampu untuk menikmati
hidup, punya keseimbangan antara aktivitas kehidupannya, mampu
menangani masalah secara sehat, serta berperilaku normal dan wajar,
sesuai dengan tempat atau budaya dimana dia berada. Orang yang
jiwanya sehat juga mampu mengekpresikan emosinya secara baik dan
mampu beradaptasi dengan lingkungannya, sesuai dengan kebutuhan
yang diperlukan.
Penyakit kejiwaan, penyakit jiwa, atau gangguan jiwa adalah
gangguan yang mengenai satu atau lebih fungsi mental. Penyakit mental
adalah gangguan otak yang ditandai oleh tegangguanya emosi. Proses
berfikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan panca indra), penyakit
mental ini menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderita(dan
keluarga).
Gangguan jiwa adalah suatu ketidakberesan kesehatan dengan
manifestasi-manifestasi psikologis atau perilaku terkait dengan
penderitaan yang nyata dan kinerja yang buruk, dan disebabkan oleh
gangguan biologis, sosial, psikologis, genetik, fisis, atau kimiawi
Gangguan jiwa mewakili suatu keadaan tidak beres yang
berhakikatkan penyimpangan dari suatu konsep normatif. Setiap jenis
ketidakberesan kesehatan itu memiliki tanda-tanda dan gejala-gejala
yang khas.
Setiap gangguan jiwa dinamai dengan istilah yang tercantum
dalam PPDGJ-IV (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan
Jiwa di Indonesia edisi IV) atau DSM-IV-TR (Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders, 4th edition with text revision). Kendati
demikian, terdapat pula beberapa istilah yang dapat digunakan untuk
mendeskripsikan gangguan jiwa:

13
 Gangguan jiwa psikotik: ditandai hilangnya kemampuan menilai
realitas, ditandai waham (delusi) dan halusinasi, misalnya
schizophrenia.
 Gangguan jiwa neurotik: tanpa ditandai kehilangan kemampuan
menilai realitas, terutama dilandasi konflik intrapsikis atau
peristiwa kehidupan yang menyebabkan kecemasan (ansietas),
dengan gejala-gejala obsesi, fobia, dan kompulsif.
 Gangguan jiwa fungsional: tanpa kerusakan struktural atau kondisi
biologis yang diketahui dengan jelas sebagai penyebab kinerja
yang buruk.
 Gangguan jiwa organik: ketidakberesan kesehatan disebabkan
oleh suatu penyebab spesifik yang membuahkan perubahan
struktural di otak, biasanya terkait dengan kinerja kognitif,
delirium, atau demensia, misalnya pada penyakit Pick. Istilah ini
tidak digunakan dalam DSM-IV-TR karena ia merangkum
pengetian bahwa beberapa gangguan jiwa tidak mengandung
komponen biologis.
 Gangguan jiwa primer: tanpa penyebab yang diketahui disebut
pula idiopatik atau fungsional.
 Gangguan jiwa sekunder: diketahui sebagai sutu manifestasi
simtomatik dari suatu gangguan sistemik, medis atau serebral,
misalnya delirium yang disebabkan oleh penyakit infeksi otak.

Penyebab Gangguan Jiwa:

 Pertama, Faktor Organobiologi seperti faktor keturunan (genetik), adanya ke


tidak seimbangan zat – zat neurokimia di dalam otak.
Kedua, Faktor Psikologis seperti adanya mood yang labil, rasa cemas
berlebihan, gangguan persepsi yang ditangkap oleh panca indera kita
(halusinasi). Dan yang ketiga adalah Faktor Lingkungan (Sosial) baik itu di

14
lingkungan terdekat kita (keluarga) maupun yang ada di luar lingkungan
keluarga seperti lingkungan kerja, sekolah, dll. Biasanya gangguan tidak
terdapat penyebab tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dari
berbagai unsur itu yang saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi
bersamaan, lalu timbulah gangguan badan atau pun jiwa.
Faktor Organobiologi terdiri dari:
 Neurokimia, gangguan pada kromosom no 21 yang menyebabkan
munculnya gangguan perkembangan Sindrom Down.
 Neurofisiologi, gangguan pada sistem saraf tubuh
 Neuroanatomi, gangguan langsung pada otak yang menyebabkan
rusaknya bagian saraf dari otak.
 Tingkat kematangan dan perkembangan organik.
 Faktor-faktor prenatal dan perinatal.
 Faktor Psikologis terdiri dari:
 Interaksi ibu-anak, peranan ibu dalam tumbuh kembangnya seorang anak.
 Interaksi ayah-anak, peranan ayah dalam tumbuh kembang seorang anak.
 Sibling rivalry, kasih sayang yang dirasa oleh seorang anak terhadap
dirinya apakah melebihi atau kurang dari saudara kandungnya sendiri.
 Hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan, dan masyarakat.
 Kehilangan, lost of loved ones, berpisah dari seseorang yang dianggap
sangat penting dalam diri pasien tersebut.
 Konsep diri, pengertian identitas diri dan peran diri sang pasien yang
tidak menentu.
 Tingkat perkembangan emosi, atau kematangan emosi, pasien yang masih
belum mencapai tingkat kematangan tertentu.
 Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya, mekanisme
pertahanan diri yang tidak efektif terhadap serangan dari luar.
 Ketidakmatangan atau terjadinya fiksasi atau regresi pada tahap
perkembangannya.

15
 Traumatic event, kejadian yang membuat terjadinya luka trauma yang
mendalam kepada diri pasien.
 Distorsi Kognitif, perubahan cara pandang dan pemikiran yang tidak
lazim
 Pola Asuh Patogenik (sumber gangguan penyesuaian diri pada anak) :
 Melindungi anak secara berlebihan karena memanjakannya
 Melindungi anak secara berlebihan karena sikap “berkuasa” dan “harus
tunduk  saja”
 Penolakan (rejected child)
 Menentukan norma-norma etika dan moral yang terlalu tinggi.
 Disiplin yang terlalu keras.
 Disiplin yang tidak teratur atau yang bertentangan.
 Perselisihan antara ayah-ibu.
 Persaingan yang kurang sehat diantara para saudara.
 Nilai-nilai yang buruk (yang tidak bermoral).
 Perfeksionisme dan ambisi (cita-cita yang terlalu tinggi bagi si anak).

 Tanda – Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa:

 Alam perasaan (affect) tumpul dan mendatar. Gambaran alam perasaan ini
dapat terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi.
 Menarik diri atau mengasingkan diri (withdrawn). Tidak mau bergaul atau
kontak dengan orang lain, suka melamun (day dreaming).
 Delusi atau Waham yaitu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal)
meskipun telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinannya itu tidak
rasional, namun penderita tetap meyakini kebenarannya. Sering
berpikir/melamun yang tidak biasa (delusional).
 Halusinasi yaitu pengalaman panca indra tanpa ada rangsangan misalnya
penderita mendengar suara-suara atau bisikan-bisikan di telinganya padahal
tidak ada sumber dari suara/bisikan itu.

16
 Merasa depresi, sedih atau stress tingkat tinggi secara terus-menerus.
 Kesulitan untuk melakukan pekerjaan atau tugas sehari-hari walaupun
pekerjaan tersebut telah dijalani selama bertahun-tahun.
 Paranoid (cemas/takut) pada hal-hal biasa yang bagi orang normal tidak perlu
ditakuti atau dicemaskan.
 Suka menggunakan obat hanya demi kesenangan.
 Memiliki pemikiran untuk mengakhiri hidup atau bunuh diri.
 Terjadi perubahan diri yang cukup berarti.
 Memiliki emosi atau perasaan yang mudah berubah-ubah.
 Terjadi perubahan pola makan yang tidak seperti biasanya.
 Pola tidur terjadi perubahan tidak seperti biasa.
 Kekacauan alam pikir yaitu yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya,
misalnya bicaranya kacau sehingga tidak dapat diikuti jalan pikirannya.
 Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan
semangat dan gembira berlebihan.
 Kontak emosional amat miskin, sukar diajak bicara, pendiam.
 Sulit dalam berpikir abstrak.
 Tidak ada atau kehilangan kehendak (avalition), tidak ada inisiatif, tidak ada
upaya/usaha, tidak ada spontanitas, monoton, serta tidak ingin apa-apa dan
serba malas dan selalu terlihat sedih.
b) Komunikasi Terapeutik pada Pasien Gangguan Jiwa
Berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah
teknik khusus, ada beberapa hal yang membedakan berkomunikasi antara
orang gangguan jiwa dengan gangguan akibat penyakit fisik. Perbedaannya
adalah :
 Penderita gangguan jiwa cenderung mengalami gangguan konsep diri,
penderita gangguan penyakit fisik masih memiliki konsep diri yang wajar
(kecuali pasien dengan perubahan fisik, ex : pasien dengan penyakit kulit,
pasien amputasi, pasien pentakit terminal dll).

17
 Penderita gangguan jiwa cenderung asyik dengan dirinya sendiri sedangkan
penderita penyakit fisik membutuhkan support dari orang lain.
 Penderita gangguan jiwa cenderung sehat secara fisik, penderita penyakit fisik
bisa saja jiwanya sehat tetapi bisa juga jiwa ikut terganggu.

  Sebenarnya ada banyak perbedaan, tetapi intinya bukan pada mengungkap


perbedaan antara penyakit jiwa dan penyakit fisik tetapi pada metode komunikasinya.

Komunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah dasar


pengetahuan tentang ilmu komunikasi yang benar, ide yang mereka lontarkan
terkadang melompat, fokus terhadap topik bisa saja rendah, kemampuan menciptakan
dan mengolah kata – kata bisa saja kacau balau.

Ada beberapa trik ketika harus berkomunikasi dengan penderita gangguan


jiwa:

 Pada pasien halusinasi maka perbanyak aktivitas komunikasi, baik meminta


klien berkomunikasi dengan klien lain maupun dengan perawat, pasien
halusinasi terkadang menikmati dunianya dan harus sering harus dialihkan
dengan aktivitas fisik.
 Pada pasien harga diri rendah harus banyak diberikan reinforcement
 Pada pasien yang sering menarik diri harus sering dilibatkan dalam aktivitas
atau kegiatan yang bersama – sama ajari dan contohkan cara berkenalan dan
berbincang dengan pasien lain, beri penjelasan manfaat berhubungan dengan
orang lain dan akibatnya jika dia tidak mau berhubungan, dll.

Tujuan Komunikasi Terhadap Pasien Gangguan Jiwa adalah:

 Pengobat dapat memahami orang lain.


 Menggali perilaku pasien
 Memahami perlunya memberi pujian

18
 Memproleh informasi pasien

Sebagai contoh : Komunikasi pada  pasien gangguan jiwa dengan masalah


resiko bunuh diri.Menurut Maris, Berman, Silverman, dan Bongar (2OOO), bunuh
diri memiliki 4 pengertian, antara lain:

 Bunuh diri adalah membunuh diri sandiri secara internasional


 Bunuh diri dilakukan dengan intense
 Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
 Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung(aktif).atau tidak lansung (pasif),
misalnya tidak meminum obat yang menentukan kelangsungan hidup atau
secara sengaja berada di rel kereta api
 Tindakan keperawatan yang dapat diambil:
 Pasien dapat membina hubungan saling percaya dengan pengobat
 Perkenalan diri dengan pasien
 Tanggapi pernbicaraan pasien dengan sabar dan tidak menyangkal.
 Bicara dengan tegas jelas dan jujur
 Bersifat hangat dan bersahabat
 Temani pasien saat keinginan mencederai diri meningkat

Usahakan pasien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri seperti :

 Jauhkan pasien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau, silet
gunting tali kaca dan lain-lain).
 Tempatkan kllen di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
 Awasi pasien secara ketat Setiap saat
 Kita sebagai Pengobat dalam menghadapi pasien yang ingin bunuh diri ,kita
harus  dapat mengekspresikan perasaannya dengan cara :
 Dengarkan keluhan yang dirasakan
 Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan
keputusasaan

19
 Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagimana harapannya
 Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan, kematian,
dan lain-lain
 Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keingnan
untuk hidup’
 Pasien diusahakan agar dapat meningkatkan harga dirinya dengan cara :
 Bantu untuk memahami bahwa pasien dapat mengatasi kep
 Bantu mengdentifikasi Sumbet sumber harapan (misal hubungan atar sesama,
keyakinan, hala-hal untuk diselesaikan).
 Pasien  dapat menggunakan koping yang adaptif.
 Ajarkan untuk mengdentifikasi pengalaman-pengalaman yang menyenangkan
setiap trari (e.g. berjalan-ialan’ membaca buku favorit’ menulis surat dll’)’
 Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan ia sayang dan pentingnya 
terhadap kehidupan orang lain mengesampingkan tentang kegagalan dalam
kesehatan
 Beri dorongan untuk berbagai keprihatinan pada orang lain yang mempunyai
suatu masalah atau penyakit yang sama dan telah mempunyai pengalaman
positif dalam mengatasi masalah tersebut dengan koping yang efektif

Kesehatan jiwa sering berpijak pada beberapa komponen, beberapa komponen


tersebut adalah:

1. Support system : dukungan dari orang lain atau keluarga membantu


seseorang bertahan terhadap tekanan kehidupan, stresor yang
menyerang seseorang akan melumpuhkan ketahanan psikologisnya,
dengan dukungan dari sahabat, orang - orang terdekat, suami, istri,
orang tua maka seseorang menjadi lebih kuat dalam menghadapi
stressor.
2. Mekanisme Koping : bagaimana cara seseorang berespon terhadap
stressor menjadi satu ciri khas bagi setiap individu, jika responnya

20
adaptif maka hasilnya tentu perlaku positif, jika responnya negatif
hasilnya adalah perilaku negatif.
3. Harga Diri : jika dia merasa lebih baik dari orang lain maka akan
menjadi sombong, jika dia merasa orang lain lebih baik dari dia maka
dia akan mengalami Harga Diri Rendah.
4. Ideal Diri : Bagaimana cara seseorang melihat dirinya, bagaimana dia
seharusnya : " saya hanya akan menikah dengan seorang wanita anak
pengusaha" comment tersebut adalah ideal diri tinggi, " saya hanya
lulusan SD, menjadi buruh saja saya sudah maksimal" comment ini
adalah ideal diri rendah.
5. Gambaran Diri : apakah seseorang menerima dirinya beserta semua
kelebihan dan kekurangan, meski cantik dia menerima kecantikannya
tersebut satu paket dengan keburukan lain yang menyertai kecantikan
tersebut.
6. Tumbuh Kembang : Jika seseorang tidak pernah mengalami trauma
maka dewasa dia tidak akan mengalami memori masa lalu yang kelam
atau yang buruk.
7. Pola Asuh : kesalahan mengasuh orang tua memicu perubahan dalam
psikologis anak.
8. Genetika : Schizofrenia bisa secara genetis menurun ke anak, bahkan
pada saudara kembar peluang nya 50 %.
9. Lingkungan : Lingkungan yang buruk menjadi salah satu faktor
pendukung munculnya gangguan jiwa.
10. Penyalahgunaan Zat : penyalahgunaan zat memicu depresi susunan
saraf pusat, perubahan pada neurotransmitter sehingga terjadi
perubahan pada fungsi neurologis yang berfungsi mengatur emosi.
11. Perawatan Diri : jika seseorang tidak pernah mendapatkan perawatan,
ex : lansia maka dia akan mengalami suatu perasaan tidak berguna jika
perasaan ini berlangsung lama bisa memicu gangguan jiwa.

21
12. Kesehatan Fisik : gangguan pada sistem saraf mampu merubah fungsi
neurologis, dampak jangka panjangnya jika yang terkena adalah pusat
pengaturan emosi akan memicu gangguan jiwa.

Contoh Dialog Komunikasi Terapeutik

Prolog:
Disebuah ruang soka rsj Surakarta terdapat pasien gangguan jiwa bernama tuan T,
masuk ke rumah sakit jiwa karena dirumah suka melamun, menyendiri, terlihat sedih
apabila diajak bicara menjawab “ segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya”. Dan
pernah mencoba menyayat- nyayat tangannya sendiri hingga terluka.Keluarga
berusaha menyingkirkan benda- benda tajam seperti pisau, gunting disekitar pasien
dan selalu memantau pasien hingga membawanya kerumah sakit jiwa.

Percakapan

1. Fase Perkenalan
a). Salam terapeutik
P : “ Selamat pagi, Bapak!”
K : “ Ya mbak ” sambil menoleh menghindar ke klien

b). Perkenalan diri perawat dan klien

Perawat : “Perkenalkan, nama saya Nur Izza Afi . Bapak bisa panggil saya
Izzah.Kalau boleh tahu nama bapak siapa?”

K : “heksa “

P : “ Oh, dengan Bapak heksa. Bapak senang dipanggil apa?”

K : “terserah”

P : “Baiklah, saya panggil mas saja boleh ya?”

22
K : “hm”

c). Menyepakati pertemuan


P : “ Oke. Baiklah mas, bagaimana kalau kita ngobrol-ngobrol sedikit, ya sekitar …
menit, bagaimana?”
K : “hm”
P : “ Mas heksa ingin kita mengobrol dimana?”
K : “ di sini aja”

d). Melengkapi identitas


P : “ Baiklah mas heksa, kami adalah mahasiswa Poltekkes Keperawatan Surabaya
yang bertugas diruangan ini. Kami perawat yang akan membantu merawat mas. Hari
ini sampai 2 hari yang akan datang, saya dan teman ini berjaga di shif pagi mulai dari
jam 07.00 sampai jam 14.00 WIB nanti.”
K : “hm”

e). Menjelaskan peran perawat dan klien


P : “ Disini saya berperan merawat mas heksa untuk memberikan solusi agar masalah
yang dialami mas heksa bisa terselesaikan. Supaya beban masalah yang dialami mas
heksa bisa hilang. ”
K : “kamu siapa ? berani-berani nya kamu ikut campur masalah saya?”
P : “bukan seperti itu maksud kami , mas heksa. Kami hanya menyelesaikan tugas
kami dalam membantu meringankan beban pasien termasuk mas heksa ini”
K : “ Bukan urusan kamu”

f). Menjelaskan tanggung jawab perawat dan klien


P : “Apakah mas heksa tidak ingin ke luar dari tempat ini dan dapat melakukan
aktifitas seperti biasanya?”
K : “iya, pengen”

23
P : “ Oleh sebab itu, semua tindakan yang kami lakukan menjadi tanggung jawab
kami. Dan kami harapkan bapak juga bertanggung jawab untuk sembuh, supaya mas
heksa dapat melakukan aktifitas seperti biasanya minimal mas heksa bias mereedam
rasa emosinya”
K : “hm”

g). Harapan perawat dan klien


P : “ mas heksa, disini saya perlu tekankan bahwa apa yang menjadi harapan mas
heksa juga akan menjadi harapan kami. Karena itu, semua hal yang menjadi keluhan
mas heksa,bisa mas heksa sampaikan kepada kami.”
K : “hm”

h). Kerahasiaan
P : “ Mas tak perlu kuatir ataupun cemas. Kalau mas tidak keberatan, mas bisa
sharing dengan kami tentang segala permasalahan-permasalahan ataupun keluhan-
keluhan yang sedang bapak alami. Insya Allah, kita bersama-sama mencarikan jalan
keluarnya dan saya tidak akan memberitahukannya pada orang yang tidak berhak
untuk tahu akan hal itu.”
K : Beneran?
P : betul mas kami akan menjaga semua rahasia mas.

i). Tujuan Hubungan


P : “ Semua tindakan tentu perlu adanya kerja sama yang baik antara kita. Tujuannya
supaya tindakan yang kami lakukan dapat semaksimal mungkin dan memberikan
hasil terbaik untuk kami dan terutama mas heksa. Bagaimana, mas?”
K : “Ya”

24
j). Pengkajian keluhan utama
P : “ Kalau boleh tahu, ada keluhan apa mas saat ini atau apa yang mas heksa rasakan
saat ini?”
K : “saya ingin cepat mati saja mbak, saya capek hidup tidak ada gunanya”
P : “ memangnya yang membuat mas capek hidup dan ingin mati apa mas?”
K : “ya pokoknya saya ingin kerja lagi dan punya uang”
P : “lho, memangnya apa yang terjadi dengan pekerjaan mas heksa?
K : “hilang, ditelan bumi”
P : “apa mas heksa memberhentikan diri dari pekerjaan mas heksa?”
K : “dipecat”
P : “Berarti mas dulu bekerja?
K: Ya,saya di phk, dan saya tidak bisa membayar hutang dan memberi ibu dan adik
saya uang
P: Oh, ya saya mengerti. Begini mas.. Umur,Rejeki, dan jodoh itu Tuhan yang
mengatur. Apa mas percaya akan hal itu? .”
K: “hm”
P: Nah..bagus kalo mas heksa paham, berarti mas heksa tidak perlu untuk merasa
capek hidup, atau mas heksa meminum minuman beracun atau berusaha menyayat
nyata tangan mas heksa.. karna itu tidak menyelesaikan masalah mas heksa, kan nanti
badan mas heksa sendiri yang sakit. Iya tidak ?
K: mmmmmm…. Iya juga sih”
P: mas heksa sayang tidak sama keluarga dirumah ibuk dan adiknya?
K: Sayang lah..
P: nah..kalo mas heksa sayang,mas heksa tidak boleh untuk bunuh diri, mas heksa
harus semangat terus.. minta dan berserah diri pada tuhan, dan mas heksa harus yakin
dan berusaha untuk mendapatkan pekerjaan setelah keluar dari sini dan bisa
menyahur hutang ya mas?
K: iyaa mbaak, saya ingin menyahur hutang tapi tidak punya uang”

25
P: nah, makanya mas heksa harus sembuh dulu.. Kalau boleh tau mas heksa hobinya
apa?
K: Makan kerupuk,sepak bola, balap karung”
P: “oooh iya iya… naah boleh itu mas dijadikan sampingan, kalau mas heksa sudah
merasa lelah atau stresss mas heksa bisa main bola..atau mengobrol sama teman
teman.
K : “gitu?”
P : “iya, supaya fikiran mas heksa bisa rileks dan tenang”
K : “ya”

« Kontrak yang akan datang

P : “ Baiklah mas heksa, karena sudah … menit, kami pamit. Besok kita bisa
mengobrol lagi, kita sharing lagi, gimana?
K :“hm”
Waktu
P : “ mas mau sharingnya ini jam berapa?”
K :“terserah”
P : “baiklah mas heksa, besok kami akan ke sini lagi dan kami akan ke sini di jam
yang sama yaitu jam 09:30 WIB ya?”
P : “ya”
Tempat
P : “Baik. Bapak mau kita sharing dimana?”
K : “sini”
P : “baiklah , besok kita sharing nya di sini “
Validasi kontrak P : “ Baiklah kalau begitu, terima kasih atas waktunya mas
heksa.Kami permisi dulu. Kami akan kembali besok di jam yang sama yaitu jam
09:30 WIB dan di tempat ini ya
K :“hm”

26
2. Fase Orientasi
a). Salam terapeutik
P : “ Selamat pagi, mas heksa!”
K :“pagi”

b). Validasi data


P : “ Bagaimana perasaan mas heksa sejak kemarin setelah kita bertemu?”
K : .”fine”
P : “ apakah perasaan mas heksa lebih tenang?”
K : .”iya, lumayan lah”

c). Mengingatkan kontrak Topik


P : “ Bagaimana mas, apakah masih ingat dengan kegiatan yang kita rencanakan
kemarin?”
K :“ingat”
Waktu
P : “ Apakah mas heksa masih ingat pukul berapa kegiatan yang kita rencanakan
dimulai?”
K :“09:30 WIB”
Tempat
P : “ Dan dimana kita akan melakukannya mas, mas heksa masih ingat?”
K :“di sini”
P : “ Wah, tampaknya mas heksa bersemangat sekali.”
K :“ya dongssssss”

Fase Kerja
P: Alhamdulillah..Mas Heksa sudah sarapan?

27
K: Sudah..
P: Gimana rasanya enak ?
K: Enak..
P: Gimana dengan keluarga dirumah?
K: Baik, tadi sudah kesini
P: Terus tadi ngapain aja?
K: Ya ngobrol, terus main, jalan jalan ditaman belakang
P: Berarti sudah baikan dong?
K: iya sih sus..tapi saya masih kepikiran sama tanggung jawab saya pada keluarga,
nanti gimana masa depan keluarga saya, kalau saya tidak bekerja, saya makan apa
sus?
P: oh..begitu, Begini saja mas Heksa jangan pesimis dulu Allah itu sudah mengatur
rejeki kita, Sekarang tinggal mas heksa untuk berusaha dan berdoa kepada Tuhan.
Seingat saya kemarin mas heksa bilang kalau salah satu hobi mas heksa main
computer ya?
K: Iya kenapa emang?
P: Nah, Ya itu bisa dijadikan ladang pekerjaan mas heksa
K: Gimana caranya?
P: kan sekarang banyak bisnis online, coba mas heksa ikutan. Kaya jual baju,
peralatan bola atau mungkin mas heksa punya ide yang lain boleh dicoba.
K: mmmm iya ya,, kenapa gak terpikirkan dari dulu ya?
P: iya mas..apa ada yg masih dipendam ?Kalau masih ada kita bisa sharing
K: Gak Ada sus..ya itu tadi aja yg bikin saya mikir dan tidak tenang sehingga saya
ingin bunuh diri
P: Sebaiknya kalau punya jangan dipendam masalah, di sharing ke keluarga, sahabat,
atau teman mas. Nanti kalau bunuh diri kasian keluarganya, nanti keluarga mas malah
terlantar.
K: emm… iya sus, saya sekarang menyesal, atas perbuatan saya sebelumnya.

28
P: Nah gitu dong..sekarang mas heksa harus berpikiran bahwa tidak ada masalah
yang tidak dapat diselesaikan.

Fase Terminasi
Salam terapeutik
P : “ Baiklah mas, karena mas heksa sudah bisa sharing ke kami dan masalah mas
heksa sudah terselesaikan, kami permisi dulu, terima kasih atas kerja samanya, dan
kalau mas heksa perlu bantuan, mas heksa bisa panggil saya diruang perawat. Dan
saya doakan supaaya cepat pulang dan beraktifitas ” “ Selamat pagi, mas!”
K : Iya sus terimakasih juga atas masukan dan solusinya , pagi juga sus”

Daftar Pustaka

https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-keperawatan-jiwa/13816

https://www.academia.edu/19740158/Komunikasi_Terapeutik_Pada_Pasien_Gangguan_Ji
wa

http://komterpadakliengangguanjiwabisri.blogspot.co.id/

29

Anda mungkin juga menyukai