Anda di halaman 1dari 9

TUGAS

MAKALAH PENDIDIKAN ABK

OLEH
ITA PUSPITA (16052015070)
SUSIANI (16052015025)

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI


UNIVERSITAS ISLAM MAKASSAR

MAKASSAR
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Persepsi masyarakat awam tentang anak berkelainan fungsi anggota tubuh
(anak tunadaksa) sebagai salah satu jenis anak berkelainan dalam konteks Pendidikan Luar Biasa
(Pendidikan Khusus) masih dipermasalahkan. Munculnya permasalahan tersebutterkait dengan
asumsi bahwa anak tunadaksa (kehialangan salah satu atau lebih fungsianggota tubuh) pada
kenyataannya banyak yang tidak mengalami kesulitan untuk menititugas perkembangannya,
tanpa harus masuk sekolah khusus untuk anak tunadaksa(khususnya tunadaksa ringan).
Secara umum dikenal dua macam anak tunadaksa. Pertama, anak tuna daksa yang
disebabkan karena penyakit polio, yang mengakibatkan terganggunya salah satu fungsianggota
badan. Anak tunadaksa kelompok ini sering disebut orthopedically handicapped,tidak mengalami
hambatan perkembangan kecerdasannya. Oleh karena itu mereka dapat belajar mengikuti
program sekolah biasa.
Kedua, anak tunadaksa yang disebabkan oleh gangguan neurologis. Anak tuna daksa
kelompok ini mengalami gangguan gerak dan kebanyakan dari mereka mengalamigannguan
kecerdasan dan sering disebut neurologically handicapped atau secara khususmereka disebut
penyandang cerebral palsy. Anak tuna daksa kelompok inimembutuhkan layanan pendidikan luar
biasa.Anak yang mengalami gangguan gerakan pada taraf sedang dan berat,umumnya
dimasukkan ke sekolah luar biasa (SLB), sedangkan anak yang mengalami gangguan gerakan
dalam taraf ringan banyak ditemukan sekolah ± sekolah umum. Namun jika mereka tidak
mendapatkan pelayanan khusus dapatmenyebabkan terjadinya kesulitan belajar yang serius.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari makalah berikut, yaitu:
1. Apa pengertian tuna daksa
2. Bagaimana karakteristik tuna daksa
3. Apa penyebab faktor tuna daksa
4. Apa bimbingan kepada anak tuna daksa
1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah berikut, yaitu:
1. Mengetahui pengertian dari tuna daksa
2. Mengetahui karakteristik dari tuna daksa
3. Mengetahui penyabab faktor tuna daksa
4. Mengetahui bimbingan untuk anak tuna daksa
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Anak Tuna Daksa


Anak tuna daksa adalah anak yang mempunyai kelainan ortopedik atau salah satu bentuk
berupa gangguan dari fungsi normal pada tulang, otot, dan persendian yang mungkin karena
bawaan sejak lahir, penyakit atau kecelakaan, sehingga apabila mau bergerak atau berjalan
memerlukan alat bantu.
Didalam Wikipedia, pengertian Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak
yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit
atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh. Tingkat gangguan
pada tunadaksa adalah ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik tetap
masih dapat ditingkatkan melalui terapi, sedang yaitu memilki keterbatasan motorik dan
mengalami gangguan koordinasi sensorik, berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan
fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik.

2.2 Karakteristik Dari Anak Tuna Daksa


Banyak jenis dan variasi anak tuna daksa, sehingga untuk mengidentifikasi
karakteristiknya diperlukan pembahasan yang sangat luas. Berdasarkan berbagai sumber
ditemukan beberapa karakteristik umum bagi anak tuna daksa, diantara lain sebagai berikut:
1. Karakteristik Kepribadian
2. Mereka yang cacat sejak lahir tidak pernah memperoleh pengalaman, yang demikian ini
tidak menimbulkan frustasi.
3. Tidak ada hubungan antara pribadi yang tertutup dengan lamanya kelainan fisik yang
diderita.
4. Adanya kelainan fisik tidak memperngaruhi kepribadian atau ketidak mampuan individu
dalam menyesuaikan diri.
5. Anak cerebal-pakcy dan polio cenderung memiliki rasa takut daripada yang mengalami
sakit jantung.
6. Karakteristik Emosi-sosial
7. Kegiatan-kegiatan jasmani yang tidak dapat dijangkau oleh anak tuna daksa dapat
berakibat timbulnya problem emosi, perasaan dan dapat menimbulkanfrustasi yang berat.
8. Keadaan tersebut dapat berakibat fatal, yaitu mereka menyingkirkan diri dari keramaian.
9. Anak tuna daksa cenderung acuh bila dikumpulkan bersama anak-anak normal dalam
suatu permainan.
10. Akibat kecacatanya mereka dapat mengalami keterbatasan dalam berkomunikasi dengan
lingkunganya.
11. Karakteristik Intelegensi
12. Tidak ada hubungan antara tingkat kecerdasan dan kecacatan, tapi ada beberapa
kecenderungan adanya penurunan sedemikian rupa kecerdasan individu bila kecacatanya
meningkat.
Adanya berbagai karakteristik tersebut bukan berarti bahwa setiap anak tuna daksa
memiliki semua karakteristik yang diungkapkan, namun bisa saja terjadi salah satunya tidak
dimiliki. Dari karakteristik tersebut menimbulkan dampak positif maupun dampak negatif. Dari
dampak negatif timbul masalah-masalah yang muncul yang berkaitan dengan posisi siswa
disekolah.

2.3 Penyebab Faktor Tuna Daksa


Ada beberapa macam sebab yang dapat menimbulkan kerusakan pada anak sehingga
menjadi tunadaksa. Kerusakan tersebut ada yang terletak di jaringan otak, jaringan sumsum
tulang belakang, serta pada sistem musculus skeletal. Terdapat keragaman jenis tunadaksa, dan
masing-masing timbulnya kerusakan berbeda-beda. Dilihat dari waktu terjadinya, kerusakan otak
dapat terjadi pada masa sebelum lahir, saat lahir, dan sesudah lahir.
1. Sebelum lahir (fase prenatal)
Kerusakan terjadi pada saat bayi saat masih dalam kandungan disebabkan:
a. Infeksi atau penyakit yang menyerang ketika ibu mengandung sehingga menyerang
otak bayi yang sedang dikandungnya.
b. Kelainan kandungan yang menyebabkan peredaran terganggu, tali pusar tertekan,
sehingga merusak pembentukan syaraf-syaraf di dalam otak.
c. Bayi dalam kandungan terkena radiasi yang langsung mempengaruhi sistem syarat
pusat sehingga struktur maupun fungsinya terganggu.
d. Ibu yang sedang mengandung mengalami trauma yang dapat mengakibatkan
terganggunya pembentukan sistem syaraf pusat. Misalnya, ibu jatuh dan perutnya
terbentur dengan cukup keras dan secara kebetulan mengganggu kepala bayi, maka
dapat merusak sistem syaraf pusat.
2. Saat kelahiran (fase natal/perinatal)
Hal-hal yang dapat menimbulkan kerusakan otak bayi pada saat bayi dilahirkan antara
lain:
a. Proses kelahiran yang terlalu lama karena tulang pinggang yang kecil pada ibu
sehingga bayi mengalami kekurangan oksigen. Hal ini kemudian menyebabkan
terganggunya sistem metabolisme dalam otak bayi sehingga jaringan syaraf pusat
mengalami kerusakan.
b. Pemakaian alat bantu berupa tang ketika proses kelahiran yang mengalami kesulitan
sehingga dapat merusak jaringan syaraf otak pada bayi.
c. Pemakaian anestesi yang melebihi ketentuan. Ibu yang melahirkan karena operasi dan
menggunakan anestesi yang melebihi dosis dapat mempengaruhi sistem persyarafan
otak bayi sehingga otak mengalami kelainan struktur ataupun fungsinya.
3. Setelah proses kelahiran (fase post natal)
Fase setelah kelahiran adalah masa di mana bayi mulai dilahirkan sampai masa
perkembangan otak dianggap selesai, yaitu pada usia lima tahun. Hal-hal yang dapat
menyebabkan kecacatan setelah bayi lahir adalah:
a. Kecelakaan/trauma kepala, amputasi.
b. Infeksi penyakit yang menyerang otak.

2.4 Bimbingan Untuk Anak Tuna Daksa


Menurut ronald l.taylor (1984), apabila penyandang cacat menerima pelayanan
pendidikan di sekolah formal, maka ia harus memperoleh pelayanan pendidikan yang
diindividualkan(iep)atau ppi. Dalam rangka pengembangan iep, banyak informasi/data yang
diperlukan, salah satunya adalah yang dihasilkandari kegiatan assesmen.
Bimbingan merupakan program yang integral dengan sistem pendidikan anak tunadaksa.
Bimbingan belajar perlu dalam pendidikan anak tunadaksadengan pertimbangan bahwa:
• permasalahan yang dihadapi anak tunadaksa sangat kompleks, sehingga perlu bantuan
untuk mengatasimasalahnya.
• kemampuan abstraknya rendah, sehingga perlukonkritisasidalam pembelajaran.
• perhatian, persepsi, dan simbolisasinya kurang, sehingga mempengaruhi prosesbelajar.
Tujuan pendidikan anak tuna daksa mengacu pada peraturan Pemerintah No. 72 tahun
1991 agar peserta didik mampu mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagai
pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan
lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dalam
dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan.
Model layanan pendidikan untuk anak tunadaksa sebagai berikut:
a. Kelas biasa (regular class) mengarah kepada pendidikan inklusi, anak tunadaksa belajar
di sekolah umum bersama-sama dengan anak normal.
b. Kelas atau sekolah khusus (special classes and/or schools), anak tunadaksa belajar
dengan sesama anak tunadaksa lainnya disekolah khusus (SLB-D) jadi system
sekolahnya terpisah (Segregasi).
c. Pengajaran dirumah (home instruction), anak tunadaksa belajar dirumah, dan guru yang
berkunjung ke rumah.
d. Sekolah dirumah sakit (school in the hospital or convalescent home), anak tunadaksa
belajar dirumah sakit karena lama dirawat agar tidak ketinggalan pelajaran, maka guru
yang datang ke rumah sakit.
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan makalah tersebut diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa,
Secara definitive pengertian kelainan fungsi anggota tubuh (tunadaksa) adalah ketidakmampuan
anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya disebabkan oleh berkurangnya kemampuan
anggota tubuh untuk melaksanakan fungsi secara normal akibat luka, penyakit, atau
pertumbuhan yang tidak sempurna sehingga untuk kepentingan pembelajarannya perlu layanan
secara khusus. Seperti juga kondisi ketuntasan yang lain, kondisi kelainan pada fungsi anggota
tubuh atau tunadaksa dapat terjadi pada saat sebelum anak lahir (prenatal), saat lahir (neonatal),
dan setelah anak lahir (postnatal).
Insiden kelainan fungsi anggota tubuh atau ketunadaksaan yang terjadi sebelum bayi lahir
atua ketika dalam kandungan, diantaranya dikarenakan faktor genetik dan kerusakan pada
system saraf pusat Sama seperti bentuk kelainan atau ketuntasan yang lain, kelainan fungsi
anggota tubuh atau tunadaksa yang dialami seseorang memiliki konsekuensi atau akibat yang
hampir serupa, terutama pada aspek kejiwaan penderita, baik berefek langsung maupun tidak
langsung. Dalam konteks perkembangan kognitif menurut Gunarsa (1985) paling tidak ada empat
aspek yang turut mewarnai, yaitu sebagai berikut: Kematangan, Pengalaman, Transmisi social
dan Ekuilibrasi
DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Anak_berkebutuhan_khusus diakses tanggal 22/09/2013.


http://www.slbk-batam.org/index.php?pilih=hal&id=73 diakses tanggal 22/09/2013
Soemantri, Sutjihati.1996.Psikologi Anak Luar Biasa.Jakarta.Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan

Anda mungkin juga menyukai