Anda di halaman 1dari 7

TUNADAKSA A.PENGERTIAN Tunadaksa sering disebut juga cacat tubuh, cacat fisik dan cacat ortopedi.

Tunadaksa berasal dari kata tuna yang berarti rugi atau kurang dan daksa yang berarti tubuh. Tunadaksa adalah anak yang tidak memiliki tubuh dengan sempurna. Sedangkan istilah cacat tubuh dan cacat fisik dimaksudkan untuk menyebut anak cacat pada anggota tubuhnya, bukan cacat inderanya. Selanjutnya cacat ortopedi terjemahan dari bahasa Inggris orthopedically handicapped. Ortopedic mempunyai arti hubungan dengan otot, tulang dan persendian. Dengan demikian cacat ortopedi kelainannya terletak pada sapek otot, tulang dan persendian atau dapat juga merupakan akibat adanya kelainan yang terletak pada pusat pengatur sistem otot, tulang dn persendian. Menurut Samuel A kirk(1986) yang dialihbahasakan oleh Moh. Amin dan Ina Yusuf kusumah (1991:3)mengemukakan bahwa seseorang dikatakan anak tunadaksa jika kondisi fisik atau kesehatan mengganggu kemampuan kemampuan anak untuk berperan aktif dalam kegiatan sehari hari, sekolah atau rumah. Sebagai contoh anak yang mempunyai lengan palsu tetapi ia dapat mengikuti kegiatan sekolah atau ada anak yang minum obat untuk mengendalikan gangguan kesehatannya maka anak anak jenis itu tidak termasuk gangguan penyandang gangguan fisik.Tetapi jika kondisi fisik tidak mampu memegang pena, atau anak sakit sakitan ( mengidap penyakit kronis)sering kambuh sehingga ia tidak dapat bersekolah secara rutin maka anak itu termasuk penyandang gangguan fisik(tunadaksa) Jadi tunadaksa dapat didefinisikan sebagai bentuk kelainan atau kecacatan pada sistem otot, tulang dan persendian dan syaraf yang disebabkan oleh penyakit, virus dan kecelakaan baik yang terjadi sebelum kelahiran,saat kelahiran dan sesudah kelahiran. Gangguan itu mengakibatkan gangguan koordinasi, komunikasi, adaptasi, mobilisasi dan gangguan perkembangan pribadi. B. KLASIFIKASI ANAK TUNADAKSA Dilihat dari sistem kelainan terdiri dari a.Kelainan pada sistem cerebral Kelainan pada sistem cerebral berupa cerebral palsy yang menunjukkan kelaianan gerak, sikap dan bentuk tubuh, gangguan koordinasi dan kadang disertai gangguan psikologi dan sensoris karena adanya kerusakan pada masa perkembangan otak. Menurut derajat kecacatannya Cerebral Plasy diklasifikasikan menjadi: (1)Ringan,dengan ciri- ciri yaitu dapat berjalan tanpa alat bantu, bicara jelas, dan dapat menolong diri (2) Sedang, dengan ciri ciri membutuhkan bantuan untuk latihan berbicara, berjalan, mengurus diri, dan alat- alat khusus. (3) Berat, dengan ciri ciri membutuhkan perawatan tetap dalam ambulasi, bicara, dan menolong diri Klasifikasi berdasarkan kelainan gerak adalah Cerebral Plasy diklasifikasikan menjadi: (1) spastik, dengan ciri seperti terdapat kekakuan pada sebagian atau seluruh ototnya (2) dyskinesia, yang meliputi athetosis(penderita memperlihatkan gerak yang tidak terkontrol), rigid(kekakuan pada seluruh tubuh sehingga sulit dibengkokkan, tremor(getaran kecil yang terus menerus pada mata, tangan atau pada kepala),

(3) Ataxia(adanya gangguan keseimbangan, jalannya gontai, koordinasi mata dan tangan tidak berfungsi (4) Jenis campuran(seorang anak mempunyai kelainan dua satu lebihdari tipe tipe di atas b. Kelainan pada sistem otot dan rangka. Penggolongn pada kelainan pada sistem otot dan rangka dan rangka adalah sebagai berikut (1) Poliomyelitis merupakan suatu infeksi penyakit pada sumsum tulang belakang yang disebabkan oleh virus polio yang mengakibatkan kelumpuhan yanbg bersifat menetap dan tidak mengakibatkan gangguan kecerdasan atau alat alat indera Kelumpuhan dibedakan atas tipe spinal(kelumpuhan pada otot leher, sekat dada, tangan dan kaki), tipe bulbair(ditandai dengan gangguan pernafasan), tipe bulbispinal(gabungan antara tipe spinal dan bulbair), encephalitis(disertai dengan demam, kesadaran menurun, dan kadang kadang kejang) (2) Muscle Dystrophy adalah jenis penyakit otot yang disebabkan oleh faktor keturunan dan mengakibatkan otot tidak berkembang karenamengalami kelumpuhan yang sifatnya progresif dan simetris (3) Spina Binifida merupkan jenis kelainan pada tulang belakang yang ditandai dengan terbukanya satu atau tiga ruas tulang belakang yang ditandai dengan terbukanya satu atau tiga ruas tulang belakang dan tidak tertutup lagi selama masa perkembangan sehingga fungsi jaringan saraf terganggu dan terjadilah kelumpuhan. C. KARAKTERISTIK ANAK TUNADAKSA 1. Karakteristik Akademik anak ktunadaksa, meliputi ciri khas kecerdasan, kemampuan kognisi, persepsi dan simbolisasi mengalami kelaianan karena terganggunya sistem cerebral sehingga mengalami hambatan dalam belajar, dan mengurus diri. Anak tunadaksa karena kelainan pada sistem otot dan rangka tidak terganggu sehingga dapat belajar, seperti anak normal. 2. Karakteristik sosial/ emosional anak tunadaksa menunjukkan bahwa konsep diri dan respons serta sikap masyarakat yang negatif terhadap analk tunadaksa merasa tidak mampu, tidak berguna, dan menjadi rendah diri. Akibatnya kepercayaan dirinya hilang dan akhirnya tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Mereka juga menunjukkan sikap mudah tersingung, mudah marah, lekas putus asa, rendah diri,kurang dapatbergaul, malu, dan suka menyendiri serta frustasi berat 3. Karakteristik fisik/ kesehatan anak tuanadaksa biasanya selain mengalami cacat tubuh, juga mengalami gangguan lain, seperti sakit gigi, berkurangnya daya pendengaran, penglihatan, gangguan bicara, dan gangguan motorik D. TUJUAN PENDIDIKAN ANAK TUNADAKSA 1. Pengembangan intelektual dan Akademik Pengembangan aspek ini dapat dilaksanakan secara formal di sekolah melalui kegitatan pembelajaran. Di sekolah khusus anak tunadaksa (SLB- D) tersedia semua prangkat kerikulum dengan semua pedoman pelaksanaanya., namun hal yang lebih penting adalah pemberian kesempatan dan perhatian khusus pada anak tunadaksa untuk mengoptimalkan perkembangan intelektual dan akademiknya. 2. Membantu Perkembangan Fisik Hambatan utama belajar adalah adanya gangguan motorik. Oleh karena itu, guru harus dapat

mengatasi gangguan tersebut sehinggaanak memperoleh kemudahan dalam mengikuti pendidikan.

Sistem Pendidikan Bagi Anak Tunadaksa di SLB-D YPAC Oleh: Sri Widati A. PENDAHULUAN Anak Tunadaksa (cacat tubuh) termasuk salah satu jenis anak berkebutuhan khusus yang memiliki kelainan atau kecacatan pada fisiknya, yaitu pada sistem otot, tulang dan persendian akibat dari adanya penyakit, kecelakaan, bawaan sejak lahir, dan atau kerusakan di otak. Kelainan atau kecacatan yang disandang oleh seseorang memiliki dampak langsung (primer) dan tidak langsung (sekunder), baik terhadap diri anak yang memiliki kecacatan itu sendiri maupun terhadap keluarga dan masyarakat. Dampak langsung atau primer dari kecacatan tunadaksa adalah adanya gangguan mobilitas atau ambulasi, gangguan dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (Aktivity of Daily Living/ADL), gangguan dalam komunikasi, gangguan fungsi mental, dan gangguan sensoris. Sedangkan dampak tidak langsung atau dampak sekunder adalah reaksi penyandang kelainan tersebut (Franklin C.Schortz,1980). Artinya bagaimana anak menghadapi masalah yang ditimbulkan oleh kecacatan yang disandang dalam kehidupannya. Semua dampak kecacatan tersebut akhirnya akan menimbulkan permasalahan. Karena itu, masalah tersebut perlu segera memperoleh penanganan sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak. Pada dasarnya kebutuhan anak Tunadaksa dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: kebutuhan untuk memperoleh pelayanan medik guna mengurangi permasalahan yang dialami anak di bidang medis, kebutuhan untuk memperoleh pelayanan rehabilitasi dan habilitasi guna mengurangi gangguan fungsi sebagai dampak dari adanya kecacatan tunadaksa, dan kebutuhan untuk memperoleh pendidikan khusus. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut di atas, maka YPAC menyelenggarakan 4 macam layanan rehabilitasi, yaitu rehabilitasi medis, pendidikan, sosial dan keterampilan. Rehabilitasi pendidikan diwujudkan berupa Sekolah Luar Biasa (SLB) Bagian D (Tunadaksa). SLB-D YPAC merupakan lembaga pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan khusus bagi anak Tunadaksa. Tujuan umum pendidikan di SLB-D YPAC adalah untuk mengembangkan potensi siswa secara optimal dan tujuan khususnya agar siswa dapat mandiri minimal dapat mengurus dirinya sendiri, menjadi lebih baik atau meningkat kualitas hidupnya. Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut di sekolah telah melaksanakan berbagai kegiatan seperti pembelajaran, latihan-latihan, dan bimbingan baik pada siswa maupun pada orang tuanya. Materi pelatihan ini disusun dalam rangka menemukan pola pelayanan YPAC dalam bidang pendidikan dan pravokasional yang mengacu pada sistem pendidikan yang ideal bagi anak tunadaksa. B. PENDIDIKAN YANG IDEAL BAGI ANAK TUNADAKSA Tujuan pendidikan anak Tunadaksa bersifat ganda (dual purpose), yaitu yang berhubungan

dengan aspek rehabilitasi pemulihan dan pengembangan fungsi fisik, dan yang berkaitan dengan pendidikan yang mengacu pada tujuan pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Frances P. Connor (1995) mengemukakan sekurang-kurangnya ada 7 aspek yang perlu dikembangkan pada diri masing-masing anak Tunadaksa melalui pendidikan, yaitu: (1) pengembangan intelektual dan akademik, (2) membantu perkembangan fisik, (3) meningkatkan perkembangan emosi dan penerimaan diri anak, (4) mematangkan aspek sosial, (5) mematangkan moral dan spiritual, (6) meningkatkan ekspresi diri, dan (7) mempersiapkan masa depan anak. Adapun prinsip dasar program pendidikannya meliputi: 1. Keseluruhan anak (All the children) 2. Kenyataan (Reality) 3. Program yang dinamis (A dynamic program) 4. Kesempatan yang sama (Equality of opportunity) 5. Kerjasama (Cooperative) Sedangkan prinsip khusus pendidikannya terdiri dari prinsip multisensori dan prinsip individualisasi. Multisensori berarti banyak indera, maksudnya dalam proses pendidikan pada anak tunadaksa sedapat mungkin memanfaatkan dan mengembangkan indera-indera yang ada dalam diri anak agar kesan pendidikan yang diterimanya lebih baik. Prinsip individualisasi berarti kemampuan masing-masing diri individu lebih dijadikan titik tolak dalam memberikan pendidikan pada mereka. Model layanannya dapat berbentuk individual dan klasikal pada individu yang cenderung memiliki kemampuan yang hampir sama, bahan pelajaran yang diberikan pada siswa sesuai dengan kemampuan masing-masing anak. Layanan pendidikan untuk anak Tunadaksa dapat dilakukan dengan pendekatan guru kelas, guru mata pelajaran/bidang studi, campuran dan pengajaran tim. Pembelajaran di sekolah idealnya sebagai berikut: a. Perencanaan kegiatan belajar mengajar: Program pendidikan yang diindividualisasikan b. Prinsip Pembelajaran: Prinsip multisensori dan prinsip individualisasi c. Penataan Lingkungan Belajar Bangunan gedung memprioritaskan tiga kemudahan: mudah keluar masuk, mudah bergerak dalam ruangan, dan mudah mengadakan penyesuaian. d. Personil: guru PLB, guru regular, dokter ahli anak, dokter ahli rehab medis, dokter ahli ortopedi, dokter ahli syaraf, psikolog, guru BP, social worker, fisioterapist, occupational therapist, speechterapist, orthotic dan prosthetic. e. Bimbingan Belajar Anak Tunadaksa memerlukan bimbingan belajar membaca, menulis, dan berhitung. Ketiga kemampuan dasar ini perlu memperoleh layanan sedini mungkin sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak, manakala telah memasuki program sekolah dasar. f. Pembinaan Karier dan Pekerjaan Untuk mempersiapkan masa depan anak, di sekolah perlu adanya pembinaan karier. Pengertian karier tidak dipandang hanya sebagai pekerjaan yang diberikan pada tamatan sekolah menengah atas, tetapi dibutuhkan oleh semua siswa sejak Taman Kanak-Kanak

sampai Perguruan Tinggi. Pada jenjang TKLB dan SDLB materi pembahasannya adalah untuk memberikan pengertian dasar mengenai kemungkinan pekerjaan dalam hidup kelak dan memberikan kesadaran bahwa sekolah memberi kesempatan untuk bereksplorasi dalam mempersiapkan kehidupan kelak; sedangkan pada tingkatan yang lebih tinggi selain melanjutkan materi tersebut telah diarahkan pada prevokasional maupun vokasional. Pembinaan karier dan pekerjaan dimulai dari kegiatan asesmen karir dan pekerjaan agar dapat menyusun program pembinaan karir dan vokasional yang sesuai dengan kondisi kemampuan dan kecacatan anak tunadaksa. Berkaitan dengan penyusunan program, Philip (1986) mengemukakan bahwa program yang disusun harus berbentuk IEP (Individualized Educational Program) yang mempunyai ciri-ciri sasaran untuk remidi bila siswa mengalami kesulitan dalam membaca formulir pekerjaan, berkomunikasi dengan menggunakan telepon, penggunaan uang dalam pekerjaan, dll. Salah satu contoh pogram IEP adalah pengembangan motorik halus untuk pekerjaan menjahit, pertanaman, mengatur makanan, dll. Alur pembinaan karier dan pekerjaan dapat disajikan seperti berikut: Asesmen pemograman proses evaluasi daya guna/tepat guna C. SISTEM PENDIDIKAN ATD DI RUANG SUMBER BELAJAR (RSB) Sistem pendidikan ini telah diujicobakan di SLB-D YPAC Bandung selama lima tahun dengan cara melakukan proses belajar mengajar di Ruang Sumber Belajar (RSB). Hal ini dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa: RSB lebih dapat meningkatkan potensi anak secara optimal, karena di RSB terdapat banyak sumber dan alat-alat yang dapat membantu pemahaman anak dalam belajar. Disamping itu juga anak sambil latihan bergerak dengan berpindah antar RSB, anak tidak mudah bosan dan pengajaran yang diberikan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan anak. 1. Tujuan Belajar di RSB Secara umum bertujuan untuk mengembangkan potensi anak seoptimal mungkin, dan secara khusus agar anak Tunadaksa dapat mandiri baik dalam mengurus dirinya sendiri maupun dapat menghidupi dirinya. Minimal menjadi lebih baik atau selangkah lebih maju dari apa yang telah dimiliki anak. 2. Proses Belajar di RSB Langkah-langkah belajar di RSB melalui prosedur sebagai berikut: ATDPENGELOMPOKANASSESMENPENYUSUNAN PROGRAM (IEP)PELAKSANAAN PBM DI RSBEVALUASIFOLLOW UP. Berdasarkan proses tersebut, maka RSB ditata sesuai dengan kurikulum yang digunakan, yaitu meliputi: a. Ruang assesmen b. Ruang program umum yang terdiri dari semua bidang studi yang diajarkan, yaitu: RSB Agama, RSB Bahasa, RSB Matematika, RSB IPA, RSB IPS, RSB PPKN, RSB Kesenian, RSB Keterampilan, dan RSB Penjaskes. c. Ruang program khusus yang terdiri dari: RSB Bina Diri, RSB Bina Gerak, dan RSB Bina Bicara. d. Ruang program muatan lokal yang terdiri dari: RSB Kesenian Daerah

e. Ruang program pilihan yang terdiri dari: RSB Pertukangan, menjahit, memasak, komputer, fotograpi, dll. 3. Cara Belajar di RSB Sebelum belajar di RSB, ATD perlu diklasifikasikan sesuai dengan kriteria menjadi kelompok akademik, kelompok keterampilan, kelompok pengembangan, dan kelompok Autis. Kegiatan selanjutnya adalah sebagai berikut: a. Melaksanakan assesmen per anak sebagai dasar penyusunan program. Adapun jenis asesmen yang dilakukan meliputi: 1) Pengumpulan data kemampuan dan ketidakmampuan fisik tentang: kekuatan otot-otot, luas daerah gerak sendi (Range of Motion/ROM), kemampuan motorik halus dan motorik kasar, dan kemampuan gerak dasar tubuh yang dilakukan oleh Fisioterapist dan dokter ahli rehabilitasi. 2) Pengumpulan data kemampuan psikis tentang: tingkat kecerdasan, bakat, minat, dan emosi, dilakukan oleh Psikolog. 3) Pengumpulan data kemampuan akademik dan keterampilan dasar tentang: calistung, bidang studi, dan aktivitas kehidupan sehari-hari (Aktivity of Daily Living/ADL) dilakukan oleh guru-guru. 4) Pengumpulan data kemampuan sosialnya, dilakukan oleh guru dan sosial worker. 5) Pengumpulan data kemampuan keterampilan/vocasional dilakukan oleh guru keterampilan. b. Penyusunan Program 1) Program kelompok disusun sebagai berikut: a) Kelompok akademik programnya sesuai kurikulum yang disesuaikan dengan kemampuan nyata anak. b) Kelompok keterampilan programnya: Calistung dan keterampilan dasar sesuai dengan kemampuannya. c) Kelompok pengembangan programnya: sosialisasi, bermain, dan day care d) Kelompok autis, programnya individual 2) Program individual disusun berdasarkan kemampuan masing-masing anak c. Pelaksanaan Program Belajar di RSB Proses belajar mengajar di RSB dilaksanakan per kelompok yang kemampuannya sama atau hampir sama. Proses belajarnya bertitik tolak pada kemampuan masing-masing anak dengan berprinsip pada individualisasi pengajaran. d. Evaluasi Evaluasi dilaksanakan baik pada saat proses belajar berlangsung maupun setelah selesai (Evaluasi proses dan hasil). e. Bimbingan Belajar Bagi ATD yang mengalami kesulitan dalam belajar perlu diberikan bimbingan baik secara individual maupun secara kelompok dengan remedial teaching. f. Pembinaan Karier dan Pekerjaan Kegiatannya dimulai sejak melakukan asesmen kemampuan keterampilan dasar oleh guru keterampilan dan psikolog untuk mengetahui kemampuan dan minatnya. Selanjutnya disusun programnya sesuai dengan kondisi kemampuan dan kecacatan anak. Pelaksanaannya

diintegrasikan dalam proses belajar mengajar. Bagi siswa pasca sekolah perlu pembinaan dan latihan-latihan khusus untuk mempersiapkan pekerjaannya.

Anda mungkin juga menyukai